Audit Kecurangan PDF
Audit Kecurangan PDF
Kecurangan
Pengantar
Disusun Oleh:
Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik
: 021 7361653
Kata
Sambutan
Audit
Kecurangan
Pengantar
Daftar
Isi
DAFTAR ISI...........................................................................................
PENDAHULUAN....................................................................................
iii
01
1. Otonomi Daerah.....................................................................
01
2. Potensi Korupsi......................................................................
03
09
09
2. Mencegah Fraud....................................................................
10
12
17
18
20
21
23
23
26
29
1. Deteksi Fraud........................................................................
29
2. Investigasi Fraud...................................................................
40
59
59
59
69
94
LAMPIRAN............................................................................................
99
Audit
Kecurangan
Pengantar
ii
Audit
Kecurangan
Pengantar
Pendahuluan
Modul Pengantar Audit Kecurangan ini disusun untuk bahan pelatihan
di lingkungan Bawasda Provinsi/Kabupaten/Kota (selanjutnya berdasarkan
PP No. 41 tahun 2007 nomenklatur Bawasda telah diganti dengan Inspektorat).
Oleh karena itu, selanjutnya istilah Inspektorat akan selalu digunakan dalam
modul ini. Di lingkungan Inspektorat, audit kecurangan (fraud auditing) masih
merupakan pengetahuan yang baru.
Dengan semakin gencarnya pemberantasan korupsi secara nasional,
Inspektorat sebagai Lembaga Pengawasan sudah seharusnya dapat berperan
juga dalam menunjang upaya-upaya Pemerintah dalam memberantas apa
yang dikenal umum sebagai perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan
disingkat KKN yang sangat merugikan perekonomian nasional dan daerah
dan secara langsung dan tidak langsung menghambat pembangunan dan
usaha-usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk
menunjang peningkatan peran Inspektorat dalam ikut serta memberantas
KKN, para petugas Inspektorat perlu melengkapi keahliannya mengenai Audit
Kecurangan.
Modul ini masih bersifat pengantar, untuk membekali para pembaca
dengan dasar-dasar audit kecurangan sebagai tahap pengenalan. Tidak
seperti jenis audit lainnya, menurut pengalaman audit kecurangan seringkali
sangat kompleks dalam pelaksanaannya dan memerlukan waktu yang lama
untuk menuntaskannya. Tidak jarang auditor harus meminta bantuan tenaga
yang lebih ahli dan berpengalaman dari Lembaga Pengawasan lainnya
misalnya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahkan bukan tidak mungkin pada
akhirnya harus melibatkan tenaga-tenaga penyidik dari penegak hukum karena
pada tahap akhir hasil suatu audit kecurangan itu akan diproses secara hukum
di pengadilan. Pada tingkat ini, bekal yang harus dimiliki oleh pemeriksa
sudah harus lebih maju dari sekedar pengetahuan pada tataran pengantar.
Perlu dipahami bahwa kecurangan atau fraud di Indonesia meningkat
secara signifikan baik jumlah kerugian yang timbul maupun modusnya, sehingga
iii
Audit
Kecurangan
Pengantar
iv
Audit
Kecurangan
Pengantar
Audit
Kecurangan
Pengantar
vi
Audit
Kecurangan
Pengantar
Korupsi
di Indonesia
1. Otonomi Daerah
Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia pada tahun 1998, tuntutan
untuk memperoleh otonomi seluas-luasnya dari daerah semakin menguat untuk
dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat di daerahnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Undang-undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dipandang sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah. Oleh karena itu, ditetapkanlah Undang-undang No. 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang No.
22 Tahun 1999. Dengan Undang-undang yang baru ini, Pemerintah Daerah
diharapkan dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan seluas-luasnya, untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyerahan wewenang pemerintahan yang semula dipegang oleh Pemerintah
Pusat kepada daerah otonomi ini disebut desentralisasi, sabagai kebalikan dari
sentralisasi.
01
Audit
Kecurangan
Pengantar
02
Audit
Kecurangan
Pengantar
Tahun Anggaran
1
2006
(dalam Rp juta)
2005
(dalam Rp juta)
Dana Perimbangan
222.130.618
143.221.256
64.900.299
49.692.261
145.664.185
88.765.428
11.566.134
4.763.567
4.049.336
7.242.612
3.488.284
1.775.312
561.052
5.467.300
226.179.954
150.463.869
b. Dana Penyesuaian
2. Potensi Korupsi
Dana yang terus membesar tersebut harus diimbangi dengan pengelolaan yang baik. Jika tidak, akan timbul risiko-risiko yang tidak diinginkan.
Sistem pengelolaan keuangan daerah harus dibenahi dan mereka yang
ditugaskan mengelola harus bisa dipercaya, kompeten dan berintegritas.
Ibarat terjadi panen raya, dapat dibayangkan kemungkinan atau potensi
penyimpangan yang bisa terjadi terkait dengan sifat-sifat manusia yang
serba banyak kelemahan dalam kondisi ekonomi yang masih belum dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Jika pada saat sentralisasi uang Negara menumpuk di Pusat, penyimpangan banyak terjadi di tingkat pegawai Pemerintah Pusat. Setelah
otonomi, KKN dapat berkembang di daerah-daerah. Akhir-akhir ini fakta
menunjukkan banyaknya kasus korupsi di daerah, baik melibatkan Gubernur,
03
Audit
Kecurangan
Pengantar
Bupati, Walikota dan para anggota DPRD serta Kepala Dinas baik yang masih
aktif maupun yang telah purna bhakti. Jika pada tingkat pimpinan pemegang
kekuasaan sudah memberikan contoh seperti itu, bukan mustahil hal itu
menjadi alasan pembenaran oleh bawahannya untuk melakukan hal yang
sama. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena amanat otonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah seperti dikhianati oleh mereka
yang pada mulanya dipercayai oleh rakyat sebagai pengemban amanat
mereka. Sebagai contoh, Box. 1 mentabulasikan Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK atas APBD 2004 dan 2005 Kota Aglabis, padahal Walikota Aglabis
bercita-cita mengembangkan potensi daerahnya secara amat bagus sebagaimana tampak pada Box. 2.
Box : 1
Cuplikan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas APBD 2004 dan 2005
kota Aglabis dengan mengungkap 28 temuan senilai Rp. 6.817.183.031,57 1)
1.
2.
3.
4.
5.
Pengadaan Kendaraan Dinas Roda Dua untuk Korem, Kodim dan Polres
Sebanyak Tiga Unit Tidak Sesuai Ketentuan
6.
7.
8.
9.
04
Audit
Kecurangan
Pengantar
05
Audit
Kecurangan
Pengantar
Box : 2
Cuplikan sambutan Walikota Aglabis2)pada Peresmian Situs Web resmi
Pemerintah Kota tersebut 3)
Sambutan Walikota Aglabis
Pada tempat dan kesempatan pertama kita patut memanjatkan Puji
dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan ini pula saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, instansi-instansi terkait, tokoh
masyarakat serta cendekiawan, serta masyarakat Kota Aglabis sendiri yang
dengan caranya masing-masing telah membantu bagi kelancaran situs web ini.
Penerbitan situs web Pemerintah Kota Aglabis ini merupakan ekspresi
dari sebuah kerinduan, wujud dari sebuah hasrat, ungkapan dari sebuah keberanian
untuk memperlihatkan, memperkenalkan serta "menjual" wajah Kota Aglabis
dalam aneka pesona, potensi dan peluang yang dimilikinya.
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
telah mendorong Pemerintah Kota Aglabis dan masyarakatnya untuk memanfaatkan seoptimal mungkin berbagai potensi dan peluang yang ada bagi
percepatan jalannya roda pembangunan guna memulihkan dan menciptakan
kondisi serta landasan perekonomian daerah yang kuat dan handal.
Dalam rangka meningkatkan landasan ekonomi daerah ini, maka
ditempuh upaya menarik investor untuk mau menanamkan investasinya di Kota
Aglabis sesuai potensi dan peluang yang ada. Banyak potensi dan peluang yang
prospektif dari kota ini. Kota Aglabis memiliki potensi sumber daya kelautan yang
tak terkira ragam dan jumlahnya. Perikanan merupakan primadona kota ini.
Berbagai jenis ikan yang sangat laku di pasaran internasional seperti kerapu,
tuna, kakap berkeliaran di kawasan perairan Aglabis dan sekitarnya. Di sini
terhampar potensi pariwisata bahari yang menakjubkan berupa keindahan pantai
pasir putih, terumbu karang atau taman laut serta olahraga memancing, menyelam
atau berlayar.
Bersamaan upaya menarik para investor untuk mengelola sumber daya
hayati tersebut di atas, Pemerintah Kota Aglabis juga sedang berupaya untuk
mengembalikan jatidiri kota ini yang pernah jaya di masa lampau, yakni sebagai
06
Audit
Kecurangan
Pengantar
Pusat Perdagangan dan Jasa. Di masa lalu, Kota Aglabis memang dikenal
sebagai daerah yang sangat ramai dikunjungi para pedagang, tidak hanya
para pedagang lokal dari daerah Heca, Named dan sekitarnya, tapi juga dari
mancanegara. Masa keemasan masa lalu itu semakin berkurang sejak dibukanya
jalur jalan Trans-Ratemasu di Pantai Timur yang mengakibatkan lalulintas darat
menjadi alternatif. Kini Pemerintah Kota sudah bertekad untuk mengembalikan
kejayaan masa lalu itu.
Kehadiran situs web ini diharapkan dapat menjadi salah satu "Pintu
Informasi" bagi para calon investor untuk memperoleh berbagai data dan informasi
yang komprehensif tentang berbagai keadaan, potensi serta peluang investasi
di sini.
Diharapkan menjadi semacam panduan informasi bagi para calon
investor, sektor swasta untuk datang dan menemukan 'potensi-potensi' yang
ada di Aglabis.
Selamat Datang!
2) Disamarkan nama satu kota di Indonesia
3) Dikutip dari Situs resmi Pemerintah Kota tersebut
07
Audit
Kecurangan
Pengantar
08
Audit
Kecurangan
Pengantar
Mencegah
Terjadinya
Bab 2
Fraud
09
Audit
Kecurangan
Pengantar
10
Audit
Kecurangan
Pengantar
Dengan bertitik tolak dari tiga elemen dari segitiga fraud (fraud triangle)
mengapa seseorang melakukan fraud, dapat disimpulkan ada dua unsur
yang menentukan terjadinya fraud yaitu manusia dan sistem pengendalian
dalam organisasi. Manusia dengan nilai-nilai (values) hidup yang dianutnya,
menentukan wujud tingkah lakunya dalam pergaulan dan dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya. Sedangkan sistem pengendalian internal dibangun untuk
menghalangi atau menghambat kemungkinan terjadinya fraud dan risiko-risiko
lainnya karena sifat lemah yang melekat pada diri manusia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pencegahan fraud dapat
dilakukan dengan :
1. Membina, memelihara dan menjaga mental/moral pegawai agar senantiasa
bersikap jujur, disiplin, setia, beretika dan berdedikasi.
2. Membangun mekanisme sistem pengendalian internal (pengendalian intern)
yang efisien dan efektif.
Kedua cara tersebut harus saling melengkapi satu sama lain.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, elemen pertama dan ketiga
dari segitiga fraud lebih banyak terkait dengan kondisi kehidupan dan sikap
mental/moral pegawai yang bersangkutan. Maka untuk mencegahnya, perlu
menghilangkan tekanan dan pikiran pembenarannya dengan melakukan
pembinaan mental seperti membina karyawan untuk bersikap jujur, merasa
memiliki, senantiasa diberi perhatian, mengembangkan keterbukaan, mengembangkan kompetensinya, dan pimpinan menunjukkan keteladanan serta
memberikan bantuan pencerahan kepada pegawai yang membutuhkan. Tidak
kalah penting adalah organisasi agar berusaha memilih karyawan yang jujur
yang dapat dipekerjakan pada organisasi tersebut.
Adapun untuk elemen kedua (kesempatan), karena terkait dengan
sistem pengendalian internal, dapat diminimalkan dengan :
1. Menerapkan pengendalian internal yang baik, lingkungan pengendalian yang
baik (good control environment), sistem akuntansi yang baik (good accounting
system), dan prosedur pengendalian yang baik (good control procedure).
2. Menekan timbulnya kolusi dengan sistem memberi waktu berlibur (vacation),
pindah penugasan atau sistem rotasi (job transfer/tour of duty) atau
pemberian cuti.
3. Mengingatkan pihak luar yang memberi potensi terjadinya fraud seperti
penjual dan kontraktor untuk mewaspadai kickback dan macam-macam
pemberian/gratifikasi, bahwa instansi yang melakukan kegiatan pengadaan
berhak mengaudit ke pemasok.
11
Audit
Kecurangan
Pengantar
12
Audit
Kecurangan
Pengantar
yang akan diuraikan di bawah ini, terkandung secara jelas adanya sistem
pengendalian yang bersifat keras (hard control) dan yang bersifat lunak
(soft control). Yang bersifat keras adalah kebijakan dan prosedur-prosedur
pengendalian yang bersifat teknis seperti sistem dan prosedur-prosedur,
sedangkan yang bersifat lunak adalah yang menyangkut nilai-nilai (values)
seperti keteladanan pimpinan, kode etik, kedisiplinan, dedikasi dan loyalitas,
kompetensi serta budaya kerja. Kedua model pengendalian ini harus berjalan
bersamaan agar pengendalian berjalan efektif untuk menciptakan lingkungan
yang rendah fraud (low fraud environment).
Lima komponen Struktur Pengendalian Internal tersebut meliputi:
1. Lingkungan pengendalian (control environment).
2. Penilaian risiko (risk assessment).
3. Aktivitas pengendalian (control activities/control procedures).
4. Informasi dan komunikasi (information and communication).
5. Pemantauan (monitoring).
Uraian mengenai kelima komponen Struktur Pengendalian Internal
tersebut tampak berikut ini :
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian dikondisikan untuk menciptakan iklim/suasana
yang sehat di dalam organisasi. Semua orang digugah/diingatkan/disadarkan
untuk menyadari pentingnya pengawasan. Unsur utamanya adalah keteladanan dari pimpinan yang akan menjadi contoh bagi para karyawannya.
Pimpinan harus menjadi model bagi seluruh karyawan.
Nilai-nilai integritas, kejujuran, kesetiaan, kedisiplinan, dedikasi, loyalitas
dan etika ditanamkan kepada seluruh jajaran dari pucuk pimpinan sampai
karyawan lapis terbawah.
Elemen yang penting di sini adalah proses seleksi dalam penerimaan
pegawai. Melalui screening yang ketat, hanya dipilih orang-orang yang
memenuhi kualifikasi, kompeten dan yang bermental jujur. Proses penerimaan
pegawai merupakan pintu pertama yang sangat menentukan dalam upaya
menciptakan sistem pengendalian internal yang efisien dan efektif.
Elemen lain yang diperlukan dalam membangun lingkungan pengendalian
yang positif adalah kejelasan struktur organisasi. Di sini harus jelas siapa
yang diberi tugas dan bertanggung jawab terhadap suatu bidang pekerjaan.
13
Audit
Kecurangan
Pengantar
14
Audit
Kecurangan
Pengantar
1. Pemisahan Tugas
Prinsip dasar pemisahan tugas (segregation of duties) adalah seseorang
tidak diperbolehkan melakukan satu rangkaian transaksi dari awal
sampai akhir. Rangkaian tugas itu harus dipecah dan dilaksanakan oleh
petugas yang berbeda. Pisahkan, misalnya, pemberi otorisasi, pelaksana,
pencatat dan penyimpan. Dengan pemisahan tugas akan tercipta sistem
internal check dalam organisasi. Bila rangkaian tugas ini dirangkap,
kemungkinan terjadinya fraud sangat besar.
2. Sistem Otorisasi
Perlu ada sistem otorisasi yang tepat untuk membatasi kewenangan
seorang petugas. Hanya mereka yang mempunyai password yang
diperkenankan mengoperasikan komputer dan mengakses database.
Sistem pembatasan (limit) jumlah transaksi tertentu yang dapat dilakukan
seorang pejabat membatasi kewenangan untuk menyetujui atau menolak
menyetujui suatu transaksi. Misalnya transaksi senilai Rp 500 juta ke
atas harus diotorisasi oleh pimpinan, di bawah Rp 500 juta oleh kepala
bagian. Contoh lain: hanya pemegang kunci gudang/brankas yang
diperbolehkan membuka tempat penyimpanan barang atau uang. Dengan
sistem otorisasi semacam ini jelas siapa yang harus bertanggung jawab
jika terjadi penyimpangan.
3. Pengecekan Independen
Dengan independent check, semua pegawai dapat menyadari bahwa
akan selalu ada orang lain yang mengecek dan memantau pekerjaanya.
Sistem ini dapat dilakukan melalui:
1. Pemberian libur secara periodik. Selama libur, orang lain akan
menggantikan pekerjaannya sekaligus mengecek dan mengevaluasi
pelaksanaan tugas sebelumnya.
2. Rotasi atau tour of duty secara periodik. Jangan sampai seorang
pegawai terlalu lama ditempatkan pada pekerjaan yang sama apalagi
pada jabatan-jabatan basah.
3. Pemeriksaan fisik secara rutin. Pemeriksaan kas dilakukan setiap
akhir hari bersamaan dengan penutupan buku, dan pemeriksaan
barang/persediaan dilakukan secara periodik mingguan atau bulanan.
4. Reviu oleh supervisor. Untuk meyakinkan apakah suatu penugasan
telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur standar dan memenuhi
kelayakan kualitas yang ditetapkan, reviu oleh supervisor senantiasa
harus dilakukan.
15
Audit
Kecurangan
Pengantar
16
Audit
Kecurangan
Pengantar
17
Audit
Kecurangan
Pengantar
Ketiga tujuan tersebut tidak dapat dicapai seperti yang diharapkan, bahkan
bisa kontradiktif. Jika dikehendaki informasi berjalan lancar, bisa jadi mengorbankan keamanan; sebaliknya, jika keamanan diperketat, kelancaran
akan terganggu dan biaya penyusunan dan implementasi sistem menjadi
mahal. Akhirnya yang diperoleh adalah hasil kompromi dari kontradiksi ini
berupa suatu bangunan sistem pengendalian yang tidak sepenuhnya
membuat informasi berjalan lancar, tidak sepenuhnya aman dan tidak
terlalu mahal.
3. Kesalahan dan kelalaian pegawai yang menjalankan sistem. Kekurangan
pemahaman atau kelalaian dalam menerapkan sistem dapat terjadi. Kelalaian
dan kesalahan (error) dapat terjadi karena kelemahan yang melekat pada
manusia. Kekurang pahaman dapat diatasi dengan pemberian pengertian
dan sosialisasi secara terus-menerus tentang sistem yang berlaku.
Meskipun tidak ada suatu sistem pengendalian internal yang sempurna,
keberadaanya sangat membantu untuk lebih cepat mendeteksi fraud bila telah
terlanjur terjadi. Adanya celah yang dapat diterobos (Loopholes) dari suatu
sistem yang bersifat teknis mekanis diharapkan dapat ditutup oleh integritas
dan kejujuran dari jajaran seluruh karyawan serta keteladanan dan keterbukaan
pimpinan dalam kerangka bangunan nilai-nilai budaya perusahaan.
5. Membangun Budaya Jujur, Terbuka dan Pemberian Bantuan
Hasil penelitian di belahan benua Amerika Utara menunjukkan bahwa
tidak semua orang itu jujur, yaitu 30% jelas-jelas tidak jujur, 30% jujur sesuai
situasi, dan 40% dinyatakan benar-benar jujur. Ketidakjujuran bilamana
dikombinasikan dengan lingkungan sistem pengendalian yang lemah serta
tekanan kebutuhan yang mendesak akan sangat mempermudah seseorang
melakukan fraud. Karena kejujuran merupakan sikap mental dan karakter
seseorang yang sulit dinilai, dalam membangun sistem semua orang harus
diperlakukan sama untuk diwaspadai. Yang perlu dilakukan adalah mengupayakan agar kejujuran dapat tumbuh subur di lingkungan di mana pegawai
bekerja. Untuk itu perlu dibangun budaya jujur dan terbuka. Ada empat faktor
krusial dalam upaya tersebut, yaitu:
1. Perekrutan pegawai yang jujur.
2. Penciptaan lingkungan/suasana kerja yang positif.
3. Penerapan kode etik dan aturan perilaku.
4. Pemberian program bantuan dan pencerahan bagi pegawai yang mengalami
kesulitan.
18
Audit
Kecurangan
Pengantar
19
Audit
Kecurangan
Pengantar
20
Audit
Kecurangan
Pengantar
21
Audit
Kecurangan
Pengantar
22
Audit
Kecurangan
Pengantar
Audit Kecurangan
Bab 3
(Fraud Auditing)
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
Menjelaskan definisi kecurangan atau fraud dan kaitannya dengan
pengertian korupsi.
Menyebutkan beberapa jenis fraud.
Menguraikan unsur-unsur fraud dan akibat dari fraud.
Menguraikan peran dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh pemeriksa
kecurangan (fraud auditor).
23
Audit
Kecurangan
Pengantar
Box : 3
Contoh : Salah satu kasus korupsi yang sedang diproses dalam tahun 2007
adalah kasus impor sapi fiktif dari Australia pada Perum Bulog yang merugikan
negara milyaran rupiah. Hasil dari kecurangan ini dikonversi antara lain dalam
bentuk aset berupa rumah mewah yang kemudian disita oleh aparat kejaksaan.
Pengeluaran fiktif merupakan cara penyembunyian kecurangan yang banyak
dilakukan oleh para pelaku kecurangan. Tidak sedikit, misalnya, pengeluaranpengeluaran yang dilakukan atas dasar bukti fiktif untuk transportasi, biaya rapat,
pembelian alat tulis kantor, perjalanan dinas, biaya pemeliharaan kantor/rumah
dinas/kendaraan, bantuan sosial, bantuan kepada pihak ketiga dll .
24
Audit
Kecurangan
Pengantar
1. Fraud oleh karyawan, yaitu fraud yang dilakukan pegawai karena jabatan
atau kedudukannya (termasuk yang dilakukan oleh anggota manajemen
yang menyalahgunakan wewenangnya) dalam organisasi. Yang menjadi
korban atau yang dirugikan adalah organisasi atau perusahaan.
2. Fraud oleh manajemen, yaitu fraud yang dilakukan oleh kelompok pucuk
pimpinan organisasi, dengan menyajikan laporan keuangan yang tidak
benar untuk keuntungan pribadi, organisasi atau perusahaan. Untuk menarik
investor/penyandang dana, manajemen merekayasa laporan keuangannya
yang tidak baik menjadi seolah-olah menguntungkan. Yang menjadi korban
di sini adalah publik/investor. Manajemen dalam pengertian ini adalah
suatu kelompok orang pada tingkat pimpinan yang bekerjasama dan sering
melibatkan pimpinan tertinggi dalam suatu organisasi (Direktur Utama
kalau dalam suatu perusahaan).
3. Fraud oleh pemasok, yaitu fraud yang dilakukan oleh perorangan atau
organisasi yang menjual barang atau jasa dengan harga yang terlalu tinggi
dibandingkan dengan kualitasnya, atau barang/jasanya tidak direalisasikan
walaupun pembeli telah membayar. Korbannya adalah pembeli. Jika
pembelinya suatu organisasi atau perusahaan, penjual yang merasa di
untungkan sering memberikan pengembalian illegal (kickback) kepada
petugas pembelian untuk memelihara hubungan baiknya.
4. Fraud oleh pelanggan, yaitu fraud yang dilakukan pembeli/pelanggan.
Pembeli tidak/kurang membayar harga barang/jasa yang diterima, korbannya
adalah penjual.
5. Investasi yang menipu, yaitu fraud yang dilakukan dengan membujuk
investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investasi dengan
janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat dalam waktu cepat.
Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi investor diberikan
hasil seperti yang dijanjikan, namun selanjutnya, macet. Contohnya adalah
Kasus Sari Bumi Raya di Sukabumi beberapa waktu yang lalu.
Akibat fraud sangat serius. Tetapi ibarat gunung es di lautan, fraud,
korupsi, KKN, yang tampak atau terungkap hanya sebagian kecil, sedangkan
sebagian besar, 80%, tidak terungkap atau sulit dibuktikan terutama yang
dilakukan oleh para kriminal kerah putih (white collar crime). Di Indonesia
misalnya, berdasarkan analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu
perbandingan pertambahan hasil dengan pertambahan modal yang dikeluarkan,
25
Audit
Kecurangan
Pengantar
26
Audit
Kecurangan
Pengantar
2.
3.
Rendah hati.
4.
Bersikap professional.
5.
6.
Konsisten.
7.
8.
9.
27
Audit
Kecurangan
Pengantar
28
Audit
Kecurangan
Pengantar
Deteksi dan
Investigasi
Bab 4
Fraud
1.
Deteksi Fraud
29
Audit
Kecurangan
Pengantar
30
Audit
Kecurangan
Pengantar
Ketiga hal di atas dapat diklasifikasikan sebagai sebagian dari bentukbentuk fraud yang sering terjadi di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu fungsi
dan kewenangan Inspektorat sebagai bagian dari APIP yang berada di daerah
adalah mendeteksi dan menginvestigasi fraud.
1.2. Deteksi Fraud oleh Inspektorat
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, sebenarnya fraud adalah
suatu kejahatan (crime) yang jarang tampak (terlihat) perbuatannya. Oleh
karena itu, Inspektorat perlu memperhatikan gejala-gejala (symptoms) yang
menunjukkan bahwa fraud mungkin terjadi. Gejala-gejala fraud sering juga
dikenal dengan tanda (red flags). Gejala-gejala fraud tersebut sering berkaitan
dengan motivasi terjadinya fraud yaitu tekanan, kesempatan dan pembenaran
atau elemen dari fraud yaitu pencurian, penyembunyian dan konversi.
Pada saat seseorang mengamati gejala-gejala adanya fraud tidak
berarti bahwa fraud benar-benar telah terjadi. Gejala tersebut dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yang lain. Misalnya, seorang pejabat daerah secara
mendadak gaya hidupnya berubah dengan menghambur-hamburkan uang
(boros). Gejala tersebut mungkin bukan fraud karena pejabat daerah tersebut
mendapat warisan dari keluarganya. Contoh lain, saldo piutang kredit suatu
Bank Pemerintah Daerah (BPD) tiba-tiba meningkat secara dramatis. Gejala
tersebut mungkin dapat terjadi karena beberapa nasabah BPD yang bersangkutan jatuh pailit (bangkrut). Perubahan perilaku seorang pejabat/pegawai
biasanya juga mengindikasikan suatu terjadinya fraud, kecuali karena pejabat/
pegawai tersebut mengalami trauma akibat suatu peristiwa, perceraian, atau
kematian keluarganya. Tidak berarti gejala-gejala tersebut pasti bukan fraud
tetapi dapat saja terjadi sebaliknya, karena fraud selalu mungkin terjadi.
Untuk mendeteksi fraud, Kepala Inspektorat beserta jajarannya harus
mempelajari untuk mengenali gejala-gejala fraud dan melacaknya hingga
mendapatkan bukti dalam rangka pembuktian bahwa fraud benar-benar terjadi
atau tidak terjadi fraud. Sayangnya, banyak gejala fraud tidak mendapat
perhatian, atau gejala fraud dikenali tetapi tidak dilacak secara memadai.
Apabila gejala fraud dapat dilacak secara memadai, maka dapat terjadi banyak
fraud dapat dideteksi secara dini.
31
Audit
Kecurangan
Pengantar
32
Audit
Kecurangan
Pengantar
33
Audit
Kecurangan
Pengantar
34
Audit
Kecurangan
Pengantar
35
Audit
Kecurangan
Pengantar
3. Anomali Analisis
Keganjilan/kejanggalan analisis adalah keterkaitan atau saling
hubungan, catatan-catatan, atau tindakan-tindakan yang sangat tidak lazim
atau tidak realistis tingkat keandalannya. Kesemua itu termasuk transaksitransaksi atau kejadian-kejadian yang terjadi pada waktu atau tempat yang
tidak masuk akal, aktivitas yang dilaksanakan oleh atau melibatkan orangorang yang dalam kondisi normal tidak berpartisipasi, misalnya kebijakan dan
prosedur yang tidak masuk akal. Keganjilan/kejanggalan lainnya, yang harus
diteliti secara mendalam termasuk nilai transaksi yang sangat besar atau
sangat kecil, transaksi/kejadian yang sangat sering terjadi atau sangat jarang
terjadi, atau transaksi/kejadian yang mengakibatkan sesuatu berlebihan atau
kekurangan di lingkungan satuan kerja pemerintah daerah.
Beberapa contoh red flags terkait dengan anomali analisis:
1. Kekurangan atau penyesuaian persediaan tidak dapat dijelaskan.
2. Penyimpangan dari spesifikasi.
3. Barang sisa meningkat.
4. Pengadaan barang/jasa yang berlebihan.
5. Terlalu banyak memo debit atau memo kredit.
6. Saldo-saldo perkiraan/buku besar naik atau turun secara signifikan.
7. Pekerjaan fisik tidak normal.
8. Kekurangan kas dikaitkan dengan kas yang ideal.
9. Pembebanan biaya yang sudah terlalu lama.
10.Biaya-biaya atau penggantian pengeluaran yang tidak wajar.
36
Audit
Kecurangan
Pengantar
37
Audit
Kecurangan
Pengantar
Rasa
Bersalah
Rasa
Takut
Stres
Perubahan
Perilaku
6. Pengaduan
Orang-orang yang memiliki posisi yang tepat untuk mendeteksi
terjadinya fraud biasanya adalah orang-orang yang dekat dengan para
pelaku fraud yaitu anggota keluarga, teman, teman sekerja, dan para atasan
langsungnya. Individu tersebut sering memberikan pengaduan yang menyatakan
bahwa kemungkinan telah terjadi fraud (ingat Whistle Blower). Namun demikian,
pengaduan tersebut belum tentu penyebab yang hakiki, karena pengaduan
dan pemberian tips dapat dimotivasi oleh suatu niat tertentu seperti karena
frustasi, dendam pribadi, atau penyebab lainnya.
Selain dari enam kategori dari gejala fraud atau red flags menurut
Association of Certified Fraud Examiners (CFE), W. Steve Albrecht dan Chad
O. Albrecht dalam buku mereka Fraud Examination, terdapat dua metode
dalam mendeteksi fraud, yaitu deteksi dengan cara induksi dan deteksi dengan
cara deduksi. Uraian tentang kedua metode tersebut tampak berikut ini.
1. Deteksi dengan Cara Induksi
Salah satu pendekatan yang biasanya dilakukan dalam mendeteksi fraud
yang pembukuan transaksinya sudah menggunakan komputerisasi adalah
menggunakan Commercial Data-Mining Sofware, misalnya ACL (Audit
Command Language) guna melihat ketidaklaziman/kejanggalan transaksi
38
Audit
Kecurangan
Pengantar
yang ada pada data base. Biasanya penelitian dilakukan pada beberapa
area (bidang) yang sering memicu terjadinya fraud. Proses pengadaan
barang/jasa di lingkungan pemerintah daerah merupakan area yang rawan
terjadinya fraud dalam bentuk imbalan (kickbacks) atau gratifikasi dari
kontraktor/penjual kepada pejabat publik. Dalam hal ini Inspektorat perlu
menguji beberapa proses pengadaan barang/jasa yang terdapat beberapa
kecenderungan, misal penyedia barang/jasa (rekanan) yang selalu/sering
memasok ke satuan kerja/lembaga pemerintah daerah yang bersangkutan.
Selain itu, kenaikan harga yang sering terjadi atas beberapa barang/jasa
tertentu oleh penyedia barang/jasa tertentu dan kejanggalan lain sejenisnya.
Contoh kejanggalan di atas merupakan symptoms of fraud yang sering
dapat dibuktikan kebenarannya.
Beberapa hal yang perlu dicermati sebagai gejala fraud dalam proses
pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah daerah, antara lain:
a. Perencanaan pengadaan barang/jasa.
1) Penggelembungan anggaran (gejala penggelembungan terlihat dari
unit price yang tidak realistis).
2) Rencana pengadaan yang diarahkan (spesifikasi teknis yang mengarah
pada merek tertentu atau pengusaha tertentu).
3) Tidak mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan pada awal
pelaksanaan anggaran.
4) Pemaketan pekerjaan yang direkayasa (pekerjaan hanya mampu
dilaksanakan oleh kelompok tertentu saja).
5) Menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di
beberapa daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya
seharusnya dilakukan di daerah masing-masing.
b. Pelaksanaan kontrak/penyerahan barang/jasa.
1) Kuantitas pekerjaan/barang/jasa yang diserahkan tidak sesuai dengan
kontrak.
2) Kualitas pekerjaan yang diserahkan tidak sama dengan ketentuan
dalam spesifikasi teknis/kontrak.
3) Kualitas pekerjaan yang diserahkan lebih rendah dari ketentuan
dalam spesifikasi teknis/kontrak.
4) Keterlambatan penyerahan barang/jasa.
5) Perintah perubahan volume (cotract change order) dalam rangka
korupsi, kolusi dan nepotisme.
6) Kriteria penerimaan barang yang bias.
7) Jaminan pasca jual yang palsu.
8) Data lapangan yang dipalsukan.
39
Audit
Kecurangan
Pengantar
40
Audit
Kecurangan
Pengantar
41
Audit
Kecurangan
Pengantar
2. Pengaduan Masyarakat
Kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah
tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini sesuai dengan tuntutan mereka akan good
governance (tata kelola yang baik) dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Kontrol masyarakat merupakan salah satu wujud dari pilar partisipatif
dalam good governance. Pengertian masyarakat dapat diartikan sebagai
orang perseorangan atau lembaga swadaya masyarakat. Media yang digunakan
oleh masyarakat orang per-seorangan dalam menyalurkan pengaduan dapat
melalui surat pengaduan tanpa mencantumkan identitas pelapor atau sebaliknya,
sedangkan untuk pengaduan yang disampaikan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat pada umumnya mencantumkan identitas pimpinan lembaga
swadaya tersebut, meskipun tandatangan pimpinan yang bersangkutan belum
tentu dapat diandalkan keasliannya bahkan mungkin palsu. Untuk pengaduan
yang berasal dari orang perseorangan meskipun tanpa nama tidak berarti
tidak dapat diandalkan informasinya, karena biasanya pengaduan tersebut
cenderung dibuat oleh orang-orang di sekitar pelaku fraud. Namun demikian,
Inspektorat beserta jajarannya agar tetap menjunjung tinggi azas praduga
tidak bersalah.
Berdasarkan praktik di lapangan, pengaduan masyarakat cenderung
minim bukti (evidence) yang diadukan, sehingga tambahan data atau informasi
sangat diperlukan sebelum pada keputusan untuk melakukan investigasi
fraud.
3. Hasil Audit Reguler dan Audit Akhir Jabatan Bupati/Walikota
Audit reguler yang dilakukan oleh Inspektorat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat berupa audit atas
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, audit atas pelaksanaan
urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota, dan audit atas pelaksanaan
pemerintahan di desa. Audit akhir jabatan Bupati/Walikota sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tersebut dilakukan oleh Inspektorat
Provinsi. Dari hasil audit reguler dan audit akhir jabatan Bupati/Walikota dapat
ditemukan beberapa penyimpangan yang berindikasi pada pelanggaran hukum
yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah. Dalam hal terdapat temuan
bermuatan pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan
daerah, hal ini merupakan bukti awal yang cukup untuk dilakukan investigasi
fraud.
42
Audit
Kecurangan
Pengantar
43
Audit
Kecurangan
Pengantar
lazim, dan pengaduan, hasil audit reguler dan akhir jabatan Bupati/Walikota
yang relatif telah diperoleh bukti awal, untuk pengaduan masyarakat kebanyakan
tidak dilampiri dengan bukti. Kondisi ini disebabkan besarnya risiko yang harus
ditanggung pengadu apabila si pengadu dapat ditemukan. Belum adanya
komisi perlindungan saksi dan korban sangat mempengaruhi keberanian para
pengadu untuk lebih transparan. Kekhawatiran terhadap keselamatan diri
pengadu maupun keluarganya merupakan faktor dominan kebanyakan para
pengadu tidak berani secara terbuka mengungkapkan suatu fraud. Kadangkala
kasus fraud-nya belum diadili tetapi serangan balik sudah ditiup dengan
pengaduan berupa pencemaran nama baik.
Materi pengaduan yang diterima dari pengadu tentang terjadinya fraud
pada umumnya tidak berisi informasi yang lengkap dan spesifik melainkan
sangat umum dan sering kali bersifat tendensius. Inspektorat sebagai unit
yang independen dan profesional harus melihat dan menangani materi
pengaduan tersebut secara objektif dengan melakukan analisis atau penelaahan
terhadap informasi tersebut untuk menentukan kecukupan alasan untuk
dilakukan investigasi. Penelaahan dilakukan dengan menganalisis muatan
fakta dan data yang ada di dalam informasi yang diadukan, apakah faktafakta yang diungkapkan di dalam pengaduan tersebut merupakan fakta-fakta
yang aktual, logis atau hanya merupakan hasil imajinasi si pengadu. Data
atau informasi yang dimuat di dalam pengaduan juga harus dianalisis untuk
menguji apakah data atau informasi tersebut relevan dan logis mendukung
fakta-fakta yang dimuat dalam pengaduan.
Sebagai salah satu kriteria untuk menentukan cukup tidaknya alasan
symptoms of fraud, pengaduan masyarakat, hasil audit reguler dan akhir
jabatan Bupati/Walikota maupun perintah Gubernur/Bupati/Walikota dan
permintaan instansi yang berwenang dilakukan investigasi didasarkan pada
pertimbangan adanya unsur-unsur kerugian keuangan negara/daerah dan/atau
perekonomian negara/daerah serta adanya pelanggaran hukum dalam
pengelolaan keuangan negara/daerah.
2. Membuat Hipotesis
Berdasarkan hasil penelahan informasi awal, auditor Inspektorat akan
melakukan hipotesis. Hipotesis biasanya merupakan suatu skenario worst
case; yaitu setelah menganalisis berbagai kemungkinan berdasarkan data
yang dimiliki, auditor akan memprediksi berbagai kemungkinan penyimpangan
yang dikembangkan berdasarkan informasi yang dihasilkan pada kegiatan
penelaahan awal. Pada tahap hipotesis diidentifikasi bukti/informasi yang
44
Audit
Kecurangan
Pengantar
masyarakat, hasil audit reguler dan audit akhir jabatan Bupati/Walikota, perintah
Gubernur/Bupati/Walikota, permintaan instansi lainnya yang berwenang
serta hasil perencanaan investigasi, maka tahap selanjutnya adalah tahap
pelaksanaan investigasi fraud. Inti dari tahap ini adalah pengumpulan dan
evaluasi bukti (evidence) untuk membuktikan bahwa fraud benar-benar terjadi
atau tidak terjadi fraud. Dengan kata lain, untuk membuktikan hipotesis (dugaan
penyimpangan) diperlukan bukti-bukti yang memenuhi persyaratan baik kualitas
maupun kuantitas sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Di Indonesia,
dalam hal beracara tindak pidana, maka berlaku Undang-undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mengingat pentingnya bukti tersebut
untuk membuat kesimpulan tentang ada-tidaknya fraud, bagian berikut ini
menjelaskan tentang pengumpulan dan evaluasi bukti.
Pengumpulan Bukti
Alat bukti menurut KUHAP diatur dalam Pasal 184 ayat (1) yang
terdiri dari Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan
45
Audit
Kecurangan
Pengantar
terdakwa. Uraian selanjutnya mengenai alat bukti ini diuraikan dalam Bab 5,
Aspek Hukum dari Fraud (lihat butir 3.2.3. hal. 79).
Sesuai dengan prinsip kehati-hatian profesi, Pasal 183 KUHAP
mensyaratkan kuantitas alat bukti yang harus dikumpulkan atas fraud
yang terjadi. Terkait dengan kualitas bukti yang harus dikumpulkan, maka
bukti tersebut harus relevan, material, dan kompeten. Relevan, maksudnya
berkorelasi dengan fakta utama dan menunjukkan hubungan yang signifikan
serta dapat ditelusuri. Sementara itu material yaitu pengaruh dan akibat
penyimpangan (perkara) yang terjadi sangat signifikan, sedangkan kompeten
adalah dapat diterima secara hukum, diperoleh dengan cara dan dalam bentuk
serta dari sumber yang diperkenankan menurut hukum.
Dalam rangka pembuktian atas fraud, pendekatan investigasi fraud
dapat dilakukan melalui skema pendekatan segi empat pembuktian (the
evidence square approach) yang terdiri dari:
1. Bukti kesaksian (testimonial evidence).
2. Bukti dokumen (documentary evidence).
3. Bukti fisik (physical evidence).
4. Bukti pengamatan (personal observation).
The evidence square approach digambarkan sebagaimana tampak
pada gambar berikut, dengan masing-masing penjelasan sebagai berikut:
46
Bukti Kesaksian
Bukti dokumen
Bukti fisik
Bukti pengamatan
Audit
Kecurangan
Pengantar
1. Bukti kesaksian.
Bukti ini dikumpulkan dari para individu yang melihat, mendengar dan
merasakan pada saat fraud terjadi dan atau diduga terlibat fraud. Teknik
pengumpulkan bukti kesaksian dapat dilakukan melalui berita acara permintaan
keterangan (BAPK) termasuk konfrontasi kepada pihak-pihak yang diduga
terlibat fraud. Metode dan teknik pembuatan BAPK akan disajikan secara
terpisah setelah pembahasan mengenai pendekatan segi empat pembuktian
ini.
Berita Acara Permintaan Keterangan dapat dikembangkan oleh
penyidik untuk menjadi alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP, yaitu keterangan saksi, dan atau keterangan ahli khususnya
untuk ahli di bidang teknis tertentu, serta keterangan terdakwa, apabila ternyata
pemberi keterangan sebagai pelaku fraud.
2. Bukti dokumen.
Bukti ini berasal dari hasil cetak komputer (print), data pada komputer,
dan dokumen tertulis dan tercetak lainnya. Teknik pengujian dalam rangka
pengumpulan bukti dokumen antara lain, adalah pengujian dokumen, penelitian
catatan-catatan yang telah dipublikasikan, pemeriksaan, penelitian data atau
perangkat lunak komputer, penghitungan nilai kekayaan bersih, hasil konfirmasi
yang dilakukan oleh auditor investigasi, dan analisis laporan keuangan.
Dalam pengumpulan bukti dokumen perlu mempertimbangan tingkat
keandalan bukti. Bukti/dokumen ekstern dari pihak ketiga atau di luar instansi
yang sedang diinvestigasi lebih dapat dipercaya tingkat keandalannya dibanding
dengan bukti/dokumen intern instansi tersebut. Hal ini berdasarkan pertimbangan
bahwa bukti/dokumen intern lebih dimungkinkan direkayasa atau dimanipulasi
atau dipalsukan dibanding bukti/dokumen ekstern. Kondisi sebaliknya dapat
terjadi, bila terjadi kolusi antara pihak intern dan ekstern berkolusi.
Bukti dokumen dapat dikembangkan oleh penyidik untuk menjadi alat
bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu surat,
misalnya sertifikat dalam transaksi pengadaan tanah, paspor pelaku fraud,
kartu tanda penduduk dan sejenisnya atau bukti petunjuk, yaitu dokumen
dokumen yang terkait yang dapat menggambarkan peristiwa terjadinya fraud.
3. Bukti fisik.
Bukti ini dikumpulkan dari hasil pengujian fisik yang dilakukan oleh
auditor Inspektorat. Pengujian fisik dilakukan melalui inspeksi atau pengamatan
47
Audit
Kecurangan
Pengantar
48
Audit
Kecurangan
Pengantar
4. Bukti pengamatan.
Bukti ini dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
oleh auditor Inspektorat terhadap perbuatan pelaku fraud secara langsung
di lapangan. Dalam melakukan pengamatan, auditor harus memperhatikan
kewenangan yang dimiliki, sehingga tidak terjadi kesalahan prosedur. Hal ini
penting agar hasil pengamatan terhadap pelaku fraud tidak dapat dipatahkan
karena adanya kesalahan prosedur. Bukti pengamatan akan optimal, bila
pengamatan dilakukan bersama-sama aparat penegak hukum atau penyidik,
sehingga pelaku fraud dapat tertangkap basah dengan barang buktinya.
Operasi intelijen dan kegiatan sejenis lainnya merupakan cara yang efektif
untuk mendapatkan bukti pengamatan.
Hasil pengamatan dapat dikembangkan oleh penyidik untuk menjadi
alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu
keterangan terdakwa terutama pengakuan pelaku fraud dalam hal perbuatannya
tertangkap basah, atau bukti petunjuk dalam hal hasil pengamatan menghasilkan
rangkaian dari beberapa keterangan saksi.
Berita Acara Pemberian Keterangan (BAPK)
Sebagaimana telah disinggung pada uraian tentang bukti kesaksian
(testimonial evidence), bukti tersebut dapat dikumpulkan melalui BAPK. Auditor
Inspektorat Provinsi atau Inspektorat Kabupaten/Kota perlu memperoleh
pemahaman tentang Pengertian dan Tujuan Pembuatan BAPK, Pedoman
Melakukan BAPK dan Pembuatan BAPK. Kedua hal ini akan diuraikan pada
bagian berikut ini.
a. Pengertian dan Tujuan Pembuatan Berita Acara Permintaan Keterangan
1) Pengertian Berita Acara Permintaan Keterangan.
Berita Acara Permintaan Keterangan adalah suatu media komunikasi
antara auditor Inspektorat Provinsi atau Inspektorat Kabupaten/Kota
dengan pemberi informasi untuk memperjelas alur penyimpangan yang
terjadi berdasarkan langkah-langkah audit yang telah dilakukan sebelum
permintaan keterangan.
2) Tujuan pembuatan Berita Acara Permintaan Keterangan.
Konfirmasi atas materi temuan hasil investigasi kepada pihakpihak yang diduga bertanggungjawab dan atau terkait atas suatu
penyimpangan.
Salah satu bahan pelengkap dalam penyajian/pengungkapan faktafakta dan proses kejadian (kasus posisi dan modus operandi).
49
Audit
Kecurangan
Pengantar
50
Audit
Kecurangan
Pengantar
51
Audit
Kecurangan
Pengantar
2)
3)
52
Audit
Kecurangan
Pengantar
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10) Kesan sok tahu harus dihilangkan. Hal ini harus dijaga walaupun
seorang auditor memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah
yang diungkapkan.
11) Menguasai terlebih dahulu bahan pertanyaan dan pokok masalah yang
erat kaitannya dengan pokok temuan audit. Dari beberapa bahan
53
Audit
Kecurangan
Pengantar
54
Audit
Kecurangan
Pengantar
55
Audit
Kecurangan
Pengantar
56
Audit
Kecurangan
Pengantar
a. Akurat
Seluruh materi yang dimuat dalam LIF harus didukung dengan bukti
yang cukup, kompeten dan relevan. Keakuratan informasi dalam LIF
menggambarkan due professional care (kecermatan atau kehati-hatian
profesional) dari penyusun LIF.
b. Jelas (Clarity)
LIF harus memuat fakta dan informasi lainnya secara jelas dan kronologis,
sehingga tidak menimbulkan salah tafsir bagi pembaca/pengguna LIF.
Bila terdapat peristilahan teknis yang tidak lazim bagi pembaca/pengguna
LIF agar dijelaskan secukupnya.
c. Tidak Memihak
LIF tidak boleh mengandung informasi yang bias atau terdapat prasangka
yang tidak didukung bukti dari penyusun LIF, sehingga pengguna laporan
dapat mengambil keputusan dengan tepat tanpa memihak.
d. Relevan
LIF hanya memuat informasi yang relevan dengan fraud yang ditangani
Inspektorat Provinsi atau Inspektorat Kabupaten/Kota. Ketidakrelevanan
informasi dapat mengaburkan pesan utama yang seharusnya mendapat
perhatian pembaca/pengguna LIF untuk mengambil tindakan.
e. Tepat Waktu
Inspektorat harus segera menyusun LIF setelah pekerjaan lapangan
selesai. Hal ini untuk menghindari kelambanan tindaklanjut investigasi
baik berupa tindakan represif dan atau tindakan preventif agar fraud
yang sama tidak terulang kembali di kemudian hari, karena informasi
terlambat diterima oleh pengambil keputusan.
3. Bentuk dan susunan LIF.
LIF dapat disusun dalam dua bentuk yaitu bentuk bab dan bentuk surat.
LIF Bentuk Bab disusun dalam hal hasil investigasi fraud membuktikan
bahwa fraud benar terjadi sedangkan LIF bentuk surat digunakan dalam
hal investigasi menghasilkan kesimpulan bahwa fraud tidak terjadi. Namun
demikian, bentuk dan susunan LIF sangat tergantung pada standar operasi
baku (standard operating procedure) yang ditetapkan instansi yang
bersangkutan.
a. Susunan LIF Berbentuk Bab
Bentuk dan susunan LIF berbentuk bab dapat dikelompokkan dalam
tiga bab, yaitu simpulan dan saran hasil investigasi, dasar dan tujuan
investigasi, dan uraian hasil investigasi. Kerangka laporan hasil investigasi
fraud adalah sebagai berikut:
57
Audit
Kecurangan
Pengantar
Bab I :
Bab II:
58
Audit
Kecurangan
Pengantar
Aspek Hukum
dari
Bab 5
Fraud
59
Audit
Kecurangan
Pengantar
Hukum Perdata
Proses hukum perdata ditentukan oleh masingmasing pihak (apakah melalui pengadilan,
arbitrase, perdamaian).
2.1.
60
Audit
Kecurangan
Pengantar
Kategori Tindakan
pidana
perdata
perdata
administrasi
61
Audit
Kecurangan
Pengantar
62
Audit
Kecurangan
Pengantar
63
Audit
Kecurangan
Pengantar
64
Audit
Kecurangan
Pengantar
Uraian singkat mengenai ketiga jenis tindak pidana khusus tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Korupsi/manipulasi (UU No.31 tahun 1999 dan UU No.20 tahun 2001).
Unsur-unsur tindakan yang disebut korupsi atau manipulasi adalah:
1. Dengan melawan hukum..
2. Memperkaya dirinya atau orang lain atau suatu badan.
3. Secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Maksudnya adalah:
Seseorang dikatakan telah melakukan korupsi apabila orang tersebut
memperoleh kekayaan ataupun keuntungan dengan cara sengaja
melakukan perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan
ataupun melanggar norma kepatutan masyarakat, sehingga perbuatannya
tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung mengakibatkan
negara menderita kerugian.
2. Penyuapan
Unsur-unsur tindakan yang disebut penyuapan adalah:
1. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang.
2. Dengan maksud membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya.
3. Berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum.
Maksudnya adalah:
Seseorang dikatakan telah melakukan penyuapan apabila orang tersebut
telah memberikan sesuatu barang sebagai hadiah secara cuma-cuma
ataupun menjanjikan sesuatu hal dengan meminta imbalan agar si
orang yang menerima hadiah atau dijanjikan sesuatu tersebut melakukan
sesuatu ataupun melalaikan sesuatu dalam melaksanakan tugasnya
melayani kepentingan umum, dimana hal tersebut bertentangan dengan
apa yang menjadi kewenangan atau kewajiban petugas tersebut.
Demikian juga orang yang menerima suap tersebut juga akan dikenakan
saksi pidana.
3. Gratifikasi (pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001).
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
65
Audit
Kecurangan
Pengantar
66
Audit
Kecurangan
Pengantar
67
Audit
Kecurangan
Pengantar
Perbuatan
Pelaku
Unsur
Pidana
Kesalahan
dapat
dipertanggung
jawabkan
68
Audit
Kecurangan
Pengantar
69
Audit
Kecurangan
Pengantar
1. Penyelidikan.
2. Penyidikan.
3. Penuntutan.
4. Pemeriksaan di sidang Pengadilan.
5. Putusan Pengadilan.
6. Upaya Hukum.
7. Pelaksanaan Putusan Pengadilan.
8. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan.
Tahapan penyelidikan sampai dengan upaya hukum merupakan
tahapan pemeriksaan, yang oleh karenanya terkait erat dengan masalah
pembuktian, sebagaimana kita perhatikan di bawah ini. Proses hukum pidana
ini disebut Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau hukum pidana formil.
>> 3.1.1. Penyelidikan dan Pembuktian
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
Undang-Undang. Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri
terpecah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan suatu cara atau
metode atau sub fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu
tindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
yang merupakan fungsi penyidikan. Oleh sebab itu tidak semua peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana pengungkapannya harus selalu didahului
dengan penyelidikan. Apabila sudah jelas merupakan suatu tindak pidana
karena telah diperoleh bukti permulaan, umpamanya tertangkap tangan, atau
Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) Auditor BPK atau BPKP/Inspektorat
telah lengkap, maka dapat langsung dilakukan penyidikan.
Wewenang penyelidik baru dalam tahap pengumpulan informasi dalam
rangka memperoleh alat bukti, belum mempunyai kekuatan daya paksa.
Artinya seseorang yang dipanggil untuk dimintai informasi, apabila tidak hadir,
penyelidik belum mempunyai daya paksa.
Dalam rangka mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai suatu tindak pidana, penyelidik karena kewajibannya diberi wewenang:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
2. Menetapkan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana atau masalah
perdata.
70
Audit
Kecurangan
Pengantar
71
Audit
Kecurangan
Pengantar
Berkembang menjadi
Bukti Audit
1 Pengujian fisik
Penghitungan aset oleh Auditor
dan auditan
2 Konfirmasi
Keterangan pihak ketiga
terkait dengan auditan
3 Dokumen
Semua bentuk surat yang
mengandung informasi audit
72
Audit
Kecurangan
Pengantar
73
Audit
Kecurangan
Pengantar
74
Audit
Kecurangan
Pengantar
75
Audit
Kecurangan
Pengantar
76
Audit
Kecurangan
Pengantar
77
Audit
Kecurangan
Pengantar
78
Audit
Kecurangan
Pengantar
79
Audit
Kecurangan
Pengantar
80
Audit
Kecurangan
Pengantar
81
Audit
Kecurangan
Pengantar
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah
apabila Keterangan Saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain
sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian
atau keadaan tertentu.
(5) Baik pendapat atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja
bukan merupakan keterangan saksi.
(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain.
Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.
Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan tertentu.
Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya.
(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu
dengan yang lain tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan
itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat digunakan
sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.
(8) Keterangan saksi harus diperoleh dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang misalnya Pasal 166 KUHAP yang melarang
diajukannya pertanyaan yang bersifat menjerat.
Ketentuan mengenai sanksi terhadap saksi adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal saksi tidak mau hadir meskipun telah dipanggil secara sah dan
hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi
itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan
supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan (Pasal 159 Ayat (2) KUHAP).
2. Apabila seseorang dipanggil sebagai saksi dan ia dengan sengaja tidak
memenuhi panggilan tersebut maka ia diancam dengan pidana berdasarkan
ketentuan Pasal 224 KUHAP yang menyebutkan:
barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang akan menjadi saksi,
82
Audit
Kecurangan
Pengantar
ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak memenuhi sesuatu kewajiban
yang sepanjang undang undang harus dipenuhi dalam jabatan tersebut,
dihukum:
a. Dalam perkara pidana dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan.
b. Dalam perkara lain dengan hukuman penjara selama-lamanya enam
bulan.
3. Saksi yang tanpa alasan yang sah menolak bersumpah atau berjanji di depan
sidang sebelum memberikan kesaksian atau keterangan dapat disandera di
RUTAN untuk paling lama 14 (empat belas) hari (Pasal 161 Ayat (1) KUHAP).
4. Saksi yang memberikan keterangan tidak benar (palsu) didepan persidangan
diancam pidana berdasarkan Pasal 174 KUHAP yang menyebutkan:
a. Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang
memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman
pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan
keterangan palsu.
b. Apabila saksi tetap pada keterangannya itu hakim ketua sidang karena
jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat
memberikan perintah supaya saksi ditahan untuk selanjutnya dituntut
perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
c. Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara
pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi itu adalah palsu
dan berita acara tersebut ditanda tangani oleh hakim ketua sidang serta
panitera dan diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan
menurut undang-undang ini.
d. Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara
semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.
Saksi yang memberikan keterangan palsu di depan persidangan dapat
diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 242 Ayat (1) dan Ayat (2)
KUHAP yang menyebutkan:
1. Barang siapa sebagai saksi dalam keadaan di mana undang-undang
menentukan supaya memberikan keterangan di atas sumpah atau kesaksiannya membawa akibat hukum bagi terdakwa, dengan sengaja
memberikan keterangan palsu di atas sumpah baik dengan lisan atau
tulisan secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk
itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
83
Audit
Kecurangan
Pengantar
2. Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan
merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Di dalam aspek pidana fraud, auditor dengan teknik investigasi melakukan
pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga terlibat dalam penyimpangan
yang terjadi yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan
Keterangan (BAPK) akan dapat menemukan orang-orang yang dapat dijadikan
sebagai saksi sesuai dengan ketentuan mengenai saksi. Ini akan membantu
penyidik untuk menetapkan siapa yang tepat untuk dijadikan sebagai saksi.
Perlindungan Saksi dan Korban
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Pasal 5 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, seorang saksi atau korban mempunyai hak sebagai
berikut:
1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta
bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian
yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan
dan dukungan keamanan.
3. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
4. Bebas dari pertanyaan yang menjerat.
5. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.
6. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.
7. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
8. Mendapatkan identitas baru.
9. Mendapatkan tempat kediaman baru.
10. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
Di samping hak dalam pasal 5, dalam pasal 6 juga diatur seorang
saksi dan korban berhak mendapat bantuan medis dan bantuan rehabilitasi/
psiko. Perlindungan kepada saksi dan korban diberikan sejak penyelidikan
sampai dengan selesai diperlukan. Saksi berhak tidak hadir atas persetujuan
hakim, apabila merasa dirinya terancam. Kesaksiannya boleh diganti dengan
tertulis atau kesaksian lewat alat elektronik. Seorang saksi atau korban yang
merasa terancam keselamatannya dapat menghubungi Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendapat perlindungan. Kemudian apabila
LPSK menganggap saksi perlu dilindungi maka LPSK mengadakan kerja
sama dengan instansi terkait dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh saksi
agar perlindungan terjamin.
84
Audit
Kecurangan
Pengantar
85
Audit
Kecurangan
Pengantar
86
Audit
Kecurangan
Pengantar
87
Audit
Kecurangan
Pengantar
88
Audit
Kecurangan
Pengantar
Menurut bunyi Pasal 187 KUHAP di atas maka surat sebagai alat
bukti harus memenuhi syarat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah. Surat selain dari itu bukan merupakan alat bukti.
Alat bukti surat mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas, artinya
hakim bebas untuk menerima atau menolak bukti surat sebagai alat bukti
yang dapat membentuk keyakinannya atas kesalahan terdakwa.
>>> 3.2.3.4. Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa sebagai alat bukti ialah apa yang terdakwa
nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang
ia ketahui atau yang ia alami sendiri. Dalam hal terdakwa menyangkal di
sidang, maka keterangannya dalam BAP di penyidikan dapat menjadi alat
bukti petunjuk asalkan keterangan dalam BAP tersebut didukung oleh suatu
bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Menurut
putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor: 229/K/Kr/1953, pengakuan terdakwa
di luar sidang yang ditarik tanpa alasan adalah merupakan suatu petunjuk
tentang adanya kesalahan terdakwa tersebut.
Dalam hal terdakwa mengakui perbuatan yang didakwakan akan tetapi
pengakuannya itu tidak didukung alat bukti sah yang lain maka pengakuan
saja tidak cukup untuk membuktikan ia bersalah melakukan tindak pidana
yang didakwakan kepadanya.
Keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 KUHAP yang menyebutkan:
1. Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
2. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti di sidang pengadilan asalkan keterangan itu
didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
didakwakan kepadanya.
3. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
4. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan
harus disertai dengan alat bukti yang lain.
Maksud dari kalimat yang menyebutkan bahwa keterangan terdakwa
adalah apa yang ia nyatakan di sidang pengadilan tertang perbuatan apa
yang dilakukannya disertai dengan keterangan dari keadaan tertentu adalah
agar keterangan terdakwa di depan sidang pengadilan harus disertai caracara bagaimanakah ia melakukan perbuatannya.
89
Audit
Kecurangan
Pengantar
90
Audit
Kecurangan
Pengantar
91
Audit
Kecurangan
Pengantar
92
Audit
Kecurangan
Pengantar
Tergugat
Sementara itu dalam Hukum Acara Perdata yang prosesnya dilakukan di luar
pengadilan maka berdasarkan kesepakatan, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa di luar pengadilan (non litigasi) melalui musyawarah, mediasi dan
terakhir melalui arbitase.
Keuntungan dilakukannya proses non litigasi adalah sebagai berikut:
1. penyelesaiannya bisa menjadi lebih cepat,
2. ditangani oleh para ahli,
3. penyelesaian tertutup, dan
4. para pihak tetap bersahabat.
Apabila para pihak akan menetapkan non litigasi dalam penyelesaian
sengketa, pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut.
Dasar hukum penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi) adalah UU No.30
Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
93
Audit
Kecurangan
Pengantar
94
Audit
Kecurangan
Pengantar
95
Audit
Kecurangan
Pengantar
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
96
Audit
Kecurangan
Pengantar
97
Audit
Kecurangan
Pengantar
98
Audit
Kecurangan
Pengantar
Lampiran
INSPEKTORAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
.
BERITA ACARA PERMINTAAN KETERANGAN
-----------Pada hari ini,tanggal......... jam s/d
Waktu Indonesia bagian ........bertempat dikami :
1. Nama
NIP
Pangkat :
Jabatan :
2. Nama
NIP
Pangkat :
Jabatan :
Pada Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota.....................................................
berdasarkan Surat Tugas Nomor:.............tanggal:.
telah meminta keterangan kepada :
Nama Lengkap
: ......
Jenis Kelamin
:......
Tempat Lahir
: .....
Tanggal lahir/umur
: .............
Kewarganegaraan
:...
Agama
: ..
Pekerjaan/jabatan
:......
Nama Instansi
: Telp .........
Alamat Instansi
: ....Telp ......
99
Audit
Kecurangan
Pengantar
1.
Apakah Saudara mengerti mengapa hari ini diminta keterangan oleh auditor
Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota ?
jawaban.....................
2.
Apakah Saudara pada saat ini dalam keadaan sehat jasmani dan rohani,
serta bersediakah Saudara memberikan keterangan sehubungan dengan
kasus
Jawaban............
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Sejak kapan Saudara mulai melakukan tugas pekerjaan seperti jawaban
No 8 ?
Jawaban : ...............
100
Audit
Kecurangan
Pengantar
101
Audit
Kecurangan
Pengantar
19. Apakah Saudara sebagai Pegawai Negeri Sipil telah mentaati sumpah/janji
Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/janji Jabatan Saudara ?
Jawaban : ............
20. Apakah Saudara telah bekerja dengan jujur, tertib dan cermat untuk
kepentingan negara?
Jawaban : ............
21. Apakah dalam tugas kedinasan, Saudara telah melaksanakan tugas
dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab ?
Jawaban : ............
22. Apakah Saudara telah melaporkan kepada Atasan dengan segera pada
waktu Saudara mengetahui ada hal yang membahayakan/merugikan
negara dalam Bidang keuangan material, dan keamanan ?
Jawaban : .............
23. Apakah Saudara telah mentaati ketentuan jam kerja ?
Jawaban : .............
24. Apakah dalam tugas sehari-hari Saudara telah menggunakan dan
memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya ?
Jawaban : ............
25. Apakah perbuatan Saudara tersebut dapat menurunkan kehormatan dan
martabat Negara, Pemerintah atau kehormatan Pegawai Negeri Sipil ?
Jawaban : .............
26. Apakah perbuatan Saudara dapat diklasifikasikan menyalahgunakan
wewenang ?
Jawaban : .............
27. Apakah perbuatan Saudara tersebut merupakan menyalahgunakan barang,
uang atau Surat Berharga milik negara ?
Jawaban : .............
28. Apakah perbuatan Saudara dapat diklasifikasikan sebagai memiliki, menjual,
membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang-barang,
dokumen atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah ?
Jawaban : .................................................................................................
102
Audit
Kecurangan
Pengantar
29. Apakah Saudara telah melakukan perbuatan yang dilarang yaitu melakukan
kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang
lain di dalam maupun di luar lingkungan kerja Saudara dengan tujuan
untuk kepentingan pribadi, golongan, maupun pihak lain yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara ?
Jawaban : .............
30. Bukankah Saudara telah melakukan perbuatan yang dilarang yaitu
menerima hadiah atau sesuatu pemberian di mana pemberian tersebut
ada hubungannya dengan jabatan atau pekerjaan Saudara?
Jawaban : .............
31. Pernahkah Saudara melakukan perbuatan yang dilarang yaitu melakukan
pungutan/pengeluaran tidak sah dan perbuatan penyimpangan lainnya
dalam melaksanakan tugas untuk kepentingan pribadi atau pihak lain?
Jawaban : ..............
32. Dimana Saudara melakukan perbuatan/perbuatan-perbuatan seperti
tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31 ?
Jawaban : .............
33. Kapan atau sejak kapan Saudara melakukan perbuatan/perbuatanperbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31 ?
Jawaban : .............
34. Mengapa Sdr. melakukan perbuatan tersebut dan apakah yang dijadikan
dasar sehingga Sdr. telah melakukan perbuatan/perbuatan-perbuatan
seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31 ?
Jawaban : ..............
35. Siapakah yang memerintahkan Saudara untuk melakukan perbuatan/
perbuatan-perbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban
no. 31?
Jawaban : ............
36. Dalam melakukan perbuatan seperti dalam jawaban no. 31, sadarkah
Saudara bahwa telah melanggar larangan/tidak melaksanakan kewajiban
sebagai seorang Pegawai Negeri/Aparatur Negara ?
Jawaban : .............
103
Audit
Kecurangan
Pengantar
37. Kalau sadar, mengapa melakukannya dan apa tujuan yang ingin Saudara
capai dalam melakukan pelanggaran tersebut ?
Jawaban : .............
38. Sadarkah Saudara bahwa dengan melakukan pelanggaran tersebut
berakibat merugikan Negara/orang lain, menciderai citra/kewibawaan
Aparatur Pemerintah/Negara dan menghambat pembangunan ?
Jawaban : ............
39. Apakah Saudara merasa bersalah dan bagaimana sikap Saudara
selanjutnya atas perbuatan melakukan pelanggaran tersebut di atas ?
Jawaban : .............
40. Apakah ada hal-hal lain yang perlu Saudara sampaikan kepada peminta
keterangan dalam kesempatan ini ?
Jawaban : ..............
41. Apakah jawaban-jawaban di atas adalah benar dan bukan karena
paksaan/tekanan atau pengaruh dari peminta keterangan. Untuk itu
bersediakah Saudara mengangkat sumpah/janji bilamana diperlukan?
Jawaban : ..............
104
Audit
Kecurangan
Pengantar
( .)
Demikian Berita Acara Permintaan Keterangan ini kami/saya buat dengan
sebenarnya, dengan mengingat sumpah jabatan kami/saya sekarang ini,
kemudian ditutup serta ditandatangani pada hari dan tanggal seperti tersebut
di atas.
Yang meminta keterangan
1. .
2. .
105
Audit
Kecurangan
Pengantar
106
Audit
Kecurangan
Pengantar
Daftar
Pustaka
107
Audit
Kecurangan
Pengantar
108
Audit
Kecurangan
Pengantar
109
Audit
Kecurangan
Pengantar
110