Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN AIDS

Diposkan oleh wahid | Sabtu, 25 Juni 2011 | 0 komentar


Label: asuhan keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN AIDS

25/08/2009
Nu_groz Computer [www.trinoval.web.id]
Trinoval Yanto Nugroho, S.Kep

KONSEP DASAR
1. Pengertian
1. AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang
tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993).
2. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz
Alimul Hidayat, 2006).
3. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir
dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224)
4. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency
Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. (Depkes RI,
1992 : 2)
5. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan
kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)
6. AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik
defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi
Human Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998)
7. AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-satunya
teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh
HIV (Engram, 1998)
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem kekebalan
tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker.

2. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV)
dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui
hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang berperan
dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan

RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya
ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya.
Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah
terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina, ludah,
air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin.Darah,
semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS.
Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen darah
jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual)
perinatal (intra plasenta dan dari ASI)
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga
transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang
berusia kurang dari 13 tahun.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi.
4. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)

3. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk
dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus
tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan mengalami
destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons
imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain
terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat virus
HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel T
pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka lapisan
protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk mengubah RNA. DNA
virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses
normal pembelahan.

Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak


dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4
membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus
lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit
HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain.
Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi
oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak
dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi
system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B
untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell immune
(immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah
dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darha
maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke
dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4)
dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan menghancurkannya.
Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV masih
negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam, batuk, nyeri
saat menelan dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat pada
sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten
selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini terjadi progresi
terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya
involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi,
pembesaran kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah

inguinal selama tiga bulan atau lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor
serebrospinal.
4. Penyakit lain akan timbul antara lain :
1. Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung berhubungan
dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan, berkeringat malam, terasa lelah
yang berlebih, berat badan yang menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan
AIDS (slim disease)
2. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia
complex)
Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain mielopati,
neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan memori secara fluktoatik,
bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan terbatasnya kecepatan motorik. Demensia
penuh dengan adanya gangguan kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit
kontitusional.
3. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa
(PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated
desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri, bakteriemi,
salmonella, tubercullosis), virus sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon;
herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada oral, esofagus, intestinum)
4. Kanker sekunder
Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
5. Penyakit lain
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana sistem
imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga HIV
menguasai tubuh.

4. Manifesasi Klinis

Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10
tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang
dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke
dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan
38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di
ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah
infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis
yaitu pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya
di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam
tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan
berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercakbercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas,
kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di
indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan
menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit
berbahaya seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak,
infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis
mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa
perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis

8. Diare kronik atau kambuhan


9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau
hilangnya perkembangan motoris.

5. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua
cara :
1. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan
menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah
satu cara deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain
reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ;
1. Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga
menghambat pemeriksaan serologis.
2. Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
3. Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi

4. Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.


1. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik
tes, misalnya :
1. ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif
2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan
pemeriksaan Western Blot.
2. Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup
sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan
untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
3. Imonofivoresceni assay (IFA)
4. Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
1. Status imun
1. Tes fungsi sel CD4
2. Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen
3. Kadar imunoglobutin meningkat
4. Hitung sel darah putih normal hingga menurun
5. Rasio CD4 : CD8 menurun
3. Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang
sering muncul pada HIV.
4. CD4 cell count
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi
yang akan dilakukan.
5. Blood Culture
6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general
atau spesifik antara lain :
1. Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.

2. Magnetik resonance imaging (MRI)


Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
3. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan
scrologi)
4. Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.
Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah.
Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada
kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi
HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus
influenzae tipe B)
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang
menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur HIV,
reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan terinfeksi HIV.
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap
ketiga uji tersebut dikatakan terpajan pada masa perinatal. Bayi yang lahir dari ibu
terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang
menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan seroreverter

7. Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan
AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan
pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan menggunakan tiga parameter: status kekebalan,
status infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa
bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah
CD4 atau persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS
Kategori Imun

Kategori Klinis
(N)

(A)

(B)

Tanpa

Tanda

Tanda

Tanda

dan

dan

dan

Gejala

Gejala

Gejala

Ringan

Sedang

(1) Tanpa tanda supresi

N1

A1

B1

C1

(2) Tanda supresi

N2

A2

B2

C2

N3

A3

B3

C3

(C) Tanda dan


Gejala Hebat

sedang
(3) Tanda supresi berat

Keterangan :
Kategori Klinis HIV
1. Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2. Kategori A: Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:
1. Limfadenopati
2. Hepatomegali
3. Splenomegali

4. Dermatitis
5. Parotitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis
media.
3. Kategori B: Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan kekurangan
kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
2. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
3. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
4. Kardiomiopati
5. Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
6. Diare, kambuhan atau kronik
7. Hepatitis
8. Stomatitis herpes, kambuhan
9. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1
bulan.
10. Herpes zoster, dua atau lebih episode
11. Leiosarkoma
12. Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner
(LIP/PLH)
13. Varisela zoster persisten
14. Demam persisten > 1 bulan
15. Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan
16. Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi)
4. Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut ini:
1. Infeksi bakterial multipel atau kambuhan
2. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
3. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner

4. Kriptosporodisis, intestinal kronik


5. Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1
bulan.
6. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
7. Ensefalopati HIV
8. Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis,
awitan saat berusia > 1 bulan.
9. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
10. Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan)
11. Sarkoma Kaposi
12. Limfoma, primer di otak
13. Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik)
14. Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau
ekstrapulmoner.
15. Penumonia Pneumocystis carinii
16. Leukoensefalopati multifokal progresif
17. Septikemia salmonela, kambuhan
18. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan.
19. Wasting syndrome karena HIV
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan terhadap
mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan penumonia interstisial.
Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan untuk
infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk penyakit
sistem saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan pentamadin digunakan
untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini Pneumocystis (PCP). Pemberian
imunoglobulin secara intravena setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri
berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin
poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV).
Memulihkan sistem imun.

1. Obat-obat

yang

telah

dicoba

dipakai

adalah

imunomodulator,

seperti

isoprenosino, interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai


sekarang belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
2. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang.
Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan inhibiton
reserve transcriptace dengan obat suramin untuk menghambat efek sitopatis virus terhadap
sel limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik.
Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah :
1. Upaya preventif meliputi :
1. Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
2. Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah,
organ atau cairan semen.
3. Modifikasi tingkah laku dengan :
1. Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi
perilaku yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah
kebiasaan seksual guna mencegah terjadinya penularan.
2. Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan
vitamin yang cukup.
3. Pandangan hidup yang positif
4. Memberikan dukungan psikologis dan sosial
4. Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV
2. Edukasi yang bertujuan :
1. Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan
hidup bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar,
bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain.
2. Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan
vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan.

H. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
2. Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang mempunyai
banyak partner
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat suntik.
4. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
7. Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan maupun
postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan hamil dan jangan
melahirkan.

PATHWAY

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AIDS

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Subjektif, mencakup:
1. Pengetahuan klien tentang AIDS
2. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
3. Dispneu (serangan)
4. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
1. Kulit, lesi, integritas terganggu
2. Bunyi nafas
3. Kondisi mulut dan genetalia
4. BAB (frekuensi dan karakternya)
5. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran TTV
2. Pengkajian Kardiovaskuler
3. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif
sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
4. Pengkajian Respiratori
5. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas
pendek waktu istirahat, gagal napas.
6. Pengkajian Neurologik
7. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,
enselofati,

gangguan

psikomotor,

keterlambatan perkembangan.

penurunan

kesadaran,

delirium,

meningitis,

8. Pengkajian Gastrointestinal
9. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut,
selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis,
pembesaran limfa.
10. Pengkajain Renal
11. Pengkajaian Muskuloskeletal
12. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
13. Pengkajian Hematologik
14. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya infeksi oportunistik
6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

Uji Laboratorium dan Diagnostik


1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk
mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV
pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).
5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4

3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8


4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili, Haemophilus
influenzae tipe B)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
2. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
9. Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3. INTERVENSI
1. Diagnosa 1 : Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
NOC : immune status
Kriterias hasil :
1.

Status gastrointestinal normal

2.

Status respirasi norml

3.

Status BB normal

4.

Status integritas kulit normal

5.

Tidak menunjukan kelemahan

6.

Menunjukan kekebalan tubuh

Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC : imunisation / vaccination administration
Intervensi :
1.

Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal administerasi

2.

Ajarkan individu keluarga untuk melakukan vaksinasi


seperti kolera, influenza, rabies, demam typoid, typus, TBC

3.

Sediakan informasi mengenai imunisasi

4.

Pantau pasien setelah mendapat imunisasi

5.

Identifikasi kontraindikasi dari imunisasi seperi panas.

2. Diagnosa II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukan tanda
pertumbuhan yang normal
NOC : pertumbuhan
Kriteria hasil:
1. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan
2. Turgor kulit baik
3. Tanda-tanda vital baik
Skala penilaian:
1 = Tidak ada penyimpangan dari yang diharapkan
2 = Penyimpangan ringan

3 = Penyimpangan sedang
4 = Penyimpangan berat
5 = Extrim

NIC : Peningkatan pertumbuhan


Intervensi:
1. Lakukan pemeriksaan kesehatan dengan saksama ( tanda-tanda vital dan pemeriksaan
fisik )
2. Tentukan makanan yang disukai klien
3. Pantu kecenderungan peningkatandan penurunan berat badan
4. Kaji keadekuatan asupan nutrisi
5. Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan

3. Diagnosa III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan
NOC : fluid balance
Kriteria hasil :
1. Tekanan darah normal
2. Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam
3. Tidak ada distensi vena jugularis
4. Hidrasi kulit
5. Membran mukosa normal
6. Turgor kulit baik
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjaukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC : fluid management


Intervensi :
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan output
3. Monitor status hidrasi
4. Monitor vital sign
5. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

4. Diagnosa IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif
NOC : Respitarory status
1. RR alam batas normal
2. Irama nafas normal
3. Ekspansi dada simetris
4. Tidak ada dispneu
5. Tidak ada traktil fremitus
6. Auskultasi bunyi nafas normal
Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC : Oxygen terapy
Intervensi :
1. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oxygenasi
4. Monitor aliran oxygen
5. Petahankan posisi pasien

NIC : Vital Sign Monitoring


Intervensi :
1. Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR
2. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
3. Monitor suhu warna dan kelembaban kulit

5. Diagnosa V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
NOC : Nutritional status
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Skala penilaian :
1= Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : nutrition management
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan protein
3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
NIC : nutrition monitoring
1. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Monitor interaksi anak / orang tua selama makan
3. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
4. Monitor turgor kulit

5. Monitor mual dan muntah


6. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

6. Diagnosa VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar
sering (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap bersih, utuh dan
bebas iritasi
NOC : Tissue integrity
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan
pigmentasi )
2. Tidak ada luka atau lesi pada kulit
3. Perfusi jaringan baik
4. Mampu melindungi kulit
5. Mampu mempertahankan kelembaban kulit
Skala penilaian :
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang-kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC : Exercise Therapy
1. Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk adanya tanda-tanda iritasi
kemerahan
2. Lindungi permukaan kulit yang bergesekan
3. Masase kulit dengan lembut menggunakan lotion di area yang iritasi

7. Dignosa VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal


NOC : Thermoregulation
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menunjukan
NIC : Fever management
Intervensi :
1. Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
3. Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia
4. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi klien dengan hanya selembar pakaian
5. Berikan cairan intravena

8. Dignosa VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beraktifitas seperti
biasa
NOC : Penghematan energi
Kriteria hasil :
1. Menyadari kjeterbatasan energi
2. Menyeimbangkan aktifitas dan energi
3. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas
Skala penilaian :

1 = Tidak sama sekali


2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
5 = Selalu

NIC : Pengelolaan enegi


1. Tentukan penyebab keletihan
2. Pantau asupan untuk mamastikan keadekuatan sumber energi
3. Batasi rangsangan lingkungan
4. Bantu dengan aktifitas fisik teratur

9. Diagnosa IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapar berkurang
NOC : Anxiety control
Kriteria hasil :
1. Monitor intensitas cemas
2. Mengurangi penyebab cemas
3. Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas
4. Memberikan informasi untuk mengurangi cemas
5. Melaporkan penurunan cemas
6. Melaporkan keadekuaan tidur
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : penurunan cemas

1. Gunakan pendekatan yang menangkan


2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
3. Pahami persepsi pasien terhadap stress
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi keemasan
5. Identifikasi tingkat kecemasan
6. Dorong untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan

10. Diagnosa X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita
penyakit serius
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua dan anak menunjukan
perilaku kedekatan
NOC : Koping keluarga
Kriteria hasil :
1. Saling percaya dan dapat manghadapi masalah
2. Mengatasi masalah
3. Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga
4. Tetapkan prioritas
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menujukan
NIC : Support keluarga
Intervensi :
1. Yakinkan keluarga bahwa pasien akan diberi perawatan terbaik
2. Hargai reaksi pasien terhadap kondisi pasien
3. Berikan timbal balik atas koping keluarga
4. Terangkan menhenai rencana medis dan perawatan pasien terhadap keluarga
5. Berikan informasi tentang perkembangan pasien sesuai dengan kondisi

11. Dignosa XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga
pengetahuannya bertambah
NOC : Proses penyakit
Kriteria hasil :
1. Mengenal nama penyakit
2. Deskripsi proses penyakit
3. Deskripsi factor penyebab
4. Deskripsi tanda dan gejala
5. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Pembelajaran proses penyakit
1. Jelaskan tanda dan gejala
2. Identifikasi penyebab penyakit
3. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik

3. EVALUASI
1. Dx 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
1. Status gastrointestinal normal 4
2. Status respirasi normal 3
3. Status BB normal 3
4. Status integritas kulit normal 3
5. Tidak menunjukan kelemahan 3
6. Menunjukan kekebalan tubuh
2. Dx II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
1. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan 2
2. Turgor kulit baik 3
3. Tanda-tanda vital baik 2

3. Dx III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
1. Tekanan darah normal 3
2. Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam 3
3. Hidrasi kulit 3
4. Membran mukosa normal 3
5. Turgor kulit baik 3

4. Dx IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu


1. RR alam batas normal 3
2. Irama nafas normal 3
3. Ekspansi dada simetris 3
4. Tidak ada dispneu 3
5. Tidak ada traktil fremitus 3
6. Auskultasi bunyi nafas normal 3

5. Dx V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual, muntah
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan 3
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5

6. Dx VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering
(diare)
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan
pigmentasi ) 3
2. Tidak ada luka atau lesi pada kulit 5
3. Perfusi jaringan baik 4
4. Mampu melindungi kulit 3
5. Mampu mempertahankan kelembaban kulit 3

7. Dx VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan 3
2. Suhu tubuh dalam batas normal 4
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan 4
4. Perubahan warna kulit tidak ada 4

8. Dx VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


1. Menyadari keterbatasan energi 2
2. Menyeimbangkan aktifitas dan energi 3
3. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas 3

9. Dx IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan


1. Monitor intensitas cemas 4
2. Mengurangi penyebab cemas 4
3. Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas 3
4. Memberikan informasi untuk mengurangi cemas 5
5. Melaporkan penurunan cemas 3
6. Melaporkan keadekuaan tidur 3

10. Dx X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius
1. Saling percaya dan dapat manghadapi masalah 5
2. Mengatasi masalah 5
3. Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga 5
4. Tetapkan prioritas 5

11. Dx XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


1. Mengenal nama penyakit 4
2. Deskripsi proses penyakit 4
3. Deskripsi factor penyebab 4
4. Deskripsi tanda dan gejala 4
5. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit 4

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.


Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Muma, Richard D. 1997. HIV : manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC.
Rampengan. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta

Source: www.trinoval.web.id

Anda mungkin juga menyukai