Know-how
Pendidikan
Vacational
qualification
Pekerjaan
dihhubungkan
dengan
pengetahuan
Penilaian
pshycometric
Pekerjaan
Structural Capital
Patent
Copyrights
Design rights
Trade secret
Trademarks
Servicemarks
Filosofi
manajemen
Budaya
perusahaan
Sistem informasi
Sistem jaringan
Hubungan
keuangan
dihubungkan
Customer Capital
Brand
Konsumen
Loyalitas
konsumen
Nama perusahaan
Jaringan distribusi
Kolaborasi bisnis
Kesepakatan
lisensi
Kontrak-kontrak
yang mendukung
Kesepakatan
franchise
dengan
kompetensi
Semangat
enterpreneural,
jiwa
inovatif,
kemampuan
proaktif
dan
reaktif,
kemampuan
untuk berubah
Sumber : IFAC (1998) dalam Astuti (2005)
Pablo Fernandez (2013) mengemukakan bahwa perbedaan mendasar dari masingmasing metode diantaranya:
1) Market value dari saham perusahaan.
2) Perbedaan antara market value dan book value dari saham perusahaan, beberapa
perusahaan mengklasifikasikan nilai brand dari selisih market value dari saham
perusahaan dan adjusted book value/adjusted net worth (disebut goodwill).
3) Perbedaan antara market value dan book value saham perusahaan dikurangi
management teams expetise (intellectual capital).
4) Nilai dari brand replacement:
a. Present value dari nilai historis investasi dalam pemasaran dan promosi
b. Estimasi investasi advertising yang diperlukan untuk mencapai tahap
pengakuan brand tersebut.
5) Perbedaan antara nilai branded company dengan perusahaan sejenis yang
menghasilkan produk yang sama tapi tidak menggunakan merek (privat label).
a. Present value dari harga premium yang dibayarkan konsumen terhadap brand
tersebut.
b. Present value dari volume ekstra dari brand tersebut.
c. Penjumlahan dari dua nilai diatas.
d. Penjumlahan diatas dikurangi nilai differential brand spesific expense dan
investment, hal ini menjadi metode yang baik dari sudut konseptual tapi sulit
untuk membedakan parameter dari brand satu dengan produk yang tidak
bermerek.
a. Perbedaan dari rasio (price/sales) dari perusahaan bermerek dengan
perusahaan tidak bermerek dikalikan dengan penjualan perusahaan, metode ini
digunakan Damodaran dalam penilaian Kellogs dan Coca Cola.
b. Differential earning (dari perusahaan dengan dan tanpa merek) dikalikan
dengan multiple pasar dan ini yang digunakan oleh perusahaan Consulting
Firm Interbrand.
6) Present value dari Free Cash Flow perusahaan dikurangi aset yang digunakan dan
dikalikan dengan required return.
7) Pilihan untuk menjual pada harga premium atau volume tinggi dan
memperbanyak distribusi channel ke negara baru, dengan produk baru, format
baru untuk kelangsungan brand perusahaan itu sendiri.
Secara umum, terdapat lima cara menghitung merek yang dianggap populer, yaitu :
1) Replacement method atau cost approach, yaitu secara sederhana valuasi
didasarkan pada penilaian kualitatif. Dihitung dari berapa jumlah uang yang
dibutuhkan untuk membuat sebuah merek menjadi merek yang akan dinilai serta
berapa biaya promosi dan biaya-biaya lain yang dibutuhkan untuk membuat
sebuah merek dari sama sekali tidak terkenal menjadi merek yang akan dinilai.
Cara inilah yang paling sering digunakan oleh para investor yang akan membeli
perusahaan atau membeli sebuah merek.
2) Market approach, yaitu harga sebuah merek dilihat dari transaksi yang sudah
pernah ada sebagai benchmarking. Jadi, bila ada sebuah merek yang sudah
berhasil dijual atau dibeli, maka kemudian harga ini menjadi dasar untuk
mengukur harga sebuah merek yang masih masuk dalam industri yang sama.
Namun, masalah di Indonesia adalah jumlah transaksinya yang tidak banyak.
Bahkan bila terjadi transaksi pun, besarannya tidak diumumkan secara terbuka.
3) Price premium method, metode ini berasumsi bahwa merek yang kuat akan
mampu membuat sebuah merek mendapatkan harga premium dibandingkan
merek yang tidak terkenal. Pada dasarnya, marketer yang ingin melihat nilai
mereknya dapat melakukan sebuah riset pasar. Pertanyaan utama dari survei ini
adalah selisih harga yang akan dibayar oleh konsumen dibandingkan dengan
merek yang tidak terkenal.
4) Income split method, cara ini perlu menggunakan perhitungan berdasarkan datadata keuangan baik di masa lalu dan di masa mendatang. Intinya adalah bahwa
laba perusahaan setiap tahun sebagian berasal dari kekuatan merek. Jadi, perlu
ditentukan porsi dari laba yang dihasilkan merek tersebut. Atau dengan kata lain,
perlu dihitung besarnya laba perusahaan nila merek tidak terkenal. Selisih dari
laba inilah yang kemudian dianggap menjadi nilai merek tersebut. Metode ini
perlu dikalikan dengan jumlah tahun merek tersebut mampu bertahan.
5) Royalty relief method, biasanya diaplikasikan untuk merek-merek yang bisa difranchise atau lisensi. Hasil dari lisensi inilah yang menjadi valuasi dari merek.
Atau bisa juga, perusahaan berasumsi bahwa perusahaan tidak memiliki merek.
Berapakah yang mau perusahaan bayar setiap tahunnya bila kemudian perusahaan
mengambil lisensi merek tersebut yang sebenarnya milik sendiri. Cara ini perlu
dikalikan jumlah tahun merek tersebut apabila dilisensikan.
Price Premium Method sebagai berikut:
Keterangan :
= enterprise value / sales ratio of the firm with benefit of the brand name
= enterprise value / sales ratio of the firm with the generic product
Pada dasarnya, ada 3 fase untuk menilai brand, dan pada dasarnya kami pun mengikuti
praktek keuangan yang sudah establish dalam penilaian brand, yaitu berdasarkan :
pendekatan cost
pendekatan market
pendekatan income
Pendekatan cost dan pasar lebih sedikit digunakan daripada pendekatan income, khususnya
untuk penilaian merek dagang (trademark) dan brand. Karena pendekatan pasar ini bekerja
dengan prinsip berapa harga pasar barang ini, seperti rumah yang akan dijual, dan itu tentu
tidak selalu berlaku untuk merek sepanjang waktu.
Sedangkan pendekatan cost bekerja dengan cara menghitung berapa biaya untuk membuat
sebuah produk, dan itulah cara menilai barang itu berdasarkan pendekatan cost. Pendekatan
cost dan pendekatan pasar/market ini tidak direkomendasikan oleh ahli (authority).
Pendekatan income yaitu menghitung berapa potensi income yang dapat dihasilkan dari
sebuah brand atau berapa income yang dapat diatribusikan kepada setiap bentuk IP
(intellectual property) yang berbeda.
Pendekatan income ini juga terdiri dari 2 macam cara yaitu pendekatan langsung dan tidak
langsung. Tapi ada 2 yang lebih populer yaitu :
pendekatan margin
pendekatan royalty relief (royalty relief approach)
Pendekatan royalty relief adalah pendekatan yang diakui oleh otoritas pajak, audit dan
International Value Standard Council (IVSC). Dan pendekatan ini pula yang kami gunakan
untuk menilai brand.
Beberapa konsultan lain juga ada yang meluncurkan peringkat perusahaan seperti ini namun
menggunakan pendekatan margin. Tentu saja ada perbedaan dalam kalkulasinya. Pendekatan
royalty relief ini adalah metode yang paling banyak dipilih dan diakui.
Perbedaan besar antara pendekatan royalty relief dengan metode lainnya adalah di sini kita
butuh banyak informasi data eksternal, kita harus memiliki perbandingan eksternal untuk
membuat valuasinya lebih kuat. Pendekatan ini juga lebih dapat dipertahankan, dan lebih bisa
dikaitkan secara langsung pada pendapatan dari royalti.
Jadi pendekatan royalty relief itu dapat diartikan: jika anda tidak punya suatu merek, dan
harus bayar seseorang untuk menggunakan merek tersebut, berapa uang yang bersedia anda
bayar. Nah karena anda adalah orang yang memiliki merek itu, anda mendorong royaltinya.
Penggunaan merek itu akan memberikan penghasilan bagi anda. Itu adalah prinsip dasar dari
pendekatan royalty relief. Karena itu, pendekatan inilah yang digunakan pada brand dan
menjadi pilihan baik bagi orang teknikal dan orang yang non teknikal.
Ada parameter financial dan non financial. Jadi ada yang kuantitatif dan kualitatif.
Parameter kuantitatif itu misalnya, proyeksi revenue 3-5 tahun ke depan, tarif pajak/tax rate,
serta discount rate di market. Dua yang terakhir itu dipengaruhi oleh geografis juga (pasar di
suatu negara berbeda dengan di negara lain).
Pendekatan yang digunakan dalam menghitung brand value adalah
income dengan metode royalty relief, artinya perhitungan didasarkan pada
asumsi jika suatu perusahaan tidak memiliki merek, maka berapa harga untuk
menggunakan merek tersebut.
Perhitungan nilai merek tersebut dilakukan dalam lima tahapan, yaitu
menghitung forecasting pendapatan, brand strength, menentukan royalty rate,
menghitung discount rate dan brand valuation calculation.
Pengertian
Berdasarkan SPI 2007, aset tak berwujud adalah aset yang mewujudkan dirinya melalui
properti-properti ekonomis dimana aset ini tidak mempunyai substansi fisik.
Jenis-Jenis Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud dikategorikan sebagai berikut:
1. Marketing-related intangible asset, contoh: trademark, tradename, brand, logo
2. Technology-related intangible asset, contoh: hak paten proses, hak paten aplikasi,
dokumentasi teknis: catatan laboratorium, teknis know-how
memperhitungkan biaya utang, biaya saham dan rasio utang dibanding saham.
Langkah terakhir adalah men-net present value-kan semua aliran keuntungan masa
depan menjadi masa kini dengan memakai pendekatan Discounted Cash Flow. Hasil
akhir inilah yang menjadi nilai.
b. Premium Profits Method
Metode ini membandingkan proyeksi aliran pendapatan atau arus kas pada suatu bisnis
yang menggunakan aset tak berwujud dengan bisnis yang tidak menggunakan aset tak
berwujud. Kemudian aliran pendapatan atau arus kas tersebut dikapitalisasikan dengan
tingkat diskonto atau tingkat kapitalisasi yang sesuai dan layak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Proyeksi aliran pendapatan atau arus kas mendatang yang diharapkan dari suatu bisnis
yang menggunakan aset tak berwujud
Proyeksi aliran pendapatan atau arus kas mendatang yang diharapkan dari suatu bisnis
yang tidak menggunakan aset tak berwujud
Tingkat kapitalisasi atau tingkat diskon yang sesuai untuk mengkapitalisasi aliran
pendapatan atau arus kas mendatang
Formula yang dapat digunakan
Projected revenue from licensed asset
x royalty rate
= royalty savings
-taxes
= after tax royalty savings
x present value factor
= present value of asset
c. Excess Earning Method
Metode ini menentukan nilai aktiva tak berwujud sebagai nilai kini dari arus kas yang
dihasilkan oleh aktiva tak berwujud tersebut setelah dikurangi arus kas yang
dihasilkan oleh aktiva lainnya.
Arus kas yang tidak terkait dengan aktiva tak berwujud karena adanya kontribusi
aktva lain disebut Contributory Asset Charges (CAC), dan arus kas tersebut wajib
dikurangkan termasuk goodwill.
Identifikasi CAC mempunyai langkah-langkah:
Mengidentifikasi kontribusi tiap aset terhadap arus kas
Mengukur nilai dan imbal balik wajar tiap aset
CAC dapat dibebankan langsung, misalnya dengan tarif royalti wajar
Dalam penerapan metode ini hal-hal yang perlu diperhatikan:
Proyeksi arus kas yang merupakan arus kas dari aktiva tak berwujud
CAC dari seluruh aktiva lainnya termasuk aktiva tak berwujud lainnya
Tingkat diskon atau tingkat kapitalisasi
3. Pendekatan Biaya
Pendekatan biaya atau lebih dikenal sebagai Pendekatan Biaya Pengganti
Terdepresiasi menentukan nilai aset tak berwujud dengan menghitung biaya
penggantian dengan aktiva yang sebanding atau identik kapasitas layanannya.
Pendekatan biaya tidak dapat digunakan untuk:
Menilai aktiva tak berwujud yang tidak sebanding dengan potensi layanan
Menilai proyek pengembangan aktiva tak berwujud yang berlansung bertahun-tahun
Pendekatan biaya ini hanya dapat digunakan sebagai satu-satunya pendekatan dengan
syarat:
Aktiva tak berwujud memiliki pendapatan yang secara langsung menghasilkan arus
kas
Nilai pasar aktiva tak berwujud yang layak tidak tersedia
Transaksi aktiva tak berwujud tidak cukup memadai untuk perbandingan pasar
: Functional obsolescence
: Economic obsolescence
Brand value
Traditional marketing methods have examined the price/value relationship in terms of dollars
paid. Some marketers believe customers perceive value to mean the lowest price. While this
may be true for commodities, some branding techniques are moving beyond this evaluation.[2]
Brand valuation emerged in the 1980s.[3][4] Early firms involved in providing brand valuations
included British branding agency, Interbrand led by Michael Birkin,[5] who is credited with
leading development of the concept[6] and laid out a brand earnings multiple model of brand
valuation in the 1991 book Understanding Brands.[7][8][9]
Valuation methodologies
There are three main types of brand valuation methods:[10]
than it would cost to build an equivalent. The cost of construction minus depreciation, plus
land, therefore is a limit, or at least a metric, of market value.
In this approach a comparison with the market is done. For example if a person wish to buy a
property in place A, it is quite likely that the price of neighborhood would be checked before
arriving at conclusion on the existing property, leading to an approach based on the market.
This valuation method relies on the estimation of value based on similar market transactions
(e.g. similar license agreements) of comparable brand rights.[citation needed] Given that often the
asset under valuation is unique, the comparison is performed in terms of utility, technological
specificity and property, having also in consideration the perception of the asset by the
market.[citation needed] Data on comparable or similar transactions may be accessed in the
following sources:[citation needed]
1. Company annual reports.
2. Specialized royalty rate databases and publications.
3. In court decisions concerning damages.
conditions for this method to be used since finding similar unbranded companies can
be difficult.
6. Royalty relief method Assume theoretically a company does not own the brand it
operates under, but instead licenses the use from another. The royalty relief method
uses available data of similar arrangements in the industry and assigns the value of the
brand as the present value of future royalty payments.
value reporting
licensing
dispute resolution
legal transaction
accounting
strategic planning
management information
liquidation
litigation support
Raising funds