Anda di halaman 1dari 43

Memantau Anggaran dan

Belanja Daerah
Buku Panduan untuk Komunitas

Memantau Anggaran dan


Belanja Daerah
Buku Panduan untuk Komunitas

Memantau Anggaran dan Belanja Daerah


Buku Panduan untuk Komunitas
ISBN : .....
KDT : .....

Penulis
Yenny Sucipto
Sekretaris Jenderal, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA)
Yenti Nurhidayat
Peneliti,Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA)
Editor
Maryati Abdullah
Koordinator Nasional, Publish What You Pay Indonesia
Jensi Sartin MSc
Manajer Pengembangan Program, Publish What You Pay Indonesia
Meliana Lumbantoruan, M.A.
Manajer Riset dan Pengetahuan, Publish What You Pay Indonesia

Hak cipta dilindungi


Edisi Pertama, 2015

Panduan ini diterbitkan oleh Yayasan Transparasi Sumberdaya Ekstraktif-Publish


What You Pay (PWYP) Indonesia, dengan dukungan dari Southeast Asia Technology
and Transparency Initiative (SEATTI)/Hivos. Isi panduan ini adalah tanggung jawab
PWYP Indonesia dan tidak serta-merta mencerminkan pandangan SEATTI/Hivos.

Publish What You Pay Indonesia


Jl. Tebet Utara 2C No.22B, Jakarta Selatan 12810, Indonesia
Telp/Fax :+62-21-8355560 | E: sekretariat@pwyp-indonesia.org
Twitter @PWYP_indonesia

ii

Daftar Isi
Bagian I. Memahami Anggaran Daerah....................................................................... 3
Ruang Lingkup Anggaran....................................................................................................................3
Fungsi Anggaran.......................................................................................................................................5
Prinsip Penyelenggaraan Anggaran...............................................................................................6
Bagian II. Konsep, Regulasi dan Alur Perencanaan dan Penganggaran Daerah
(PPD)................................................................................................................................ 7
Konsep Perencanaan Penganggaran Daerah............................................................................7
Regulasi Perencanaan Penganggaran Daerah..........................................................................8
Alur Perencanaan dan Penganggaran Daerah..........................................................................9
Bagian III. Struktur dan Komponen APBD................................................................12
Pendapatan Daerah............................................................................................................................... 13
Dana Transfer Daerah......................................................................................................................... 16
Belanja Daerah......................................................................................................................................... 16
Pembiayaan daerah............................................................................................................................... 18
Bagian IV : Metode Pemantauan (Strategi Advokasi)..............................................19
Advokasi...................................................................................................................................................... 19
Advokasi Anggaran.............................................................................................................................. 20
Faktor Penghambat dan Pendukung Advokasi Anggaran............................................... 21
Strategi Advokasi Anggaran.............................................................................................................22
Daftar Pustaka..............................................................................................................................................25
Biodata Penulis.............................................................................................................................................26
Tentang Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia....................................................26

iii

Daftar Gambar

Gambar 1. Ruang lingkup Anggaran ..............................................................................................4


Gambar 2. Fungsi Anggaran Daerah................................................................................................5
Gambar 3. Prinsip Penyelenggaran Anggaran...........................................................................6
Gambar 4. Alur Perencanaan Program dan Penganggaran................................................7
Gambar 5. Proses Penganggaran dan peraturannya..............................................................9
Gambar 6. Siklus dan kalender perencanaan dan penganggaran tahun....................11
Gambar 7. Komponen Pendapatan Daerah............................................................................... 15
Gambar 8: Postur Transfer Daerah TA 2014 dan 2015............................................................ 18
Gambar 9. Klasifikasi Belanja Daerah.......................................................................................... 19
Gambar 10. Komposisi Belanja Daerah......................................................................................... 20
Gambar 11. Komposisi Pembiayaan Daerah................................................................................ 21
Gambar 12. Wilayah Kerja Advokasi................................................................................................22
Gambar 13. Ruang partisipasi masyarakat dalam advokasi anggaran daerah........23
Gambar 14. Faktor pendukung dan penghambat advokasi.................................................24
Gambar 15. Tahapan strategis advokasi........................................................................................25

iv

Kata Pengantar

alam rangka mendorong penguatan kapasitas komunitas khususnya di


daerah kaya sekitar tambang, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
menerbitkan buku panduan yang dapat digunakan untuk pemantauan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena keterlibatan
masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran merupakan hal
yang penting, maka PWYP Indonesia berharap kiranya buku panduan ini dapat
digunakan oleh komunitas masyarakat untuk terlibat aktif dalam memantau proses
perencanaan dan penganggaran daerah.
Penerbitan buku panduan ini hadir dari dukungan program Southeast Asia

Technology and Transparency Initiative (SEATTI)/Hivos yang bertujuan mendorong


keterlibatan aktif masyarakat dalam proses kebijakan dan mendorong keterbukaan
dan adanya data terbuka dalam aspek kebijakan. Salah satunya adalah dengan
meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemantauan penganggaran daerah.
Secara umum buku panduan ini berisikan pemahaman, konsep, regulasi,
komponen dan struktur penganggaran daerah. Dibagian akhir dari buku panduan
ini juga dipaparkan tentang metode-metode yang dapat digunakan oleh komunitas
masyarakat dalam melakukan advokasi dan pemantauan penganggaran di daerah.
Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk segenap pihak yang sudah mendukung
penerbitan buku ini. Secara khusus kami mengucapkan terima kasih untuk Seknas
FITRA yang sudah berkontribusi dalam penulisan buku ini, dan Seluruh rekan
Sekretariat Nasional PWYP Indonesia (Jensi, Meli, Ary, Abud, Kiki, Dewi, Asri, Dilah,
Sri, Ibeth dan Wiko) atas dukungan dalam pembuatan buku ini. Semoga buku ini
dapat bermanfaat bagi banyak umat.
Jakarta, Juni 2015

Maryati Abdullah
Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia

Memantau Anggaran dan


Belanja Daerah
Buku Panduan untuk Komunitas

vi

Bagian I.

Memahami Anggaran Daerah


Pokok Bahasan
Pada materi ini masyarakat akan diajak untuk memahami ruang lingkup, fungsi
dan prinsip-prinsip penyelenggaraan anggaran. Penyampaian materi pada sesi ini
memberi pemahaman tentang pokok bahasa tersebut agar mampu memahami
anggaran dalam konteks keuangan daerah dan kewajiban pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ruang Lingkup Anggaran
Anggaran atau sering juga disebut budget adalah suatu rencana yang disusun
secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan, yang dinyatakan dalam unit
satuan moneter dan berlaku dalam jangka waktu (periode) tertentu yang akan
datang. Anggaran juga dapat digunakan sebagai alat untuk merencanakan dan
mengendalikan keuangan dan penyusunannya dilakukan secara periodik.
Anggaran daerah dapat dipahami dan dikaji dari 2 sisi:
1. Makro
Secara makro, keuangan daerah dapat dipahami
sebagai rencana kerja pemerintah daerah yang
diwujudkan dalam bentuk uang selama periode waktu
tertentu (1 tahun anggaran).
2. Mikro
Anggaran daerah pada dasarnya merupakan salah
satu instrumen kebijakan yang dapat dipakai sebagai
alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat di daerah.

Ruang lingkup dari anggaran meliputi aspek kewajiban, penerimaan, pengeluaran,


pengelolaan kekayaan, dan pemungutan pajak daerah.

Kekayaan pihak lain yang


dikuasai oleh pemerintah daerah
dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintah daerah dan /
atau kepentingan umum

Hak memungut pajak


dan retribusi daerah
serta melakukan
pinjaman

Kewajiban untuk
menyelenggarakan urusan
pemerintah daerah dan
membayar tagihan pihak
ketiga

Ruang Lingkup
Anggaran

Kekayaan yang dikelola sendiri


atau oleh pihak lain baaik
berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak
lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan
daerah

Penerimaan daerah

Pengeluaran
daerah

Gambar 1. Ruang lingkup Anggaran


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang. Keuangan
daerah juga temasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan keuangan daerah merupakan seluruh
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggung jawaban dan pengawasan keuangan daerah.
Fungsi Anggaran
Anggaran merupakan cerminan dari tanggung jawab dan kewenangan negara
Anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian dan penyusunan keuangan
negara selayaknya mencerminkan tanggung jawab dan kewenangan negara dan
daerah dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang diamanatkan oleh undang-undang
dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Berikut beberapa fungsi anggaran
daerah:

Fungsi otorisasi: anggaran daerah menjadi dasar untuk


merealisasi pendapatan dan belanja daerah pada tahun
bersangkutan. Tanpa dianggarkan, maka sebuah kegiatan
tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan

Fungsi Anggaran Daerah

Fungsi perencanaan: anggaran merupakan pedoman bagi


pemerintah daerah untuk menyelenggarakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan

Fungsi pengawasan: anggaran daerah menjadi


pedoman untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan pemerintah daerah

Fungsi alokasi: anggaran harus diarahkan untuk


menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran
dan pemborosan sumberdaya serta untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah

Fungsi distribusi: kebijakan-kebijakan penganggaran


daerah harus memiliki rasa keadilan dan kepatutan

Fungsi stabilitasi: anggaran daerah merupakan alat untuk


memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah

Gambar 2. Fungsi Anggaran Daerah


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

Prinsip Penyelenggaraan Anggaran


Untuk mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan
negara maka, penyelenggaraan anggaran harus diselenggarakan secara profesional,
terbuka dan bertanggung jawab dengan berpegang pada prinsip transparan,
partisipatif, disiplin, berkeadilan, efisien dan efektif, serta rasional dan terukur.

Transparansi

Penyelenggaraan keuangan daerah harus dilakukan secara


transparan. Pemerintah wajib membuka dan memberikan
informasi terkait pengelolaan keuangan daerah baik
perencanaan, pelaksanaan ataupun evaluasi.

Partisipatif

Penyelanggaraan keuangan daerah harus melibatkan


masyarakat untuk memastikan dan menjamin kesesuaian
antara kebutuhan dan ketersediaan anggaran.

Disiplin

Penyelenggaraan anggaran publik harus dilakukan


dengan disiplin, Kejelasan dalam klasifikasi anggaran dan
konsisten antara perencanaan dengan implementasi.

Berkeadilan

Penyelenggaraan anggaran publik harus dilakukan secara


berkeadilan, memahami dan memberikan pelayanan
kepada masyarakat tanpa diskriminasi apapun.

Efisien dan Efektif

Penyelenggaraan anggaran publik harus dilakukan secara


efisien dan efektif dengan berorientasi pada pemberian
manfaat kepada masyarakat secara maksimal

Rasional dan terukur

Penyelenggaraan anggaran publik harus dilakukan secara


rasional, dengan mempertimbangkan berbagai kondisi dan
latar belakang serta dapat memperkirakan pencapaian
yang tepat dan terukur.

Gambar 3. Prinsip Penyelenggaran Anggaran


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

Pertanyaan Kunci:

1. Apa yang dimaksud dengan anggaran?


2. Sebutkan komponen-komponen ruang lingkup
anggaran!
3. Sebutkan enam fungsi APBD!
4. Sebutkan 6 prinsip penyelenggaraan anggaran!

Bagian II.

Konsep, Regulasi dan Alur


Perencanaan dan Penganggaran
Daerah (PPD)
Pokok Bahasan
Di dalam sesi ini masyarakat akan diajak untuk memahami konsep, regulasi, alur
dan tahapan Perencanaan Penganggaran Daerah (PPD). Masyarakat diharapkan
mampu melihat peluang-peluang yang dapat digunakan untuk mempengaruhi
proses (advokasi) PPD mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pelaporan hingga pertanggungjawaban.
Konsep Perencanaan Penganggaran Daerah
PPD merupakan sebuah siklus tahunan untuk merencanakan dan menyusun
anggaran baik di tingkat pusat maupun daerah. Secara teknis perencanaan
anggaran ini berlangsung dalam dua aras besar yaitu aras spatial dan aras sektoral.
Aras spatial adalah proses perencanaan yang dilakukan secara bertahap dan
berbasis kewilayahan dimulai dari desa/kelurahan hingga tingkat kabupaten/kota.
Sedangkan aras sektoral adalah proses perencanaan yang dilakukan oleh instansi
pemerintahan.

Alur Perencanaan Program & Penganggaran


Pedoman

Pedoman
Pedoman

RPJP
NASIONAL
diacu

RPJM
NASIONAL

Pedoman

RKA-KL

RINCIAN
APBN

diacu
dijabarkan

Pedoman

RKP

RAPBN

APBN

diperhatikan
dijabarkan

Pedoman

RPJM
DAERAH

Pedoman

RKPD

Pedoman

APBD

RAPBD

PPAS

Pedoman

RENSTRA
SKPD

Pedoman

KUA

RENJA
SKPD

PERENCANAAN PROGRAM

Pedoman

RKASKPD

PENJABARAN
APBD

Pemerintah
Daerah

RPJP
DAERAH

RENJA
KL

Pemerintah
Pusat

RENSTRA
KL

PENGANGGARAN

Gambar 4. Alur Perencanaan Program dan Penganggaran


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

Secara umum, PPD dapat dibedakan menjadi dua;


1. Perencanaan dalam menentukan Arah dan Kebijakan Umum Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) atau biasa disebut Perencanaan Kebijakan
(Policy Planning) Anggaran Daerah. Dalam prakteknya, Policy planning
disusun dan disepakati secara bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah (Pemda). Perencanaan kebijakan
harus memuat kejelasan tujuan dan sasaran yang akan dicapai sebagai acuan
bagi proses pertanggungjawaban kinerja keuangan daerah pada akhir tahun
anggaran.
2. Perencanaan rangkaian strategis, prioritas, program dan kegiatan yang
diperlukan dalam mencapai arah dan kebijakan umum APBD atau disebut
juga sebagai perencanaan operasional (Operational Planning) Anggaran
Daerah. Operational Planning ini dibebankan kepada Pemda.
Perencanaan dan penganggaran yang berbasis partisipasi masyarakat berperan
penting dalam mendorong terselenggaranya forum yang menyerap aspirasi
masyarakat. Partispasi masyarakat dalam forum tersebut dapat membantu
proses penentuan skala prioritas perencanaan program pembangunan dan
pendokumentasian dan pengawalan usulan masyarakat dalam pembuatan
rancangan APBD.

Regulasi Perencanaan Penganggaran Daerah


Landasan hukum Perencanaan dan Penganggaran di Indonesia diatur dalam
beberapa regulasi pokok antara lain:
UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
PP No 58 tahun 2005 tentang Pedoman Keuangan Daerah
Permendagri No 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah
Permendagri 27 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah
Regulasi-regulasi tersebut tidak hanya mengatur kewenangan pusat dan
daerah dalam pelaksanaan perencanaan dan penganggaran, tetapi juga mengatur
alur, mekanisme serta dokumen yang dibutuhkan dalam setiap tahapan proses
perencanaan penganggaran.
Namun, dalam beberapa kajian yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
maupun akademisi masih ditemukan adanya ketidaksinkronan dan inkonsistensi
antar regulasi-regulasi terkait sehingga menghambat tercapainya kesejahteraan
masyarakat.
Proses Penganggaran dan Aturan Per-UU-nya
UU 17 tahun 2003
UU 32 tahun 2004
UU 1 2004
UU 15 tahun 2004
PP 58 tahun 2005
Permendagri 13
tahun 2006

Perencanaan

Laporan BPKP/
bawasda dan BPK

UU 25 tahun 2004
UU 10 tahun 2004
UU 17 tahun 2003
UU 32 tahun 2004
UU 33 tahun 2004

Prioritas usulan
dan anggaran

Pembahasan/
Penetapan APBD

Monev

PP 58 tahun 2005
PP 24 tahun 2004
PP 37 tahun 2005
PP 37 tahun 2006
Permendagri 13
tahun 2006
Permendagri 26
tahun 2006

Penatausahan
dan akuntansi
UU 17 tahun 2003
UU 1 tahun 2004
UU 32 tahun 2004
PP 58 tahun 2005
Permendagri 13
tahun 2006

Pelaksanaan

Efektifitas dan
efisiensi

Gambar 5. Proses Penganggaran dan peraturannya


Sumber: Seknas FITRA

Alur Perencanaan dan Penganggaran Daerah


Merujuk pada penjelasan sebelumnya bahwa proses PPD dilaksanakan pada
dua aras yaitu: spatial dan sektoral. Pada aras spatial, proses PPD dimulai dari
level terendah yaitu desa/kelurahan hingga berakhir pada level kapupaten/kota.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan proses PPD juga berlangsung pada aras
sektoral yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintahan. Keseluruhan proses
PPD di kedua aras ini dimulai dengan tahapan perencanaan pada bulan Januari
melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa/Kelurahan
hingga tahapan Penetapan APBD pada akhir Desember.
Dengan mengenali siklus dan jadwal penyelenggaraan dari setiap proses PPD,
akan memberi ruang yang semakin besar bagi kelompok masyarakat untuk dapat
berpatisipasi secara aktif untuk menentukan arah dan kebijakan anggaran yang
akan ditetapkan.
Secara umum, siklus anggaran (APBN dan APBD) terdiri dari 4 (empat) tahapan,
yaitu penyusunan anggaran, pembahasan anggaran, penetapan anggaran dan
pertanggungjawaban anggaran. Sikulus anggaran di Indonesia dilakukan selama 2,5
tahun dengan rincian: 1 tahun proses penyusunan, 1 tahun proses pelaksanaan dan
5 (lima) bulan proses pertanggungjawaban/audit.
Tahap Penyusunan Anggaran
Dalam tahap ini pemerintah melakukan review terhadap pelaksanaan anggaran
tahun sebelumnya, rencana pembangunan, dan memperhatikan masukan dari
masyarakat.
Tahap Pembahasan Anggaran
Pada tahap ini eksekutif menyusun draft usulan anggaran dibahas bersama
DPRD melalui konsultasi publik, pembahasan internal, meminta pendapat ahli.
Tahap Pelaksanaan Anggaran
Pada tahapan ini, draft usulan yang sudah disetujui noleh DPRD dilaksanakan
oleh pemerintah dan sekaligus melakukan monitoring pelaksaan anggaran.
Tahap Pengawasan/Audit
Pengawasan pelaksanaa anggaran dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari
internal pemerintah (Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah/BPKP
dan Badan Pemeriksa Keuangan/BPK) maupun eksternal yaitu masyarakat.

Kelender Perencanaan & Penganggaran Tahunan


Rancangan
RKP
Mei

MUSRENBANGNAS

RPJMD

Apr
Rancangan
AwalRKPD
Prioritas pemb.
Pagu Indikatif berdasar
fungsi SKPD,
sumber dana &
Wilayah Kerja

MUSRENBANG
PROV

Rancangan
RKPD Prov

Mei

Apr

Rancangan
RKPD

Okt

MUSRENBANG RKPD/
MUSRENBANGDA

Rancangan
Akhir RKPD

RAPBD

Penetapan
RKPD

Mar
Mei

KUA &
PPAS
Jun

Rancangan
Renja SKPD

Renstra
SKPD

Renja
SKPD

Forum
SKPD

RKASKPD

Apr

Feb

MUSRENBANG
Kecamatan

Feb

MUSRENBANG
Desa/Kel

Jan

Agt

Pokok-pokok
Pikiran
DPRD

Siklus Perencanaan & Penganggaran Tahunan


Pembahasan & Kesepakatan
KUA antara KDH dengan
DPRD (Juni)
Penetapan RKPD
(Mei)
Musrenbang Kab/Kota
(Maret)

Penyusunan RKA-SKPD &


RAPBD (Juli-September)

Forum SKPD
Penyusunan Kerja SKPD
Kab/Kota (Maret)

Pembahasan & Kesepakatan


PPAS antara KDH dengan
DPRD (Juni)

10

Musrenbang Kecamatan
(Februari)
Musrenbang Desa
(Januari)

11

1
13

Pelaksanaan APBD
Januari tahun berikutnya

12

Pembahasan dan Persetujuan


Rancangan APBD dengan
DPRD (Oktober-November)
Evaluasi Rancangan
Perda APBD(Desember)
Penetapan Perda
APBD(Desember)

Penyusunan DPA
SKPD(Desember)

Gambar 6. Siklus dan kalender perencanaan dan penganggaran tahun


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

Studi Kasus
Perencanaan dan Penganggaran di DKI Jakarta
Pada awal tahun 2015, Indonesia dikagetkan dengan berita kisruhnya proses
penetapan APBD Propinsi DKI Jakarta. Ada dua versi Rancangan APBD DKI yang
dikirimkan kepada Kemendagri untuk disahkan. Kemudian diketahui bahwa, kisruh
ini bermula ketika Gubernur DKI saat itu mengetahui adanya dana-dana siluman
yang muncul tanpa melalui proses dan tahapan perencanaan dan penganggaran yang
seharusnya sesuai ketentuan undang-undang.
Usulan program dan kegiatan seharusnya muncul di dalam proses perencanaan,
mulai dari musrenbang tingkat kelurahan hingga penetapan KUA PPAS. KUA PPAS
merupakan rancangan program dan kegiatan prioritas beserta patokan maksimal
anggaran yang akan digunakan oleh SKPD dalam penyusunan RKA SKPD sebelum
disahkan oleh DPRD.
Dalam kasus RAPBD DKI, program dan kegiatan siluman muncul pada saat
pembahasan RAPBD di DPRD dimana seharusnya sidang dioptimalkan untuk melihat
apakah program dan kegiatan tersebut sudah sesuai dengan prioritas yang dibutuhkan
daerah. Tidak boleh lagi ada usulan program dan kegiatan baru pada tahap ini.
Kisruh ini kemudian memperlihatkan betapa selama ini proses perencanaan dan
penganggaran masih sangat tertutup. Partisipasi masyarakat di dalam proses ini
cenderung masih sangat minim. Banyak usulan-usulan program dan kegiatan yang
sangat dibutuhkan masyarakat tiba-tiba menghilang di tengah perjalanan dan digantikan
oleh program dan kegiatan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. **

Pertanyaan Kunci:

1. Sebutkan tahapan PPD!


2. Sebutkan 4 (empat) tahapan siklus APBD!
3. Ceritakan siklus perencanaan dan penganggaran
daerah!

10

Bagian III.

Struktur dan Komponen APBD


Pokok Bahasan
Dalam sesi ini, masyarakat diajak untuk mengenal dan memahami struktur
dan komponen APBD dan melihat peranan masyarakat sebagai stakeholder
pembangunan yang memiliki kepentingan didalamnya. Penyampaian materi
pada sesi ini akan merekonstruksi pemahaman dan memperkuat keterampilan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam keseluruhan siklus perencanaan dan
penganggaran daerah mulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan hingga tahap
pertanggungjawaban anggaran.
Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah merupakan seluruh penerimaan kas daerah dalam periode
tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Dalam UU No.33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
disebutkan bahwa pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui
menambah kekayaan bersih daerah pada periode tahun yang bersangkutan.
Pendapatan Daerah berasal dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Dana Bagi Hasil (DBH) yaitu dana-dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam
rangka desentralisasi
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu pendapatan daerah dari sumber
lain, misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

11

PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
Lain-Lain PAD yang Sah
Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil
Bukan Pajak
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Lain-Lain Pendapatan Daerah
yang Sah
Hibah
Dana Darurat
Dana Bagi Hasil Pajak dari
Propinsi dan Pemda Lainnya
Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus
Bantuan Keuangan dari Propinsi
dan Pemda Lainnya

Pendapatan Asli Daerah merupakan


kegiatan ekonomi yang berasal dari
daerah itu sendiri. PAD merupakan
cerminan kemandirian daerah.

Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil (DBH Pajak & Non
Pajak)-->berdasarkan persentase
(%)
Dana Alokasi Umum (DAU)
pemerataan kemampuan keuangan
daerah berdasarkan Alokasi Dasar
dan Celah Fiskal (Kebutuhan Fiskal
- kapasitas Fiskal)
a. Kebutuhan fiskal=kebutuhan
daerah untuk membiayai
pegawai dan infrastruktur
dasar
b. Kapasitas Fiskal = DBH + PAD
Dana Alokasi Khusus (DAK)
pada daerah tertentu, kegiatan
khusus prioritas nasional Dana
pendamping APBD sebesar 10%

Gambar 7. Komponen Pendapatan Daerah


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

No

KOMPOSISI/PEMBAGIAN
Menurut UU 33 Tahun 2004

Jenis DBH
Pusat

12

PAJAK

a. PBB
b. BPHTBP
c. PPh Pasal 25, Pasal 29
dan PPh 21

SDA (Non Pajak)

a. Kehutanan :
1. IHPH

Jumlah

Daerah
Propinsi

10%
20%
80%

90%
80%
20%

16,2%
16%
40%

20%

80%

16%

Kab/Kota
64,8%
64%
60%

64% utk kab/kota


penghasil

2. PSDH

20%

80%

16%

3. Dana Reboisasi

60%

40%

b. Pertambangan Umum

20%

80%

32% utk kab/kota


penghasil
40% utk kab/kota
penghasil
80%

1. Iuran tetap (landrent)

16%

64% utk kab/kota


penghasil

2. Iuran eksplorasi
dan eksploitasi
(royalti)

16%

32% utk kab/kota


penghasil

c. Perikanan

d. Minyak Bumi

84,5%

0,5%

e. Gas Bumi

20%

69,5%

0,5%

f. Panas Bumi
(komponen PNBP)

20%

80%

80%

15,5% 3%
6% kab/kota penghasil
propinsi yg
bersangkutan
0,5% 0,1% prop yg - 0,2% kab/
bersangkutan kota penghasil
- sisanya 0,2% dibagi
merata utk seluruh kab/
kota dalam prop. yg
bersangkutan
30,5% 6% utk
12% utk kab/kota
prop. Yg
penghasil
bersangkutan
0,5% 0,1% prop yg - 0,2% kab/
bersangkutan kota penghasil
- sisanya 0,2% dibagi
merata untuk seluruh
kab/kota dlm prop.yg
bersangkutan
80% 16% utk
32% utk kab/kota
prop. Yg
penghasil
bersangkutan

Dana Transfer Daerah


Transfer ke daerah adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian.
Transfer kedaerah ditetapkan dalam APBN, Peraturan Presiden dan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) yang selanjutnya dituangkan dalam Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK) selaku Kuasa Penggun Anggaran atas nama Menteri
Keuangan selaku Pengguna Anggaran untuk tiap jenis transfer ke daerah dengan

13

dilampiri rincian alokasi per daerah.


Berikut rincian jenis-jenis transfer dana ke daerah:
a. Transfer Dana Perimbangan, meliputi:
1. Transfer Dana Bagi Hasil Pajak;
2. Transfer Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam;
3. Transfer Dana Alokasi Umum; dan
4. Transfer Dana Khusus.
b. Transfer Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, meliputi:
1. Transfer Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat;
2. Transfer Dana Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam; dan
3. Transfer Dana Penyesuaian.

Pasca dikeluarkannya UU No.6 Tahun 2014 yang memberikan transfer selain ke


daerah (provinsi dan kabupaten) namun juga untuk desa. Maka postur transfer dana
transfer ke daerah juga berubah. Berikut gambar perbedaan postur transfer dana
daerah untuk tahun anggaran 2014 (sebelum diberlakukannya UU. No.6 Tahun 2014)
dan tahun anggaran 2015 (setelah diberlakukannya UU No.6 Tahun 2014) sebagai
berikut:

Gambar 8: Postur Transfer Daerah TA 2014 dan 2015


Sumber: Presentasi DJPK Kemenkeu RI di Bintuni tahun 2015

14

Belanja Daerah
Berdasarkan UU No.17 Tahun 2003, Belanja Daerah didefinisikan sebagai
kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58Tahun 2005 yang kemudian
dijabarkan dalam Permendagri 13 Tahun 2006,belanja diklasifikasikan berdasarkan
jenis belanja yaitu: belanja tidak langsungdan belanja langsung. Kelompok belanja
tidak langsung merupakan belanja yangpenganggarannya tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dankegiatan. Kelompok belanja langsung
merupakan belanja yang penganggarannya terkaitsecara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan.
Belanja Daerah diklasifikasikan sebagai berikut:

Fungsi

Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari :


1) klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan
untuk tujuan pengelolaan pemerintahan daerah
2) klasifikasi belanja berdasarkan fungsi pengelolaan
keuangan negara.

Organisasi

Klasifikasi belanja berdasarkan organisasi disesuaikan


dengan susunan organisasi pemerintah daerah

Program/Kegiatan

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan


merupakan penjabaran dari kebijakan umum anggaran
sesuai dengan misi dan agenda prioritas dari masingmasing organisasi

Gambar 9. Klasifikasi Belanja Daerah


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

15

BELANJA DAERAH
Belanja Tidak Langsung
Belanja Pegawai
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil Kepada Prop/Kab/
Kota dan Pemdes
Belanja Bantuan Keuangan
Belanja Tidak Terduga
Belanja Langsung
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal

Belanja Langsung -->


belanja yang dianggarkan
terkait secara langsung
dengan pelaksanaan
program dan kegiatan

Belanja Tidak Langsung


--> belanja yang
dianggarkan tidak terkait
secara langsung dengan
pelaksanaan program dan
kegiatan

Gambar 10. Komposisi Belanja Daerah


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

Pembiayaan daerah
Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan Pemerintah Daerah yang
digunakan untuk menutup selisih antara pendapatan dengan belanja daerah.
Dalam UU dijelaskan bahwa pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik padatahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya.

16

PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan Pembiayaan
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran
Sebelumnya (SILPA)
Pencairan Dana Cadangan
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Penerimaan Pinjaman Daerah
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
Penerimaan Piutang Daerah
Jumlah Penerimaan Pembiayaan
Pengeluaran Pembiayaan
Pembentukan Dana Cadangan
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Pembayaran Pokok Utang
Pemberian Pinjaman Daerah
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA)

Gambar 11. Komposisi Pembiayaan Daerah


Sumber: Seknas FITRA, diolah dari Permendagri

Pertanyaan Kunci:

1. Apa yang dimaksud dengan Pendapatan daerah,


belanja daerah dan Pembiayaan Daerah?
2. Sebutkan komponen Pendapatan Asli Daerah/PAD!
3. Sebutkan komponen belanja daerah!
4. Sebutkan komponen pembiayaan daerah!

17

Bagian IV.

Metode Pemantauan (Strategi


Advokasi)
Pokok Bahasan
Dalam sesi ini masyarakat diajak untuk memahami metode pemantauan dan
strategi advokasi yang dapat digunakan dalam mempengaruhi dan mengawal
proses perencanaan dan penganggaran sesuai dengan siklus PPD. Pada sesi ini
masyarakat juga akan diberi pemahaman tentang gerakan advokasi dalam melihat
peluang-peluang yang dapat digunakan untuk mempengaruhi proses advokasi
PPD mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pelaporan hingga
pertanggungjawaban.
Advokasi
Advokasi merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi
keputusan dan kebijakan publik yang ditujukan untuk membantu kelompok
masyarakat yang dirugikan, dan termarjinal. Advokasi biasanya dilakukan secara
terorganisir, terencana dan sistematis sehingga perubahan yang diinginkan dapat
tercapai. Pelibatan masyarakat dalam proses advokasi merupakan salah satu syarat
yang penting.
Secara umum, advokasi memiliki 3 (tiga) wilayah kerja. Masing-masing wilayah
kerja advokasi akan berdampak terhadap strategi dan kegiatan yang dilakukan.

18

Legislasi
dan
Litigasi

Politik
dan
Birokarasi

Sosialisasi
dan
Mobilisasi

merupakan wilayah yang terkait dengan peraturan


hukum dan perundang-undangan. Contoh kegiatan
yang dilakukan dalam wilayah ini antara lain: menyusun
naskah akademis, legal drafting, counter legal drafting
dan judicial review

merupakan wilayah para penyusun dan pengambil


kebijakan. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di
wilayah ini antara lain: lobbying, diskusi, audiensi dll

merupakan wilayah penyadaran masyarakat. Kegiatan


yang dilakukan di wilayah ini antara lain: pendidikan dan
pelatihan, pengembangan opini publik melalui media dan
kampanye, demontrasi dan mobilisasi massa.

Gambar 12. Wilayah Kerja Advokasi


Sumber: Seknas FITRA

Advokasi Anggaran
Proses Perencanaan dan Penganggaran merupakan salah satu fokus utama dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Oleh karena itu, diperlukan partisispasi
masyarakat dalam membantu terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.
Partisipasi masyarakat menjadi komponen yang penting dalam proses
perencanaan dan penganggaran karena menentukan ketepatan sasaran
perencanaan dan penggunaan anggaran. Terdapat beberapa titik ruang partisipasi
yang dapat digunakan masyarakat yaitu:
Musrenbang desa/
Kelurahan hingga
musrenbang
kecamatan

Forum SKPD

Penyusunan RKPD
hingga KUA PPAS

Penyusunan RKA
SKPD hingga
Penetapan APBD

Pelaksanaan
APBD

Gambar 13. Ruang partisipasi masyarakat dalam advokasi anggaran daerah


Sumber: Seknas FITRA

19

Faktor Penghambat dan Pendukung Advokasi Anggaran


Dalam melakukan advokasi anggaran, terdapat faktor-faktor yang mendukung
dan yang menghambat advokasi. Berikut komponen-konponen yang termasuk
dalam kedua faktor tersebut:

Faktor
Pendukung

Faktor
Penghambat

Inisiatif politis dari


aktoraktor kunci di daer
ah

Kemauan untuk
bersinergi dan
berjaringan yang lem
ah

Kelembagaan dan
ketersediaan akses
informasi publik ba
ik
terpusat pada satu
SKPD
ataupun masing-m
asingmasing SKPD

Legal basis daerah


yang tidak jelas
Birokrasi yang mem
batasi
akses masyarakat
atas
dokumen publik

Adanya regulasi ya
ng
menjamin partisipas
i
publik dan keterbuk
aan
informasi publik

Kepemimpinan daer
ah
yang masih menutup
diri

Gambar 14. Faktor pendukung dan penghambat advokasi


Sumber: Seknas FITRA

Strategi Advokasi Anggaran


Dalam proses penyusunan advokasi anggaran maka penggunaan strategi yang
dilakukan dengan teroganisir, terstruktur, dan sistematis dengan memperhatikan
beberapa langkah berikut ini:

20

evaluasi dan
monitoring

posisi lembaga/
kelompok

pelaksanaan
rencana

analisis situasi/
masalah

menentukan dan
mengemas isu
advokasi

riset kebijakan
memetakan
kekuasaan

menentukan
target advokasi

Gambar 15. Tahapan strategis advokasi


Sumber: Seknas FITRA

Tahap 1: Identifikasi dan Analisis Isu


Analisis isu merupakan langkah pertama dalam setiap kegiatan advokasi yang
sangat penting. Pentingnya identifikasi dan analisis isu untuk mendapatkan
informasi yang akurat dan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh terhadap
isu yang akan diadvokasi.
Tahap 2: Merumuskan Tujuan Advokasi
Hasil analisis isu berkontribusi terhadap penentuan tujuan advokasi. Tujuan yang
dirumuskan harus memenuhi kriteria SMART (Specific, Measureable, Achievable,

Relevant, Time-bound).
Tahap 3: Identifikasi dan Analisis Aktor/Stakeholders
Dalam tahapan ini dilakukan analisis berdasarkan isu dan tujuan advokasi yang
sudah ditetapkan. Daftar actor/stakeholders disusun lalu dikategorisasi berdasarkan
tingkat relevansinya terhadap isu dan tujuan advokasi.

21

Tahap 4: Memilih Taktik/Cara advokasi


Setelah pemetaan dilakukan maka tahap selanjutnya adalah melakukan
pemilihan terhadap cara advokasi yang akan digunakan, dapat juga menggunakan
berbagai macam media.
Tahap 5: Membuat Rencana Kerja Advokasi
Dalam tahapan ini dilakukan penyusunan rencana kerja advokasi. Rencana kerja
meliputi kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan advokasi
yang dilengkapi dengan kerangka waktu, sumberdaya yang dibutuhkan dan pihakpihak yang bertanggungjawab terhadap kegiatan tersebut.
Tahap 6: Monitoring dan Evaluasi
Setiap kegiatan yang direcanakan dan hasil yang dicapai harus dimonitoring dan
dievaluasi sesuai dengan tujuan advokasi.

Studi Kasus:
Advokasi Anggaran Kesehatan di Polewali Mandar *
Kabupaten Polewali Mandar (Polman) merupakan salah satu kabupaten yang berada
di wilayah Sulawesi Barat. Polman terbagi atas 16 kecamatan dengan 455.572 jiwa.
Dari segi infrastruktur terjadi kesenjangan yang sangat tinggi antara daerah perkotaan
dengan perdesaan. Infrastruktur yang relatif baik hanya terdapat di 2 kecamatan
di wilayah perkotaan saja yaitu Kecamatan Polewali dan Kecamatan Wonomulyo.
Sementara kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah perdesaan minim fasilitas
publik baik sarana maupun prasarana. Mereka juga kesulitan akan akses terhadap
listrik, pendidikan, kesehatan bahkan sarana kebersihan (MCK).
Berdasarkan data UNDP pada tahun 1999, Angka Harapan Hidup di Polman
termasuk rendah bila dibandingkan dengan daerah lain. Sementara itu, alokasi
anggaran kesehatan hanya sebesar 5,4% dari total APBD dengan rincian 15,2% untuk
belanja aparatur dan 84,8% untuk belanja publik. Namun setelah dianalisa lebih dalam
ternyata 84,8% belanja publik ini lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai yaitu
sebesar 76,8%. Sehingga dengan demikian, alokasi anggaran yang riil digunakan untuk
kepentingan masyarakat hanya sebesar 15,2%.
Alokasi anggaran kesehatan yang sangat minim ini berbanding terbalik dengan
penerimaan yang diterima dari sektor kesehatan. Pada tahun 2005, penerimaan dari
retribusi kesehatan mencapai sebesar 1,3 Milyar atau 50% dari total penerimaan
retribusi daerah. Dan itu sama artinya bahwa pembangunan di Polman dibiayai oleh
orang sakit.
Advokasi anggaran kesehatan di Polman dimulai pada tahun 2005 oleh YASMIB.
Setelah melakukan analisis terhadap APBD dan menemukan fakta-fakta kesenjangan

22

dan ketidakadilan dalam alokasi anggaran, YASMIB mulai melakukan pengorganisiran


terhadap kelompok-kelompok masyarakat terutama perempuan.
Kenapa perempuan?
Dalam banyak kasus, buruknya pelayanan kesehatan sangat terkait dengan
kepentingan perempuan. Perempuan yang paling mendapatkan dampak ketika ada
anggota keluarga yang sakit dan perempuan pula yang paling sering menjadi korban
akibat buruknya pelayanan kesehatan misalnya ketika melahirkan.
Setelah memetakan siapa yang menerima dampak paling buruk akibat kebijakan
ini, YASMIB kemudian mulai melakukan pendampingan dan penyadaran melalui
pendidikan (transformasi informasi). Langkah-langkah pendampingan diperlukan
untuk membangun kedaulatan rakyat atas anggaran yang terindikasi dari tumbuhnya
pertisipasi dan kontrol masyarakat terhadap jalannya pembangunan.
Intervensi terhadap kebijakan dilakukan dengan cara mengontrol dan mengkritisi
secara langsung setiap kebijakan dan anggaran pemerintah terutama yang terkait
dengan sektor kesehatan. Intervensi diawali dengan melakukan assessment (penilaian)
terhadap kemiskinan dan ketimpangan gender yang terjadi di dalam masyarakat.
Kemudian dilakukan analisis berbagai dokumen kebijakan dan anggaran. Hasilnya
kemudian digunakan untuk membangun opini publik melalui media massa dan
membangun komunikasi politik dengan kuasa anggaran (eksekutif dan legislatif).
Selain itu juga dibarengi dengan memantau dan mengawal setiap proses dan
tahapan perencanaan dan penganggaran; mulai dari perencanaan, penetapan, hingga
pelaksanaan anggaran.
Seiring dengan gerakan advokasi anggaran yang dilakukan YASMIB, pada tahun
2006 mulai terlihat beberapa perbaikan dimana anggaran kesehatan Polman mengalami
peningkatan sebesar 9% dari tahun sebelumnya. Kemudian juga bermunculan berbagai
perogram dan kegiatan yang lebih berpihak pada kepentingan rakayat miskin seperti
program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin.**
*disarikan dari buku Belajar dari Tanah Mandar; Mengawali Gerakan Gender Budget
di Polewali Mandar, ditulis oleh: Yenny Sucipto, Sunarti Sain dan Rosniaty.

Pertanyaan Kunci:

1. Sebutkan 3 (tiga) wilayah kerja advokasi!


2. Sebutkan tahapan strategi advokasi anggaran!
3. Sebutkan faktor-faktor pendukung dan penghambat
advokasi anggaran!
4. Pada tahapan apa sajakah terdapat peluang
partisipasi masyarakat dalam PPD?
23

24

(Sumber: http://bappeda.banjarmasinkota.go.id)

Lampiran 1 Contoh Prioritas Platform dan Anggaran Sementara

LAMPIRAN

Lampiran 2 Contoh Rencana Kerja dan Anggaran SKPD


Sumber: http://kalbarprov.go.id

25

LAMPIRAN
Lampiran 3 Contoh Ringkasan APBD
Sumber: http://kalbarprov.go.id

26

Lampiran 4 Contoh Dokumen Pelaksanaan Anggaran


Sumber: http://kalbarprov.go.id

27

Lampiran 5 Contoh Laporan Realisasi Anggaran


Sumber: http://kalbarprov.go.id

28

LAMPIRAN
Lampiran 6 - Rekapitulasi Belanja Pemerintah Daerah
Sumber: Dikutip dari data Seknas FITRA

29

Daftar Pustaka
Yenny Sucipto, dkk (2014). Modul Magang; Perencanaan dan Penganggaran responsif
Gender. Jakarta: Forum Indonesia untuk Transparansi

Anggaran (FITRA).
Fridollin Berek, dkk (2006).Kumpulan Modul Pendidikan Politik Anggaran Bagi
Warga. Bandung; Bandung Institute for Governance Studies(BIGS),
Yenny Sucipto, dkk. (2008). Belajar Dari Tanah Mandar; Makassar: Yayasan Swadaya
Mitra Bangsa (YASMIB) dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
(FITRA).

30

Biodata Penulis
Yenny Sucipto. Lulusan S1 Universitas Brawijaya Malang, dan tercatat sebagai
mahasiswa pasca sarjana Ilmu Ekonomi IPB dan pasca sarjana Kajian Gender dan
Transformasi Sosial UI. Sejak Tahun 2013 dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Aktif sebagai aktivis
lembaga swadaya masyarakat dan peneliti APBN/D sudah sejak tahun 2002, hingga
dipercaya menjadi kontributor untuk isu anggaran sektoral di beberapa publikasi
lembaga, dan beberapa tulisan opininya juga pernah dipublikasikan di media,
seperti Kompas maupun Jurnal Nasional. Yenny juga menulis beberapa publikasi, di
antaranya Gerakan Advokasi Pro Poor Budget (2007); Belajar Dari Tanah Mandar
(2008); Inovasi Partisipasi (2009); Beban Keuangan Negara Terhadap Pemekaran
Daerah (2010); Kebijakan Anggaran HIV dan Aids (2011); Pak Bujet: Melek Anggaran
(2012); dan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (2013), APBN Konstitusi Tahun
Anggaran 2014 (2013), APBN 2014: Anggaran Kesejahteraan Sosial (2014). Dapat
dihubungi melalui email: yenny.sucipto@gmail.com
Yenti Nurhidayat. Sejak kuliahdi Universitas 17 Agustus Jakarta pada tahun
1993 aktif mengeluti dunia advokasi dan kampanye dengan merancang berbagai
kegiatan kesenian yang ditujukan untuk membangun kesadaran publik terhadap
isu-isu kemanusiaan. Pernah bekerja sebagai campaign officer Komnas Perempuan
pada tahun 2002-2004. Mulai terlibat dalam riset dan kajian sejak tahun 2007 dan
awal 2015 mulai bergabung dengan Seknas FITRA sebagai staff riset.
Selain sebagai peneliti, Yenti juga aktif mendalami dunia teater dan penulisan.
Karya-karyanya diterbitkan di beberapa media massa. Yenti dapat dihubungi
melalui yn_sikumbang@yahoo.com.

31

Tentang Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia


Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan koalisi 38 organisasi
masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber
daya ekstraktif migas, pertambangan, kehutanan dan sumber daya alam
lainnya. PWYP Indonesia terafiliasi dalam kampanye global Publish What You
Pay. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia
sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif.
Aktivitas PWYP Indonesia berada di sepanjang rantai nilai sumberdaya
ekstraktif yang berfokus pada transparansi dan akuntabilitas fase sebelum
kontrak (publish why you pay) danpendapatan negara (publish what you
pay); fase pemanfaatan pendapatan ekstraktif untuk kesejahteraan dan
pembangunan berkelanjutan (publish what you earn and how you spend).

32

33

34

35

Anda mungkin juga menyukai