Anda di halaman 1dari 4

Biografi Didik Nini Thowok

Nama lahir
Nama lain
Lahir
Pekerjaan

Kwee Tjoen Lian


Kwee Tjoen An
Didik Nini Thowok
13 November 1954 (umur 62)
Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia
penari, koreografer, komedian, pemain

pantomim, penyanyi, pengajar


Tahun aktif 1971 - sekarang
Orang tua Kwee Yoe Tiang (Hadiprayitno) dan Suminah
Alma mater ASTI Yogyakarta
Agama
Islam

Didik Hadiprayitno, SST yang memiliki nama lahir Kwee


Tjoen Lian dan Kwee Tjoen An atau yang lebih dikenal
sebagai Didik Nini Thowok (lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954; umur 62
tahun) adalah penari, koreografer, komedian, pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar
berkebangsaan Indonesia.[1][2]
Kehidupan pribadi

Didik Nini Thowok terlahir dengan nama Kwee Tjoen Lian. Karena sakit-sakitan orang tuanya
mengubah namanya menjadi Kwee Tjoen An. Ayah Didik, Kwee Yoe Tiang, merupakan seorang
peranakan Tionghoa yang "terdampar" di Temanggung sedangkan ibunya, Suminah, adalah
wanita Jawa asli, asal Desa Citayem, Tjilatjap. Didik adalah sulung dari lima bersaudara
(keempat adiknya perempuan). Setelah G30S/PKI, keturunan Tionghoa diwajibkan mengganti
nama Tionghoa mereka menjadi nama pribumi sehingga nama Kwee Tjoen An pun menjadi
Didik Hadiprayitno.
Kehidupan masa kecil Didik penuh keprihatinan. Ayahnya bisnis jual beli kulit kambing dan
sapi. Ibunya membuka kios di Pasar Kayu. Hidup bersama mereka adalah kakek dan nenek
Didik. Maka keluarga Didik harus hidup pas-pasan. Sebagai anak dan cucu pertama, Didik selalu
dimanja oleh seluruh anggota keluarga. Selain itu, Didik tidak nakal seperti kebanyakan anak
laki-laki seumurannya. Ia cenderung seperti anak perempuan dan menyukai permainan mereka,
seperti pasar-pasaran (berjualan), masak-masakan, dan ibu-ibuan. Saat kecil pun Didik diajari
oleh neneknya ketrampilan perempuan seperti menjahit, menisik, menyulam, dan merenda.[3]
Pendidikan

Setelah lulus SMA, impian Didik untuk melanjutkan kuliah di ASTI Yogyakarta terbentur pada
biaya. Didik pun bekerja, tak jauh dari kesukaannya, menari. Didik menjadi pegawai honorer di
Kabin Kebudayaan Kabupaten Temanggung dengan tugas mengajar tari di beberapa sekolah (SD
dan SMP), serta memberi les privat menari untuk anak-anak di sekitar Temanggung.
Dua tahun setelah lulus SMA, Didik bertekad untuk kuliah di ASTI. Berbekal uang tabungannya,
Didik berangkat ke Yogyakarta dan mendaftar di ASTI. Berkat Tari Manipuri, tarian wanita yang
diperagakannya dengan begitu cantik, Didik berhasil memikat tim juri ASTI. Sehingga Didik
diterima dan dinyatakan sebagai mahasiswa ASTI angkatan 1974.
Pribadinya yang hangat, kocak dan santun tak menyulitkan Didik untuk mendapat teman.
Bersama teman-teman barunya, Didik menampilkan fragmen tari berjudul Ande-ande Lumut.
Didik berperan sebagai Mbok Rondo Dadapan, janda centil dari Desa Dadapan. Penampilan
Didik sangat memukau mahasiswa ASTI yang lain.
Menjadi anak kost sangat sulit bagi Didik, karena tak mungkin mengharapkan kiriman dari
rumah. Ketrampilan 'perempuan' yang dulu diajarkan neneknya terasa sangat berguna. Didik
menerima pesanan membuat hiasan bordir, juga menjual hasil kerajinannya, seperti syal dan
taplak meja.
Beberapa bulan setelah mulai kuliah, Didik menerima tawaran dari kakak angkatannya, Bekti
Budi Hastuti (Tutik) untuk membantu dalam fragmen tari Nini Thowok bersama Sunaryo. Nini
Thowok atau Nini Thowong adalah semacam permainan jailangkung yang biasa dimainkan
masyarakat Jawa tradisional. Pementasan ini sangat sukses. Kesuksesannya membawa trio

tersebut pentas diberbagai acara. Merekapun mengemas pertunjukan mereka dengan konsep
yang lebih matang. Saat Sunaryo mengundurkan diri, posisinya digantikan Bambang Leksono
Setyo Aji, teman sekos Didik. Mereka lantas menyebut kelompok mereka sebagai Bengkel Nini
Thowok. Dan di belakang nama mereka melekat nama tambahan Nini Thowok (berarti: "nenek
yang menyeramkan"). Setelah itu, karier Didik Nini Thowok sebagai penari terus berlanjut,
bahkan Didik sering muncul di televisi.
Proses kreatif

Didik terus mengembangkan kemampuan tarinya dengan berguru ke mana-mana. Didik berguru
langsung pada maestro tari Bali, I Gusti Gde Raka, di Gianyar. Ia juga mempelajari tari klasik
Sunda dari Endo Suanda; Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan yang dipelajarinya dari tokoh
besar Topeng Cirebon, Ibu Suji. Saat pergi ke Jepang, Didik mempelajari tari klasik Noh
(Hagoromo), di Spanyol, ia pun belajar tari Flamenco.[4]
Setelah menyelesaikan studinya dan berhak menyandang gelar Didik Hadiprayitno, SST (Sarjana
Seni Tari), Didik ditawari almamaternya, ASTI Yogyakarta untuk mengabdi sebagai staff
pengajar. Selain diangkat menjadi dosen di ASTI, ia juga diminta jadi pengajar Tata Rias di
Akademi Kesejahteraan Keluarga (AKK) Yogya.
Saat masih sekolah, Didik suka menggambar dan menyanyi (suaranya bagus terutama saat
menyanyi tembang Jawa). Namun setelah mengenal dunia tari akibat sering menonton
pertunjukan wayang orang yang berupa sendratari, Didik pun bertekad untuk mempelajari tari.
Sayangnya perekonomian keluarga yang pas-pasan menyulitkan langkah Didik untuk belajar.

Akhirnya Didik meminta teman sekelasnya Sumiasih, yang pandai menari dan nembang, untuk
mengajarinya tari-tarian wayang orang. Menari bukan hal yang sulit dilakukan, karena selain
tubuhnya yang lentur, Didik juga berbakat. Guru Didik berikutnya adalah Ibu Sumiyati yang
mengajarinya dan ketiga adiknya, tari Jawa klasik gaya Surakarta. Didik membayar guru ini dari
hasil menyewakan komik warisan kakeknya. Didik juga belajar tarian Bali klasik dari seorang
tukang cukur rambut.
Didik berguru pada A. M. Sudiharjo, yang pandai menari Jawa Klasik juga sering menciptakan
tari kreasi baru. Didik ikut kursus menari di Kantor Pembinaan Kebudayaan Kabupaten
Temanggung. Salah satu gurunya adalah Prapto Prasojo, yang juga mengajar di padepokan tari
milik Bagong Kussudiarjo di Yogyakarta.
Koreografi tari ciptaan Didik yang pertama dibuat pada pertengahan 1971. Tarian itu diberi judul
Tari Persembahan, yang merupakan gabungan gerak tari Bali dan Jawa. Didik tampil kali
pertama sebagai penari wanita; berkebaya dan bersanggul saat acara kelulusan SMA tahun 1972.
Saat itu, didik juga mempersembahakan tari ciptaannya sendiri dengan sangat luwes.

Anda mungkin juga menyukai