Anda di halaman 1dari 2

Sinopsis Tari Janaka Suprabawati

Dikisahkan, Prabu Dasalengkara ingin mempersunting Dewi Siti Sendhari yang merupakan istri dari
Raden Abimanyu. Dewi Suprabawati diutus oleh prabu dasalengkara untuk menyampaikan lamarannya
kepada dewi Siti Sendhari dengan mengajak patihnya, Dewi Suradhewati menuju ke Negara Amarta.
Ternyata, lamaran tersebut ditolak dengan alasan Dewi Siti Sundhari telah bersuami, suaminya
merupakan anak dari Raden Janaka. Karena lamaran tersebut ditolak, dewi Suprabawati berusaha merebut
Dewi Sundhari secara paksa untuk dinikahkan dengan kakaknya. Terjadilah pertarungan sengit antara
Dewi Suprabawati melawan pihak amarta, yaitu Raden Janaka. Dalam pertarungan tersebut Dewi
Suprabawati terpesona dengan ketampanan Raden Janaka, sehingga membuatnya bimbang karena ia juga
harus menjaga kewibawaan seorang raja dari Negara Simbarmanyura. Namun, Dewi Suprabawati berhasil
ditaklukkan, kemudian ia diboyong untuk dijadikan istri dari Raden Janaka.

Raden Wedono Sasminto Mardowo lebih dikenal dengan panggilan Romo Sas. Seniman tari
klasik Yogyakarta ini lahir di Yogyakarta, 9 Februari 1929. Dunia tari digelutinya setamat SD
Kanisius Yogyakarta melalui kursus tari di Kraton di bawah bimbingan Kanjeng Raden
Purbaningrat, Gusti Bendara Pangeran Harya Pudjokusumo dan Raden Tumenggung
Endromardowo.
Keluarganya memberi dukungan padanya untuk menekuni duani tari klasik di samping dirinya
memang memiliki niat yang sungguh-sungguh. Hal ini membuat Romo Sas dapat berhasil
dengan baik dalam penguasaan tari klasik yogyakarta secara keseluruhan. Apalagi didukung oleh
penguasaan dalam bidang karawitan, tembang, sastra dan pedalangan.
Romo Sas adalah seniman tari yang produktif, sebagaimana banyaknya macam dan ragam jenis
taria mulai tari tunggal, berpasangan, termasuk fragmen. Diantaranya adalah Tari Golek
Asmaradana, Kenyatinember, Tari Golek Asmaradana Bawarga, Tari Golek Mudhatomo, Tari
Golek Ayun-ayun, Tari Golek Lambangsari, Tari Golek Eling-eling, Tari Golek Sulukdayung,
Tari Golek Clunthang, Tari Pudyaningsih, Tari Puspitorini, Tari Retno Adaningrat, Tari
Kenokowulan, Tari Klana Alus Sumyar, Tari Klana Alus Topeng, dan lain sebagainya.
Salah satu karyanya untuk jenis tarian tunggal putra/putri menjadi mata pelajaran di sekolah dari
tingkat dasar, menengah, hingga sekolah tinggi di DIY. Pengalamannya sebagai seniman tari,
memberinya banyak pengalaman, seperti menjadi guru tari di Kraton Yogyakarta (1953), di
KONRI (sekarang SMKI Yogyakarta) dari tahun 1962, di ASTI (sekarang ISI) sejak 1963,
melawat ke Filipina dalam misi kesenian Indonesia pada tahun 1964, asisten sutradara dalam
festival Ramayana Internasional di Pandaan Jawa Timur (1971), asisten sutradara Misi Kesenian
Borobudur ke Eropa (1975), dan juga pernah menjadi duta kesenian Indonesia.

Pertunjukan tari dilanjutkan dengan Beksan Janaka-Suprabawati. Beksan ini


merupakan pethilan dari wayang orang dengan lakon Angkawijaya Krama. Tari
ini menggambarkan peperangan antara Dewi Suprabawati dengan Janaka (Arjuna).
Intinya Dewi Suprabawati ingin melamar Dewi Siti Sundari untuk dikawinkan
dengan Dasalengkara, kakaknya. Namun Dewi Siti Sundari ternyata sudah diperistri
oleh Angkawijaya, putra Janaka. Dewi Suprabawati tidak terima dan ingin merebut
Dewi Siti Sundari. Janaka menghalangi sehingga terjadi perang. Dalam perang ini
Dewi Suprabawati kalah dan kemudian justru diperistri oleh Janaka.

Embodied Communities: Dance Traditions


and Change in Java
By Felicia Hughes-Freeland

Anda mungkin juga menyukai