Anda di halaman 1dari 17

SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM

KORBAN HIDUP DAN MATI (Makassar, 10 Oktober 2010)


Gatot S. Lawrence
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik-Medikolegal (IKFM), Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin-Makassar, Indonesia

PENDAHULUAN
Profesi dokter adalah salah satu profesi yang tertua. Dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, maka salah satu pegangan
dokter dan petugas kesehatan adalah 5 Prinsip Dasar Moral, yaitu Autonomy,
Beneficence, Non-Maleficence, Justice dan Honesty yang dikemukan oleh sejumlah
filsuf dan pemerhati moral dan bioetik, terutama dalam bidang biomedik.
Terjadinya interaksi antara dokter dan pasien pada hakekatnya adalah
karena terdapat permasalah kesehatan yang ingin diselesaikan. Permasalahan
seseorang/ pasien dalam hal meningkatkan derajat kesehatan (health promotion),
pencegahan penyakit (disease prevention), penanganan penyakit (curative), dan
pengurangan kecacatan/ kerusakan
yang lebih lanjut (rehabilitative care).
Selain

itu

bilamana

upaya

kesehatan telah dilakukan dengan


maksimal

berdasarkan

ilmu

pengetahuan kedokteran yang ada


(the

available

medical

science),

Setiap manusia mulai dari awal


kehidupannya (proses konsepsi) hingga
kematiannya memiliki hak yang azasi
untuk mendapatkan pelayanan dengan
5 Prinsip Dasar Moral:
1. Autonomy, 2. Beneficence,
3. Non-Maleficence, 4. Justice,
dan 5. Honesty

namun perjalanan penyakit/ jejas biologis tetap saja berjalan hingga menuju
kematian (mortis). Oleh sebab itu, tidak dapat disangkal lagi bahwa hingga akhir
perjalanan pasien/ manusia tersebut pada hakekatnya semua manusia masih harus
dilayani dengan 5 Prinsip Dasar Moral tersebut.
Oleh sebab itu, perjalanan manusia mulai dari awal kehidupannya (proses
konsepsi) hingga kematiannya (mortis) memiliki hak azasi manusia yang sama untuk
mendapatkan pelayanan dengan 5 Prinsip Dasar Moral tersebut. Hal ini dianggap
sangat azasi sehingga berbagai badan dunia (United Nations, World Health
Organization, World Medical Association) maupun perundang-undangan nasional
secara nyata memberi dukungan pula.

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Di pihak lain, sangat disayangkan bahwa terjadinya jejas atau damage tidak
selalu sebagai akibat dari perjalanan penyakit, namun tidak jarang hal tersebut
merupakan tindakan manusia yang patologis; seperti misalnya terjadinya jejas atau
damage sebagai akibat dari perkelahian, penikaman, penembakan, serta berbagai
tindakan kriminal lainnya. Kejadian tersebut merupakan insiden (incidence) yang
dapat mengakibatkan damage, yang bermanifestasi dari luka ringan hingga
mengakibatkan kematian pada orang yang terlibat dalam insiden tersebut. Sehingga
kejadian kematian dapat terjadi secara alamiah, melalui perjalanan proses
degeneratif, dan dapat juga sebagai akibat dari kecelakaan serta tindakan
kejahatan. Melalui jalur apa saja, kematian (mortis) bagi kebanyakan orang
merupakan suatu kejadian kehilangan seseorang yang sangat kita cintai, sayangi,
atau hormati.
Dalam rangka memberikan jaminan rasa aman dan tentram serta
mengunkapkan kebenaran (truth), maka aparatur negara penegak hukum dapat
menggunakan seperangkat peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Sehubungan dengan hal
inilah, maka tidak jarang seorang dokter yang bertugas di Puskesmas atau Rumah
Sakit akan dihubungi oleh penyidik untuk membuat Surat Keterangan Visum et
Repertum. Berkaitan dengan hal tersebut, ada sejumlah peraturan dan perundangundangan, diantaranya adalah Pasal 133 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana):

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

(1) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

(1) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.

Bahkan terdapat dua pasal selanjunya secara eksplisit disebutkan bahwa


pengungkapan kebenaran tidak berhenti pada pemeriksaan luka (visum et
repertum korban hidup) namun bilamana penyidik merasa perlu, maka dapat
dilakukan pemeriksaan terhadap korban mati melalui tindakan autopsi (visum et
repertum korban mati), hinggga terhadap korban yang sudah dikubur dapat
dilakukan penggalian jenazah (visum et repertum ekhumasi). Hak ini dapat dilihat
sebagaimana yang tercantum pada:

Pasal 134 KUHAP.


(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelasjelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 135 KUHAP


Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat,
dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2)
dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.

Dalam hal untuk kepentingan bedah mayat tersebut, maka dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 18, tahun 1981 tentang: Bedah mayat klinis
dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh
manusia.

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Pada Bab II, secara khusus membahas tentang Bedah Mayat Klinis; dimana Pasal 2
(PP RI No.18, thn 1981) tertulis bahwa:
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat
setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat
ditentukan dengan pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga
penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau
masyarakat sekitarnya
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam
jangka waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga
terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.

Pasal 3 (PP RI No.18, thn 1981)


Bedah mayat klinis hanya dilakukan di ruangan dalam rumah sakit yang disediakan
untuk keperluan itu.

Pasal 4 (PP RI No.18, thn 1981)


Perawatan mayat sebelum, selama dan sesudah bedah mayat klinis dilakukan
sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan diatur oleh Menteri Kesehatan.

Proximus Mortis Approach (PMA)


Pembuatan Surat Keterangan Visum et Repertum korban hidup maupun korban
mati, pada hakekatnya adalah sama, yaitu suatu tindakan dan pendapat professional
yang dilakukan oleh dokter/ dokter gigi (untuk masalah gigi) setelah melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan pendekatan ilmu kedokteran dalam rangka
membantu pihak penyidik untuk mengungkapkan tentang penyebab terjadinya jejas/
damage (Cause of Damage) pada korban hidup dan penyebab kematian (Cause Of
Death) pada korban mati.
Oleh sebab itu, dalam menganalisis patomekanisme terjadinya damage pada
korban hidup maupun sebab kematian pada korban mati, maka konsep pemikiran

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Translating

Pendulum

Hypothesis

(dikemukakan

oleh

Gatot

S.

Lawrence)

merupakan pendekatan yang komprehensif dan natural. Sebab dasar pemikiran


hipotesis ini adalah bahwa berbagai gangguan klinis seperti diabetes, obesitas,
hipertensi, dislipidemia, dan penyakit jantung koroner sebenarnya ber-akar dari satu
permasalahan biologik yang sama, yaitu inflamasi (yang dikenal sebagai Common
Soil Hypothesis), dan perjalanan gangguan tersebut mulai berlangsung sejak awal
kehidupan manusia, yang membawa sejumlah kerentanan genetik (genetic
susceptibility); dan kerentanan genetik tersebut akan selalu berinteraksi dengan
lingkungan yang direpreentasikan oleh pola hidup yang sehat (pada saat kita
menyadari untuk melaksanakan life style sehat), maupun yang tidak sehat
(sedentary life style) atau kerentanan genetik tersebut dapat pula berinteraksi
dengan medikamentosa; artinya Pendulum kehidupan senantiasi selalu berayun
kearah yang sehat maupun yang tidak sehat, silih berganti selaras dengan
dinamika kehidupan, serta tetap ber-translating. Maksimal upaya penanganan
kesehatan yang dapat dilakukan adalah menjaga kualitas kehidupan melalui ayunan
pendulum kearah sehat baik dengan cara pola hidup sehat dan atau
medikamentosa, serta berupaya menghindari ayunan pendulum ke arah tidak
sehat. Bilamana dalam proses perjalan hidup manusia yang secara alamiah
tersebut terjadi insidens kekerasan yang mengakibatkan perlukaan/ jejas atau
damage bahkan hingga kematian, maka patomekanisme damage yang terjadi tidak
dapat dipisahkan dengan perjalanan biologi manusia yang senantiasa melakukan
penyesuai dengan keadaan yang baru (menjaga homeostasis).
Sebagai

ilustrasi,

misalnya

seorang

pria

45

tahun

dengan

profil

kesehatannya:penyakit hipertensi dan diabetes, serta memiliki kerentanan terjadi


keloid (pertumbuhan jaringan keloid / jaringan parut yang berlebihan pada waktu
proses penyembuhan). Suatu hari ditikam oleh penjahat (dalam kasus penodongan)
dengan pisau yang kotor pada daerah perut. Bilamana cukup beruntung korban tidak
sampai meninggal dan kemudian dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Kondisinya yang
terluka tentu mendapatkan penanganan medik yang optimal di unit gawat darurat
oleh Dokter Jaga UGD. Bilamana keesokan hari, kejadian tersebut menjadi masalah
hukum, maka penyidik akan mengirimkan Surat Permintaan Visum et Repertum
(SPV-1) ke pihak UGD Rumah Sakit. Dalam keadaan demikian, maka Surat
Keterangan Visum et Repertum tersebut akan dibuat oleh dokter yang telah

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

berkompetensi membuat laporan Visum et Repertum. Skenario ke-2 adalah korban


tidak melapor karena terlanjur perlukaannya tidak dapat diatasi di UGD, maka
langsung ditangani secara CITO operasi oleh dokter Bedah. Setelah tindakan
operasi, bilamana penyidik mengirimkan SPV (SPV-2), siapa sebenarnya yang
berkompeten menuliskan Surat Keteran VeR korban penikaman tersebut. Adalah
dokter Spesialis Forensik-Medikolegal atau dokter yang telah diberikan pelatihan
forensik-medikolegal yang membuat Surat Keterangan Visum et Repertum tersebut,
dengan mengakomodasi ringkasan medik yang dilakukan oleh dokter UGD dan
dokter Bedah. Demikian pula selanjutnya bilamana terjadi proses penyembuhan
yang tidak berjalan baik, misalnya terjadi pembentukan Keloid yang berlebihan,
maka mungkin saja terpaksa diperlukan tindakan pembedahan oleh dokter Bedah
Plastik. Bilamana proses penyembuhan berjalan yang tidak memihak kepada
korban, misalnya terjadi sepsis yang akhirnya menyebabkan korban penikaman
meninggal setelah hari ke-15, maka dengan sendirinya pihak penyidik akan
melayangkan Surat Permintaan Autopsi serta pembuatan Surat Keterangan Visum
et Repertum (SPV-4). Oleh sebab itu dalam memberikan jawaban ilmiah terhadap
sebab kematian dari korban, maka seorang dokter spesialis forensik atau dokter
yang telah diberi pelatihan khusus forensik diharapkan dapat menggunakan seluruh
pengetahuan ilmu kedokteran dan dibantu dengan alat bantu pemeriksaan
penunjang lainnya (laboratorium kimia darah, histopatologi, toksikolgi, USG, CTScan, DNA, serta pemeriksaan canggih lainnya) untuk mengungkapkan sebab
terjadinya damage (Cause of Damage) dan sebab terjadinya kematian (Cause Of
Death).
Dalam menuliskan diagnosis damage pada korban hidup maupun sebab
kematian pada korban mati, maka secara digunakan pendekatan Proximus Morbus
untuk kasus korban hidup dan Proximus Mortis untuk kasus korban mati. Kedua
pendekatan tersebut memiliki dasar pendekatan yang sama yaitu patomekanisme
perjalanan jejas/ penyakit hingga terjadinya kematian. Sebagai ilustrasi penggunaan
konsep Proximus Mortis Approach (PMA) seperti misalnya kematian korban
tersebut merupakan rangkaian damage/ keadaan morbid / komplikasi yang
memenuhi urutan patomekanisme yang dapat dijelaskan dengan dukungan bukti
ilmu kedokteran, sehingga penyebab awal (incidence) dari semua rangkaian
peristiwa tersebut dapat ditunjukkan buktinya, maka dalam mengungkapkan

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

rangkaian patomekanisme terjadinya kematian perlu disebutkan terlebih dahulu


keadaan morbid yang paling dekat dengan kematian (proximate to the death), dan
selanjutnya disusul dengan keadaan morbid lain secara berurutan berdasarkan
patomekanisme yang sudah diketahui. Cara penulisan kesimpulan dari sebab
kematian digunakan cara Multiple Cause of Death (COD), sebagaimana yang
dianjurkan oleh World Health Organization. Sehingga dituliskan keadaan morbid
yang berhubungan lansung dengan kematian (I-a), dan keadaan morbid yang
mendahulinya/ penyebab sebelumnya (I-b,I-c), serta penyebab yang mendasari
terjadinya kematian (I-d). Selain itu dituliskan pula semua keadaan morbid lain yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan penyebab langsung kematian
tersebut, namun berkontribusi terhadap kematian dari korban (II-a, II-b, II-c, II-d).

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Sedangkan cara penulisan kesimpulan sebab perlukaan/ jejas/ damage, maka


digunakan cara Multiple Cause of Damage (MCOD). Sehingga dituliskan terlebih
dahulu keadaan morbid yang berhubungan lansung dengan damage (A-1), dan
keadaan morbid yang mendahulinya/ penyebab sebelumnya (A-2,A-3), serta
penyebab yang mendasari terjadinya kematian (A-4). Selain itu dituliskan pula semua
keadaan morbid lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan penyebab
langsung damage tersebut, namun memberikan berkontribusi terhadap damage dari
korban (B-1, B-2, B-3, B-4 dan seterusnya).

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Lampiran 1.

SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM


KORBAN HIDUP
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal (IKFM)
RS Pendidikan Universitas Hasanuddin
Jl. Tamalanrea No. Makassar 90 - Indonesia

Logo
Instansi
Jejaring

PRO JUSTITIA
I. Surat Permintaan VeR
a) Nomor Surat Keterangan VeR

:..............................

b) Tanggal dan Waktu SPV

:..............................

1
2
3

c) Pihak yang membuat SPV (penyidik) : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

II. Laporan Visum et Repertum


a) Tanggal dan Waktu Pembuatan VeR

:...........................

b) Identitas pasien / korban : (KTP / SPV )


1. Nama Korban

:...........................

2. Tanggal Lahir / Umur

:...........................

3. Alamat

:...........................

4. Bukti Identitas

:...........................

5. No Bukti Identitas

:...........................

5
6
7
8
9

c) Hasil Pemeriksaan
1. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik

:...........................

2. Pemeriksaan Penunjang

:...........................

3. Diagnosis Kerja (ICD Coding)

:...........................

10
11
12

Penyebab damage yg langsung (A-1) : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


Penyebab antara (A-2)

:...........................

Penyebab antara (A-3)

:...........................

Penyebab yang mendasari (A-4)

:...........................

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Keadaan morbid lain yang tidak berhubungan dengan penyebab


langsung tersebut (A-1), namun berkontribusi terhadap damage tersebut:
Keadaan morbid lain (B-1)

:...........................

Keadaan morbid lain (B-2)

:...........................

Keadaan morbid lain (B-3)

:...........................

4. Pengobatan dan Tindakan

:...........................

5. Prognosis dari penyakit / damage

:...........................

6. Odontogram (kasus gigi)

:...........................

13
14
15

III. Kompetensi Dr/ Drg/ Tenaga Kesehatan


a) Tanda tangan dr / drg/ tenaga kesehatan yg diberi wewenang pelayanan
kesehatan
b) Jabatan dan kompetensi dari (a)

16

:...........................

17

:...........................

18

IV. Lampiran Pemeriksaan


a) Lampiran Hasil Pemeriksaan Klinis

:..............................

b) Lampiran Pemeriksaan Toksikologi

:..............................

c) Lampiran Pemeriksaan Histopatologi : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


d) Lampiran Foto

:..............................

e) Lampiran Video

:..............................

(Akhir dari Surat Keterangan)

10

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Keterangan tentang cara penulisan :


I.a

: Nomor Surat Keterangan VeR diisi sesuai dengan sistem nomor urut /
registrasi dari instansi IKFM yang mengeluarkan Surat Keterangan Visum et
Repertum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [1]

I.b

: Tanggal dan Waktu SPV diisi sesuai dengan tanggal dan waktu (jam dan
menit keberapa?) instansi IKFM menerima Surat Permintaan Visum dari
pihak penyidik. . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [2]

I.c

: Pihak yang membuat SPV (penyidik) diisi nama, pangkat, dan nomor SPV
penyidik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [3]

II.a

: Tanggal dan Waktu Pembuatan VeR diisi sesuai dengan tanggal dan waktu
(jam dan menit keberapa?) pemeriksaan dilakukan oleh dokter (atau dokter
gigi bilamana menyangkut masalah gigi). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [4]

II.b.1 : Nama korban diisi sesuai dengan nama yang tercantum pada bukti identitas
yang diberikan (KTP, SIM, atau sesuai dengan yang dicantumkan pada
SPV). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [5]
II.b.2 : Tanggal lahir / Umur diisi sesuai dengan tanggal lahir dan atau umur yang
tercantum pada bukti identitas yang diberikan (KTP, SIM, atau sesuai dengan
yang dicantumkan pada SPV). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [6]
II.b.3 : Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum pada bukti identitas yang
diberikan (KTP, SIM, atau sesuai dengan yang dicantumkan pada SPV). . [7]
II.b.4 : Bukti Identitas diisi sesuai dengan bukti identitas yang digunakan (KTP, SIM,
Pasport atau sesuai dengan yang dicantumkan pada SPV). . . . . . . . . . . . [8]
II.b.5 : No Bukti Identitas diisi sesuai dengan Nomor Bukti identitas yang digunakan
(KTP, SIM, Pasport atau sesuai dengan yang dicantumkan pada SPV). . . [9]
II.c.1 : Anamnesis, Pemeriksaan Fisik diisi sesuai anamnesis, pemeriksaan fisik
terhadap korban sesuai dengan pendekatan ilmu kedokteran untuk
mengetahui / mengetahui mekanisme/ patogenesis terjadinya jejas/ damage
(diagnosis / gambaran klinis pada saat dilakukan pemeriksaan korban hidup
dalam rangka menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum). . . . . . . . [10]
II.c.2 : Pemeriksaan Penunjang diisi sesuai dengan pemeriksaan penunjang dalam
rangka membuat diagnosis terhadap jejas atau damage (diagnosis /
gambaran klinis pada saat

dilakukan pemeriksaan korban hidup dalam

rangka menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum). . . . . . . . . . . . . [11]

11

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

II.c.3 : Diagnosis Kerja (ICD Coding) diisi sesuai dengan diagnosis terhadap jejas
atau damage pada saat dilakukan pemeriksaan korban hidup dalam rangka
menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum. Bilamana Damage tersebut
merupakan rangkaian damage dan komplikasi sebagai konsekuensi dari
adanya kejadian (incidence), maka dalam mengungkapkan rangkaian
patomekanisme tersebut perlu dimasukan dalam lampiran semua ringkasan/
resume medik dari tindakan medik terdahulu yang telah dilakukan oleh
dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan yang diberikan wewenang; dan
resume medik tersebut harus ditanda-tangani oleh dokter/ dokter gigi/
petugas

kesehatan

tersebut.

Urutan

diagnosis

kerja

menggunakan

pendekatan Multiple Cause of Damage (MCOD). Sehingga dituliskan


keadaan morbid yang lansung berhubungan dengan damage sekarang (A1),
dan penyebab antaranya (A-2, A-3), serta penyebab yang mendasari
terjadinya damage (A-4). Selain itu dituliskan pula semua keadaan morbid
lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan penyebab langsung
damage tersebut, namun berkontribusi terhadap keadaan damage sekarang
(B-1, B-2, B-3, dan B-4). Kemudian diagnosis/ damage tersebut diberi kode
sesuai dengan International Classification of Disease (ICD-10). . . . . . . . . [12]
II.c.4 : Pengobatan dan Tindakan diisi sesuai dengan pengobatan dan tindakan
terhadap jejas atau damage (diagnosis / gambaran klinis pada saat
dilakukan pemeriksaan korban hidup dalam rangka menjawab Surat
Permintaan Visum et Repertum). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [13]
II.c.5 : Prognosis dari penyakit / damage diisi sesuai dengan prognosis yang
dibuat berdasarkan penilaian terhadap jejas atau damage (diagnosis /
gambaran klinis pada saat

dilakukan pemeriksaan korban hidup dalam

rangka menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum). . . . . . . . . . . . . [14]


II.c.6 : Odontogram diisi sesuai dengan gambaran odontogram bilamana kasus
atau damage pada korban tersebut berkaitan dengan masalah gigi. . . . . [15]
III.a. : Tanda tangan dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan ditandatangani oleh
dokter / dokter gigi/ petugas kesehatan yang telah memiliki kompetensi untuk
membuat surat keterangan Visum et Repertum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [16]

12

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

III.b : Jabatan dan kompetensi dari (a)

diisi sesuai dengan jabatan dan

kompetensi yang dimiliki oleh dokter / dokter gigi/ petugas kesehatan yang
membuat surat keterangan Visum et Repertum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [17]
IV

: Lampiran Pemeriksaan
membuat

diagnosis

pemeriksaan

dilampirkan semua pemeriksaan dalam rangka

terhadap

laboratorium,

damage
radiologi,

yang

terjadi

Ultrasonografi,

(misalnya

hasil

EKG,

EEG,

Histopatologi, toksikologi, atau DNA). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [18]

13

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Lampiran 2.

SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM


KORBAN MATI
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal (IKFM)
RS Pendidikan Universitas Hasanuddin
Jl. Tamalanrea No. Makassar 90 - Indonesia

Logo
Instansi
Jejaring

PRO JUSTITIA
I. Pendahuluan
a) Nomor Surat Keterangan VeR

:..............................

b) Tanggal dan Waktu SPV

:..............................

1
2
3

c) Pihak yang membuat SPV (penyidik) : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

II. Laporan Visum et Repertum


a) Tanggal dan Waktu Pembuatan VeR

:...........................

b) Identitas pasien / korban : (KTP / SPV )


1. Nama Korban

:...........................

2. Tanggal Lahir / Umur

:...........................

3. Alamat

:...........................

4. Bukti Identitas

:...........................

5. No Bukti Identitas

:...........................

5
6
7
8
9

c) Hasil Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Luar

:...........................

2. Pemeriksaan Dalam

:...........................

3. Ringkasan Pemeriksaan

:...........................

4. Kesimpulan

:...........................

10
11
12
13

Penyebab kamatian yg langsung (I-a) : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


Penyebab antara (I-b)

:...........................

Penyebab antara (I-c)

:...........................

14

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Penyebab yang mendasari kematian (I-d) : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


Keadaan morbid lain yang tidak berhubungan dengan penyebab langsung
kematian (I-a), namun berkontribusi terhadap kejadian kematian tersebut:
Keadaan morbid lain (II-a)

:...........................

Keadaan morbid lain (II-b)

:...........................

Keadaan morbid lain (II-c)

:...........................

III. Kompetensi Dr/ Drg/ Tenaga Kesehatan


a) Tanda tangan dr / drg/ tenaga kesehatan yg diberi wewenang pelayanan
kesehatan
b) Jabatan dan kompetensi dari (a)

IV.

14

:...........................

15

:...........................

16

Lampiran Pemeriksaan
a) Lampiran Hasil Pemeriksaan Klinis

:..............................

b) Lampiran Pemeriksaan Toksikologi

:..............................

c) Lampiran Pemeriksaan Histopatologi : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


d) Lampiran Foto

:..............................

e) Lampiran Video

:..............................

(Akhir dari Surat Keterangan)

15

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

Keterangan tentang cara penulisan :


I.a

: Nomor Surat Keterangan VeR diisi sesuai dengan sistem nomor urut /
registrasi dari instansi IKFM yang mengeluarkan Surat Keterangan Visum et
Repertum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [1]

I.b

: Tanggal dan Waktu SPV diisi sesuai dengan tanggal dan waktu (jam dan
menit keberapa?) instansi IKFM menerima Surat Permintaan Visum dari
pihak penyidik. . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [2]

I.c

: Pihak yang membuat SPV (penyidik) diisi nama, pangkat, dan nomor SPV
penyidik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [3]

II.a

: Tanggal dan Waktu Pembuatan VeR diisi sesuai dengan tanggal dan waktu
(jam dan menit keberapa?) pemeriksaan dilakukan oleh dokter (atau dokter
gigi bilamana menyangkut masalah gigi). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [4]

II.b.1 : Nama korban diisi sesuai dengan nama yang tercantum pada bukti identitas
yang diberikan (KTP, SIM, atau sesuai dengan yang dicantumkan pada
SPV). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [5]
II.b.2 : Tanggal lahir / Umur diisi sesuai dengan tanggal lahir dan atau umur yang
tercantum pada bukti identitas yang diberikan (KTP, SIM, atau sesuai dengan
yang dicantumkan pada SPV). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [6]
II.b.3 : Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum pada bukti identitas yang
diberikan (KTP, SIM, atau sesuai dengan yang dicantumkan pada SPV). . [7]
II.b.4 : Bukti Identitas diisi sesuai dengan bukti identitas yang digunakan (KTP, SIM,
Pasport atau sesuai dengan yang dicantumkan pada SPV). . . . . . . . . . . . [8]
II.b.5 : No Bukti Identitas diisi sesuai dengan Nomor Bukti identitas yang digunakan
(KTP, SIM, Pasport atau sesuai dengan yang dicantumkan pada SPV). . . [9]
II.c.1 : Pemeriksaan Luar diisi sesuai dengan semua temuan yang dilihat (visum)
dan ditemukan (repertum) pada saat melakukan pemeriksaan luar terhadap
korban. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [10]
II.c.2 : Pemeriksaan Dalam diisi sesuai dengan semua temuan yang dilihat (visum)
dan ditemukan (repertum) pada saat melakukan pemeriksaan dalam
terhadap korban. Mulai dengan pemeriksaan pada organ dalam bagian atas
hingga bagian bawah. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [11]
II.c.3 : Ringkasan Pemeriksaan diisi sesuai dengan urutan temuan yang paling
bermakna terhadap penyebab kematian, yang dimulai dari pemeriksaan luar

16

Visum et Repertum-Gatot S Lawrence

dan disusul dengan pemeriksaan dalam. Selanjutnya menuliskan temuan


morbid/ penyakit lain yang tidak berhubungan dengan penyebab kematian di
atas, namun berkontribusi juga terhadap patomekanisme kematian korban
tersebut. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. [12]
II.c.4 : Kesimpulan diisi sesuai dengan urutan patomekanisme penyebab kematian
dengan menggunakan pendekatan Proximus Mortis, yaitu apabila kematian
korban tersebut merupakan rangkaian damage/ keadaan morbid / komplikasi
sebagai konsekuensi dari adanya kejadian (incidence), maka dalam
mengungkapkan rangkaian patomekanisme kematian perlu disebutkan
terlebih dahulu keadaan morbid yang paling dekat dengan kematian
(proximate to the death), dan selanjutnya disusul dengan keadaan morbid
lain berdasarkan patomekanisme yang sudah diketahui (established
pathomechanism). Cara penulisan kesimpulan sebab kematian digunakan
cara Multiple Cause of Death (COD), sebagaimana yang dianjurkan oleh
World Health Organization. Sehingga dituliskan keadaan morbid yang
berhubungan lansung dengan kematian (I-a), dan keadaan morbid yang
mendahulinya/ penyebab sebelumnya (I-b,I-c), serta penyebab yang
mendasari terjadinya kematian (I-d). Selain itu dituliskan pula semua
keadaan morbid lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
penyebab langsung kematian tersebut, namun berkontribusi terhadap
kematian dari korban (II-a, II-b, II-c, II-d). Kemudian kesimpulan kematian
tersebut diberi kode sesuai dengan International Classification of Disease
(ICD-10). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .[13]
III.a. : Tanda tangan dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan ditandatangani oleh
dokter / dokter gigi/ petugas kesehatan yang telah memiliki kompetensi untuk
membuat surat keterangan Visum et Repertum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [14]
III.b : Jabatan dan kompetensi dari (a)

diisi sesuai dengan jabatan dan

kompetensi yang dimiliki oleh dokter / dokter gigi/ petugas kesehatan yang
membuat surat keterangan Visum et Repertum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [15]
IV

: Lampiran Pemeriksaan
membuat

diagnosis

pemeriksaan

dilampirkan semua pemeriksaan dalam rangka

terhadap

laboratorium,

damage
radiologi,

yang

terjadi

Ultrasonografi,

(misalnya

hasil

EKG,

EEG,

Histopatologi, toksikologi, atau DNA). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . [16]

17

Anda mungkin juga menyukai