Anda di halaman 1dari 12

1

BERFIKIR DAN PROBLEM SOLVING


I.

BERFIKIR
1.1. Definisi Berpikir menurut Para Ahli
Berpikir diasumsikan secara umum sebagai proses kognitif, yaitu suatu aktivitas

mental yang lebih menekankan penalaran untuk memperoleh pengetahuan (Presseinsen


dalam Moma, 2011). Ia juga mengemukakan bahwa proses berpikir terkait dengan jenis
perilaku lain dan memerlukan keterlibatan aktif pemikir. Hal penting dari berpikir disamping
pemikiran dapat pula berupa terbangunnya pengetahuan, penalaran, dan proses yang lebih
tinggi seperti mempertimbangkan. Sedangkan dalam kaitannya dengan berpikir ktitis
didefinisikan dengan cara pandang yang berbeda-beda.
Iskandar (2009: 86-87) Kemampuan berpikir merupakan kegiatan penalaran yang
reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi pada suatu proses intelektual yang melibatkan
pembentukan konsep (conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul
(sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai
landasan kepada suatu keyakinan dan tindakan. Soeprapto (2001: 1) Kemampuan berpikir
kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan dan berfungsi
efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Sedangkan menurut Khodijah dalam buku Psikologi Belajar, secara sederhana,
berfikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal,
berfikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan
maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berfikir adalah sebuah
representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item.
Jadi dapat disimpulkan berpikir adalah proses sensoris, mengingat dalam belajar,
mempersepsi dan memori atau ingatan menggunakan lambang, visual atau grafis dengan
menarik kesimpulan serta problem solving. Berpikir adalah tingkah laku yang menggunakan
ide, yaitu suatu proses symbolis. Symbol, yaitu segala sesuatu yang mewakili segala hal
dalam alam pikiran manusia. Bentuk symbol bisa kata-kata, angka, peraturan lalu lintas, not
music, mata uang dan sebagainya. Berpikir bertujuan untuk memahami realitas dalam rangka
mengambil keputusan, memecahkan permasalahan dan menghasilkan sesuatu yang baru.

2
1.2. Tahapan dalam proses berfikir

Bloom (Andreson & Krathwolh,2001) mengklasifikasikan ranah kognitif kedalam enam


ranah tingkatan :
1. Mengingat
Kemampuan menyebutkan kembali informasi/pengetahuan yang tersimpan dalam
ingatan. Contoh: menyebutkan arti taksonomi.
2. Memahami
Kemampuan memahami instruksi dan menegaskan pengertian/makna ide atau konsep
yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik/diagram.
Contoh : Merangkum materi yang telah diajarkan dengan kata-kata sendiri
3. Menerapkan
Kemampuan melakukan sesuatu dan mengaplikasikan konsep dalam situasi tetentu.
Contoh: Melakukan proses pembayaran gaji sesuai dengan sistem berlaku.
4. Menganalisis
Kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen dan mnghubungkan satu
sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Contoh:
Menganalisis penyebab meningkatnya Harga pokok penjualan dalam laporan keuangan
dengan memisahkan komponen- komponennya.
5. Mengevaluasi
Kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau patokan
tertentu Contoh: Membandingkan hasil ujian siswa dengan kunci jawaban.
6. Mencipta
Kemampuan memadukan unsurunsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan
koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil. Contoh: Membuat kurikulum dengan
mengintegrasikan pendapat dan materi dari beberapa sumber.
Piaget menciptakan teori bahwa bahwa cara berpikir logis berkembang secara bertahap
kira-kira pada usia dua tahun dan pada sekitar tujuh tahun. Menurut Piaget, cara berpikir anak
anak sama sekali tidak seperti cara berpikir orang dewasa. Pikiran anak-anak tampaknya
diatur berlainan dengan orang yang lebih besar. Anak-anak kelihatannya memecahkan
persoalan pada tingkatan yang sama sekali berbeda. Perbedaan anak-anak yang lebih kecil
dan lebih besar tidak terlalu berkaitan dengan persoalan bahwa anak yang lebih besar
mempunyai pengetahuan yang lebih banyak, melainkan karena pengetahuan mereka berbeda

jenis, dengan penemuan ini Piaget mulai mengkaji perkembangan stuktur mental. Berikut
tahapan-tahapan:
Perkembangan menurut Piaget :
1. Tahap sensorimotor
Berlangsung dari kelahiran hingga usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun
suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor
(seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan motorik fisik, yang disebut
dengan sensorimotor. Pada permulaan tahap ini, bayi yang baru lahir memiliki sedikit lebih
banyak daripada pola-pola refleks.
2. Tahap praoperasional
Berlangsung kira-kira dari usia 2 tahun hingga 7 tahun. Pada tahap ini, anak-anak
mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Pemikiran simbolis
melampaui hubungan sederhana antara informasi sensor dan tindakan fisik. Akan tetapi,
walaupun anak-anak prasekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia, menurut Piaget,
mereka masih belum mampu untuk melaksanakan apa yang disebut operasi-tindakan
mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara mental apa
yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
3. Tahap operasional konkret
Berlangsung kira-kira dari usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak-anak dapat
melaksanakan operasi, dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran
dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret. Misalnya, pemikiran
operasional konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk
menyelasaikan suatu permasalahan aljabar, yang terlalu abstrak untuk dipikirkan pada tahap
perkembangan ini.
4. Tahap operasional formal
Tampak dari usia 11-15 tahun. Pada tahap ini individu melampaui dunia nyata,
pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian
dari pemikiran yang lebih abstrak, anakanak remaja mengembangkan gambaran keadaan
yang ideal. Mereka dapat berpikir seperti apakah orang tua yang ideal dan membandingkan
orang tua mereka dengan standard ideal ini. Mereka mulai mempersiapkan kemungkinan-

kemungkinan bagi masa depan dan terkagum-kagum terhadap apa yang dapat mereka
lakukan. Dalam memecahkan masalah, pemikir operasional formal ini lebih sistematis,
mengembangkan hipotesis tentang mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian menguji
hipotesis ini dengan cara deduktif.
Dalam proses berpikir terdapat tiga langkah pokoknya, yaitu
1. Pembentukan pengertian
Dalam tahap ini setidaknya dibentuk melalui beberapa tingkatan, sebagai berikut :
a)

Menganalisis ciri-ciri dari objek yang sejenis


Misalnya, menganalisa ciri-ciri manusia dari berbagai jenis:
i.

Manusia dari Indonesia: makhluk hidup, berbudi, memiliki kulit sawo matang,
berambut hitam, tidak terlalu tinggi.

ii.

Manusia dari Eropa: makhluk hidup, berbudi, berkulit putih, berambut pirang,
bermata biru/ hijau.

iii.

Manusia dari Afrika: makhluk hidup, berbudi, berkulit hitam, berambut keriting,
bermata hitam.

iv.

Manusia dari Cina: makhluk hidup, berbudi, berkulit kuning, berambut hitam
lurus, bermata sipit.

b)

Membandingkan ciri tersebut untuk menemukan ciri-ciri yang sama, ciri-ciri yang tidak
sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan
mana yang tidak hakiki.

c) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki, menangkap


ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri-ciri yang hakiki adalah makhluk hidup
yang berbudi.
2. Pembentukan Pendapat
Pembentukan pendapat merupakan peletakan hubungan antara dua atau lebih pengertian.
Pendapat tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat.
3. Penarikan Kesimpulan
Terdapat tiga macam kesimpulan, yakni :
a) Kesimpulan induktif, merupakan kesimpulan yang diambil dari berbagai pendapat khusus
yang nantinya tertuju pada satu pendapat umum. Misalnya: Tembaga dipanaskan akan
memuai, Perak dipanaskan akan memuai, Besi dipanaskan akan memuai, Kuningan

dipanaskan akan memuai. Sehingga, dapat ditarik satu kesimpulan umum, yakni semua
logam bila dipanaskan akan memuai.
b) Kesimpulan deduktif, merupakan kebalikan dari kesimpulan induktif yang mana
penarikan kesimpulan berdasarkan pada hal yang umum kemudian tertuju pada hal-hal
yang lebih khusus. Misalnya: Pendapat umum: Semua logam bila dipanaskan akan
memuai. Sehingga untuk penarikan kesimpulannya, Tembaga dipanaskan akan memuai,
Perak dipanaskan akan memuai, Besi dipanaskan akan memuai, Kuningan dipanaskan
akan memuai.
c) Kesimpulan analogis, merupakan kesimpulan yang didapatkan dengan cara
membandingkan atau menyesuaikan dengan berbagai pendapat khusus yang telah ada.
Misalnya: Andi anak yang pandai dan Andi naik kelas. Penarikan kesimpulan analogisnya
adalah Selly anak pandai, pastinya akan naik kelas.
1.3. Pola-pola dalam berfikir

Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada enam pola


berpikir, yaitu :
a. Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu.
b. Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau
disempurnakan keluasannya.
c.

Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir menganai klasifikasi atau pengaturan menurut


kelas-kelas tingkat tertentu.

d. Berpikir analogis, yatiu berpikir untuk mencari hubungan antarperistiwa atas dasar
kemiripannya
e. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang
lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
f. Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih
dangkal dan seringkali tidak logis.

II.

PROBLEM SOLVING
Menurut Nur dan Wikandari(1998:32) menyatakan bahwa startegi Problem

Solving adalah penerapan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan

tertentu. Sementara Sudjana (2000:125) menyatakan bahwa Strategi Problem


Solving adalah suatu teknik yang menggambarkan pengalaman atau masalah
seseorang yang disusun untuk memancing perhatian atau perasaan para peserta
latihan. Pemecahan masalah dapat dipergunakan untuk menggerakkan diskusi,
meningkatkan kemampuan peserta didik menganalisis, menilai dan memecahkan
masalah yang dihadapi dalam dunia kehidupannya. Pemecahan masalah kritis dapat
dipergunakan pula sebagai aktifitas belajar perorangan, kelompok dan kombinasi
keduanya. Pendapat tersebut diatas menunjuk-kan bahwa kemampuan kemampuan
memecahkan masalah sangat berpengaruh bagi kemampuan berpikir seseorang. Hal
ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Wikefiel (1992) bahwa salah satu kemampuan
berpikir

siswa

yang

berkaitan

dengan

pemecahan

masalah

dan

strategi

pemecahannya adalah kemampuan berpikir kritis.


2.1. Tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Hayes (1989) :
No Tindakan Kognitif
1
Mengidentifikasi

Sifat Permasalahan
Bulan Mei saya akan lulus dari perguruan tinggi.

permasalahan

Ini adalah akhir dari satu tahapan dalam hidup

Representasi masalah

saya (waktunya berkembang)


Saya akan menjadi pengangguran dan tidak

mempunyai

pendapatan.

Saya

harus

mendapatkan pekerjaan (tidak bias lagi meminta


3

Merencanakan sebuah solusi

pada orang tua)


Saya akan membuat lamaran, melihat lowongan
pekerjaan yang ada, meminta pendapat dari
teman dan guru (melihat apa yang ada di luar
sana, mungkin saya dapat pergi ke Tibet dan

Merealisasikan rencana

menjadi biarawan)
Saya akan membuat janji dengan perusahaan
yang menarik. Saya akan diwawancara oleh

Mengevaluasi rencana

mereka (spekulasi)
Saya akan mempertimbangkan setiap pertanyaan
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan saya dan
kemudian membuat keputusan (siapa yang
menawarkan gaji besar, liburan yang panjang dan
awal pension)

Mengevaluasi solusi

Saya akan merefleksikan proses pemecahan


masalah ini dan menggunakan pengetahuan ini
sebagai

cara

pemecahan

masalah

dimasa

depan(dibagaian mana kesalahan saya)


2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemecahan masalah :

1. Motivasi.
Motivasi rendah mengalihkan perhatian. Motivasi tinggi membatasi flek-sibilitas.
Contoh : orang yang mati berdesak-desak ketika gedung terbakar.
2. Kepercayaan dan sikap yang salah : kepercayaan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh
dengan materi, akan mempersulit pemecahan permasalahan keluarga. Sikap yang defensif (bertahan) akan menimbulkan kecenderungan penolakan informasi baru, merasionalisasikan kekeliruan dan mempersulit penyelesaian.
3. Kebiasaan, melihat masalah dari satu sisi, cultural setting (cara kita adalah cara yang
terbaik) akan menyebabkan mental set kita tidak fleksibel.
4. Emosi, bila terlalu tinggi akan menyebabkan stres, kemudian menjadi sulit berfikir.
2.3. Metode Problem Solving
1. Metode Means Ends Analysis
Diteliti oleh Newell & Simon menggunakan program simulasi komputer yang
menggambarkan cara problem solving manusia.
Sifat umum pada metode ini adalah mengurai tujuan utama ke dalam sub-sub tujuan.
Sub tujuan dibuat dengan 2 cara :
1. Pada flowchart I, kondisi saat ini dipecah ke dalam perbedaan dan menentukan
reduksi masing-masing perbedaan sebagai suatu tujuan yang terpisah. Pilihannya,
men-coba menghilangkan yang dianggap perbedaan terpenting.
2. Pada flowchart II, mencari operator yang dapat menghilangkan perbedaan.
Operator tersebut mungkin tidak dapat dilakukan karena ada perbedaan antara
kondisi opera-tor dan kondisi lingkungan. Jadi sebelumnya perlu menghilangkan
perbedaan lain yang menghalangi pelaksanaan operator.
Flowchart I, tujuan : mengubah kondisi sekarang ke kondisi tujuan.

Bandingkan kondisi sekarang dengan


kondisi tujuan untuk mencari perbedaan
yang terpenting

Perbedaan
diketahui

Sukses
Sub tujuan : hilangkan
perbedaan

Gagal

Tidak ada perbedaan


Sukses

Gagal

Flowchart II, Tujuan : menghilangkan perbedaan


Sukses
Cari operator yang
relevan untuk
mengurangi perbedaan

Ditemukan

Tidak dapat Ditemukan


Gagal

Gagal

Bandingkan kondisi operator


pada kondisi sekarang untuk Perbedaan
Sub tujuan :
diketahui hilangkan perbedaan
menemukan perbedaan
terpenting
Tidak ada perbedaan
Lakukan operator

2. Metode Bekerja Terbalik (Working Backward)


Metode ini bekerja secara terbalik dari tujuan. Menguraikan tujuan awal ke dalam
rangkaian sub tujuan yang mengimplikasikan penyelesaian dari tujuan utama.
Contoh :

Persoalan geometris

Persoalan mengecat langit-langit & tangga.

Dengan metode ini, persoalan mengecat menjadi sulit karena penyelesaian satu
sub tujuan menghalangi penyelesaian tujuan lain.

3. Metode Problem Solving dengan Analogi


Yaitu menggunakan struktur penyelesaian pada 1 persoalan untuk menyelesaikan
persoalan yang lain.
Contoh : Soal-soal matematika.

Eksperimen Gick & Holyoak (1980) menunjukkan analogi ini. Subyek diberi
persoalan kemudian diberi suatu cerita yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
persoalan. De-ngan deberi cerita, hampir 100% subyek dapat menyelesaikan
persoalan.
Pentingnya Representasi (penggambaran). Bagaimana cara persoalan ditampilkan
akan menghasilkan efek tertentu.
Contoh : Persoalan papan catur
Dalam membayangkan persoalan tersebut kita terdorong untuk menghitung dan
membandingkan jumlah kotak hitam & putih pada papan catur.
Functional Fixedess : keterpakuan pada penggambaran obyek sesuai dengan fungsi yang
sudah ada dan tidak dapat membayangkan obyek dalam fungsi yang baru.
Contoh : Experimen Duncker tentang persoalan lilin.
Incubation Effect : Jika terdapat kesulitan dalam memecahkan persoalan, subyek dapat
mengesampingkannya untuk sementara waktu (jam, hari, minggu), saat kembali pada
persoalan tersebut dapat memecahkannya dengan tepat.
Contoh : Eksperimen Silvera (1971) tentang persoalan Cheap Necklace.
KONDISI SOAL

KONDISI TUJUAN

Kelompok kontrol : mengerjakan persoalan tersebut selama jam.


55 % dari subyek dapat memecahkan persoalan.
Eksperimen I

Waktu pengerjaan diinterupsi istirahat jam dimana subyek

melakukan aktivitas lainnya.


64 % dari sunyek dapat memecahkan persoalan.
Eksperimen II

Istirahat 4 jam

85 % dari subyek dapat memecahkan persoalan.

10

Penjelasan Incubation Effect :


Pada usaha awal memecahkan persoalan terbentuk cara berpikir tertentu (dibantu pengetahuan yang dimiliki).
Jika cocok persoalan selesai
Jika tidak cocok terjebak cara yang tidak sesuai tersebut.
Persoalan diabaikan struktur pengetahuan yang tidak sesuai berkurang penye-lesaian
persoalan dengan cara yang baru.
Set Effect : Bias yang terjadi oleh pengalaman memilih operator tertentu.
Persoalan Mengecat Tangga dan Langit

Mengecat tangga & langitlangit dengan hijau

Mengecat tangga
dengan hijau

Mengambil cat
hijau

Mengecat langit-langit
dengan hijau

Mengoleskan cat
hijau ke tangga

Mengambil cat
hijau

Gunakan
tangga

Mengoleskan cat hijau


ke langit-langit

b).
Mengecat tangga & langitlangit dengan hijau

Mengecat langit-langit
dengan hijau

Mengambil
cat hijau

Mengecat tangga
dengan hijau

Gunakan
tangga

Mengoleskan cat
hijau ke
langit-langit

Mengoleskan cat
hijau ke
tangga

11
4. Metode Difference - Reduction (Mengurangi Perbedaan)

Mengurangi perbedaan antara kondisi saat ini dan kondisi tujuan. Orang sering
dipe-ngaruhi oleh kemiripan/kesamaan. Mereka memilih operator yang merubah
kondisi ma-salah menjadi suatu kondisi yang mirip (seakan-akan) kondisi tujuan
lebih dekat pada kondisi awal.
Contoh : Puzzle 8 kotak. Salah satu operator yang mungkin dilakukan adalah
memindah-kan kotak 1 ke kotak kosong, yang lainnya memindahkan 8, 5 atau 4.
saya memilih me-mindahkan 4 karena nampak/mirip lebih dekat pada tujuan.
Setelah bermain beberapa saat kita
2

lebih
Mementingkan sequence (urutan),
misalnya
Kotak 3 ada dalam sequence

akan
1

(karena diikuti) oleh 4 dan 5. Kotak 5 tidak dalam sequence


karena diikuti oleh 7, bukan 6.
Kesimpulan : berdasarkan difference reduction, menggunakan sequence (urutan)
se-bagai ukuran akan kemiripan meruakan problem solving yang efektif.
Dimana kemiripan bisa salah ? . Teknik difference reduction berdasarkan pada
evaluasi akan kemiripan antara kondisi awal dengan kondisi tujuan. Walaupun
difference reduce-tion hampir selalu berhasil, hal tersebut kadang-kadang membuat
orang tersesat. Dalam beberapa situasi problem solving, pemecahan masalah
bertentangan dengan prinsip kemi-ripan. Contoh persoalan kambing dan serigala.
Pada satu sisi sungai ada 3 kambing dan 3 serigala. Ada sebuah perahu disisi lain
yang bisa memuat 2 binatang sekali angkut menyeberangi sungai. Tujuannya
adalah meng-angkut 6 binatang tersebut menyeberangi sungai. Pada sisi manapun,
jumlah serigala ti-dak boleh melebihi jumlah kambing, karena apabila jumlah
serigala lebih banyak, maka serigala akan memakan kambing. Masalahnya adalah
menemukan suatu metode yang pa-ling efektif untuk mengangkut ke 6 binatang
tersebut ke sisi sungai yang lain, dengan syarat pada sisi yang sama jumlah serigala
tidak boleh melebihi jumlah kambing.

12

Pemecahan masalah : pada waktu berangkat ke sisi Y mengangkut 2 binatang,


kembali ke sisi X mengangkut 1 binatang(asumsinya makin lama binatang disisi Y
menjadi habis) mirip dengan memindah semua binatang ke sisi Y. Masalah timbul
pada perpindahan pa-da kondisi 6 ke kondisi 7, karena pada

posisi ini perahu

harus mengangkut 2 binatang kembali ke sisi X, seolah-olah menjauhi tujuan. Pada


saat demikian, biasanya orang akan kembali dari awal dan akan mencari
pemecahan baru.

DAFTAR PUSTAKA

Modul Psikologi Kognitif


http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF492449030581FE6874A4A6DF689A273.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_10Oktober_2008/Penerapan_Model_Problem_Solving_untuk_Meningkatkan_Pengembangan_P
otensi_Berpikir_Siswa_Dalam_Pembelajaran.
https://idtesis.com/ilmu-dan-proses-berfikir/
http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/thinking.pdf

Anda mungkin juga menyukai