Anda di halaman 1dari 12

STATUS TEKNOLOGI BUDIAYA KEMIRI

Rosihan Rosman dan Endjo Djauhariya


Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

ABSTRAK
Kemiri (Aleurites moluccana Wild.)
merupakan salah satu tanaman industri dari
keluarga Euphorbiaceae. Hasil dari tanaman ini
adalah buahnya. Hingga saat ini tanaman kemiri
sudah berkembang cukup lama di Indonesia,
namun masih terpencar dan belum
dibudidayakan secara baik. Hasil penelitian
untuk mendukung teknologi budidaya yang
mampu meningkatkan produktivitasnya telah
banyak dilakukan. Selama ini tanaman kemiri
dikembangkan di lahan-lahan keritis, sehingga
produktivitasnya masih rendah, namun
sebetulnya masih dapat ditingkatkan bila lokasi
pertanaman sesuai persaratan tumbuh tanaman.
Peluang pengembangan tanaman kemiri masih
cukup besar. Untuk mendukung pengembangannya telah dipetakan daerah-daerah yang
sesuai untuk pengembangan tanaman kemiri.
Peta tersebut mengarahkan ke wilayah mana
sebaiknya tanaman kemiri dikembangkan.

PENDAHULUAN
Kemiri (Aleurites moluccana
Wild.) atau candle nut adala salah satu
tanaman
industri
dari
famili
Euphorbiaceae (Lawrence, 1964) yang
tersebar didaerah tropik dan subtropik
(Purseglove, 1981). Kemiri merupakan
bahan dasar cat, pernis, tinta, sabun,
pengawet kayu, minyak rambut dan
bahan pembatik, sedang isi biji sebagai
bumbu masak (Heyne, 1987). Selain itu
menurut Hadad dan Suryana (1995)
dapat juga sebagai obat kulit, obat
pinggang, sakit kepala, demam, borok,
bisul, disentri, dan sariawan.

Kemiri telah dikenal sejak lama,


Menurut Heyne (1987), antara
tahun1918-1925 jumlah kemiri yang
dikapalkan ke jawa rata-rata sebanyak
3.630 ton/tahun dan pada waktu itu
kemiri yang diekspor rata-rata 112
ton/tahun, yang pada tahun 1925
mencapai 268.2 ton. Pada tahun 1990
ekspor kemiri mencapai sebesar 579
ton dengan nilai US $ 390 dan tahun
1995 meningkat menjadi 624 ton
dengan nilai US $ 430.000 (Anon,
2002). Harga biji kemiri kupas
Rp.9270,-/kg (Tahun 2000). Negara
tujuan ekspor adalah Singapura,
Malaysia, Netherlands dan Saudi
Arabia.
Dari tahun ke tahun luas
pertanaman kemiri di Indonesia terus
mengalami peningkatan, pada tahun
1991 mencapai 130.122 ha yang terdiri
dari 130.018 ha berupa perkebunan
rakyat dan 104 ha perkebunan swasta.
Pada tahun 2000 luas area meningkat
menjadi 205.532 hektar (205.435 ha
perkebunan rakyat dan 97 ha
perkebunan
swasta).
Dengan
produksinya pada tahun 1991 baru
36.819 ton dan tahun 2000 sebesar
74.319 ton. Terahir dalam data statistic
perkebunan tahun 2003 tercatat luas
areal 212.518 ha dengan produksi
89.155 ton. Daerah yang banyak
pertanaman kemiri (Anon, 2002)
adalah propinsi Nusa Tenggara Timur

55

(Luas area 52.722 ha dan produksi


26.194 ton).
Mengingat peranannya dalam
memberikan lapangan kerja dibidang
pertanian, perdagangan dan industri
serta peningkatan pendapatan petani,
maka pada bagian selanjutnya
diuraikan sampai sejauh mana
penelitian dan pengembangan kemiri di
Indonesia dan permasalahan yang
dihadapi saat ini serta bagaimana
potensi pengembangannya.
PERKEMBANGAN TANAMAN
KEMIRI DI INDONESIA
Menurut WIT dalam Hadad dan
Suryana (1995) tanaman kemiri telah
menyebar ke berbagai negara di dunia.
Pada tahun 1905 kemiri yang berasal
dari Cina ditanam di Amerika Serikat
dan tahun 1925 - 1930 menyebar ke
berbagai belahan dunia, antara lain ke
Rusia, Argentina, Brazil, Madagaskar,
Paraguay, Afrika Selatan dan Australia.
Kemiri masuk ke Indonesia antar tahun
1930-1933 yaitu jenis A. Montana dan
A. fordii. Jenis ini tersebar di Pulau
Jawa dan Sumatra. Kemiri yang
banyak terdapat di Indonesia saat ini
adalah jenis A. moluccana. Jenis A.
moluccana
Wild
berasal
dari
malayssia.
Tanaman kemiri banyak ditanam
di Indonesia, yaitu Propinsi Aceh,
Sumatra Utara, Sumatra Barat,
Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung,
Jawa Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur Kalimantan Barat,

56

Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa


Tenggara Timur, Sulawesi dan Maluku
merupakan daerah-daerah dimana
kemiri ditanam (Tabel 1). Daerah yang
paling banyak pertanaman kemirinya
adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur
(luas area 84.941 hektar dan produksi
1.390 ton) diikuti oleh propinsi
Sulawesi Selatan (luas area 52.722
hektar dan produksi 26.194 ton), Aceh
(luas area 23.645 hektar dan mproduksi
16.671 ton), Sumatra Utara (luas area
15.680 hektar dan produksi 8.1771 ton)
dan
propinsi
lainnya.
Secara
keseluruhan luas areal tanaman kemiri
di Indonesia 205.532 hektar dengan
produksi 74.319 ton. Perkembangan
luas areal kemiri dari tahun ketahun
terus meningkat (Tabel 2). Tahun 1984
hanya 74.736 hektar dengan produksi
29.246 sedangkan pada tahun 2000
mencapai 205.532 hektar dengan
produksi 29.246 t, dan meningkat
menjadi luas 205.322 hektar dengan
produksi 877.375 ton pada tahun 2001.
Begitu pula ekspor dan impornya.
Ekspor kemiri kita mengalami
peningkatan. Pada tahun 1984 sebesar
9234 ton dengan nilai US $ 6.728.000)
sedangkan tahun 1999 (729 ton dengan
nilai US $ 8.764.000). Sejak tahun
2000 sampai tahun terahir (2005),
Indonesia tidak lagi menekspor kemiri,
malah menjadi negara pengimpor.
Rata-rata impor kemiri setiap tahunnya
sebanyak 11 ton dengan nilai US $
21.000.

Tabel 1. Luas areal dan produksi kemiri di Indonesia periode 2002 dan 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Propinsi
Province
Aceh (NAD)
Sumatra Utara
Sumatra Barat
Riau
Jambi
Sumatra Selatan
Bangka Beliting
Bengkulu
Lampung
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DIY Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulaweswi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
DKI Jakarta
INDONESIA

Jumlah/Total
Luas (ha)
Produksi (ton)
2002
2004
2002
2004
23.645
22.944
16.671
16.243
15.680
17.646
8.171
15.530
3.286
4.073
1.535
4.268
82
263
2
6
938
1.052
18
58
1.796
1.784
1.050
1 014
0
242
0
115
800
1.680
132
562
184
227
138
139
729
572
130
257
90
89
5
5
100
162
7
4
1.276
901
0
0
885
1.089
272
297
223
188
15
12
3.014
3 053
2.152
2.150
84.941
81.297
13.901
14.526
0
0
0
0
839
998
5
13
1.670
2.567
1.181
2.281
3.263
3.412
910
651
332
336
151
214
3.603
3.861
624
535
2.086
3.926
178
383
52.722
56.858
26.194
28.173
2.859
3.095
634
764
311
172
147
281
0
0
0
0
205.532
212.487
74.319
88.481

Sumber : Anon, 2002 dan 2004

57

Tabel 2. Perkembangan luas areal, produksi, ekspor dan impor kemiri Indonesia
Tahun

Luas
(ha)

1984
74.736
1985
68.444
1986
84.668
1987
69.632
1988
70.621
1989
85.177
1990
109.806
1991
130.122
1992
135.486
1993
148.024
1994
170.098
1995
178.378
1996
182.587
1997
179.621
1998
174.798
1999
193.805
2000
205532
Sumber : (Anon, 2002)

Produksi
(ton)

ton

29.246
56.819
28.852
27.778
24.274
28.497
35.576
36.819
37.926
56.929
64.182
71.240
78.613
69.776
66.302
65.394
74.319

234
154
175
298
411
507
677
607
666
763
720
629
632
539
507
729
-

PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI KEMIRI
Teknologi budidaya tanaman
kemiri yang selama ini dilakukan
dalam mendukung pengembanganya
masih dirasakan kurang. Selain itu
pengembangan tanaman kemiri pada
daerah-daerah yang sesuai dengan
didukung teknologi yang efisien dan
mampu meningkatkan produktivitas
tanaman
sangatlah
diperlukan.
Pengembangan tanaman didaerah yang
sesuai berarti menekan pula berbagai
biaya yang diperlukan dalam berusahatani tanaman kemiri. Selain itu
pengembangan tanaman kemiri di
daerah yang sesuai akan terhindar dari
berbagai kemungkinan yang merugikan, seperti munculnya hama dan
penyakit.

58

Ekspor
US $
(000)
6.728
6.387
8.469
10.713
11.481
9.810
14.007
16.366
18.805
22.680
20.976
22.494
17.452
12.726
9.145
8.764
-

Impor
ton
2
1
4
1
1
3
11
6
3
5
4
20
10
14
53
11
-

US $
(000)
6
2
16
4
9
6
15
7
7
18
4
664
2
292
395
21
-

Tanaman kemiri tumbuh baik


pada curah hujan 1000-4000 m/th
dengan 2-3 bulan kering dengan
ketinggian 300-600 m dpl dan berjenis
tanah Latosol, Podsolik dan Andosol
yang berdrainase baik (Anonimous,
1986). Selanjutnya Hamid (1991)
menyatakan bahwa tanaman kemiri
mampu tumbuh mulai dari 0 1200 m
dpl. Suhu 21.42-26.30oC, dengan
kelembaban 75 %. Tanaman ini juga
mampu tumbuh di daerah agak kering
dengan 4-5 bulan kering dan curah
hujan antara 1000-2500 mm/th.
Adanya bulan kering yang dikehendaki
berhubungan dengan pembungaan dan
pembuahan. Hujan yang tinggi akan
berpengaruh terhadap pembungaan dan
pembuahan. Bunga akan gugur dan
tidak terjadi pembuahan.

Hasil pengamatan di berbagai


lokasi di Sumatra Barat, tanaman
kemiri tumbuh baik pada ketinggian
sampai 500 m dpl dengan jenis tanah
Latosol, Regosol dan Podsolik, yang
pH H2Onya antara 4.89-6.63, C
organic antara 0.77-4.22 %, N total
antara 0.06-0.39, C/N ratio 11-19.56, P
tersedia antara 1.63-16.17, Ca antara
1.83-43.69 me/100g, Al antara 2.514.92 me/100g, KTK antara 10.25-57.35
me/100g, KB antara 11.49-79.77 %,
liat, liat berpasir dan berpasir lainnya.
Mengingat
peranan
kemiri
sebagai komoditas ekspor dan banyak
ditanam di Indonesia, perlu mendapat
perhatian dari pemerintah agar
pengembangan komoditas ini dapat
dipertahankan. Untuk mendukung
pengembangannya telah dibuat peta
kesesuaian lahan dan iklim tanaman
kemiri pada beberapa daerah di
Indonesia. Balittro (1988) telah
memetakan daerah yang sesuai di Nusa
Tenggara barat dan Nusa Tenggara
Timur. Selanjutnya Rosman dan
Sudiman (2002) telah menyusun
daerah-daerah yang sesuai untuk
pengembangan tanaman kemiri di
Pulau Jawa bagian Barat. Adapun
daerah-daerah tersebut adalah : Daerah
Amat sesuai : Daerah dengan
ketinggian 0 500 m dpl curah hujan
2000-3000 mm/tahun, pH agak masam
dengan jenis tanah Latosol, Podsolik,
Andosol, dan Regosol. Daerah dengan
lokasi ini terletak di Selatan Serang,
sekitar Jakarta, Kabupaten Bogor
bagian utara Utara Cipanas, Sekitar
Purwakarta, sekitar Cirebon, Bagian
barat Sukabumi, Barat daya Garut,

Sekitar Tasikmalaya dan Ciamis


Daerah yang sesuai : adalah daerah
dengan ketingguian 0-1000 m dpl,
curah hujan 2000-2400 mm/th namun
pH tanah masam dan kelembaban agak
tinggi, berjenis tanah Latosol, Podsolik,
Andosol, dan Regosol. Daerah tersebut
adalah : sekitar Rangkas Bitung hingga
utara
Bogor,
Cipanas,
selatan
Sukabumi,
sekitar
Bandung,
Sumedang, Garut, Tasikmalaya dan
selatan Ciamis. Daerah yang hampir
sesuai adalah daerah dengan ketinggian
0 1000 m dpl, pH sangat masam,
curah hujan diatas 4000 mm/th,
berjenis tanah Podsolik dan Regosol.
Daerah tersebut adalah : sebelah barat
Pandeglang, selatan Rangkasbitung,
selatan
Bogor
hingga
selatan
Sukabumi, Garut, Tasikmalaya dan
Ciamis.
Bahan tanaman
Dalam upaya membibitkan
kemiri terlebih dahulu biji diupayakan
berkecambah. Perkecambahan merupakan awal dari fase pertumbuhan
benih atau biji bahan tanaman. Pada
fase ini kondisi pertumbuhan yang
laten dari lembaga didalam benih akan
berubah menjadi aktif dengan diawali
oleh adanya imbibisi air, aktivasi
enzyme-enzim, translokasi cadangan
makanan dari endosperm diikuti oleh
awal pertumbuhan embrio, retaknya
kulit benih dan pemunculan kecambah
(Sadjad, 1989 dalam Wahid, 1991).
Imbibisi merupakan proses penyerpan
air secara fisik yang tergantung kepada
3 faktor yaitu (1) komposisi benih, (2)
ketersediaan air dan (3) permeabilitas
kulit benih (Wahid, 1991).

59

Ada
beberapa
metode
perkecambahan benih kemiri yaitu
ketok pukul, kikir asah, rendam dalam
larutan kimia, dan pembakaran.
Perendaman dalam larutan KNO3 -0.2
% selama 30 menit dan pembakaran
dibawah mulsa jerami/alang-alang
merupakan metode baru.
1. Ketok paku
Metode yang dimaksud adalah
dengan mengetok atau memukul benih
pada bagian kepalanya yang runcing
(Anon, 1988). Pemukulan ataau
pengetokan kepala dapat dilakukan
dengan batu, martil atau benda
tumpulm lainnya dengan hati-hati dan
tidak dilakukan terlalu keras (supaya
tidak hancur). Pengetokan dilakukan
hanya nuntuk membuat kulit benih
menjadi retak, sehingga proses
perkecambahan dapat berlangsung
cepat. Dengan cara ini, perkecambahan
normal yang biasanya + 2 bulan
dipersingkat menjadi 15-20 hari,
dengan persentase tumbuh + 70 %.
Hasil akan lebih baik bila sebelum
pengetokan dan pemukulan benih
direndam dulu dalam air dingin selama
15 hari (Ginonga at al, 1989).

2. Kikir-asah
Pengikiran dilakukan dengan
menggunakan kikir, batu asahan
ataupun permukaan benda keras yang
kasar seperti batu. Tujuan pengikiran
atau pengasahan adalah untuk
menipiskan permukaan atau kulit biji,
sehingga perkecambahan dapat lebih
cepat. Efektivitas pemecahan domansi
dengan cara ini cukup baik, yaitu dapat
memperpendek waktu perkecambahan
dari 2 bulan menjadi 15-20 hari saja
dengan persentase perkecambahan
mencapai 70 %.
3. Rendam dalam larutan kimia
Benih yang akan disemai
dimasukan ke dalam ember plastic
kemudian disiram dengan larutan
H2SO4 pekat hingg terendam
seluruhnya selama 15 menit atau
menggunakan KNO3 0.2 % (2 g
KNO3 yang dilarutkan dalam 1 liter
air). Setelah itu benih dibilas dengan air
kemudian disemai dimedia yang telah
disediakan. Perendaman dalam larutan
kimia ini lebih baik dibandingkan
dengan cara pengikiran, perendaman
dalam air 10 hari dan control (tidak
diberi perlakuan).

Tabel 3. Pengaruh perlakuan fisik dan kimia terhadap perkecambahan benih kemiri.
Perlakuan
Perlakuan C
Dikikis bagian mikrofil
Direndam H2SO4 pekat
Direndam KNO3 0,2 %, 30 menit
Direndam air 10 hari
Kontrol
o

Sumber : Udarno et al (1990)

60

Daya kecambah Keserampakan tumbuh


0
0
15.00
12.50
53.75
36.25
86.25
75.00
41.25
41.25
11.20
11.25

Perendaman dalam
KNO3
memberikan hasil terbaik (Tabel 3).
ditinjau dari segi kecepatan tumbuh,
daya kecambah, dan vigor bibitnya
(Udarno et al, 1990).
4. Pembakaran
Pada metode ini, benih terpilih
(masak fisioligis) berasal dari biji
berbuah dua, bukan yang berbiji
tunggal. Biji disemai pada bedengn
dengan jarak 5 cm dan sedikit ditekan
tetapi tidak terendam, sehingga bagian
punggung benih masih terlihat,
kemudian ditutupi dengan mulsa jerami
atau alang-alang kering serata mungkin
dengan ketabalan kurang lebih 3-10
cm. Selanjutnya dilakukan pembakaran
mulsa mulai dari salah satu ujung
persemaian. Bila mulsa cukup kering,
pembakaran akan berlangsung selama
3 menit. Bila selesai pembakaran
segera mungkin disiram dengan air
dingin menggunakan embrat.
Penyiraman tersebut mengakibatkan benih retak-retak dan setelah
15-20 hari, bila bahan tanaman

memiliki mutu yang baik, daya


kecambah sebesar + 85 % akan dapat
dicapai (Tabel 4).
Benih yang telah berkecambah
dibibtkan
terlebih
dahulu
di
pembibitan. Pembibitan berlangsung
selama 6 bulan dan saat itu tanaman
telah mencapai 60 cm dengan diameter
batang mencapai 0,80 cm disertai
beberapa pasang daun yang tumbuh
sehat dan subur (Wahid, 1991).
Pembibitan sebaiknya dilakukan di
polibag yang telah diisi tanah yang
dicampur dengan pupuk kandang (2:1).
Bibit harus dalam keadaan ternaungi
dan cukup air.
Untuk mencegah
kekeringan selama di pembibitan
dilakukan penyiraman. Selain itu
dilakukan
penyiangan
dengan
mencabut rumput atau tanaman liar
(gulma) yang tumbuh disekitar
bibit/tanaman. Hama dan penyakit
selama di pembibitan tidak terlalu
bermasalah, sehingga pencegahan dan
pemberantasannya
tidak
begitu
diperhatikan.

Tabel 4. Pengaruh pembakaran dan naungan terhadap perkecambahan benih kemiri


Perlakuak
Treatment
Dibakar 1 x tanpa naungan
Dibakar 1 x dengan 50% naungan
Dibakar 2 X tanpa naungan
Dibakar 2 X dengan 50% naungan
Tidak dibakar dan tidak dinaungi
dengan 50% naungan

Hari mulai
Berkecambah
Days of atarting
germination
21
25
15
20
40
43

Hari mulai 87 %
Berkecambah
Day of 87 %
germinated
51
57
45
50
97
104

% perkecambahan setelah 90
hari
(%) of total
Germination after 90 days
86.40
86.11
86.05
85.95
85.30
85.40

Sumber : Yudarfis at al, 1990

61

Persiapan lahan
Sebelum
tanaman ditanam
terlebih dahulu dilakukan pengolahan
tanah. Tanah yang telah diolah dibuat
lobang tanam dengan ukuran lebar 50
cm, panjang 50cm dan dalam 50 cm
dengan jarak tanam 4 x 4 m hingga 8 x
8 m tergantung kondisi lahan dan
kesuburan lahan. Untuk lahan datar
jarak tanam lebih lebar dari lahan
miring. Menurut Hamid (1991) pada
lahan miring (berlereng) sebaiknya
pengolahan
tanah
dilaksanakan
menurut sistim kontur, yaitu melintang
terhadap lereng. Hal ini dimaksudkan
untuk mecegah penghanyutan tanah
(erosi). Erosi yang tinggi akan
mengurangi kesuburan tanah, akibat
lapisan atas tanah yang subur terbawa
oleh air hujan yang jatuh dan mengalir
di atas permukaan tanah.
Untuk
mengurangi
penghanyutan tanah dan tumbuhnya
gulma dapat ditanam tanaman penutup
tanah. Tanaman penutup tanah yang
dianjurkan ialah Pueraria javanica,
Calopogonium
mucumoides,
Centrosema pubeccens, Psopocarpus
sp dan sebagainya, masing-masing 2530 kg/ha (Hamid, 1991). Selain
tanaman penutup tanah dapat juga
dengan menanam tanaman lainya
sebagai tanaman sela, seperti tanaman
pangan, atau tanaman perkebunan
lainnya.
Penanaman dan pemeliharaan
Penanaman
bibit
kemiri
dilakukan pada awal musim hujan.
Bibit ditanam pada lubang yang telah
disiapkan. Penyiangan diperlukan bila

62

di sekitar tanaman tumbuh gulma.


Adanya gulma dapat mengakibatkan
persaingan dalam mengambil zat hara
dalam tanah. Penyiangan dilakukan di
sekitar pohon saja. Untuk tanaman
dewasa atau yang sudah berbuah
penyiangan gulma atau alang-alang
akan
mempermudah
dalam
pemungutan hasil, karena buah yang
jatuh ke tanah akan nampak.
Pemupukan dapat dilakukan dengan
pemberian pupuk organic atau buatan.
Penanaman di lapangan dilakukan
dengan melepas atau membuang
polibag secara hati-hati. Usahakan
tanah dalam polibag dalam kondisi
utuh tidak pecah berderai, sehingga
akan menyebabkan pertumbuhan
kemiri akan terganggu.
Di Indonesia umur bibit siap
tanam tiodak sama antara satu daerah
dengan daerah lainnya, tergantng
kondisi bibit dan lingkungannya
umumnya pada umur antara 4-6 bulan,
ada pula yang menanam pada umur 7
10 bulan dan ada pula yang menanam
pada umur 3 bulan.
Waktu
bertanampun berbeda
tergantung
musim hujan. Di Lombok pada bulan
Nopember, seangkan di Bima pada
bulan Desember (Hamid, 1991).
Selama pemeliharaan juga perlu
diperhatikan kondisi lingkungan. Bila
kondisi kering, sebaiknya dilakukan
penyiraman.
Sebaliknya
untuk
mencegah agar tanah tidak tergenang
dibuat saluran drainase.
Kondisi
tergenang
akan
mengakibatkan
lingkungan/tanah menjadi lembab. Hal
ini akan mendorong berkembangnya
pathogen penyakit terutama cendawan.

Tanaman kemiri sebatulnya


termasuk tanaman yang kurang
mendapat gangguan oleh hama atau
penyakit. Beberapa penyakit yang
perlu dicegah kemunculannya adalah
penyakit yang disebabkan oleh
cendawan Diplodia sp, Rhizoctinia sp,
Sphaerostible sp Phytophthora sp,
Pythium sp dan Botryodiplodia sp..
Diplodia sp dapat dicegah dengan
mengusahakan agar kondisi lingkungan
tidak lembab, sebab cendawan ini pada
kondisi yang cocok akan cepat
menyebar dan menyerang pohon
kemiri. Di Malaysia tanaman yang
terserang cendawan ini dalam beberapa
kasuis akan mati setelah dua minggu.
Rhyzoctonia sp menyerang tanaman
muda pada pangkal batang yang belum
mengayu terutama di pesemaian.
Tanaman yang terserang dalam
beberapa hari akan mati. Begitu pula
tanaman di pembibitan. Untuk
memberantasnya
dilakukan
penyemprotan denga fungisida ata
bubur bordeoux. Sphaerostible sp
menyerang tanaman kemiri yang
dicirikan oleh daun yang layu atau
dapat juga menyerang leher akar. Pada
akar terlihat bercak hijau dan berair
yang berubah menjadi warna coklat .
Pemberantasan dengan fungisida
sangat sulit, tanaman yang terserang
dicabut dan dibakar. Tanah bekas
terserang, bila hendak ditanam
dilakukan penyiraman dengan 15 liter
formalin 0.1 % per meter persegi.
Phytopthora sp. menyerang kulit dan
leher akar dan biasanya akar berwarna
gelap.
Pemberantasan
dilakukan
dengan mencabut dan membakarnya.

Untuk mencegah terjadi serangan


cendawan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan 25 % Carbolineum dua
kali setahun. Pythium sp menyerang
kayu tanaman dibagian bawah
permukaan tanah. Pemberantasannya
dengan mencabut dan membakar
tanaman.
Tanah bekas tanaman
tersebut disiram dengan 10 liter
formalin 1 % per meter persegi.
Botryodiplodia sp menyerang tanaman
yang berasal dari stump yaitu mulai
dari akar sampai permukaan stump
(Hamid, 1991).
Panen dan pasca panen
Tanaman kemiri mulai berbuah
umur 3 tahun. Panen dilakukan setelah
75 % buah masak.
Pemanenan
dilakukan dengan memanjat pohon
kemiri atau dengan menggunakan
galah. Untuk benih, panen dengan cara
membiarkan buah hingga masak dan
bila telah masak akan jatuh ke tanah.
Buah yang jatuh ke tanah ini sangat
baik untuk benih. Benih yang
berkualitas baik dalam 1 kg berisi
sekitar 80-90 butir. Kemiri berbuah
sepanjang
tahun.
Dari
hasil
pengamatan di Kebun Percobaan
Cibinong, bahwa A. montana pada
umur 2 tahun telah mulai berbuah. Di
Aceh pohon kemiri antara umur 8-10
tahun mampu berproduksi 50-60 kg.
Satu pohon kemiri umur 15 tahun
mampu berbuah antara 1000-2000 biji
atau rata-rata sekitar 20 kg/pohon/
tahun. Produksi biji meningkat sampai
umur 20 tahun dan mulai menurun
pada umur 70 tahun yaitu sekitar 8 kg
daging biji kemiri kupas tiap tahun.
Pada umur 70 tahun diameter pohon

63

dapat mencapai 110 cm (Ginoga at al,


1989 dalam Hadad et al, 1995). Dari
hasil pengamatan ternyata ada pohonpohon yang hasilnya lebih dari 10
kgpada umur 4 tahun. Di Ambon
tanaman
yang
subur
dapat
menghasilkan buah sebanyak 25 kg biji
per pohon (Hamid, 1981). Gelondong
(biji kemiri) yang kering beratnya dapat
mencapai 8-14 g/biji dengan tebal kulit
batok 3-4 mm yang merupakan 60-70
% dari berat buah (Hadad at al, 1995).
Biji mengandung 60 % minyak
yang mudah menguap dan dapat
dipergunakan untuk berbagai keperluan
(Rakhmadiono, 1991 dalam Hadad et
al, 1991), sedangkan biji yang gugur
sebelum masak mengandung minyak
42.5 % dan eleostearin 37.4 % (Hamid,
1991). Menurut Huitema dan Heeteren
dalam Hamid (1991). kacang A.
cordata mengandung 30-40 % minyak,
A. fordii (30-40 %), A. Molucana (5565 %), A. Montana (40-60 %), daan A.
trispermaq sekitar 50 %.
Setelah buah dipanen dilakukan
pengolahan
kemiri.
Pengolahan
ditingkat petani adalah sebagai berikut :
Kemiri gelondong terdiri atas kulit dan
daging biji. Kulit bijinya keras dan
daging buah lunak. Daging buah
melekat
pada
kulit.
Umunya
pengolahan kemiri dilakukan secara
sederhana. Sebelum pengupasan kemiri
dikeringkan selama 3 hari dibawah
terik mata hari, setelah itu dilakukan
pengupasan. Sebelum pengupasan
kemiri diikat dengan menyisipkannya
pada penjepit rotan/bambu atau dengan
cara lain yang kemudian dihentakan/
ditumbukan pada landasan yang keras.

64

Kapasitas pengupasan dengan cara ini


sangat
rendah
(maksimum
4
kg/jam/orang) dan tingkat keutuhan biji
sangat
berpariasi
tergantung
keterampilan pengupas.
Tehnik
tersebut dapat diperbaiki melalui
kombinasi pengeringa, perendaman
dan penirisan sebelum dilakukan
pengupasan.
Cara ini mampu
menghasilkan tingkat keutuhan biji
antara 75 - 83 % (Hidayat dan
Mulyono, 1996).
Menurut Hidayat dan Mulyono
(1996), kemiri yang telah dikeringkan
selama 3 hari diterik mata hari
dilakukan pengeringan tambahan
selama 10 jam pada suhu 50o C, setelah
itu dilakukan perendaman dalam air
selama 15 menit, selanjutnya ditiriskan
selama 15 menit dan setelahn itu
dilakukan
pengupasan.
Untuk
meningkatkan tingkat keutuhan hasil
telah dikembangkan cara pengupasan
mekanis. Ada 3 alat pengupas kemiri
yang dapat digunakan dengan tingkat
pengoperasian yang berbeda (Tabel 3).
Tabel 3. Beberapa alat pengupas kemiri
dan kondisi pengoperasiannya
Tipe alat

Putaran
alat/
tinggi
jatuh
400ppm

Kapaasita
s
(kg/jam)

Tipe
125-130
sentrifugal
(Balittro)
Tipe
140
80-85
sentrifugal
ppm
(Rakhmadiono,
1991)
Tipe grafitasi
2m
90-100
(Rakhmadiono,
1992)
Sumber : Hidayat dan Mulyono (1996)

Biji
terkupas
utuh (%)
62

76

90

ARAH KEBIJAKAN
Dalam
upaya
mendukung
pengembangan kemiri di Indonesia
diperlukan arah dan kebijakan yang
tepat, agar pengembangannya tidak
mengalami hambatan. Pengembangan
kearah wilayah yang sesuai sebaiknya
mendapat perhatian yang utama, karena
dengan pengembangan di daerah yang
sesuai dengan persyaratan tumbuh
tanaman akan didapatkan hasil yang
maksimal. Resiko kegagalan akibat
serangan hama dan penyakit akan
terhindar.
Dukungan penelitian sangat
diperlukan.
Penelitian
kearah
peningkatan produktivitas dan efisiensi
harus menjadi prioritas utama..
Penelitian untuk mendapatkan varietas
unggul yang memiliki kemampuan
berproduksi
yang
tinggi
akan
mendorong peningkatan produksi
secara nasional, informasi teknologi
dan bimbingan serta penyuluhan.harus
diintensifkan
atau
ditingkatkan.
Penanaman kemiri akan lebih
menguntungkan bila dikembangkan
dengan sistim pola tanam dengan
tanaman lain. Sebaiknya sebelum
tanaman kemiri dewasa ditanam
diantaranya tanaman yang tahan
terhadap cahaya, sedangkan setelah
tanaman kemiri dewasa ditanam
tanaman
yang
tahan
lindung.
Penanaman tanaman kemiri tidak
memerlukan biaya tinggi karena tidak
banyak memerlukan perawatan khusus.
Umumnya ditingkat petani tanaman
tidak pernah dipupuk. Pemberian
pupuk (pupuk organik seperti pupuk
kandang) akan mampu manjadikan

tanaman tumbuh lebih cepat dan kelak


akan berpeluang menghasilkan lebih
baik daripada tanpa dipupuk.
KESIMPULAN
Kemiri merupakan salah satu
tanaman industri yang memiliki nilai
ekonomi dan dapat dikembangkan di
Indonesia. Pengem,bangan tanaman
kemiri di Indonesia perlu mendapat
perhatian. Hingga saat ini teknologi
budidaya kemiri masih sangat
sederhana. Pengembangan dalam skala
luas dalam bentuk pola tanam dengan
menanam tanaman lain diantaranya
akan dapat meningkatkan pendapatan
petani kemiri. Penanaman kemiri akan
lebih menguntungkan, bila ditanam
dengan tanaman lain diantaranya.
Pengembangan tanaman kemiri yang
selama ini lebih mengarah kedaerah
kritis perlu diarahkan kedaeah-daerah
yang sesuai persyaratan tumbuhnya
agar produktivitasnya meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1986. Studi Sosial
Ekonomi dan Lingkungan di
Propinsi NTB dan NTT. Buku II.
Dilaksanakan
oleh
Balittro,
Balitbang dan Ditjenbun. Proyek
Bantuan untuk Upaya Peningkatan
Pendapatan Petani pada lahan kritis
di NTB dan NTT
Anonimous, 2002. Statistik Perkebunan
Indonesia 2000-2002. Kemiri,
Dirjen Bina Produksi Perkebunan.
Anonimous, 2004. Statistik Perkebunan
Indonesia 2000-2002. Kemiri,
Dirjen Bina Produksi Perkebunan

65

Ginonga, G., A.N. Ginting, B. Santoso,


1989. Hutan tanaman kemiri
(Aleuritus moluccana Wild.).
Syarat tempat tumbuh dan aspek
ekonominya. Pros. Seminar Sehari
Pe,anfaatan
Agrometeorologi
dalam pembangnunan HITI dan
pambangunan
perkebunan.
Kerjasama PERHIMPI dan Badan
Litang Kehutanan..
Hadad, M. O.U. Suryana, 1995.
Kemiri. Edsus Littro Vol.XI No.1..
Balittro : 33-45.
Hamid, 1991. Tanaman kemiri. Edsus
Littro Vol. VII No.2. Balittro
Bogor :22-31
Heyne, K, 1987. Tumbuhan berguna
Indonesia. Terjemahan Badan
Litbang Jakarta.
Hidayat, T., E. Mulyono, 1996.
Teknologi pengolahan kemiri dan
peluang pengembangan-nya di
Sumatra Barat. Pros. Seminar dan
temu lapang teknologi konservasi
air berwawasan agribisnis bpada
ekosistim wilayah Sumatra barat.
Lawrence, 1964. Taxonomi of vascular
plants. The MC Milan Co., New
York : 353-366.

66

Purseglove, J.W. 1981. Aleurites


montana Wils. Tripocal Crops
Dicotyledons. Vol 1. The Print
house (Pte) Ltd, Singapore L: 140144
Rosman, R., A. Sudiman. 2002. Peta
kesesuaian lahan dan iklim
tanaman kemiri di Pulau jawa
bagian barat. Balittro, Bogor.
Udarno, T.M.L., M. Hasanah dan H.
Sutarno, 1990. Pengaruh beberapa
perlakuan fisik dan kimiawi
terhadap daya berkecambah benih
klemiri dan vigor bibit Aleurites
molucana WILLD. Bul Littro V(2)
: 92-100
Wahid, P, 1991. Perkecambahan dan
pembibitan kemiri. Edsus Littro
Vol.VII No.2. Balitro, Bogor : 3238.
Yudarfis, A. Djisbar dan M.
Ramadhan,
1990.
Pegaruh
pembakaran dan naungan terhadap
perkecambahan
kemiri
(A.
moluccana WILLD.). Bul. Littro
V(2): 101-105.

Anda mungkin juga menyukai