Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
PENDAHULUAN
Tanaman gambir dikenal dengan nama latin Uncaria gambir Roxb., nama
English Cats Claw, nama Spanyol Ua de Gato, nama India Vilcacora, dan
Indonesia adalah gambir. Spesies-spesies gambir antara lain: Uncaria elliptica R.Br.
& G. Don (Malaysia), Uncaria gambir Roxb. (Indonesia), Uncaria guianensis
J.F.Gmel. (Guyana), Uncaria rhynchophylla (Miq.) Jacks. (China), dan Uncaria
tomentosa DC - Cat's Claw (South America).
Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) adalah salah satu komoditas unggulan
dan spesifik lokasi Provinsi Sumatera Barat. Menurut Bappeda (2012), gambir
merupakan salah satu dari 10 komoditas ekspor utama Sumatera Barat dan 80%
dari ekspor gambir Indonesia berasal dari Sumatera Barat. Sebagian besar produksi
gambir Indonesia tersebut diekspor ke negara tujuan ekspor antara lain: India,
Pakistan, Nepal, Singapura, Bangladesh, Jepang, Malaysia, Italia, USA, Thailand,
dan Uni Emirat Arab (Tabel 1). Diantara negara-negara tersebut, India merupakan
negara tujuan ekspor terbanyak, yaitu sekitar 84% dari total gambir yang di ekspor.
Tabel 1. Perkembangan ekspor gambir Indonesia 20102011.
Tahun
2010
2011
Negara Tujuan
Bobot (ton)
Nilai FOB
Bobot (ton)
Nilai FOB
(1.000 US$)
(1.000 US$)
India
19.267,7
44,792
27.999,9
12.029,3
Nepal
546
1.622,8
407,8
130
Pakistan
612,1
687,2
701,5
584,7
Singapura
520,6
289,2
301,6
150,9
Bangladesh
352,2
281,2
453,4
331,6
Suadi Arabia
57,3
19
Jepang
37,6
4,6
99,7
25,2
Malaysia
35,8
75,1
58,6
106,3
Italia
28,1
19,9
26,4
13
USA
16,6
20
25,5
12,5
Thailand
7,3
2,7
Uni Emirat Arab
2,6
3
20
9,3
Sumber: UN Comtrade dalam Dirjen IKM (2012).
Gambir selain sebagian besar berasal dari Sumatera Barat, sebagian kecil juga
dibudidayakan di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera
Selatan (Ditjenbun, 2013a). Di Sumatera Barat, tanaman ini tidak menyebar pada
seluruh daerah kabupaten/kota, namun lebih banyak dibudidayakan di Kabupaten
Lima Puluh Kota dan Pesisir Selatan. Menurut Fauza (2011), tanaman gambir yang
ada di Kabupaten Pesisir Selatan berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota yang
1 | Gambir (Atman dan Misran)
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
dibawa oleh pedagang tembakau pada awal abad 20. Saat ini, tanaman gambir juga
dikembangkan di beberapa daerah, seperti: Tanah Datar, Sawahlunto, Pasaman,
Pariaman, dan Solok.
Tanaman gambir yang ada di Sumatera Barat, sebagian besar merupakan
tanaman yang diusahakan secara turun-temurun dan dianggap sebagai tabungan
hidup serta sumber pendapatan. Di Kabupaten Lima Puluh Kota, komoditas ini
merupakan komoditas unggulan dengan kawasan pengembangan di Kecamatan
Pangkalan, Kapur IX, dan Suliki, namun tidak banyak mengalami penambahan areal.
Sedangkan di Kabupaten Pesisir Selatan, sebagian besar merupakan lahan bukaan
baru dan umumnya terletak pada lahan kritis dengan kemiringan yang cukup tinggi
dan didominasi oleh semak belukar serta hutan lebat.
Gambir sebagai komoditas ekspor non migas mampu memberikan sumbangan
cukup berarti pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah dan devisa
negara (Gumbira, 2008; BPS Sumatera Barat, 2013). Prospek pasar dan potensi
pengembangan gambir cukup baik karena produk olahannya digunakan sebagai
bahan baku dalam berbagai industri. Namun, perkembangan tanaman gambir di
Sumatera Barat kurang mengembirakan. Pada tahun 2004-2012, luas panen dan
produksi gambir memperlihatkan peningkatan yang kurang berarti setiap tahunnya,
masing-masing hanya 1,15% dan 1,62%. Sebaliknya, produktivitas gambir
cenderung menurun setiap tahunnya. Sementara itu, harga gambir di tingkat petani
Sumatera Barat sangat berfluktuasi, berkisar Rp.11.967 per kg (tahun 2006) sampai
Rp.27.854 per kg (tahun 2010) (Tabel 2).
Tabel 2. Perkembangan luas panen, produksi, produktivitas, dan harga gambir di
Sumatera Barat, 2004-2012.
Tahun
Produksi (ton)
2004
19.387
12.436
2005
19.658
13.244
2006
19.121
12.973
2007
19.350
13.115
2008
19.663
13.930
2009
19.335
13.932
2010
21.400
13.845
2011
21.404
14.025
2012
21.412
14.220
Sumber: Disbun Sumatera Barat (2013); data diolah.
Produktivitas
(kg/ha)
794
775
762
763
762
763
705
716
725
Harga
(Rp./kg)
12.136
16.025
11.967
13.846
13.921
27.854
19.417
19.708
13.836
PERMASALAHAN
Pada Tabel 1 terlihat bahwa produktivitas gambir tertinggi dicapai pada tahun
2004 yaitu 794 kg/ha dan terendah pada tahun 2010 yaitu 705 kg/ha. Sementara itu,
produktivitas gambir di tingkat petani masih relatif rendah, yaitu sekitar 400 kg/ha
getah kering (BPTP Sumbar, 2012). Menurut Roswita (1990) dan Disbun Sumatera
Barat (1998), produktivitas tanaman gambir rakyat berkisar 400-600 kg/ha getah
kering. Bila dibandingkan dengan potensinya, produktivitas gambir di Sumatera Barat
ini jauh lebih rendah. Menurut Sastrahidayat dan Soemarsono (1991), potensi hasil
tanaman gambir dapat mencapai 2.100 kg/ha getah kering.
Dibandingkan dengan provinsi lain, ternyata Provinsi Sumatera Barat memiliki
luas panen mencapai 73%, namun produkivitasnya menduduki urutan kedua
2 | Gambir (Atman dan Misran)
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
terendah setelah Sumatera Selatan, hanya 710 kg/ha (Tabel 3). Produktivitas
tertinggi diperoleh dari Provinsi Kepulauan Riau, yaitu 1.794 kg/ha, yang hampir
mendekati potensi hasilnya.
Tabel 3. Kondisi tanaman gambir di Indonesia, tahun 2011.
No.
Provinsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Jumlah
Luas
Areal (ha)
194
1.888
21.404
4.928
355
564
29.333
Produksi
(ton)
27
1.888
13.917
4.312
357
193
20.694
Produktivitas
(kg/ha)
871
1.216
710
1.013
1.794
387
792
Jumlah
Petani
(KK)
257
2.885
10.570
2.117
464
280
16.573
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
Perbanyakan Bibit
Tanaman gambir dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif, namun
umumnya diperbanyak melalui perbanyakan generatif, yaitu melalui biji yang
disemaikan lebih dulu dengan prosedur tertentu untuk memperoleh bahan tanaman
yang memiliki daya tumbuh lebih baik (80-90%). Saat ini sudah mulai dikembangkan
perbanyakan secara vegetatif, seperti: stek, perundukan, dan kultur jaringan, tetapi
tingkat keberhasilannya masih rendah. Kegiatan ini lebih banyak dilakukan untuk
kepentingan penelitian yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas bibit turunan
dari induknya atau pemurnian jenis (Hasan, dkk., 2000). Agar proses perbanyak
benih berlangsung dengan baik, maka harus diperhatikan kriteria tanaman yang
akan dijadikan sumber benih, yaitu: (a) berasal dari tanaman varietas unggul; (b)
recoveri pertumbuhan daun cepat; (c) tanaman berumur 10-12 tahun, tinggi rumpun
4 | Gambir (Atman dan Misran)
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
300 cm, panjang cabang 300-450 cm dan pertumbuhan daun optimal; dan (d)
produksi daun >12.000 kg/ha/th (Sinar Tani, 2014). Hasan, dkk. (2000) menyarankan
agar benih diambil dari tanaman yang tidak pernah dipanen atau gambir yang
tumbuh di pinggiran hutan.
Metode stek dilakukan dengan memotong dahan yang telah berukuran besar
dan memiliki dua buah cabang atau lebih. Potongan dahan dengan panjang sekitar
50 cm kemudian lansung ditanam pada hari yang sama atau direndam dalam air
sebelum ditanam pada hari berikutnya. Tingkat keberhasilan penyetekan hanya
sekitar 50% (Ditjenbun, 2013a). Hasil penelitian Fauza (2006) menunjukkan bahwa
jaringan tanaman yang lebih baik digunakan sebagai bahan asal stek adalah cabang
yang sedikit berkayu (soft-wood cutting). Perbedaan varietas tanaman gambir tidak
meperlihatkan perbedaan dalam pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan
melalui stek (Tabel 5). Agar tingkat keberhasilan lebih tinggi, perlu rekayasa
lingkungan tempat tumbuh stek, serta penggunaan zat pengatur tumbuh dan hormon
lainnya untuk merangsang pertunasan dan perakaran.
Tabel 5. Rata-rata hasil pengamatan beberapa variabel pengamatan setek tiga tipe tanaman gambir pada umur 10 minggu
setelah tanam (MST), 2006.
Sedikit berkayu (soft-wood
Lunak (succulent)
Berkayu (hard-wood cutting)
cutting_
Pengamatan
Cubadak Udang
Riau
Cubadak
Udang
Riau
Cubadak
Udang
Riau
Saat muncul
15
14
13
16
16
15
18
17
17
tunas (hari)
Persentase
27,5
15,0
22,5
32,5
40,0
37,5
35,0
37,5
32,5
bertunas (%)
Jumlah tunas
1,13
1,25
1,21
1,56
1,72
1,48
1,29
1,20
1,36
(buah)
Warna pupus
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
Jumlah daun
2,23
1,94
2,08
3,68
3,77
3,85
2,47
2,33
2,40
(helai)
Panjang daun
4,76
5,39
4,41
3,92
4,28
4,19
(cm)
Lebar daun
1,52
2,33
1,70
1,49
1,87
1,58
(cm)
Warna daun
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
Keterangan: hm=hijau muda; - = tidak dapat diukur karena belum membuka sempurna.
Sumber: Fauza (2006).
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
Pemberian Pupuk
Pupuk untuk tanaman gambir dapat berasal dari pupuk organik dan anorganik.
Sumber pupuk organik yang sangat umum dan sering dipakai petani gambir adalah
kompos bahan organik sisa pengolahan daun gambir (limbah kempaan gambir).
Kompos merupakan pupuk organik yang dapat memperbaiki sifat fisik, biologis dan
kimia tanah. Pengomposan limbah kempaan gambir sangat efisien, cepat, murah,
mutu baik, dan tidak menimbulkan bau tak sedap pada lingkungan. Cara
pemberiannya, cukup dengan menyebarkannya di sekitar tanaman gambir. Menurut
Ditjenbun (2013c), komposisi hara kompos yang berasal dari ampas kempaan
gambir adalah: C organik (15,1718,7%); N (0,872,85%); P2O5 (0,91,10%);
K (0,580,65%); Na (0,050,08%); SO4 (0,310,48%); dan pH (5,65,9). Kompos
yang baik adalah bila kandungan N, P2O5, dan K2O berturut-turut 0,190,5%; 0,08
0,27%; dan 0,451,20%. Artinya, kompos limbah kempaan gambir sudah memadai
sebagai pupuk yang baik. Penggunaan limbah kempaan gambir memberikan hasil
panen (daun+ranting) dan gambir kering yang tidak berbedanyata dengan pemberian
kompos pupuk kandang (Hasan, dkk., 2000). Dibanding kompos pupuk kandang,
penggunaan limbah kempaa gambir lebih efisien karena tersedia di lokasi
pertanaman dan tidak memerlukan pengangkutan dari tempat lain. Namun, masih
diperlukan kajian tentang dosis dan waktu pemberian yang tepat sesuai dengan
umur tanaman gambir.
Saat ini sudah dikembangkan sumber bahan organik bagi tanaman yang dibuat
dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman, gulma, dan sampah organik yang
difermentasi dengan bantuan mikroorganisme yang dikenal dengan istilah Effective
Microorganism-4 (EM-4) dan produk ini dikenal dengan nama bokashi. Bokashi ini
memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber bahan organik lainnya antara lain
karena cepat terdekomposisi sehingga hara yang dikandungnya juga lebih cepat
tersedia bagi tanaman. Menurut Higa (1993), mikroorganisme yang terdapat dalam
EM-4 dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan cara: (1) melarutkan unsur hara
dari batuan induk yang kelarutannya rendah, (2) mereaksikan logam-logam berat
menjadi senyawa-senyawa untuk menghambat penyerapan logam berat tersebut
oleh akar tanaman, (3) menyediakan molekul organik sederhana sehingga dapat
diserap langsung oleh tanaman, (4) melindungi tanaman dari serangan hama dan
penyakit, (5) memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah, dan (6) mempercepat dekomposisi bahan organik dan residu tanaman.
Pemberian bokashi dilakukan umur satu minggu setelah tanam bibit ke
lapangan dengan cara membenamkan bokashi tersebut ke dalam tanah secara
melingkar sedalam lebih kurang 5 cm, dengan jarak 30 cm dari pangkal batang
tanaman. Menurut Ardi (2003), ternyata takaran bokashi EM-4 sebanyak 7,5 12,5
t/ha (3-5 kg/tanaman) memberikan hasil yang lebih baik (jumlah daun dan tinggi
tanaman gambir) dibanding takaran yang lebih rendah (Tabel 7).
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
Tabel 7. Jumlah daun dan tinggi tanaman gambir muda umur 6 bulan di lapangan,
2002,
Takaran bokashi
Jumlah daun
Tinggi tanaman (cm)
12,5 ton/ha (5 kg/tanaman)
43,00 a
49,75 a
10,0 ton/ha (4 kg/tanaman)
41,75 a
47,00 a
7,5 ton/ha (3 kg/tanaman)
41,25 ab
45,00 ab
5,0 ton/ha (2 kg/tanaman)
37,00 bc
44,25 b
2,5 ton/ha (1 kg/tanaman)
33,25 cd
42,75 bc
Tanpa bokashi (kontrol)
31,75
d
39,50 c
KK
13,30 %
11,13 %
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut DNMRT pada taraf nyata 5%.
Sumber: Ardi (2003).
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
Pemeliharaan
(a) Perundukan. Bertujuan untuk mempercepat tanaman menjadi rimbun sehingga
membentuk rumpun yang rimbun, subur, dan berdaun lebat. Dapat dilakukan
dengan mengikat setiap batang yang mulai memanjang, diikat, dan ditarik ke
bawah sehingga merunduk, yang diharapkan akan ke luar cabang baru (Sinar
Tani, 2014).
(b) Penyiraman. Bertujuan untuk menghindari tanaman mati muda. Dilakukan pada
tanaman gambir yang baru dipindah ke lapangan, utamanya pada tanaman yang
memperlihatkan stress air.
(c) Pengendalian hama dan penyakit. Kerusakan tanaman gambir akibat serangan
hama dan penyakit belum begitu mengkhawatirkan. Sampai saat ini belum ada
laporan tentang serangan hama/penyakit yang melebihi ambang ekonomi.
1. Hama yang biasanya menyerang tanaman gambir adalah: belalang (famili
Orthoptera); ulat (famili Lepidoptera); kutu daun (famili Homoptera);
penggulung daun (Palpita marinata), menyeran daun muda dan bunga yang
baru mekar; wereng batang (Leptocentrus sp), menyerang pucuk daun muda;
Sura uncariae Schn, menyerang kambium, xilem, dan kulit batang; Ectropis
bhurtmitra (wlk.), menyerang daun muda; Daphnis hypothous Cr., menyerang
pucuk daun; Thosea lutea Hyl, menyerang daun; dan Oreta carnea,
menyerang daun. Pengendaliannya dapat dilakukan antara lain, melalui: (a)
melakukan pemupukan berimbang sehingga tanaman memiliki vigor lebih
kuat; (b) sanitasi yang baik melalui pengendalian gulma; (c) melakukan
pemangkasan pucuk atau daun muda yang terserang dan segera
memusnahkannya; (d) menggunakan musuh alami; dan (e) penggunaan
insektisida.
2. Penyakit yang umum ditemukan pada tanaman gambir adalah gejala penyakit
bercak daun tunggal, bercak kecil dan bercak pinggir daun. Penyebabnya
adalah jamur Conospora, Phomaceae, atau Oxipulaceae.,juga ditemukan
gejala penyakit daun kering dan mozaik. Pengendaliannya dilakukan dengan
cara. Kurangi kelembaban melalui pengurangan naungan dan penggunaan
fungisida (Roufiq, dkk., 2014; Sinar Tani, 2014).
(d) Penyiangan. Pelaksanaannya sekali dalam 3-4 bulan atau biasanya dilakukan
petani setelah panen, tergantung kondisi gulma. Caranya, dengan
membersihkan sekeliling tanaman sehingga dapat mengurangi persaingan
dengan gulma dalam hal pemanfaatan hara, air, dan cahaya. Menurut Hasan,
dkk. (2000), penyiangan bersih di sekitar rumpun tanaman dapat meningkatkan
hasil panen daun sampai 30% dan gambir kering sampai 13% dibanding
penyiangan yang dilakukan petani.
(e) Pemangkasan, adalah tindakan pembuangan sebagian dari organ tanaman
berupa cabang, ranting, dan daun, yang bertujuan : (a) memperoleh kerangka
(frame) tanaman gambir yang baik; (b) mengatur agar penyebaran cabangcabang dan daun-daun produktif pada tajuk tanaman bisa merata; (c) membuang
bagian-bagian tanaman yang tidak dikehendaki (tunas air, cabang yang
sakit/patah); (d) merangsang agar tanaman membentuk organ baru yaitu daundaun muda yang lebih potensial; dan (e) menekan resiko terjadinya serangan
hama dan penyakit. Tipe pemangkasan yang dianjurkan adalah pemangkasan
meja, yaitu memangkas seluruh cabang dan ranting pada ketinggian >1 m
sehingga terlihat permukaan pangkasan horizontal dan rata seperti meja
9 | Gambir (Atman dan Misran)
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
2.
3.
4.
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.
22. Idris, Z. Hasan, dan Nurmansyah. 1996. Pengaruh jarak tanam dan pemupukan
terhadap produksi gambir dan komposisi gulma. Laporan kegiatan Kelti Penyakit IPPTP
Lain Solok (tidak diterbitkan); 10 hlm.
23. Ridwan. 2012. Budidaya Konservasi Pada Tanaman Gambir. BPTP Sumatera Barat.
http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id
=402:budidaya-konservasi-pada-tanaman-gambir&catid=1:info-teknologi. Diunduh 5
Desember 2014.
24. Risfaheri, Emmyzar, dan H. Muhammad, 1991. Budiadya dan Pascapanen Gambir.
Temu Tugas Aptek Pertanian Sub Sektor Perkebunan, Solok, 3-5 September 1991.
25. Risfaheri dan L. Yanti. 1993. Pengaruh ketuaan dan penanganan daun sebelum
pengempaan terhadap rendemen dan mutu gambir. Buletin Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Volume VIII, Nomor 1. Balittro Bogor.
26. Roufiq A,N., M. Hadad EA2, dan A.M. Hasibuan. 2014. Status Teknologi Budidaya
dan Pengolahan Gambir. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/file/Perkembangan%20TRO/20no1/1Ga
mbir.pdf. Diunduh 5 Desember 2014.
27. Roswita, D. 1990. Prospek tanaman gambir di Sumatera Barat. Buletin BIP Padang
(01); 8-10 hlm.
28. Sastrahidayat, I.R. dan Soemarsono, D.S. 1991. Budidaya Tanaman Tropika. Usaha
Nasional. Surabaya.
29. Sinar Tani. 2014. Budidaya Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb).
http://tabloidsinartani.com/content/read/budidaya-tanaman-gambia-uncaria-gambir-roxb/.
Tabloid Sinar Tani, Rabu, 8 Januari 2014. Diunduh 9 Desember 2014.