Anda di halaman 1dari 12

Diterbitkan pada:

Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN GAMBIR


DI SUMATERA BARAT
Atman dan Misran
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

PENDAHULUAN
Tanaman gambir dikenal dengan nama latin Uncaria gambir Roxb., nama
English Cats Claw, nama Spanyol Ua de Gato, nama India Vilcacora, dan
Indonesia adalah gambir. Spesies-spesies gambir antara lain: Uncaria elliptica R.Br.
& G. Don (Malaysia), Uncaria gambir Roxb. (Indonesia), Uncaria guianensis
J.F.Gmel. (Guyana), Uncaria rhynchophylla (Miq.) Jacks. (China), dan Uncaria
tomentosa DC - Cat's Claw (South America).
Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) adalah salah satu komoditas unggulan
dan spesifik lokasi Provinsi Sumatera Barat. Menurut Bappeda (2012), gambir
merupakan salah satu dari 10 komoditas ekspor utama Sumatera Barat dan 80%
dari ekspor gambir Indonesia berasal dari Sumatera Barat. Sebagian besar produksi
gambir Indonesia tersebut diekspor ke negara tujuan ekspor antara lain: India,
Pakistan, Nepal, Singapura, Bangladesh, Jepang, Malaysia, Italia, USA, Thailand,
dan Uni Emirat Arab (Tabel 1). Diantara negara-negara tersebut, India merupakan
negara tujuan ekspor terbanyak, yaitu sekitar 84% dari total gambir yang di ekspor.
Tabel 1. Perkembangan ekspor gambir Indonesia 20102011.
Tahun
2010
2011
Negara Tujuan
Bobot (ton)
Nilai FOB
Bobot (ton)
Nilai FOB
(1.000 US$)
(1.000 US$)
India
19.267,7
44,792
27.999,9
12.029,3
Nepal
546
1.622,8
407,8
130
Pakistan
612,1
687,2
701,5
584,7
Singapura
520,6
289,2
301,6
150,9
Bangladesh
352,2
281,2
453,4
331,6
Suadi Arabia
57,3
19
Jepang
37,6
4,6
99,7
25,2
Malaysia
35,8
75,1
58,6
106,3
Italia
28,1
19,9
26,4
13
USA
16,6
20
25,5
12,5
Thailand
7,3
2,7
Uni Emirat Arab
2,6
3
20
9,3
Sumber: UN Comtrade dalam Dirjen IKM (2012).

Gambir selain sebagian besar berasal dari Sumatera Barat, sebagian kecil juga
dibudidayakan di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera
Selatan (Ditjenbun, 2013a). Di Sumatera Barat, tanaman ini tidak menyebar pada
seluruh daerah kabupaten/kota, namun lebih banyak dibudidayakan di Kabupaten
Lima Puluh Kota dan Pesisir Selatan. Menurut Fauza (2011), tanaman gambir yang
ada di Kabupaten Pesisir Selatan berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota yang
1 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

dibawa oleh pedagang tembakau pada awal abad 20. Saat ini, tanaman gambir juga
dikembangkan di beberapa daerah, seperti: Tanah Datar, Sawahlunto, Pasaman,
Pariaman, dan Solok.
Tanaman gambir yang ada di Sumatera Barat, sebagian besar merupakan
tanaman yang diusahakan secara turun-temurun dan dianggap sebagai tabungan
hidup serta sumber pendapatan. Di Kabupaten Lima Puluh Kota, komoditas ini
merupakan komoditas unggulan dengan kawasan pengembangan di Kecamatan
Pangkalan, Kapur IX, dan Suliki, namun tidak banyak mengalami penambahan areal.
Sedangkan di Kabupaten Pesisir Selatan, sebagian besar merupakan lahan bukaan
baru dan umumnya terletak pada lahan kritis dengan kemiringan yang cukup tinggi
dan didominasi oleh semak belukar serta hutan lebat.
Gambir sebagai komoditas ekspor non migas mampu memberikan sumbangan
cukup berarti pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah dan devisa
negara (Gumbira, 2008; BPS Sumatera Barat, 2013). Prospek pasar dan potensi
pengembangan gambir cukup baik karena produk olahannya digunakan sebagai
bahan baku dalam berbagai industri. Namun, perkembangan tanaman gambir di
Sumatera Barat kurang mengembirakan. Pada tahun 2004-2012, luas panen dan
produksi gambir memperlihatkan peningkatan yang kurang berarti setiap tahunnya,
masing-masing hanya 1,15% dan 1,62%. Sebaliknya, produktivitas gambir
cenderung menurun setiap tahunnya. Sementara itu, harga gambir di tingkat petani
Sumatera Barat sangat berfluktuasi, berkisar Rp.11.967 per kg (tahun 2006) sampai
Rp.27.854 per kg (tahun 2010) (Tabel 2).
Tabel 2. Perkembangan luas panen, produksi, produktivitas, dan harga gambir di
Sumatera Barat, 2004-2012.
Tahun

Luas Areal (ha)

Produksi (ton)

2004
19.387
12.436
2005
19.658
13.244
2006
19.121
12.973
2007
19.350
13.115
2008
19.663
13.930
2009
19.335
13.932
2010
21.400
13.845
2011
21.404
14.025
2012
21.412
14.220
Sumber: Disbun Sumatera Barat (2013); data diolah.

Produktivitas
(kg/ha)
794
775
762
763
762
763
705
716
725

Harga
(Rp./kg)
12.136
16.025
11.967
13.846
13.921
27.854
19.417
19.708
13.836

PERMASALAHAN
Pada Tabel 1 terlihat bahwa produktivitas gambir tertinggi dicapai pada tahun
2004 yaitu 794 kg/ha dan terendah pada tahun 2010 yaitu 705 kg/ha. Sementara itu,
produktivitas gambir di tingkat petani masih relatif rendah, yaitu sekitar 400 kg/ha
getah kering (BPTP Sumbar, 2012). Menurut Roswita (1990) dan Disbun Sumatera
Barat (1998), produktivitas tanaman gambir rakyat berkisar 400-600 kg/ha getah
kering. Bila dibandingkan dengan potensinya, produktivitas gambir di Sumatera Barat
ini jauh lebih rendah. Menurut Sastrahidayat dan Soemarsono (1991), potensi hasil
tanaman gambir dapat mencapai 2.100 kg/ha getah kering.
Dibandingkan dengan provinsi lain, ternyata Provinsi Sumatera Barat memiliki
luas panen mencapai 73%, namun produkivitasnya menduduki urutan kedua
2 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

terendah setelah Sumatera Selatan, hanya 710 kg/ha (Tabel 3). Produktivitas
tertinggi diperoleh dari Provinsi Kepulauan Riau, yaitu 1.794 kg/ha, yang hampir
mendekati potensi hasilnya.
Tabel 3. Kondisi tanaman gambir di Indonesia, tahun 2011.
No.

Provinsi

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Jumlah

Luas
Areal (ha)
194
1.888
21.404
4.928
355
564
29.333

Produksi
(ton)
27
1.888
13.917
4.312
357
193
20.694

Produktivitas
(kg/ha)
871
1.216
710
1.013
1.794
387
792

Jumlah
Petani
(KK)
257
2.885
10.570
2.117
464
280
16.573

Sumber: Ditjenbun (2013a).

Penyebab rendahnya produktivitas gambir pada tingkat petani di Sumatera


Barat, antara lain karena teknik budidaya yang tidak sesuai anjuran, seperti: belum
menggunakan bibit unggul berkualitas (bibit asalan dan bibit campuran), belum
melakukan pemupukan dan pemeliharaan yang memadai, cara panen dan
penggunaan alat panen yang kurang tepat, serta pengolahan hasil yang belum
efektif dan efisien (Denian dan Suherdi, 1992; Risfaheri, dkk., 1991). Mutu
produknya juga rendah karena cara pengolahannya masih sederhana dan kurang
memperhatikan kebersihan. Selain itu untuk meningkatkan kuantitas hasil sering
ditambahkan campuran dari tanah, tapioka, atau dedak yang berakibat menurunkan
mutu dan tingkat kemurnian. Pencampuran gambir ini semata-mata bukan keinginan
petani saja, namun juga atas permintaan pedagang. Pencampuran dilakukan dengan
perbandingan 50:50 atau 70:30 (murni:campuran), sesuai permintaan pedagang.
Umumnya pedagang lebih beruntung membeli produk gambir tercampur karena
mereka akan melakukan pengolahan ulang.
Penyebab lain rendahnya produktivitas gambir adalah penanaman gambir pada
lahan bukaan baru dan umumnya terletak pada lahan kritis dengan kemiringan yang
cukup tinggi serta tidak menerapkan teknik budidaya konservasi, dimana sistem
jarak tanam yang dipakai tidak beraturan dan tidak mengikuti baris kontur. Pola
tanamnya secara monokultur. Sistem budidaya seperti ini akan memberi peluang
terjadinya erosi yang dapat merusak lingkungan sekitarnya (Ridwan, 2012). Untuk
membuka lahan baru, petani biasanya melakukan pembakaran dengan alasan biaya
lebih murah dan mudah mengerjakannya serta abunya dapat berfungsi sebagai
pupuk untuk menyuburkan tanah. Petani berpendapat, teknik budidaya konservasi
memerlukan modal dan tenaga kerja yang cukup besar pada persiapan awal
penanaman gambir.
Berfluktuasinya harga gambir di tingkat petani menyebabkan peningkatan
produktivitas gambir menjadi lebih sulit. Petani biasanya akan melakukan
pemeliharaan tanaman gambir bila harga cukup tinggi (minimum Rp.20.000/kg getah
kering). Bila harga lebih rendah dari Rp.20.000/kg maka petani tidak melakukan
pemeliharaan sama sekali. Ini dikarenakan biaya pemeliharaan tanaman gambir
cukup tinggi. Contohnya, untuk penyiangan dibutuhkan biaya sebesar Rp.2,5 juta/ha.

3 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

Menurut Bappeda Sumbar (2014), pemasaran gambir oleh petani tergolong


lancar dan tidak ada yang tidak dibeli pedagang meskipun kualitas rendah (gambir
campuran). Untuk itu, produksi gambir harus ditingkatkan melalui perbaikan teknik
budidaya. Titik ungkit peningkatan produksi adalah penggunaan varietas unggul dan
pemupukan. Sementara itu, menurut Fauza (2011), usahatani gambir akan semakin
berhasil dan berkembang bila dapat menanggulangi tantangan dan kendala secara
komprehensif dan utuh, mulai dari perakitan varietas unggul, teknik budidaya,
pengolahan hasil, sosial ekonomi, sosial budaya, serta kelembagaan berdasarkan
prinsip pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tulisan ini hanya akan
membahas tentang teknologi budidaya gambir. Diharapkan dapat membantu petani,
penyuluh, dan pengambil kebijakan dalam pengembangan komoditas gambir di
Sumatera Barat.
TEKNOLOGI BUDIDAYA GAMBIR
Penggunaan Varietas Unggul
Sampai saat ini, hanya tiga varietas unggul yang baru dilepas, yaitu: Udang,
Riau, dan Cubadak. Ketiga varietas unggul ini dilepas pada tahun 2007. Potensi hasil
(bobot getah kering) ketiga varietas unggul ini cukup tinggi, mencapai 1.200 kg/ha
(Tabel 4). Perbedaan morfologisnya terlihat dari ukuran daun, panjang, petiola,
warna pucuk, warna daun, warna cabang dan ranting, dan rendemen hasil. Ada
kecenderungan produktivitas getah dan rendeman varietas unggul udang lebih baik
dari pada varietas lainnya, walaupun hal ini masih memerlukan penelitian lebih jauh.
Varietas unggul udang memberikan potensi hasil tertinggi (750-1.200 kg/ha), diikuti
Riau (550-950 kg/ha), dan Cubadak (630 kg/ha). Penggunaan varietas unggul pada
areal yang baru dibuka akan mampu mempercepat peningkatan produktivitas gambir
dan sekaligus menambah pendapatan petani.
Tabel 4. Karakter morfologi, produktivitas dan tipe gambir di Sumatera Barat dan Riau.
Parameter
Udang
Riau
Cubadak
Jumlah daun/ranting (lembar)
10=18
10-24
6-16
Jumlah ranting/cabang (buah)
5-9
6-11
4-8
Jumlah cabang/batang (buah)
7-13
8-14
6-13
Bobot daun dan ranting per tanaman (kg)
4,5-7,0
4,0-7,0
4,2-7,3
Rendemen (%)
6,5-7,0
5,5-6,0
6,0-6,5
Kadar katechin
60,42-65,15 63,34-70,23 61,74-70,89
Bobot getah kering (kg/ha)
750-1.200
550-950
630
Sumber: Denian, dkk. (2004); Ditjenbun (2013b).

Perbanyakan Bibit
Tanaman gambir dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif, namun
umumnya diperbanyak melalui perbanyakan generatif, yaitu melalui biji yang
disemaikan lebih dulu dengan prosedur tertentu untuk memperoleh bahan tanaman
yang memiliki daya tumbuh lebih baik (80-90%). Saat ini sudah mulai dikembangkan
perbanyakan secara vegetatif, seperti: stek, perundukan, dan kultur jaringan, tetapi
tingkat keberhasilannya masih rendah. Kegiatan ini lebih banyak dilakukan untuk
kepentingan penelitian yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas bibit turunan
dari induknya atau pemurnian jenis (Hasan, dkk., 2000). Agar proses perbanyak
benih berlangsung dengan baik, maka harus diperhatikan kriteria tanaman yang
akan dijadikan sumber benih, yaitu: (a) berasal dari tanaman varietas unggul; (b)
recoveri pertumbuhan daun cepat; (c) tanaman berumur 10-12 tahun, tinggi rumpun
4 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

300 cm, panjang cabang 300-450 cm dan pertumbuhan daun optimal; dan (d)
produksi daun >12.000 kg/ha/th (Sinar Tani, 2014). Hasan, dkk. (2000) menyarankan
agar benih diambil dari tanaman yang tidak pernah dipanen atau gambir yang
tumbuh di pinggiran hutan.
Metode stek dilakukan dengan memotong dahan yang telah berukuran besar
dan memiliki dua buah cabang atau lebih. Potongan dahan dengan panjang sekitar
50 cm kemudian lansung ditanam pada hari yang sama atau direndam dalam air
sebelum ditanam pada hari berikutnya. Tingkat keberhasilan penyetekan hanya
sekitar 50% (Ditjenbun, 2013a). Hasil penelitian Fauza (2006) menunjukkan bahwa
jaringan tanaman yang lebih baik digunakan sebagai bahan asal stek adalah cabang
yang sedikit berkayu (soft-wood cutting). Perbedaan varietas tanaman gambir tidak
meperlihatkan perbedaan dalam pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan
melalui stek (Tabel 5). Agar tingkat keberhasilan lebih tinggi, perlu rekayasa
lingkungan tempat tumbuh stek, serta penggunaan zat pengatur tumbuh dan hormon
lainnya untuk merangsang pertunasan dan perakaran.
Tabel 5. Rata-rata hasil pengamatan beberapa variabel pengamatan setek tiga tipe tanaman gambir pada umur 10 minggu
setelah tanam (MST), 2006.
Sedikit berkayu (soft-wood
Lunak (succulent)
Berkayu (hard-wood cutting)
cutting_
Pengamatan
Cubadak Udang
Riau
Cubadak
Udang
Riau
Cubadak
Udang
Riau
Saat muncul
15
14
13
16
16
15
18
17
17
tunas (hari)
Persentase
27,5
15,0
22,5
32,5
40,0
37,5
35,0
37,5
32,5
bertunas (%)
Jumlah tunas
1,13
1,25
1,21
1,56
1,72
1,48
1,29
1,20
1,36
(buah)
Warna pupus
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
Jumlah daun
2,23
1,94
2,08
3,68
3,77
3,85
2,47
2,33
2,40
(helai)
Panjang daun
4,76
5,39
4,41
3,92
4,28
4,19
(cm)
Lebar daun
1,52
2,33
1,70
1,49
1,87
1,58
(cm)
Warna daun
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
hm
Keterangan: hm=hijau muda; - = tidak dapat diukur karena belum membuka sempurna.
Sumber: Fauza (2006).

Perbanyakan dengan perundukan, dilakukan dengan melengkungkan dahan


pohon dan memasukkannya kedalam lubang di tanah dengan kedalaman 10 cm,
kemudian ditimbun tanah. Pada umur sekitar tiga bulan, akar tanaman akan muncul
pada dahan yang ditimbun, selanjutnya dipisahkan dari tanaman induknya dan
ditanam pada lubang penaman yang baru. Perundukan mempunyai tingkat
keberhasilan 80%, namun kelemahannya adalah sulit melakukan pemisahan dengan
tanaman induknya. Metode kultur jaringan belum menampakkan keberhasilan karena
eksplan mengalami browning dalam waktu 25 jam setelah transplantasi karena
adanya kandungan tannin pada jaringan tanaman tersebut (Ditjenbun, 2013a).
Perbanyakan secara generatif dimulai dengan pengambilan buah yang masak
dan belum pecah, untuk kemudian dijemur. Agar bijinya tidak berterbangan (biji
gambir memiliki fisik sangat halus, berbentuk serbuk, dan memiliki bobot yang
ringan), maka penjemuran dilakukan pada wadah yang tertutup. Tempat persemaian
sebaiknya dekat dengan sumber air dan memerlukan naungan dari anyaman daun
kelapa atau jerami agar dapat melindungi benih dari panas terik matahari, air hujan,
dan gangguan lainnya. Ukuran bedengan 1x1 m dengan media bak pasir atau lahan
yang rata, berhumus subur, dan dicampur pupuk kandang dengan permukaan tanah
yang licin. Selanjutnya, biji ditabur dengan cara ditiupkan ke atas persemaian, lalu
5 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

biji-biji tersebut ditekan-tekan kembali dengan telapak tangan agar lengket di


persemaian. Biji akan tumbuh berupa kecambah, sekitar 15 hari setelah semai.
Setelah kecambah mempunyai 12 pasang daun, selanjutnya dipindahkan ke
polibeg ukuran 5x10 cm atau 5x5 cm yang telah diisi campuran tanah dan pupuk
kandang untuk dipelihara sampai siap tanam (Hasan, 2000; Ditjenbun, 2013a).
Penyiapan Lahan dan Penanaman
Pengembangan komoditas gambir pada lahan bukaan baru yang mempunyai
tingkat kemiringan tinggi perlu penerapan teknologi budidaya konservasi (Ridwan,
2012). Komponen teknologi budidaya konservasi yang perlu mendapat perhatian
adalah: pembuatan teras, pengaturan sistem jarak tanam menurut baris kontur, dan
sistem tanam intercropping, yaitu:
(a) Pembuatan teras. Pembuatan lahan untuk penanaman gambir pada awalnya
banyak menimbulkan bahaya erosi, karena permukaan bebas dari vegetasi.
Untuk mengurangi terjadinya erosi sebelum tanam dibuat teras menurut baris
kontur guna memperlambat laju erosi.
(b) Pengaturan sistem jarak tanam menurut baris kontur. Penanaman menurut baris
kontur juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi erosi, tanam menurut
baris kontur kelak akan membentuk teras alami yang sangat efektif untuk
mengurangi erosi permukaan. Material-material yang terbawa oleh aliran
permukaan akan tertahan pada barisan tanaman sehingga membentuk lapisan
yang lebih tebal membentuk teras.
(c) Intercropping. Intercropping gambir dan komoditas lain yang mempunyai sistem
perakaran dalam dapat dimanfaatkan sebagai penyangga-penyangga erosi.
Tanaman yang dimanfaatkan sebagai penyangga erosi adalah tanaman yang
dapat memberikan hasil tambahan antara lain, petai, jengkol dan lain-lain, serta
tanaman yang tidak menganggu pertumbuhan tanaman gambir. Tajuk tanaman
tidak terlalu lebar sehingga intensitas cahaya banyak terhalang.
Biasanya lahan baru berupa semak belukar dan padang alang-alang. Lahan
tersebut dibuka dengan cara menebang batang kayu kecil dan membabat gulma,
setelah kering lalu dibakar atau gulma dijadikan sumber bahan organik dengan
perlakuan tertentu (menggunakan dekomposer Trichoderma harzianum, mikro
organisme lokal (MOL), dan Effective Microorganism-4 (EM-4), dll). Selanjutnya
dibuat lubang tanam ukuran 25x25x25 cm (Ardi, 2003). Sedangkan Hasan, dkk.
(2000) menyatakan bahwa ukuran 30x30x30 cm atau 40x40x40 cm akan
memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman gambir.
Jarak tanam gambir bervariasi antara 1,5x1,5 m sampai 3,5x3,5 m. Namun,
jarak tanam yan dianjurkan adalah 2x2 m dengan populasi 2.500 tanaman/hektare
(Ardi, 2003). Idris, dkk. (1996) juga menganjurkan bahwa jarak tanam yang dapat
meningkatkan produksi gambir adalah 2x2 m bujur sangkar (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh jarak tanam terhadap produksi gambir (daun dan ranting) umur
1,5 tahun.
Jarak Tanam
Populasi
Produksi Gambir
(tanaman/ha)
(g/rumpun)
2x2 m bujur sangkar
2.500
4.776
1x4 m persei panjang
2.500
3.665
2x2 m diagonal/belah ketupat
4.900
3.412
Sumber: Idris, dkk.(1996).

6 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

Pemberian Pupuk
Pupuk untuk tanaman gambir dapat berasal dari pupuk organik dan anorganik.
Sumber pupuk organik yang sangat umum dan sering dipakai petani gambir adalah
kompos bahan organik sisa pengolahan daun gambir (limbah kempaan gambir).
Kompos merupakan pupuk organik yang dapat memperbaiki sifat fisik, biologis dan
kimia tanah. Pengomposan limbah kempaan gambir sangat efisien, cepat, murah,
mutu baik, dan tidak menimbulkan bau tak sedap pada lingkungan. Cara
pemberiannya, cukup dengan menyebarkannya di sekitar tanaman gambir. Menurut
Ditjenbun (2013c), komposisi hara kompos yang berasal dari ampas kempaan
gambir adalah: C organik (15,1718,7%); N (0,872,85%); P2O5 (0,91,10%);
K (0,580,65%); Na (0,050,08%); SO4 (0,310,48%); dan pH (5,65,9). Kompos
yang baik adalah bila kandungan N, P2O5, dan K2O berturut-turut 0,190,5%; 0,08
0,27%; dan 0,451,20%. Artinya, kompos limbah kempaan gambir sudah memadai
sebagai pupuk yang baik. Penggunaan limbah kempaan gambir memberikan hasil
panen (daun+ranting) dan gambir kering yang tidak berbedanyata dengan pemberian
kompos pupuk kandang (Hasan, dkk., 2000). Dibanding kompos pupuk kandang,
penggunaan limbah kempaa gambir lebih efisien karena tersedia di lokasi
pertanaman dan tidak memerlukan pengangkutan dari tempat lain. Namun, masih
diperlukan kajian tentang dosis dan waktu pemberian yang tepat sesuai dengan
umur tanaman gambir.
Saat ini sudah dikembangkan sumber bahan organik bagi tanaman yang dibuat
dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman, gulma, dan sampah organik yang
difermentasi dengan bantuan mikroorganisme yang dikenal dengan istilah Effective
Microorganism-4 (EM-4) dan produk ini dikenal dengan nama bokashi. Bokashi ini
memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber bahan organik lainnya antara lain
karena cepat terdekomposisi sehingga hara yang dikandungnya juga lebih cepat
tersedia bagi tanaman. Menurut Higa (1993), mikroorganisme yang terdapat dalam
EM-4 dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan cara: (1) melarutkan unsur hara
dari batuan induk yang kelarutannya rendah, (2) mereaksikan logam-logam berat
menjadi senyawa-senyawa untuk menghambat penyerapan logam berat tersebut
oleh akar tanaman, (3) menyediakan molekul organik sederhana sehingga dapat
diserap langsung oleh tanaman, (4) melindungi tanaman dari serangan hama dan
penyakit, (5) memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah, dan (6) mempercepat dekomposisi bahan organik dan residu tanaman.
Pemberian bokashi dilakukan umur satu minggu setelah tanam bibit ke
lapangan dengan cara membenamkan bokashi tersebut ke dalam tanah secara
melingkar sedalam lebih kurang 5 cm, dengan jarak 30 cm dari pangkal batang
tanaman. Menurut Ardi (2003), ternyata takaran bokashi EM-4 sebanyak 7,5 12,5
t/ha (3-5 kg/tanaman) memberikan hasil yang lebih baik (jumlah daun dan tinggi
tanaman gambir) dibanding takaran yang lebih rendah (Tabel 7).

7 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

Tabel 7. Jumlah daun dan tinggi tanaman gambir muda umur 6 bulan di lapangan,
2002,
Takaran bokashi
Jumlah daun
Tinggi tanaman (cm)
12,5 ton/ha (5 kg/tanaman)
43,00 a
49,75 a
10,0 ton/ha (4 kg/tanaman)
41,75 a
47,00 a
7,5 ton/ha (3 kg/tanaman)
41,25 ab
45,00 ab
5,0 ton/ha (2 kg/tanaman)
37,00 bc
44,25 b
2,5 ton/ha (1 kg/tanaman)
33,25 cd
42,75 bc
Tanpa bokashi (kontrol)
31,75
d
39,50 c
KK
13,30 %
11,13 %
Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata
menurut DNMRT pada taraf nyata 5%.
Sumber: Ardi (2003).

Pupuk an organik (buatan) juga sangat berperan dalam peningkatan produksi


daun gambir. Namun, Kelemahannya adalah kurang praktis dan kurang ekonomis
yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya peningkatan biaya produksi. Selain
harga pupuk yang mahal, juga memerlukan biaya pengangkutan ke lokasi kebun
yang biasanya jauh dari jalan raya, serta dalam jangka panjang memberikan dampak
yang kurang baik untuk tanah. Rekomendasi pupuk buatan (NPK 15:15:15) untuk
tanaman yang belum berproduksi adalah 20 g/batang umur 3 bulan setelah tanam
(BST), 60 g/batang umur 6 BST, dan 80 g/batang umur 12 BST. Sedangkan untuk
tanaman yang telah berproduksi (umur diatas satu tahun) diberikan pupuk buatan
(NPK 15:15:15) sebanyak 80 g/batang ditambah 1-2 kg pupuk kandang/batang
(Sinar Tani, 2014). Hasil penelitian Hasan, dkk. (2000) juga menyarankan pemberian
pupuk NPK 15:15:15 sebanyak 200 kg/ha (80 g/batang, populasi 2.500 tanaman/ha)
pada tanaman gambir umur 1,5 tahun, yang dapat meningkatkan hasil 61,59%
daun+ranting dan 87,81% gambir kering (Tabel 8). Kusuma (1992) menyatakan,
pemberian pupuk NPK 15:15:15 sebanyak 200 kg/ha pada tanaman gambir umur 7,0
tahun dapat meningkatkan 52,08% diameter batang, 62,02% jumlah daun, 99,68%
jumlah cabang primer, 173,02% jumlah cabang sekunder, 46,74% panjang cabang
sekunder, dan 15,42% rendemen (dari 4,15% tanpa dipupuk menjadi 4,79%
dipupuk). Pupuk sebaiknya diberikan setiap tahun, karena tidak ditemukan pengaruh
residu pupuk untuk tahun selanjutnya, bahkan dapat menurunkan hasil panen
(daun+ranting) >44% dan gambir kering >33% (Hasan, dkk., 2000).
Tabel 8. Keragaan hasil panen gambir 1.5 tahun pada berbagai pemupukan.
Bobot daun + ranting
Ratio
Gambir
Rendemen
Perlakuan
ranting/
kering
(kg/
(%)
(ton/ha)
daun
(kg/ha)
rumpun)
Kontrol
3.135
10.118
0,396
436,69
6,02
200 kg/ha NPK
3.651
11.605
0,316
742,81
8,42
12:12:17:2
200 kg/ha NPK
5.066
16.095
0,392
820,14
6,87
15:15:15
Sumber: Hasan, dkk. (2000).

8 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

Pemeliharaan
(a) Perundukan. Bertujuan untuk mempercepat tanaman menjadi rimbun sehingga
membentuk rumpun yang rimbun, subur, dan berdaun lebat. Dapat dilakukan
dengan mengikat setiap batang yang mulai memanjang, diikat, dan ditarik ke
bawah sehingga merunduk, yang diharapkan akan ke luar cabang baru (Sinar
Tani, 2014).
(b) Penyiraman. Bertujuan untuk menghindari tanaman mati muda. Dilakukan pada
tanaman gambir yang baru dipindah ke lapangan, utamanya pada tanaman yang
memperlihatkan stress air.
(c) Pengendalian hama dan penyakit. Kerusakan tanaman gambir akibat serangan
hama dan penyakit belum begitu mengkhawatirkan. Sampai saat ini belum ada
laporan tentang serangan hama/penyakit yang melebihi ambang ekonomi.
1. Hama yang biasanya menyerang tanaman gambir adalah: belalang (famili
Orthoptera); ulat (famili Lepidoptera); kutu daun (famili Homoptera);
penggulung daun (Palpita marinata), menyeran daun muda dan bunga yang
baru mekar; wereng batang (Leptocentrus sp), menyerang pucuk daun muda;
Sura uncariae Schn, menyerang kambium, xilem, dan kulit batang; Ectropis
bhurtmitra (wlk.), menyerang daun muda; Daphnis hypothous Cr., menyerang
pucuk daun; Thosea lutea Hyl, menyerang daun; dan Oreta carnea,
menyerang daun. Pengendaliannya dapat dilakukan antara lain, melalui: (a)
melakukan pemupukan berimbang sehingga tanaman memiliki vigor lebih
kuat; (b) sanitasi yang baik melalui pengendalian gulma; (c) melakukan
pemangkasan pucuk atau daun muda yang terserang dan segera
memusnahkannya; (d) menggunakan musuh alami; dan (e) penggunaan
insektisida.
2. Penyakit yang umum ditemukan pada tanaman gambir adalah gejala penyakit
bercak daun tunggal, bercak kecil dan bercak pinggir daun. Penyebabnya
adalah jamur Conospora, Phomaceae, atau Oxipulaceae.,juga ditemukan
gejala penyakit daun kering dan mozaik. Pengendaliannya dilakukan dengan
cara. Kurangi kelembaban melalui pengurangan naungan dan penggunaan
fungisida (Roufiq, dkk., 2014; Sinar Tani, 2014).
(d) Penyiangan. Pelaksanaannya sekali dalam 3-4 bulan atau biasanya dilakukan
petani setelah panen, tergantung kondisi gulma. Caranya, dengan
membersihkan sekeliling tanaman sehingga dapat mengurangi persaingan
dengan gulma dalam hal pemanfaatan hara, air, dan cahaya. Menurut Hasan,
dkk. (2000), penyiangan bersih di sekitar rumpun tanaman dapat meningkatkan
hasil panen daun sampai 30% dan gambir kering sampai 13% dibanding
penyiangan yang dilakukan petani.
(e) Pemangkasan, adalah tindakan pembuangan sebagian dari organ tanaman
berupa cabang, ranting, dan daun, yang bertujuan : (a) memperoleh kerangka
(frame) tanaman gambir yang baik; (b) mengatur agar penyebaran cabangcabang dan daun-daun produktif pada tajuk tanaman bisa merata; (c) membuang
bagian-bagian tanaman yang tidak dikehendaki (tunas air, cabang yang
sakit/patah); (d) merangsang agar tanaman membentuk organ baru yaitu daundaun muda yang lebih potensial; dan (e) menekan resiko terjadinya serangan
hama dan penyakit. Tipe pemangkasan yang dianjurkan adalah pemangkasan
meja, yaitu memangkas seluruh cabang dan ranting pada ketinggian >1 m
sehingga terlihat permukaan pangkasan horizontal dan rata seperti meja
9 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

(pangkas cabang primer). Cara ini dapat meningkatkan berat berangkasan


sampai 14,8% dan hasil gambir kering sampai 40,9% (Hasan, 2001).
Panen
Tanaman gambir sudah dapat dipanen umur >1,0 tahun, rata-rata umur 1,5
tahun. Dalam satu tahun, petani melakukan panen rata-rata sebanyak dua kali.
Melalui penerapan teknologi budidaya yan tepat, maka panen dapat dilakukan
maksimum tiga kali dalam setahun. Ciri tanaman yang siap dipanen adalah: (a)
setiap ranting sudah tidak bertunas lagi, berwarna hijau kecoklatan, kaku dan keras;
(b) daun sudah mencapai stadia matang, berwarna hijau tua, dan kuning kecoklatan;
(c) lembaran daun tebal, mengeras dan kaku, kalau diremas sudah mengeluarkan
getah; dan (d) umur >5 bulan dari musim panen sebelumnya. Panen sebaiknya
dilakukan pagi hari dengan cara memotong ranting dengan ani-ani atau sabit pada
jarak 5 cm dari pangkal agar tunas baru cepat tumbuh (Sinar Tani, 2014). Menurut
Risfaheri dan Yanti (1993), ketuaan daun sangat berpengaruh terhadap rendemen
dan kadar katechin. Daun muda memberikan rendemen dan kadar katechin yang
lebih tinggi dibanding daun tua, masing-masing 15,05% dan 44,73% (Tabel 9).
Tabel 9. Pengaruh tingkat ketuaan daun terhadap rendemen dan kadar katechin
gambir.
Ketuaan daun
Rendemen (%) Peningkatan
Kadar
Peningkatan
rendemen
katechin
kadar
(%)
katechin (%)
Muda
9,71
15,05
48,82
44,74
Tua
8,44
33,73
Campuran
9,16
8,53
39,51
17,14
Sumber: Risfaheri dan Yanti (1993).

KESIMPULAN DAN SARAN


Provinsi Sumatera Barat memiliki areal gambir terluas (73%) dibanding provinsi
lainnya di Indonesia, tetapi produktivitasnya menduduki urutan kedua terendah
setelah Provinsi Sumatera Selatan. Produktivitas gambir di Sumatera Barat masih
dapat ditingkatkan bila petani gambir menerapkan inovasi teknologi budidaya yang
tepat, antara lain: penggunaan varietas unggul, penyiapan benih, pemberian pupuk
organik dan/atau anorganik, perundukan, penyiraman, penyiangan, pemangkasan,
pengendalian hama/penyakit, dan panen yang sesuai anjuran. Peran serta
stakeholder terkait tentu saja sangat diperlukan, antara lain: peneliti, perguruan
tinggi, penyuluh, pemerintah, pedagang, investor, dan lainnya sehingga produktivitas
gambir Sumatera Barat dapat meningkat dan kesejahteraan petani dapat bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
1.

2.
3.

4.

Ardi. 2003. Budidaya Tanaman Gambir Berwawasan Konservasi Dengan


Memanfaatkan Bokashi Teknologi EM-4. Stigma Volume XI No.3, Juli - September
2003; 197-201 hlm
Bappeda. 2012. Sumatera Barat dalam angka tahun 2011. Bappeda dan Badan Pusat
Statistik Propinsi Sumatera Barat. Padang.
Bappeda. 2014. Strategi pengelolaan agribisnis gambir ramah lingkungan melalui
pendekatan sistem modeling di Sumatera Barat. Laporan Penelitian. Bappeda Sumatera
Barat;64 hlm.
BPP Teknologi. 2014. Pengolahan Gambir Secara Tradisional. TTG Pengolahan
Pangan. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu

10 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

5.
6.

7.

8.

9.
10.
11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.
18.

19.

20.

21.

Pengetahuan dan Teknologi. BPP Teknologi. http://www.warintek.ristek.go.id/pangan/


tanaman%20perkebunan/ gambir_tradisional.pdf. Diunduh 5 Desember 2014.
BPTP Sumatera Barat. 2012. 25 Teknologi inovatif spesifik lokasi Sumatera Barat.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat; 36 hlm.
BPS Sumatera Barat. 2013. Sumatera Barat dalam angka tahun 2012. Badan Pusat
Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat.
Padang.
Denian, A. dan Suherdi. 1992. Teknologi budidaya dan pasca panen gambir. Temu
Tugas. Aplikasi Paket Teknologi Pertanian, Sub Sektor Tanaman Perkebunan. 5-8
Oktober. Bukittinggi.
Denian, A., Daswir, Andria, Nurmansyah, Z. Hasan, Jamalius, I. Kusuma, Jarnaris
dan Hadad EA., 2004. Penampilan Tiga Calon Varietas Unggul Gambir di Sumatra
Barat. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan. Bogor 28-30
September 2004. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, Bogor.
Disbun Sumatera Barat. 2013. Statistik Perkebunan. Dinas Perkebunan Provinsi
Sumatera Barat, Padang.
Disbun Sumatera Barat. 1998. Statistik Perkebunan. Dinas Perkebunan Sumatera
Barat. Padang.
Ditjenbun. 2013a. Perbanyakan Komoditi Spesifik Gambir. Direktorat Jenderal
Perkebunan. Kementerian Pertanian. http://ditjenbun.pertanian.go.id/tanregar/berita248-perbanyakan-komoditi-spesifik-gambir.html. Jumat, 20 Desember 2013. Diunduh 9
Desember 2014.
Ditjenbun. 2013b. Keragaman Tanaman Gambir. Direktorat Jenderal Perkebunan.
Kementerian Pertanian. http://ditjenbun.pertanian.go.id/tanregar/berita-246-keragamantanaman-gambir.html. Senin, 25 November 2013. Diunduh 9 Desember 2014.
Ditjenbun. 2013c. Pemanfaatan Limbah Kempaan Gambir Menjadi Pupuk Organik.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/tanregar/berita-147-pemanfaatan-limbah-kempaangambir-menjadi-pupuk-organik.html. Jumat, 24 Mei 2013. Diunduh 9 Desember 2014.
Fauza, H. 2011. Pengembangan Usaha Perkebunan dan Industri Gambir di Sumatera
Barat: Peluang dan Tantangan. Makalah pada Semnar Nasional Reformasi Pertanian
Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo, 20
Oktober 2011; 8 hlm.
Fauza, H., Ermi Syofyanti, dan Istino Ferita. 2006. Pengaruh Jaringan Yang
Digunakan Sebagai Bahan Setek Terhadap Pertumbuhan Beberapa Tipe Tanaman
Gambir. Universitas Andalas. http://repository.unand.ac.id/2295/1/Hamda_Fauza,_
Ermi_Syofyanti,_dan_Istino_Ferita.pdf. Diunduh 5 Desember 2014; 14 hlm.
Gumbira, S.E. 2008. Review kajian, penelitian dan pengembangan agroindustri
strategis Nasional: kelapa sawit, kakao dan gambir. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 9 (1); 45-55
hlm.
Gumbira, S.E., K. Syamsu, E. Mardliyati, A. Herryandie, N. Afni, D.L. Rahayu. 2009.
AgroIndustri dan Bisnis Gambir Indonesia. IPB Bogor.
Hasan, Z., 2000. Pemupukan Tanaman Gambir. Prosiding Teknologi Pengolahan
Gambir dan Nilam. Padang 24 25 Januari 2000. Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat. Bogor.
Hasan Z., A. Denian, Imran, Afdhal, JPT., dan Buharman, B. 2000. Budidaya dan
pengolahan gambir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sukarami. Monograf (2): 29
hlm.
Hasan, Z. 2001. Pengaruh Beberapa Cara Pemangkasan Tajuk Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb). Jurnal Littri Vol. 7 No. 4. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Higa, T. 1993. Effective Microorganism dimensi baru. Dalam Kyusei Nature Farming.
Vol 02. Tahun 1, Desember 1993: 66-68 hlm.

11 | Gambir (Atman dan Misran)

Diterbitkan pada:
Bunga Rampai Menguak Potensi Teknologi Spesifik Lokasi Guna Mencapai Kesejahteraan Petani.
Teknologi Spesifik Lokasi Penggerak Agribisnis Pedesaan. Dalam: Daniel, dkk. (2015). Penerbit CV.
Kristal Multi Media; 105-124 hlm.

22. Idris, Z. Hasan, dan Nurmansyah. 1996. Pengaruh jarak tanam dan pemupukan
terhadap produksi gambir dan komposisi gulma. Laporan kegiatan Kelti Penyakit IPPTP
Lain Solok (tidak diterbitkan); 10 hlm.
23. Ridwan. 2012. Budidaya Konservasi Pada Tanaman Gambir. BPTP Sumatera Barat.
http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id
=402:budidaya-konservasi-pada-tanaman-gambir&catid=1:info-teknologi. Diunduh 5
Desember 2014.
24. Risfaheri, Emmyzar, dan H. Muhammad, 1991. Budiadya dan Pascapanen Gambir.
Temu Tugas Aptek Pertanian Sub Sektor Perkebunan, Solok, 3-5 September 1991.
25. Risfaheri dan L. Yanti. 1993. Pengaruh ketuaan dan penanganan daun sebelum
pengempaan terhadap rendemen dan mutu gambir. Buletin Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Volume VIII, Nomor 1. Balittro Bogor.
26. Roufiq A,N., M. Hadad EA2, dan A.M. Hasibuan. 2014. Status Teknologi Budidaya
dan Pengolahan Gambir. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/file/Perkembangan%20TRO/20no1/1Ga
mbir.pdf. Diunduh 5 Desember 2014.
27. Roswita, D. 1990. Prospek tanaman gambir di Sumatera Barat. Buletin BIP Padang
(01); 8-10 hlm.
28. Sastrahidayat, I.R. dan Soemarsono, D.S. 1991. Budidaya Tanaman Tropika. Usaha
Nasional. Surabaya.
29. Sinar Tani. 2014. Budidaya Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb).
http://tabloidsinartani.com/content/read/budidaya-tanaman-gambia-uncaria-gambir-roxb/.
Tabloid Sinar Tani, Rabu, 8 Januari 2014. Diunduh 9 Desember 2014.

12 | Gambir (Atman dan Misran)

Anda mungkin juga menyukai