Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki posisi yang cukup strategis karena selain sebagai
pintu gerbang di kawasan timur Indonesia juga memiliki fasilitas transportasi yang
menghubungkan antara kota Makassar sebagai ibu kota provinsi dengan berbagai daerah
kabupaten yang tersebar di Sulawesi Selatan yang lancar. Memadainya fasilitas perhubungan
tersebut sangat mendukung kegiatan usaha budidaya perikanan salah satunya kegiatan
budidaya rumput laut, baik untuk kepentingan fasilitas budidaya maupun pemasaran hasil
produknya (Abdul, 2008).
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil rumput laut terbesar di
Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dari total rumput laut
yang dihasilkan Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 11.269.342,00 ton dari angka
tersebut sebanyak 3.409.048,20 ton atau 30% diantaranya berasal dari Sulawesi Selatan
(Humas BSN, 2017). Areal budidaya rumput laut di daerah ini seluas 193.700 hektar untuk
budidaya yang dilakukan di laut dan 32.000 hektar budidaya yang dilakukan di tambak.
Potensi produksinya bisa mencapai angka 785.306 ton, yang terdiri diantaranya
Eucheuma cotonii 465.306 ton dan Gracillaria varrucosa 320.000 ton (Erizal, 2013).
Status budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan telah dinobatkan oleh pemerintah
sebagai salah satu komoditas unggulan di sektor perikanan. Terpilihnya komoditas rumput laut
sebagai komoditas unggulan dilatarbelakangi oleh beberapa aspek yaitu budidaya rumput laut
yang mudah dilakukan, bersifat massal, cepat panen, tidak padat modal, menyerap tenaga kerja,
permintaan yang tinggi, dan harga yang sangat menguntungkan. Mengingat potensi lahan
budidaya perikanan dan jumlah sumberdaya manusia yang cukup mendukung maka peluang dan
prospek pengembangan budidaya perikanan termasuk rumput laut di Sulawesi Selatan cukup
besar(Abdul, 2008).
Untuk memaksimalkan potensi komoditas rumput laut di Sulawesi Selatan maka
penting adanya sistem logistik yang baik agar rantai pasok rumput laut tidak terganggu
sehingga dapat menjaga ketersediaan rumput laut bagi para pelaku industri yang berkenaan
dengan rumput laut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para
pelaku usaha rumput laut di Sulawesi Selatan.
POKOK MASALAH
Sekarang pemerintah sedang berupaya menggenjot produksi rumput laut. Produksi
rumput laut akan terus meningkat apabila harga yang didapatkan pembudidaya baik artinya
target meningkatkan jumlah produksi rumput laut dicapai apabila harga cocok sehingga
petani pasti memproduksi. Berdasarkan data KKP, luas pemanfaatan budidaya rumput laut
saat ini masih sebesar 2,25% atau sekitar 267.814 hektare (ha) dari potensi indikatif kawasan
budidaya laut yang seluas 12,12 juta ha. Padahal, terdapat kawasan seluas 2,64 juta ha yang
memiliki potensi indikatif budidaya rumput laut dan 1,58 juta ha yang berpotensi efektif
untuk budidaya rumput laut (Kontan.co.id, 2018).
Pengembangan budidaya rumput laut tersebut terkendala lantaran logistik yang
kurang memadai. Hal tersebut dikarenakan produksi rumput laut banyak di Indonesia bagian
timur khususnya di Sulawesi Selatan. Sedangkan pemasaran rumput laut dilakukan baik di
dalam negeri maupun luar negeri, rumput laut tersebut harus dikirim ke wilayah lain. Di
Sulawesi Selatan sendiri hasil rumput laut dominan dikirim ke Provinsi DKI Jakarta dan
Provinsi Jawa Timur (KKP, 2017). Kegiatan ekspor ke luar negeri hasil rumput laut dominan
di ekspor ke Tiongkok dan Amerika Serikat (DPMPTSP SULSEL, 2019).
Dibutuhkan ongkos logistik yang mahal untuk mengirimkan rumput laut ke pulau
lain. Karena rumput laut diproduksi oleh masyarakat, jika logistik mahal, maka harga rumput
laut akan ditekan. Harga rumput laut anjlok menyebabkan petani rumput laut merugi karena
dengan harga di pasaran yang murah tidak sebanding dengan besarnya upah dan harga bibit
yang harus dikeluarkan. Sebab jika petani rumput laut di Sulawesi Selatan terus merugi maka
para petani rumput laut enggan untuk terus melanjutkan kegiatannya sebagai petani rumput
laut. Hal tersebut sangat mempengaruhi rantai pasok rumput laut di Sulawesi Selatan bahkan
wilayah tujuan pengiriman rumput laut dari Sulawesi Selatan yang menggantungkan rumput
laut sebagai komoditas utama.
PEMBAHASAN

Prospek Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Sulawesi Selatan


Pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan memiliki prospek yang
sangat besar potensinya, karena rumput laut baik berjenis Gracilaria sp. atau Eucheuma sp.
adalah komoditas yang mempunyai nilai ekonomi yan tinggi dengan tingkat pemanfaatannya
sangat luas, mulai dari bahan makanan (minuman alginat, manisan kering, dodol, permen,
agar kertas, agar tepung, dan minuman rumput laut), bahan obat-obatan, bahan pakan
organisme di laut, pupuk tanaman dan penyubur tanah, serta sebagai pengemas transportasi
yang sangat baik. Produk turunannya digunakan untuk industri tekstil, kertas, kosmetika, cat,
bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain. Mengingat luasnya manfaat
penggunaan rumput laut ini, maka upaya agar meningkatkan produksinya melalui usaha
budidaya prospeknya sangat besar untuk dikembangkan di Sulawesi Selatan (Abdul, 2008).
Budidaya rumput laut Gracilaria sp. di tambak realisasinya termasuk sangat rendah
yaitu 15.144,8 ton/tahun bila dibandingkan dengan potensi lahan yang ada (50.201 ha),
sehingga prospek pengembangannya ke depan masih cukup besar. Belum meluasnya
budidaya Gracilaria sp. di tambak, diduga karena masih adanya permasalahan atau kendala
yang sering ditemukan di lapangan terutama yang berkaitan dengan jenis tambak di masing-
masing daerah. Keberhasilan dalam budidaya Gracilaria sp. di tambak tergantung dari jenis
tanah dasar dan sumber air. Berdasarkan hasil penelitian, lahan tambak yang cocok untuk
budidaya Gracilaria sp. adalah lahan pertambakan yang jenis tanahnya lempung berpasir dan
lokasinya berbatasan dengan pantai sebagai sumber air. Selain jenis tanah dasar tambak,
jumlah, dan kualitas produksi Gracilaria sp. di tambak sangat ditentukan oleh kualitas bibit
dan mutu air yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut Gracilaria sp. dan frekuensi
penggantian air. Menurut Nurdjana (2006), salah satu titik kritis dalam budidaya Gracilaria
sp. di tambak adalah permasalahan penggantian air. Budidaya Gracilaria sp. Dengan
penggantian air setiap minggu dapat mencapai produksi sekitar 10-12 Ton Gracilaria sp.
basah/ha/siklus (Susanto,2006).
Berdasarkan potensi lahan maka prospek peningkatan produksi rumput laut
Eucheuma sp. Di Sulawesi Selatan terbilang sangat besar. Di Sulawesi Selatan ada beberapa
desa pantai yang terkenal sebagai sentra budidaya rumput laut Eucheuma sp., yaitu Desa
Laikang di Kabupaten Takalar, Desa Samataring di Kabupaten Sinjai, Desa Bontojai di
Kabupaten Jeneponto, Desa Palantikang di Kabupaten Bantaeng, Desa Tana Lemo di
Kabupaten Bulukumba, Desa Suppa di Kabupaten Pinrang, Desa Panyula di Kabupaten
Bone, dan sebagainya. Masyarakat di desa tersebut memiliki tingkat kesejahteraannya lebih
maju bila dibandingkan dengan desa pantai lainnya yang belum melakukan budidaya rumput
laut (Abdul, 2008). Hal ini sesuai dengan pendapat Nurdjana (2006) bahwa budidaya rumput
laut dapat menyerap tenaga kerja dan pengentas kemiskinan di suatu daerah tersebut. Di
Sulawesi Selatan potensi lahan budidaya rumput laut Eucheuma sp. sekitar 193.700 ha dan
yang baru terealisasi sekitar 62.371 m2 atau 6,2 ha (3,2%) dari potensi yang ada dengan
produksi total sekitar 403.201 ton/tahun sehingga prospek ke depan masih sangat besar.
Sebagai estimasi kasar yaitu seandainya semua potensi lahan budidaya rumput laut
Eucheuma sp. yang luasnya 193.700 ha terealisasi maka berpotensi memproduksi rumput laut
basah yang dapat dicapai per siklus adalah 193.700 x (8--10 ton) = (1.549.600 -- 1.937.000
ton/ha/siklus).
Permasalahan yang kerap dihadapi dalam pengembangan budidaya rumput laut di
Sulawesi Selatan adalah belum berkesinambungannya kebun bibit rumput laut yang
berkualitas tinggi baik jenis Gracilaria sp. maupun jenis Eucheuma sp. Untuk budidaya
Eucheuma sp. di laut yaitu adanya serangan penyakit ice-ice dan ikan predator, pada musim
hujan (musim barat) ombak sangat besar mengakibatkan kekeruhan air akibat adanya
pengadukan lumpur serta thallus rumput laut banyak yang patah-patah. Sedangkan untuk
budidaya Gracilaria sp. di tambak permasalahan yang sering muncul yaitu masih banyaknya
tambak yang tidak cocok untuk pertumbuhan rumput laut Gracilaria sp., hal ini berkaitan
dengan tekstur tanah dasar tambak dan tingkat kemasaman tanah yang tinggi serta tingkat
salinitas air tambak yang tinggi pada musim kemarau dan sebaliknya salinitas sangat rendah
pada musim hujan. Untuk mempercepat pengembangan dan peningkatanproduksi rumput laut
di Sulawesi Selatan disarankan pemerintah menyediakan kebun bibit yang berkesinambungan
dan memberikan pinjaman modal kerja bagi masyarakat pembudidaya. Sedangkan untuk
dapat meningkatkan volume dan memperoleh kualitas produk serta harga yang terjamin
sebaiknya dilakukan model usaha budidaya rumput laut dalam bentuk klaster (Abdul, 2008).

Tingginya Biaya Logistik di Indonesia


Logistik merupakan serangkaian kegiatan pergerakan barang yang di mulai dari
pemasok hingga ke konsumen akhir, sesuai dengan sistem saluran distribusi masing -
masing. Dalam aktivitas logistik, terdapat aliran pergerakan barang, aliran informasi dan
aliran keuangan. Setiap aktivitas membutuhkan infrastruktur dan fasilitas yang mendukung,
seperti pelabuhan, jalan raya, gudang, rel kereta api, alat transportasi, material handling
equipment, dan lain - lain. Sejalan dengan perkembangannya, teknologi informasi juga
menjadi sangat dibutuhkan, seperti transport management system (TMS), warehouse
management system (WMS), fleet management system (FMS), order management system
(OMS), dan lain -lain. Selain itu dalam aktivitas logistik banyak terlibat tenaga kerja, yang
mulai dari profesi sebagai tenaga kerja supir , operator, supervisor, dan managerial
(Zaroni, 2017).
Secara umum, biaya logistik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) biaya
transportasi, (2) biaya penyimpanan barang, dan (3) biaya administrasi. Biaya logistik
mencakup berbagai komponen biaya, seperti disebutkan berikut ini: Biaya transportasi untuk
setiap moda transprotasi; Biaya penyimpanan untuk setiap aktivitas pergudangan; Biaya
investasi modal kerja untuk persediaan barang; Biaya pemberian tanda barang dan
kemasan, pengidentifikasian barang, dan pencatatan barang; Biaya aktivitas
stacking/unstacking; Biaya pengepakan; Biaya aktivitas consolidation/deconsolidation;
Biaya aplikasi dan integrasi sistem informasi dan komunikasi (ICT); Biaya sistem
manajemen logistik; Biaya yang terjadi karena ketiadaan stock barang (stock out).
(Zaroni,2017)
Tingginya biaya logistik di Indonesia dipicu oleh sistem logistik dan infrastruktur
yang masih belum optimali. Mahalnya biaya logistik disebabkan berbagai faktor: 1) Sistem
logistik yang belum baik karena kurangnya sumber daya manusia; 2) Jumlah pasokan barang
yang masih belum merata, sehingga terjadi perbedaan biaya logistic antara kawasan
Indonesia bagian barat dan timur; 3) Sistem dua arah yang sering tidak terjadi, kapal-kapal
angkut ke daerah seharusnya membawa kembali muatan dari daerah tersebut agar lebih
efisien.(Reiy Schreiben, 2013).
Faktor lainnya adalah kondisi kapal banyak yang sudah tua dan tidak memadai
lagi , sehingga membuat biaya pemeliharaan dan perawatan kapal menjadi tidak efisien.
Masalah lainnya adalah infrastruktur pelabuhan yang masih belum memadai, misalnya
pendangkalan pada pelabuhan. Hal ini membuat antrian yang lama bagi kapal untuk
berlabuh sehingga ongkosnya menjadi tinggi. Infrastrukur jalan ke pelabuhan kadangkala
berpengaruh, seperti untuk menuju ke pelabuhan Tanjung Priok Jakarta selalu macet.
(Reiy Schreiben, 2013)
Mahalnya biaya logistik ke Indonesia bagian timur disebabkan
ketidakseimbangan perdagangan, dikarenakan beberapa faktor sebagai berikut:

1. Frekuensi keberangkatan yang rendah, rute pendek, pay load rendah,


biaya operasional menjadi tinggi dibanding freight yang bisa didapat.
2. Perputaran kontainer rendah, menyebabkan kontainer idle parah,
rusak, maintenance tinggisehingga revenue dari penggunaan kontainer
turun.
3. Kondisi pelabuhan, hinterland-nya belum atau bahkan tidak menunjang;
sarana receiving delivery antara hinterland dan pelabuhan, industrinya,
populasinya, daya beli dan pasar yang belum berkembang.
4. Sarana/prasarana dan sumber daya manusianya, sehingga dwelling time
menjadi tinggi. (Rudi Sangian)

Kunci keberhasilan proses logistik dapat dilihat dari tingginya dukungan infrastruktur
transportasi, infrastruktur komunikasi, SDM yang baik, koordinasi yang baik antar
stakeholder serta peran Pemerintah dalam membuat regulasi. Sistem logistik yang baik
sekalipun tetap mebutuhkan kinerja transportasi. Manajemen logistik yang baik dengan
dukungan transportasi yang baik, dapat menghasilkan logistik dengan biaya rendah, dengan
mengatur penggunaan moda transportasi yang sesuai. Penggunaan moda kendaraan sesuai
dengan karakter dapat menjadi salah satu faktor penentu keefektifan dan keefisienan proses
logistik. Penggunaan jalur darat yang selama ini tertinggi digunakan sebagai prasarana
transportasi, bisa dialihkan ke transportasi laut dan sungai. Tentu saja disesuaikan dengan
beban dan karakter barang yang dibawa.
Salah satu kebijakan yang mampu mewujudkan pengembangan hilirisasi produk-
produk agroindustri adalah dengan melakukan kebijakan strategi logistik untuk
memperlancar arus produk, uang, dan informasi pada hilirisasi sehingga proses hilirisasi
dapat berjalan optimal mulai dari produk antara hingga produk jadi yang diekspor maupun
dipasarkan di dalam negeri. Desain strategi logistik diperlukan untuk menentukan kesiapan
infrastruktur dan pengambilan keputusan yang tepat dalam mendorong tumbuhnya hilirisasi
rumput laut di Indonesia. Model strategi logistik pada hilirisasi komoditas rumput laut sangat
diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan logistik oleh pemerintah untuk
menjamin keberlanjutan sektor bisnis ini.

Pengaruh Tingginya Biaya Logistik Dalam Rantai Pasok Rumput Laut di Sulawesi
Selatan
Indonesia merupakan suatu negara besar yang wilayahnya sangat luas yang berbentuk
kepulauan. Dengan negara kepulauan yang terdiri dari lebih 17.000 pulau maka perlu
ditingkatkannya sistem transportasi yang berkesinambungan, dimana dalam satu perjalanan
dari satu titik ke titik yang lain bisa menggunakan beberapa moda transportasi. Sistem
transportasi di Indonesia memiliki kekhususan. Sebagai negara maritim dengan daerah yang
terpisah oleh perairan, maka transportasi menggunakan seluruh moda yang ada yaitu darat,
laut, udara, dan perairan. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kebutuhan infrastruktur
antarwilayah seharusnya tidak digeneralisasi berdasarkan wilayah. Ada daerah yang
membutuhkan jalan sebagai prioritas pendistribusian barang, tetapi ada daerah-daerah
kepulauan yang lebih membutuhkan dermaga dan kapal-kapal penyeberangan sebagai
prioritas. Dengan akses yang lebih baik maka produktivitas akan meningkat, sehingga biaya
input menjadi menurun. Berkurangnya biaya input menyebabkan harga suatu produk semakin
terjangkau. Kemampuan beli konsumen meningkat menjadikan permintaan meningkat,
sehingga arus permintaan tinggi. Permintaan yang meningkat tentu akan menghasilkan
keuntungan untuk produsen (Achmad, 2012).
Pentingnya fungsi transportasi memberikan manfaat untuk sektor lain. Antara lain
tersedianya jasa transportasi yang cukup memberikan manfaat ekonomi, misalnya akan
memperluas pasar, dapat menstabilkan harga barang, membuat upaya daerah-daerah untuk
melakukan spesialisasi produk sesuai dengan potensi sumber daya yang dimilikinya. Jaringan
Transportasi dalam Sistem Transportasi Nasional meliputi sub-sub sektor transportasi jalan,
kereta api, sungai, danau, penyeberangan laut, udara, dan pipa. Dalam pelaksanaan sistem
transportasi yang baik diharapkan akan terwujud suatu sistem transportasi yang efektif dan
efisien (Achmad, 2012).
Infrastruktur telah didefinisikan dalam kondisi dari fasilitas fisik (jalan, bandara,
pelabuhan, terminal, rel kereta api, dan alat-alat transportasi), serta jasa (sistem transportasi)
yang mengalir dari fasilitas-fasilitas itu. Oleh karena itu, dampak dari investasi infrastruktur
pada pengurangan biaya logistik dapat ditelusuri dari bagaimana ketersediaan infrastruktur
yang dapat membantu kelancaran logistik dan mendapat kesempatan secara langsung atau
tidak langsung dalam mengurangi biaya. Tingginya biaya logistik merupakan menjadi salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi daya saing perekonomian di Indonesia sehingga bisa
menyebabkan turunnya iklim investasi. Biaya logistic di Indonesia yang masih berkisar 17
persen dari biaya produksi. Hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi,sehingga dapat
menurunkan daya beli pada suatu produk. (Achmad, 2012).
Prospek produksi rumput laut di Sulawesi Selatan yang sangat besar harus diikuti
dengan sistem logistik yang baik baik pula karena mengingat hasil rumput laut di Sulawesi
Selatan yang dikirim ke dalam negeri maupun luar negeri. Pola konsumsi masyarakat
Indonesia terhadap rumput laut hanya sebatas dimakan mentah atau dibuat agar-agar, tidak
diolah menjadi ekstrak makanan. Hasil olahan di dalam negeri juga sedikit ada pasarnya,
sehingga sebagian besar diekspor. Ekspor dalam bentuk raw material dengan tujuan utama
industri pengolahan di China menunjukkan bahwa industri pengolahan rumput laut dalam
negeri belum berkembang dengan optimal karena belum mampu menyerap bahan baku
rumput laut kering.
Wilayah yang memiliki keterbatasan logistik dan transportasi dapat mengakibatkan
peningkatan biaya dan ketidakefisienan produksi dan pemasaran (Freshty, 2021). Biaya
logistik akan sangat berpengaruh kepada harga rumput laut. Semakin tinggi biaya logistik
maka memaksa petani rumput laut untuk menekan harga rumput laut. Persoalan tersebut
sangat berdampak besar kepada pada petani rumput laut karena dapat menurunkan
kesejahteraan para petani rumput laut di kemudian hari. Padahal jika dimanfaatkan dan
didukung oleh logistik yang baik hal tersebut dapat dihindari.
Rantai pasok rumput laut juga ikut terganggu apabila biaya logistik mahal. Sebab jika
petani rumput laut terus merugi karena biaya logistik lebih mahal daripada biaya produksi itu
sendiri menyebabkan petani terus merugi. Kerugian menyebabkan petani rumput laut tidak
sejahtera. Hal tersebut pula tidak menutup kemungkinan apabila para petani rumput laut
enggan untuk menjadikan rumput laut sebagai mata pencariannya. Dengan berkurangnya
jumlah petani rumput laut hal tersebut pula dapat mengakibatkan menurunnya produksi
rumput laut. Menurunnya produksi rumput laut dapat mengakibatkan rantai pasok rumput
laut ke hilir akan terganggu. Mengingat banyak jenis industri sekarang mengandalkan rumput
laut sebagai komoditas utamanya seperti makanan, obat-obatan, dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil rumput laut terbesar di
Indonesia. Status budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan telah dinobatkan oleh pemerintah
sebagai salah satu komoditas unggulan di sektor perikanan. Terpilihnya komoditas rumput laut
sebagai komoditas unggulan dilatarbelakangi oleh beberapa aspek yaitu budidaya rumput laut
yang mudah dilakukan, bersifat massal, cepat panen, tidak padat modal, menyerap tenaga kerja,
permintaan yang tinggi, dan harga yang sangat menguntungkan.
Pengembangan budidaya rumput laut tersebut terkendala lantaran logistik yang
kurang memadai. Hal tersebut dikarenakan produksi rumput laut banyak di Indonesia bagian
timur khususnya di Sulawesi Selatan. Sedangkan pemasaran rumput laut dilakukan baik di
dalam negeri maupun luar negeri, rumput laut tersebut harus dikirim ke wilayah lain.
Pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan memiliki prospek yang
sangat besar potensinya, karena rumput laut baik berjenis Gracilaria sp. atau Eucheuma sp.
adalah komoditas yang mempunyai nilai ekonomi yan tinggi dengan tingkat pemanfaatannya
sangat luas, mulai dari bahan makanan (minuman alginat, manisan kering, dodol, permen,
agar kertas, agar tepung, dan minuman rumput laut), bahan obat-obatan, bahan pakan
organisme di laut, pupuk tanaman dan penyubur tanah, serta sebagai pengemas transportasi
yang sangat baik. Produk turunannya digunakan untuk industri tekstil, kertas, kosmetika, cat,
bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain. Mengingat luasnya manfaat
penggunaan rumput laut ini, maka upaya agar meningkatkan produksinya melalui usaha
budidaya prospeknya sangat besar untuk dikembangkan di Sulawesi Selatan
Mahalnya biaya logistik ke Indonesia bagian timur disebabkan
ketidakseimbangan perdagangan, dikarenakan beberapa faktor sebagai berikut:

1. Frekuensi keberangkatan yang rendah, rute pendek, pay load rendah,


biaya operasional menjadi tinggi dibanding freight yang bisa didapat.
2. Perputaran kontainer rendah, menyebabkan kontainer idle parah,
rusak, maintenance tinggisehingga revenue dari penggunaan kontainer
turun.
3. Kondisi pelabuhan, hinterland-nya belum atau bahkan tidak menunjang;
sarana receiving delivery antara hinterland dan pelabuhan, industrinya,
populasinya, daya beli dan pasar yang belum berkembang.

Prospek produksi rumput laut di Sulawesi Selatan yang sangat besar harus diikuti
dengan sistem logistik yang baik baik pula karena mengingat hasil rumput laut di Sulawesi
Selatan yang dikirim ke dalam negeri maupun luar negeri. Pola konsumsi masyarakat
Indonesia terhadap rumput laut hanya sebatas dimakan mentah atau dibuat agar-agar, tidak
diolah menjadi ekstrak makanan. Hasil olahan di dalam negeri juga sedikit ada pasarnya,
sehingga sebagian besar diekspor. Ekspor dalam bentuk raw material dengan tujuan utama
industri pengolahan di China menunjukkan bahwa industri pengolahan rumput laut dalam
negeri belum berkembang dengan optimal karena belum mampu menyerap bahan baku
rumput laut kering.
Rantai pasok rumput laut juga ikut terganggu apabila biaya logistik mahal. Sebab jika
petani rumput laut terus merugi karena biaya logistik lebih mahal daripada biaya produksi itu
sendiri menyebabkan petani terus merugi. Kerugian menyebabkan petani rumput laut tidak
sejahtera. Hal tersebut pula tidak menutup kemungkinan apabila para petani rumput laut
enggan untuk menjadikan rumput laut sebagai mata pencariannya. Dengan berkurangnya
jumlah petani rumput laut hal tersebut pula dapat mengakibatkan menurunnya produksi
rumput laut. Menurunnya produksi rumput laut dapat mengakibatkan rantai pasok rumput
laut ke hilir akan terganggu. Mengingat banyak jenis industri sekarang mengandalkan rumput
laut sebagai komoditas utamanya.
SARAN

Peran pemerintah sangatlah besar dalam mengatasi mahalnya biaya logistik


salah satunya dengan cara membuat regulasi atau peraturan untuk menyelaraskan mata
rantai logistik dan mengurangi mata rantai yang kurang efektif. Dukungan infrastruktur
transportasi tidak kalah penting agar dapat mempercepat arus perpindahan barang.
Apabila infrastruktur transportasi membaik maka dapat menurunkan biaya produksi,
sehingga rumput laut yang diekspor ke negara lain dapat bersaing dengan negara lain.

Pembangunan infrastruktur transportasi harus dilaksanakan dengan terencana,


terpadu, dan terintegrasi sehingga logistik dapat lebih efektif dan efisien. Pembangunan
infrastruktur transportasi harus memperhatikan konektivitas internasional dan
kebutuhan moda transportasi prioritas daerah tersebut sesuai dengan potensi masing –
masing daerah.

Pemerintah perlu menyusun regulasi yang mengatur sistem transportasi


nasional, yang dapat mengintegrasikan mengenai transportasi yang sudah lebih dulu
ada.. Perlu diatur penggunaan moda transportasi yang digunakan oleh industri sebagai
alat angkut produknya.
DAFTAR PUSTAKA

Nurdjana, M. 2006. Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Diseminasi


Teknologi dan Temu Bisnis Rumput Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Makassar, 11 September 2006. p. 1—35.

Susanto, A.B. 2006. Teknologi Terapan Rumput Laut, Diseminasi Teknologi dan Temu
Binis Rumput Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Makassar 11 Septemper
2006. 15 pp.

Abdul Malik Tangko. 2008. POTENSI DAN PROSPEK SERTA PERMASALAHAN


PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PROVINSI SULAWESI
SELATAN. Maros. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.

Erizal Mahatama, Miftah Farid. 2013. DAYA SAING DAN SALURAN


PEMASARAN RUMPUT LAUT: KASUS KABUPATEN JENEPONTO, SULAWESI
SELATAN. Jakarta. Pusat Pengkajian Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan-RI.

Zaroni, Biaya Logistik Agregat, published in ARTIKEL SUPPLYCHAIN, Supply


Chain Indonesia, 15 April 2017.

Reiy Schreiben, 2013. TINGGINYA BIAYA LOGISTIK DAN SOLUSI UNTUK


MENEKAN BIAYA LOGISTIK DI INDONESIA, Asosiasi Logistik Indonesia.

Rudy Sangian, KOLABORASI LOGISTIK UNTUK MENURUNKAN BIAYA


LOGISTIK MENGGUNAKAN PSO, Supply Chain Indonesia.

Achmad Wirabrata, Sahat Aditua. 2012. HUBUNGAN INFRASTRUKTUR


TRANSPORTASI DAN BIAYA LOGISTIK. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik.

Freshty Yulia, Budi Wardono. 2021. ANALISIS SITUASIONAL KINERJA EKSPOR


RUMPUT LAUT INDONESIA PADA MASA PANDEMI COVID-19. Jakarta. Balai
Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
https://bsn.go.id/main/berita/berita_det/8687/Menggali-Potensi-Rumput-Laut-Sulawesi-Selatan

https://dpmptsp.sulselprov.go.id/publik-read?id=ekspor-perikanan-sulsel-meningkat,-didominasi-
rumput-laut

https://kkp.go.id/bkipm/artikel/8104-peta-lalulintas-rumput-laut-nasional-2018

https://industri.kontan.co.id/news/arli-masalah-pengembangan-budidaya-rumput-laut-ada-di-
logistik

Anda mungkin juga menyukai