TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak
menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit biasanya
melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien yang
terinfeksi TB paru.9
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.10
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis adalah penyebab kematian kedua terbesar yang disebabkan oleh
satu jenis agen infeksi sesudah Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).
Estimasi prevalensi semua kasus TB tahun 2014 di Indonesia adalah 1.600.000
(647 per 100.000 populasi), sedangkan estimasi insidensi semua kasus TB adalah
1.000.000 (399 per 100.000 populasi). Jumlah kematian akibat TB pada tahun
2014 diperkirakan mencapai 100.000 jiwa dengan rate 41 per 100.000 populasi.11
Pada case notification rate tahun 2014 di Indonesia, jumlah kasus TB dengan
BTA positif ada sekitar 193.321 dan BTA negatif sekitar 101.991. Total kasus
yang terdeteksi pada tahun 2014 adalah 324.539. Meskipun penemuan BTA
positif pada pemeriksaan dahak mikroskopik dijadikan sebagai diagnosis utama,
di Indonesia hanya tercatat 2,2 per 100.000 populasi yang melakukan pemeriksaan
tersebut. Kultur lebih jarang dilakukan dengan 0,4 per 5 juta populasi, dan uji
resistensi hanya 0,3 per 5 juta populasi.11
Indonesia juga termasuk negara dimana AIDS berkembang dengan pesat.
Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 5%.11
2.3 Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi
kuman (basil) Mikobakterium tuberkulosis. Sebagian besar basil tuberkulosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.12
6
2.4 Patogenesis
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune
response. Sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit (biasanya sel T)
merupakan immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga
basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli, partikel akan melekat di dinding
bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel
kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli.17,18
Basil tuberkulosis yang menginfeksi paru dalam 6 8 minggu akan
menimbulkan gejala karena telah mengaktifasi limfosit T helper CD 4 (cluster
diffrentiated) agar memproduksi interferon gamma guna aktifasi makrofag
sehingga meningkatkan kemampuan fagositosisnya. Disamping itu juga
diproduksi TNF (tumor necrotizing factor) oleh limfosit T dan makrofag dimana
TNF berperan dalam aktifasi makrofag dan inflamasi lokal.17
Basil tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan
masuknya leukosit polimorponuklear dan makrofag yang berfungsi untuk
memakan dan membunuh basil tersebut. Setelah beberapa hari maka leukosit
berkurang dan makrofag jadi dominan. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut yang disebut dengan focus primer
atau Ghon focus yang merupakan infeksi primer. Infeksi primer ini dapat sembuh
dengan atau tanpa bekas atau dapat berlanjut terus dan bakteri terus di fagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil dapat menyebar melalui kelenjar getah bening
menuju kelenjar getah bening regional. Gabungan terserangnya kelenjar getah
bening dengan fokus primer disebut kompleks ghon. Infeksi primer kadangkadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan seperti TB post
primer.19
TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama pada
segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB
post primer dapat terjadi melalui salah satu dari 3 mekanisme ini yaitu:20,21
1. Perkembangan langsung dari TB primer
2. Reaktivasi dari TB primer (endogenous)
3. Reinfeksi dari luar (exogenous reinfection).
Proliferasi dari basil tuberkulosis didalam nekrosis sentral diikuti dengan
perlunakan dan pencairan zat-zat kaseosa yang dapat pecah ke bronkus dan
membentuk kavitas. Perdarahan dapat terjadi jika proses kaseosa berlanjut ke
pembuluh darah pada dinding kavitas. Penyebaran kaseosa dan bahan-bahan cair
kedalam percabangan bronkus akan menyebarkan infeksi ke daerah paru yang
Gejala respiratorik
Batuk merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk
timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang berlangsung 2
tumor paru.24,25
Sesak napas dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat kerusakan
sudah terlibat.24,26
b. Gejala sistemik
Demam merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul pada
sore dan malam hari.24
10
Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat badan
11
proses tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh proses
yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi
mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak
boleh lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai
kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh
lebih dari 4 cm.
c.Lesi luas (far advanced). Kelainan lebih luas dari lesi sedang.34
2.5.4. Pemeriksaan mikroskopik dahak
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam. Dibutuhkan
paling sedikit 5000 batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan.
Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen. Cara
pengambilan sputum tiga kali (3 x) dengan cara:
a. Sewaktu (sputum saat kunjungan pertama)
b. Pagi (keesokan harinya)
c. Sewaktu (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua)
Untuk penilaian yaitu:35
a.
b.
c.
d.
e.
2.5.5.
konvensional
seperti
Lowenstein-Jensen,
Ogawa,
Kudoh,
12
b. Apabila
pemeriksaan
secara
bakteriologis
hasilnya
negatif,
maka
13
Gambar 2.1. Alur Diagnosis dan Tindak Lanjut TB Paru Pada Pasien Dewasa10
2.6 Pengobatan
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan
ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan
obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan),
14
kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk
menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOTS=Direcly Observed Treatment Shortcourse) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).36
2.6.1. Jenis dan dosis OAT
a. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang, Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.28
b. Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semidormant (persister) yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kgBB diberikan sama untuk
mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.36
c. Pirazinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.36
d. Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama
penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk
berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.36
e. Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg/BB.36
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan:28
15
a. Tahap Intensif. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
b. Tahap Lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namum dalam jangka waktu yang lebih lama, pengawasan ketat
dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
2.6.2. Panduan OAT Di Indonesia
WHO dan IUATLD (Internatioal Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) merekomendasikan panduan OAT Standar, yaitu:36
1. Kategori 1:
a. 2HRZE / 4 H3R3
b. 2HRZE / 4 HR
c. 2HRZE / 6 HE
2. Kategori 2:
a. 2HRZES / HRZE /5H3R3E3
b. 2HRZES / HRZE / 5HRE
3. Kategori 3:
a. 2HRZ / 4H3R3
b. 2 HRZ / 4 HR
c. 2HRZ / 6 HE
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan
OAT
untuk
kategori
1:
2HRZE/4H3R3,
untuk
kategori
2:
16
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama
4 bulan (4H3R3).37
Obat ini diberikan untuk:36
a. Penderita baru TBC Paru BTA Positif
b. Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat
dan
c. Penderita TBC Ekstra Paru berat.
2. Kategori 2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE
yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah pemderita selesai menelan obat.32 Obat ini
diberikan untuk:
a. Penderita kambuh (relaps)
b. Penderita Gagal (failure)
c. Penderita dengan Pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori 3 ( 2HRZ / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
( 2HRZ ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4H3R3 ).28 Obat ini diberikan untuk:
a. Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
b. Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe ( limfadenitis )
pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit , tb tulang ( kecuali tulang
belakang ) sendi dan kelenjar adrenal.
4. OAT sisipan ( HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (
HRZE ) setiap hari selama 1 bulan.36
2.7 Program Penanggulangan Tuberkulosis
17
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan
IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5
komponen kunci, yaitu:10
a. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
b. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin
mutunya.
c. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
d. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
e. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS
sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (costeffective). Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi
efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia
menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang
digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar
US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB
di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik
dalam upaya pencegahan penularan TB.
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak
negara. Pada tahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership
strategi DOTS tersebut diperluas menjadi Strategi Stop TB, yaitu:10
a.Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
b. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
c.Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
d. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
e.Memberdayakan pasien dan masyarakat
f. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
2.7.1. Visi dan Misi
18
a. Visi
Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan
b. Misi
1. Meningkatkan
pemberdayaan
masyarakat,
termasuk
swasta
dan
19
1.
2.
3.
4.
5.
Promosi Tuberkulosis
Pencegahan Tuberkulosis
Penemuan pasien Tuberkulosis
Pengobatan pasien Tuberkulosis
Rehabilitasi pasien Tuberkulosis
b. Manajemen Program TB
1.
2.
3.
4.
5.
c. Pengendalian TB Komprehensif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kolaborasi TB-HIV
TB Anak
Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB
Pendekatan praktis kesehatan paru (Practicle Aproach to Lung
Health = PAL)
Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat (MTPTRO)
Penelitian tuberkulosis.
8.
9.
20
b.
c.
d.
e.
yang kontak dengan pasien TB, dan 4) kontak erat dengan pasien TB
f. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagin pasien dengan gejala dan
tanda yang sama dengan gejala TB seperti Pendekatan praktis kesehatan
paru (Practicle Aproach to Lung Health = PAL), manajemen terpadu balita
sakit
g.
(MTBS),
manajemen
terpadu
dewasa
sakit
(MTDS)
akan
21
22
23
masyarakat.
c.Organisasi kemasyarakatan
mempunyai
akses
untuk
menjangkau
24
d.
langsung
e.Organisasi kemasyarakatan dapat membantu dalam penyebarluasan
informasi tentang TB kepada masyarakat
f. Organisasi kemasyarakatan dapat membantu pasien TB untuk mengaskses
pelayanan TB dan membantu dalam sosial ekonomi
g.
Organisasi kemasyarakatan dapat membantu dalam advokasi
kepada pemerintah daerah setempat.
h.
Dan lain-lain.
Ada 4 strategi kunci untuk melibatkan organisasi kemasyarakatan dalam TB
berbasis komunitas yaitu:10
a. Melibatkan lebih banyak organisasi kemasyarakat (Engage).
Identifikasi organisasi kemasyarakatan potensial yang dapat dilibatkan
untuk terlibat dalam Program Pengendalian TB berbasis komunitas.
Mengajak organisasi lainnya yang selama ini terlibat dalam Program
kesehatan bukan TB, misalnya organisasi kemasyarakatan dalam
kesehatan Anak, HIV/AIDS, dll.
b. Memperluas (Expand).
Melibatkan dan Mengembangkan
cakupan
program
organisasi
tindih
dan
kontribusi
dari
masing-masing
organisasi
25
dari
perencanaan,
pengadaan,
penyimpanan,
pendistribusian
dan
penggunaan bahan dan alat kesehatan untuk menunjang kegiatan P2TB, mulai dari
proses
penegakan
diagnosis
sampai
dengan
pasien
menyelesaikan
dengan
memperhatikan
beberapa
paduan
OAT
yang
26
2.
2.12
jangka pendek yang disusun berdasarkan dari rencana kegiatan jangka panjang
yang telah ditetapkan dalam proses penyusunan program untuk mencapai tujuan
atau kondisi tertentu yang diinginkan dengan berbagai sumber daya.10
Pembiayaan kegiatan program TB, saati ini didapatkan dari berbagai sumber
antara lain:10
27
a.
2.
Indikator Program TB
28
100%
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan
perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan
jumlah penduduk. Target Case Detection Rate Program Penanggulangan
Tuberkulosis Nasional minimal 70%.
b.
Evaluasi Program TB
Evaluasi terhadap program perlu dipersiapkan untuk melihat kemanfaatan dan
kemajuan program yang telah dibentuk terhadap sasaran yang diharapkan. Tujuan
29
1 petugas laboratorium
Puskesmas satelit kebutuhan minimal tenaga pelaksana adalah 1
1 perawat/petugas TB
Tenaga P2TB yang terlatih untuk sistem surveilans TB dengan
30
mengkaji,
menganalisis
dan
menginterpretasi,
pengambilan
c. Output (Keluaran)
Output yaitu hasil dari pelaksanaan suatu program atau sistem. Output
ini berupa buletin, informasi register TB, informasi register
laboratorium, informasi pemeriksaan dahak, informasi pasien suspek,
ataupun laporan bulanan atau triwulan bahkan tahunan, CDR TBcure
rate TB.
2.15
utama penggunaan FGD itu sendiri sebagai metode pengumpulan data dari suatu
penelitian. Definisi awal tentang metode FGD adalah melakukan eksplorasi suatu
isu/fenomena khusus dari diskusi suatu kelompok individu yang berfokus pada
aktivitas bersama diantara para individu yang terlibat didalamnya untuk
menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Aktivitas para individu/ partisipan
yang terlibat dalam kelompok diskusi tersebut antara lain saling berbicara dan
berinteraksi dalam memberikan pertanyaan, dan memberikan komentar satu
31
status
sosial,
kesamaan
isu/permasalahan,
dan
kesamaan
32
33
Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
Paradigma sehat
Pertanggungjawaban wilayah
Kemandirian Masyarakat
Pemerataan
Teknologi tepat Guna
Keterpaduan dan kesinambungan
34
4.
menggerakkan
masyarakat
untuk
mengidentifikasi
dan
5.
6.
Puskesmas;
7.
memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
8.
melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,
mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan
9.
memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas
berwenang untuk:47
1. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
2. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
3.
yang
mengutamakan
35