Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

I.
1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor perikanan terutama sub sektor perikanan budidaya mempunyai peranan penting
dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan pangan
nasional. Sesuai dengan UU nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, maka sektor perikanan
merupakan salah satu sektor prioritas yang harus dikembangkan dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan nasional disamping sektor pertanian.
Selama ini potensi perikanan budidaya yang ada di Indonesia belum dapat
dimanfaatkan secara optimal, dimana berdasarkan data Ditjen Perikanan Budidaya sampai
dengan saat ini potensi lahan yang termanfaatkan baru mencapai 30%. Perubahan paradigma
masyarakat global yang mulai melirik produk perikanan sebagai salah satu produk makanan
untuk pemenuhan kebutuhan protein manusia, merupakan salah satu peluang yang harus
ditangkap sebagai peluang dalam menghadapi ekonomi global.
Untuk mewujudkan peningkatan produksi perikanan budidaya maka dalam
pengembangan kawasan perikanan budidaya yang terintegrasi dan komphrehensif perlu
disusun rencana induk (master plan) pengembangan kawasan perikanan budidaya pada tahun
2015 2019 dengan mempertimbangkan integrasi hulu hilir.

1.2.

Tujuan
Tujuan dari Master Plan Perikanan Budidaya adalah:

a. Menyediakan dokumen perencanaan yang komphrehensive dan terintegrasi sebagai acuan


pengembangan kawasan perikanan budidaya pada tahun 2015 2020;
b. Menghitung kebutuhan lahan, sarana dan prasarana budidaya untuk mendukung
pengembangan kawasan budidaya di Indonesia.

1.3.

Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dengan adanya kegiatan penyusunan ini adalah tersedianya
buku master plan sebagai acuan bagi seluruh stakeholder dalam merencanakan
pengembangan kawasan perikanan budidaya dan peningkatan produksi.
1.4.

Sumber Dana
Pendanaan Pekerjaan ini dibiayai dari sumber pendanaan: APBN Tahun Anggaran
2014.
II. METODOLOGI

II.4.1. Data Penunjang


Data Dasar Master Plan Perikanan Budidaya yang sudah dibuat sebelumnya.
2.2.

Ruang Lingkup Pekerjaan


Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan ini adalah:

a. Persiapan;
b. Pengumpulan Data;
Pengumpulan data dilaksanakan melalui dua cara yaitu forum discusion group dan survei
lapangan.

1) Forum Group Discussion


Tujuan dari pelaksanaan kegiatan forum group discussion ini adalah untuk
mengumpulkan informasi dan isu-isu terkini terkait kekuatan, kelemahan, peluang,
ancaman pengembangan sub sektor perikanan budidaya. Dalam forum ini juga diharapkan
dapat digali dukungan kegiatan lintas sektor yang dimungkinkan untuk dapat
diintegrasikan dalam mendukung pengembangan sub sektor perikanan budidaya di
Indonesia.

2) Survei Lapangan
Tujuan dari pelaksanaan survei lapangan adalah untuk mengumpulkan data - data di
daerah terkait potensi lahan budidaya, data produksi, data pembudidaya, dan rencana
strategis pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan perikanan budidaya di
daerahnya masing-masing. Jumlah lokasi yang akan disurvei minimal sebanyak 14 lokasi,
dimana lokasi lokasi itu harus memenuhi kriteria:
Mempunyai potensi untuk pengembangan perikanan budidaya (payau/tawar/laut);
Diutamakan lokasi minapolitan perikanan budidaya yang berhasil.
Penentuan lokasi survei nantinya harus mendapat persetujuan dari pemilik pekerjaan
(bouwheer)/Tim teknis yang ditunjuk oleh pemilik pekerjaan.
3. Pelaporan
Penyusunan laporan dalam penyusunan masterplan harus sesuai dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Penulisan laporan mengacu pada kaidah penulisan scientific dan menggunakan ejaan
bahasa indonesia yang baik;
2) Kertas yang digunakan adalah HVS ukuran A4 80 gram;
3) Penulisan menggunakan huruf arial ukuran 12 dengan spasi 2, dan dengan ukuran
batasan kertas lebar kiri 4 cm, lebar kanan 3 cm, lebar atas 3 cm, dan lebar bawah 3 cm.
4. Pembahasan
o Pembahasan Laporan Awal;
o Pembahasan Laporan Kemajuan;
o Pembahasan Draft Laporan Akhir.
2.3.

Keluaran
Keluaran yang diinginkan dari pekerjaan ini adalah:
a. Laporan Pendahuluan;
b. Laporan Kemajuan;
c. Laporan Akhir.

2.4.

Metodologi Pelaksanaan
Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan masterplan
pengembangan kawasan perikanan budidaya adalah dengan pendekatan secara kualitatif dan
kuantitatif (quantitative and qualitative methods).

2.5.

Jangka Waktu Penyelesaian Pekerjaan

Jangka waktu penyelesaian pekerjaan adalah 120 (Seratus Dua Puluh) hari kalender.
2.6.

Personil
Jumlah Orang
Posisi

1.

Ketua Tim

Kualifikasi

(Bulan)

Pendidikan minimal S1 Jurusan Perikanan,

diutamakan dengan pengalaman sebagai Ahli


Perikanan selama 10 tahun dan Ketua Tim
2.

Tenaga Ahli

sebanyak 5 kali
Pendidikan minimal S1 Jurusan Perencanaan

Perencanaan

Wilayah

Wilayah

Wilayah/Geografi,

(Planologi)/

Pengembangan

diutamakan

dengan

pengalaman sebagai Tenaga Ahli Perencanaan


3.

4.

5.

Tenaga Ahli

Wilayah selama 8 tahun


Pendidikan minimal S1

Infrastruktur

diutamakan pengalaman selama 8 tahun

Tenaga Ahli Sosial

Pendidikan

Ekonomi

Ekonomi, diutamakan dengan pengalaman

Tenaga Ahli

selama 8 tahun
Pendidikan minimal

Lingkungan

Lingkungan/Teknik Lingkungan, diutamakan

minimal

S1

Teknik

Jurusan

S1

Jurusan

Sipil,

Sosial

Ilmu

dengan pengalaman sealama 8 tahun

III.

PELAPORAN

Jenis, isi, dan laporan yang harus dibuat :


1. Laporan Pendahuluan
Laporan pendahuluan minimal berisi tanggapan KAK, rencana dan metode kerja yang
akan dilaksanakan, data tenaga ahli yang digunakan, jadwal pelaksanaan pekerjaan yang
menggambarkan proses pekerjaan dari mulai persiapan sampai dengan proses serah terima
hasil pekerjaan. Laporan Pendahuluan harus diserahkan paling lambat 10 (sepuluh) hsri kerja

setelah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) ditandatangani. Jumlah laporan pendahuluan yang
harus dikumpulkan adalah 10 eksemplar.
2. Laporan Kemajuan (Interim)
Laporan kemajuan minimal berisi kemajuan pekerjaan yang telah dilaksanakan
minimal melaporkan informasi terkait hasil pelaksanaan FGD, hasil survei lapangan, dan
identifikasi awal terhadap kekuatan, peluang, tantangan, dan kelemahan untuk pengembangan
kawasan perikanan budidaya, formulasi permasalahan pengembangan perikanan budidaya
secara umum dan spesifik dan rencana kerja selanjutnya. Laporan kemajuan harus diserahkan
paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja setelah SPMK ditandatangani. Jumlah laporan
pendahuluan yang harus dikumpulkan adalah 10 eksemplar.
3. Laporan Akhir
Laporan akhir berisi semua informasi dan analisis yang disampaikan dalam laporan
draft akhir dan memperhatikan masukan dari tim teknis/tim pembahas. Laporan akhir harus
diserahkan paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari kalender. Jumlah laporan yang harus
diserahkan adalah sebanyak 10 eksemplar dalam bentuk buku dan 50 unit dalam bentuk CD.
Mengapa harus ada pelabuhan perikanan
Pelabuhan Perikanan sudah sejak lama keberadaannya di Indonesia seiring dengan adanya usaha
perikanan tangkap dengan namanya yang berbeda-beda sesuai dengan daerah dimana pelabuhan
perikanan itu berada. Misalnya di Pulau Jawa ada yang menyebut Pangkalan Pendaratan Ikan,
Pusat Pendaratan Ikan, Pelabuhan Perikanan, Tempat Pendaratan Ikan (TPI). Sebutan Tangkahan
adanya di Pulau Sumatera khususnya yang ada di Belawan, Sibolga, Kepulauan Riau.

Sesuai dengan definisinya, Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan
perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh,
dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselematan pelayaran dan kegiatan
penunjang perikanan.
Keberadaan Pelabuhan Perikanan mutlak diperlukan untuk menunjang aktivitas perikanan dalam
kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, kegiatan praproduksi, produksi,
pengolahan, pemasaran ikan dan pengawasan sumberdaya ikan.
Pelabuhan perikanan bagian dari simtem pembangunan perikanan. Pelabuhan Perikanan
seringkali menjadi barometer majunya perikanan disuatu daerah atau wilayah karena kita dengan
cepat melihat perkembangan unsur-unsur yang berperan dalam usaha perikanan seperti ikan,
kapal perikanan, alat penangkapan ikan, nelayan, pengusaha perikanan dan pasar ikan. Seringkali
Pelabuhan Perikanan dijadikan sarana untuk mengecek apakah sistem pembangunan perikanan
sudah operasional dengan baik. Misalnya adanya penangkapan ikan dan kemudian pendaratan
ikan di Pelabuhan Perikanan perlu dilakukan pencatatan logbook oleh Nakhoda
Kapal. Logbook adalah salah satu alat pengendali pemanfaatan sumberdaya ikan karena
dengan logbook kita dapat memonitor kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan untuk setiap daerah
penangkapan ikan. Begitu juga terhadap monitoring mutu hasil tangkapan dan distribusi atau
harga ikan, itu semua ada dan dilakukan di Pelabuhan Perikanan.

Bagaimana disuatu wilayah usaha penangkapan ikan tidak ada fasilitas pelabuhan perikanan?
Dapat dipastikan kemajuan perikanan disana akan mengalami hambatan dan tantangan karena
tidak ada sarana untuk pendaratan ikan yang lebih nyaman, sehingga kapal-kapal akan lebih
cepat rusak dan mutu ikan serta harga ikan tidak terjamin dan akhirnya pengelolaan perikanan
akan mengalami hambatan.
Mengingat pentingnya pelabuhan perikanan, hingga tahun 2012 pemerintah telah membangun
dan mengembangkan pelabuhan perikanan di Indonesia sebanyak 816 unit yang terdiri dari 6
unit Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 14 unit Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 45
unit Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan 749 unit Pusat Pendaratan Ikan (PPI) dan 2 unit
pelabuhan perikanan swasta.
Permasalahan keberadaan pelabuhan perikanan di Indonesia saat ini adalah :
(a) Dari segi jumlah masih belum mencukupi. Bila dibandingkan dengan keberadaan pelabuhan
perikanan di Jepang bahwa setiap 11 kilometer panjang pantai terdapat satu pelabuhan perikanan,
maka di Indonresia setiap 116 km panjang pantai (panjang pantai Indonesia 95.181 Km) terdapat
satu pelabuhan perikanan. Dengan demikian penambahan jumlah pelabuhan perikanan dapat
dipertimbangkan dengan memperhatikan aspek lainnya.
(b) Dari segi penyebaran keberadaan pelabuhan perikanan, sekitar 70 % pelabuhan perikanan
berada di wilayah Indonesia Bagian Barat dan hanya 30 % pelabuhan perikanan berada di
wilayah Indonesia Bagian Timur. Kondisi ini bertolak belakang dengan keberadaan potensi
sumberdaya ikan lebih banyak di Wilayah Indonesia Bagian Timur namun jumlah pelabuhan
perikanan lebih sedikit, sedang di wilayah Indonesia Bagian Barat potensi sumberdaya ikan
sudah banyak terkuras dan over fishing sedang jumlah pelabuhan perikanan lebih banyak.
Kondisi ke depan penyebarannya akan dibenahi sesuai dengan potensi sumberdaya ikan.
Apa fungsi dan peranan pelabuhan perikanan
Pelabuhan perikanan yang dibangun harus berfungsi dalam mendukung kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya. Ukuran
suatu Pelabuhan Perikanan sudah berfungsi atau belum berfungsi, harus mengacu kepada fungsi
pelabuhan perikanan. Berdasarkan UU RI No.45/2009 tentang perubahan atas UU No.31/2004
tentang perikanan dinyatakan bahwa fungsi pelabuhan perikanan dapat berupa pelayanan tambat
dan labuh kapal perikanan, pelayanan bongkar muat, pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan
hasil perikanan, pemasaran dan distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan,
tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, pelaksanaan kegiatan
operasional kapal perikanan, tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya
ikan, pelaksanaan kesyahbandaran, tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan , publikasi hasil
pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan.
Pelabuhan perikanan yang dibangun oleh pemerintah (dana APBN dan APBD) dan swasta belum
berfungsi sepenuhnya. Penyebab belum berfungsi pelabuhan perikanan antara lain :
(a) Pemilihan lokasi pelabuhan perikanan tidak tepat sebagai akibat perencanaannya kurang
cermat.
(b) fasilitas pelabuhan yang belum mencukupi sehingga belum beroperasi sesuai dengan
fungsinya,
(c) kelembagaan untuk UPT belum dibentuk oleh Pemerintah Daerah sehingga belum
memperoleh biaya operasional.
Apa upaya yang dilakukan supaya pelabuhan perikanan tersebut dapat berfungsi? Master plan
pelabuhan perikanan secara Nasional segera ditetapkan yang menjadi acuan pemerintah dan
swasta dalam membangun pelabuhan perikanan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

bersama-sama menyediakan dana untuk melengkapi fasilitas pelabuhan dan membentuk


kelembagaan pelabuhan perikanan.
Pelabuhan Perikanan yang telah ada sangat berperan dalam hal :
(a) Melakukan efisiensi biaya operasional usaha penangkapan dengan cara mempermudah
perolehan kebutuhan melaut dengan harga pasar seperti BBM, Air, Es, Garam,
(b) Meningkatkan harga jual hasil tangkapan dengan berfungsinya pelelangan ikan,
(c) Terjadinya pertumbuhan industri perikanan dengan tersedianya areal industri dan fasilitas
pendukung lainnya seperti jalan kawasan dan jalan penghubung keluar kawasan menuju daerah
konsumen maupun ke pelabuhan umum dan pelabuhan udara,
(d) Berperan dalam penyerapan tenaga kerja untuk sektor pra produksi, produksi, pengolahan,
pemasaran dan distribusi hasil tangkapan serta usaha-usaha ikutan lainya,
(e) Terjadinya peningkatan pendapatan nelayan sebagai akibat dari efisiensi biaya operasional
dan naiknya produktivitas penangkapan ikan,
(f) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi wilayah akibat dari tumbuhnya industri di kawasan
pelabuhan perikanan.
Sampai seberapa jauh pelabuhan perikanan di Indonesia berperan saat ini? Bila dilihat dari
segi penyediaan fasilitas walaupun masih kurang mencukupi, diperkirakan pelabuhan perikanan
tersebut setidaknya telah berfungsi sebagai tempat pendaratan kapal dan pembongkaran ikan
sehingga adanya efisiensi biaya operasional usaha penangkapan ikan.
Apa peranan pembangunan pelabuhan perikanan masa depan.
Pembangunan pelabuhan perikanan dimasa depan harus dilakukan melalui pendekatan
sumberdaya ikan dengan memperhatikan perkembangan kebutuhan protein ikan dunia dan
pengelolaan perikanan secara nasional dan regional. Pengelolaan pelabuhan perikanan sangat
terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan secara nasional dan regional yang telah diatur
didalam UU RI Nomor 45/2009 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31/2004 tentang
perikanan. Dalam pelaksanaan pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan mengacu
pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang
Kepelabuhanan Perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan di Indonesia lebih dominan
dilakukan oleh pemerintah. Memang ada peluang untuk mendorong swasta ikut membangun
pelabuhan perikanan, namun saat ini hanya 2 pelabuhan swasta yang baru dibangun.
Pelabuhan perikanan masa depan diarahkan:
(a) Berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi melalui pengaturan penyesuaian penyebaran
pelabuhan perikanan. Pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan yang akan datang
perlu diarahkan ke kawasan Indonesia Timur dengan pertimbangan bahwa beberapa perairan di
Indonesia Barat telah over fishing, potensi perikanan dibagian timur cukup besar, pembangunan
pelabuhan perikanan dikawasan timur berpeluang untuk membentuk pusat-pusat pertumbuhan
baru, dan pelabuhan perikanan dapat berfungsi sebagai kantong-kantong pengaman wilayah
perairan Indonesia dari upaya-upaya pencurian sumberdaya ikan oleh nelayan negara asing,
(b) Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pelabuhan perikanan harus dilengkapi fasilitas dan
kelembagaannya sehingga dapat berfungsi. Jalan akses menuju pelabuhan dan ke daerah
konsumen serta ke pelabuhan utama (pelabuhan laut dan udara) harus tersedia. Setiap pelabuhan
sebaiknya ada fasilitas pasar ikan sehingga aktivitas pelabuhan perikanan kelihatan hidup,
(c) Pengelolaan pelabuhan perikanan tidak hanya dilihat dari sisi keuntungan ekonominya saja,
melainkan juga harus berorientasi pada aspek lingkungan hidup. Pengelolaan pelabuhan
perikanan
yang
berwawasan
lingkungan
sebagaimana
dalam
konsep eco
fishingport menyebutkan bahwa pelabuhan merupakan salah satu contoh dimana aktivitas

manusia dan permasalahan lingkungan seringkali menimbulkan konflik. Terkait dengan hal ini,
maka perlu dilakukan pengelolan pelabuhan perikanan menuju pada pencapaian keseimbangan
antara nilai lingkungan dan manfaat ekonomi, sehingga terdapat harmonisasi aspek komersial
dan lingkungan,
(d) Pengembangan pelabuhan perikanan hendaknya tercipta hubungan antar sesama pelabuhan
perikanan baik yang ada didalam negeri maupun pelabuhan perikanan diluar negeri. Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) harus memiliki hubungan dengan beberapa Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN). Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) harus memiliki hubungan dengan
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Begitu juga Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) harus
memiliki hubungan dengan beberapa Pusat Pendaratan Ikan (PPI). Dengan adanya hubungan
antar pelabuhan perikanan tersebut akan terjadi peningkatan operasional pelabuhan perikanan.
Sedangkan kerjasama dengan pelabuhan perikanan yang ada diluar negeri perlu dilakukan untuk
pendataan operasional pelabuhan perikanan. Bagi kapal-kapal luar negeri yang masuk ke
pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia harus mengikuti norma norma yang berlaku secara
internasional, antara lain dengan adanya ketentuan Port State Measure(PSM),
(e) Pelayanan prima yang diberikan pelabuhan perikanan harus memberi kenyamanan
tumbuhnya industri perikanan. Standar pelayanan diarahkan sesuai dengan standar pelayanan
internasional yakni ISO 9001:2008 dalam rangka pelayanan prima,
(f) Penyediaan kebutuhan stakeholder di pelabuhan perikanan harus selalu ditingkatkan sehingga
aktivitas perikanan akan lebih lancar,
(g) Sarana komunikasi yang merupakan kebutuhan mutlak untuk stakeholder selalu tersedia,
(h) Dukungan perbankan untuk mempermudah transaksi aktivitas perikanan,
(i) Faktor kebersihan, keamanan, ketertiban, keindahan harus selalu terkendali
sehinggastakeholder merasa nyaman didalam melakukan aktivitasnya,
(j) Sumberdaya manusia pengelola pelabuhan perikanan harus ditingkatkan kompetensi dan
keahliannya.
Apa bentuk pengelolaan pelabuhan perikanan berstandar internasional
Mengingat perkembangan perekonomian dunia yang sangat cepat dan dinamis maka pengelolaan
pelabuhan perikanan yang akan datang harus mengikuti kaidah-kaidah berstandar internasional.
Terkait dengan hal tersebut, saat ini pelabuhan perikanan telah mengikuti kaidah-kaidah yang
keluarkan oleh RFMOs dan ketentuan-ketentuan pemasaran ikan ke Uni Eropa, Jepang dan
Amerika. Pelayanan pelabuhan perikanan mengikuti standar ISO 9001:2008 tentang pelayanan
prima. Untuk memperoleh ISO tersebut maka perlu dilakukan pendekatan kepada pihak yang
mengeluarkan ISO sehingga pelabuhan perikanan melengkapi syarat-syaratnya. Kerjasama
dengan RFMOs telah dilakukan dalam bentuk proses pendaftaran kapal-kapal perikanan yang
menangkap ikan di laut lepas, pencatatan data hasil tangkapan. Sedangkan kerjasam dengan Uni
Eropa telah dilakukan proses Catch Certification untuk ikan-ikan yang dijual Uni Eropa. Bagi
kapal-kapal asing yang masuk ke pelabuhan perikanan di Indonesia dilakukan proses sesuai
dengan ketentuan Port State Measure (PSM).

Anda mungkin juga menyukai