Anda di halaman 1dari 9

NEUROPLASTISITAS

Oleh:
Putu Wandari Pranitha

(13121001040)

Kadek Sutisna Adhinayana (13121001042)


Bergita Anastasia Pati tau (13121001062)

Diserahkan kepada Dosen


Ari Wibawa, S.ST.,M.Fis
Sebagai Tugas Dari Mata Kuliah
Ilmu Perkembangan Gerak

UNIVERSITAS DHYANA PURA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
BADUNG-BALI
2014

BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Saat otak mengalami kerusakan, kita akan berfikir bahwa otak akan

kehilangan

fungsinya

secara

permanen,

karena

memang

otak

yg

rusak/nekrotik bersifat irreversibel (tak akan regenerasi/sembuh lagi).

telah
Namun

tahukah anda kenyataan dilapangan yg ditemui selama ini, ternyata otak yang
normal akan berkembang terus sesuai dengan kebutuhan artinya apabila
dibutuhkan/digunakan maka otak akan terus-menerus berkembang dan sebaliknya.
Kapasitas dari sistem saraf pusat untuk melakukan reorganisasi (beradaptasi
& memodifikasi) oleh daerah yg tak memiliki fungsi khusus pada otak dapat belajar
atau mengambil alih fungsi dari daerah yang mengalami kerusakan dalam bentuk
adanya interkoneksi baru pada saraf, kemampuan tersebut yg disebut Plastisitas
pada otak. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf (neurochemical),
kelistrikan saraf, penerimaan saraf (neuroreceptive), perubahan struktur neuron
saraf

dan

reorganisasi

otak.

Kita harus mengetahui faktor apa saja yg mempengaruhi pemulihan otak,


ukuran lesi, umur, jenis kelamin, perjalanan kerusakan, kematangan dari area yg
rusak, fungsi dari area tersisa, lingkungan, latihan, dan intervensi obat-obatan.
Otak manusia terbukti sangat adaptif dan plastis serta dapat mengadakan
perubahan struktural dan fungsional apabila diberikan stimulasi lingkungan, stimulasi
sensoris diterima oleh individu sebagai sebuah pengalaman & respon tindakan
(sensorimotor). Dan ternyata aktivitas di otak juga meningkat pada saat
membayangkan gerakan (mental practice), tanpa harus melakukan aktivitas.
Pada pemulihan sebenarnya pada otak mungkin terjadi pada situasi tertentu,
pemulihan maksimal terjadi pada masa-masa awal (golden period) tetapi pemulihan
dapat terus berlangsung hingga beberapa tahun (jangka panjang).
Plastisitas otak dapat terjadi tidak hanya pada pemulihan kemampuan motorik
tetapi juga pada kemampuan memori, penglihatan ataupun bicara, bahkan beberapa
tahun setelah stroke, neural plasticitas dapat terus terjadi.

1.2. Rumusan Masalah

1 Bagaimana Definisi dari Neuroplastisitas


2 Bagaimana penggolongan tentang plastisitas otak?
3 Bagaimana proses plastisitas otak dan pemulihan otak?
1.3. Tujuan
1 Untuk mengetahui Definisi dari Neuroplastisitas
2 Untuk mengetahui penggolongan tentang plastisitas otak
3 Untuk mengetahui proses plastisitas otak dan pemulihan otak
1.4. Manfaat
1 Agar mengetahui Definisi dari Neuroplastisitas
2 Agar mengetahui Penggolongan tentang plastisitas otak
3 Agar mengetahui proses plastisitas otak dan pemulihan otak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Plastisitas
Sampai saat ini pemahaman terhadap struktur dan fungsi otak masih banyak
yang berdasarkan pada model hierarki, dimana tiap-tiap bagian otak memiliki
struktur tertentu dan memiliki fungsi tertentu pula (Held in Cohen, 1993).
Pemahaman terhadap model ini tidaklah salah, tetapi dapat menyebabkan
pemahaman terhadap struktur dan fungsi otak menjadi kaku. Seperti adanya

pendapat bahwa kerusakan pada otak tidak akan pernah sembuh kembali, sehingga
bagian otak yang rusak tersebut akan kehilangan fungsinya secara permanen
Seharusnyalah dipahami juga bahwa struktur dan fungsi otak adalah fleksibel
terkait dengan berbagai sistem tubuh dan lingkungan. Adalah benar sel-sel otak
yang mengalami kematian tidak bisa sembuh kembali, tetapi masih ada
kemungkinan ruang dan waktu bahwa fungsi otak yang hilang akibat kerusakan
tersebut diambil alih oleh bagian otak yang lain dengan cara atau mekanisme
plastisitas yang sampai sekarang masih menjadi misteri, walaupun sedikit demi
sedikit mulai terkuak (Carr & Shepherd, 1987). Beberapa asumsi dasar tentang
struktur dan fungsi pada otak terkait dengan plastisitas yang akan dibahas lebih
lanjut, diantaranya adalah (Carr & Shepherd, 1987, 1998; Cohen 1993):
Otak memiliki struktur tertentu dan memiliki fungsi tertentu sesuai dengan
penataannya (model hierarki)
Otak yang normal akan berkembang sesuai dengan kebutuhan (apabila
dibutuhkan/ digunakan maka otak akan berkembang dan sebaliknya)
Pengaturan fungsi tertentu pada otak terdapat pada beberapa tingkat/area,
sehingga bila ada satu rusak, masih ada yang mengatur fungsi yang rusak.
Daerah yang tak memiliki fungsi khusus pada otak dapat belajar atau
mengambil alih fungsi dari daerah yang mengalami kerusakan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi Neuroplastisitas


Plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan
reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas
merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradabtasi
terhadap kebutuhan fungsional. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf
(neurochemical), penerimaan saraf (neuroreceptive) , perubahan struktur neuron
saraf dan organisasi otak. Plastisitas juga terjadi pada proses perkembangan dan
kematangan sistem saraf.

Untuk memberikan gambaran tentang plastisitas, maka penulis memberikan ilustrasi


dengan membandingkan antara sifat plastisitas dan elastisitas.
Suatu benda dengan bentuk awal segi empat jika diberi intervensi atau
dimanipulasi untuk membentuk segi tiga, maka pada saat proses dilakukan benda
berbentuk segi tiga akan tetapi pada akhirnya benda tersebut akan kembali pada
bentuk awalnya, hal ini disebut sebagai kemampuan elestisitas.
Jika bentuk awal suatu benda berbentuk segi empat kemudian diberikan
intervensi untuk membentuk segi tiga, maka pada saat proses dilakukan benda akan
membentuk segi tiga dan juga menjadi bentuk akhir dari benda tersebut, hal ini
disebut sebagai kemampuan plastisitas.
Dengan demikian jelas bahwa sifat elastisitas berbeda dengan sifat
plastisitas. Sifat elastik artinya kemampuan suatu benda untuk dapat kembali pada
bentuk asalnya, sedangkan sifat plastisitas menunjukkan kemampuan benda untuk
berubah kedalam bentuk yang lain.
Nilai positif dari adanya sifat plastisitas adalah pada pasien stroke menjadi
potensi

untuk

dapat

dikembangkan

dan

dibentuk

sehingga

dapat

menghasilkan gerak yang fungsional dan normal.


Nilai negatif dari adanya sufat plastisitas adalah jika metode yang diberikan
tidak tepat, maka akan terbentuk pola yang tidak tepat pula.
3.2 Penggolongan Plastisitas Otak
1 Plastisitas dari struktur Anatomi
a Regenerasi (regeneration)
b Penyebaran kolateral (collateral sprouting)
2 Penyesuaian fisiologis
a Diaschisis
b Peningkatan sensitivitas hubungan saraf (Denervation supersensitivity)
c Pengefektifan sinapsis laten (Silent synapsis recruitment)
3 Cross modal plasticity meliputi:

a Aktivasi bilateral dari sistem motoric


b Penggunaan jalur ipsilateral
c Perekrutan area motorik tambahan
Beberapa asumsi dasar tentang struktur dan fungsi pada otak terkait dengan
plastisitas, diantaranya:
Otak memiliki struktur dan fungsi tertentu sesuai dengan penataannya Otak
yang

normal

akan

berkembang

sesuai

dengan

kebutuhan

(apabila

dibutuhkan/digunakan maka otak akan berkembang dan sebaliknya)


Pengaturan fungsi tertentu pada otak terdapat pada beberapa tingkat/area,
sehingga bila ada satu rusak, masih ada yang mengatur fungsi yang rusak
Daerah yang tak memiliki fungsi khusus pada otak dapat belajar atau
mengambil alih fungsi dari daerah yang mengalami kerusakan.
Otak manusia terbukti sangat adaptif dan plastis serta dapat mengadakan
perubahan struktural dan fungsional apabila diberikan stimulasi lingkungan Stimulasi
lingkungan di sini berupa stimulasi baik sensoris maupun motoris, diterima oleh
individu sebagai sebuah pengalaman dan respon tindakan (sensorimotor) Diketahui
juga aktivitas di otak juga meningkat pada saat membayangkan gerakan (mental
practice), tanpa harus melakukan aktivitas.
3.3 Kerusakan Otak dan Bagiannya
Kerusakan dari sel otak yang aktual akibat dari lesinya disebut Umbra
sedangkan gangguan fisiologis sekunder dari sel saraf lain di sekitar atau
yang terkait dengan sel otak yang rusak disebut Penumbra (inhibisi atau
diaschisis). Gangguan fisiologis sekunder ini dapat diakibatkan oleh neural
shock, odema, terputusnya aliran darah, atau denervasi sebagian neuron
pasca regenerasi pada sel-sel otak.
Pada otak yang belum pernah berfungsi matang, tetapi mengalami deficit
neurologis, misal Cerebral Palsy (Cacat Mental) dan Kelainan Tumbuh
Kembang pada anak, dibandingkan dengan kelainan neurologis pada otak
yang sudah berfungsi matang, misal Stroke dan Trauma Kepala pada orang
dewasa, proporsi luas Zona Umbra dan Zona Penumbra bisa sangat
bervariasi tergantung tipe kerusakan pada otak

Demikian juga dengan jenis dan lama kejadian kerusakan sel syaraf di otak
Kejadian mendadak, terlokalisir (misal stroke) proporsi umbra dan penumbra
hampir sama, kejadian yang lambat (missal tumor) mungkin umbra tidak
disertai adanya penumbra, sedangkan suatu trauma (misal trauma kepala)
mungkin penumbra lebih dominan daripada umbra.

3.4 Proses Pemulihan dan Plastisitas Otak


Bedasarkan konsep plastisitas maka bila ada kerusakan pada otak
dimungkinkan untuk terjadi proses recovery (pemulihan).:
1. Fase Diaschisis dikategorikan sbg pemulihan spontan dan reorganisasi
mekanisme neural (perbaikan neurologis). Gangguan laten dari aktivitas
neuronal di dekat area kerusakan, di mana terjadi penurunan suplai darah dan
metabolisme Biasanya pasien menunjukkan gejala flaccid, setelah itu terjadi
pemulihan dini (3-4 minggu setelah lesi/kerusakan) biasanya disebabkan oleh
resolusi dari diaschisis, hilangnya edema serebri, perbaikan fungsi sel saraf
daerah penumbra, serta adanya kolateral dapat terjadi dalam waktu yang tidak
lama. Plastisitas Otak terjadi setelah fase diaschisis apabila dibutuhkan melalui
mekanisme regeneration yang disebut Silent Synapsis Recruitment, Denervation
Supersensitivity,
2. Axonal Regeneration dan Collateral sprouting. Axonal Regeneration terjadi
regenerasi pada serabut saraf dimulai dari proksimal menuju ke distal.
3. Silent Synapsis Recruitment [pengefektifan sinapsis laten] : Pembukaan jalur
yang sebelumnya telah ada tetapi secara fungsional terdepres melalui proses
belajar dapat dipanggil ketika sistem yang biasa telah gagal
4. Denervation Supersensitivity (peningkatan sensitivitas hubungan saraf) :
pasca sinapsis menjadi sangatsensitif sehingga impuls saraf minimal mampu

diterima, perubahan dalam konduksi dendrit termasuk peningkatan pengeluaran


transmitter dan disinhibisi terminal eksitatoris
5. Collateral Sprouting [pertunasan kolateral] merupakan pertunasan dari sel
yang utuh / tidak rusak yang berdekatan dengan jaringan saraf yang rusak, ke
daerah denervasi setelah sebagian/semua input normalnya rusak. Pertunasan
meningkatkan efektivitas sinaptik dan menggantikan sinaps yang rusak
sinaptogenesis dinamis yang terus menerus terjadi dalam keadaan normal
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan
reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas
merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradabtasi
terhadap kebutuhan fungsional.
Nilai positif dari adanya sifat plastisitas adalah pada pasien stroke menjadi
potensi

untuk

dapat

dikembangkan

dan

dibentuk

sehingga

dapat

menghasilkan gerak yang fungsional dan normal.


Nilai negatif dari adanya sufat plastisitas adalah jika metode yang diberikan
tidak tepat, maka akan terbentuk pola yang tidak tepat pula.

DAFTAR PUSTAKA

Carr JH., Shepherd RB, 1998., Neurological Rehabilitation: Optimizing Motor

Performance, Butterworth-Heinemann, Oxford.


Cohen, H. (ed), 1993, Neuroscience for Rehabilitation, JB Lippincott Company

Kulak W, Sobaniec W. Molecular mechanisms of brain plasticity:


neurophysiologic and neuroimaging studies in the developing patients. Rocz
Akad Med Bialymst. 2004;49:227-36.

Leocani L, Comi G. Electrophysiological studies of brain plasticity of the motor


system. Neurol Sci.

Anda mungkin juga menyukai