Anda di halaman 1dari 6

RingkasanKajian

UNICEF INDONESIA

OKTOBER 2012

Gizi Ibu & Anak


Isu-isu penting

asalah gizi, khususnya anak pendek,


menghambat perkembangan anak
muda, dengan dampak negatif yang
akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.
Studi menunjukkan bahwa anak pendek sangat
berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk,
lama pendidikan yang menurun dan pendapatan
yang rendah sebagai orang dewasa. Anak-anak
pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar
untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang
berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan
terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu,
anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas
sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang
selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu
bangsa di masa yang akan datang.
Intervensi untuk menurunkan anak pendek harus
dimulai secara tepat sebelum kelahiran, dengan
pelayanan pranatal dan gizi ibu, dan berlanjut
hingga usia dua tahun. Proses untuk menjadi seorang
anak bertubuh pendek yang disebut kegagalan
pertumbuhan (growth faltering) - dimulai dalam dalam
rahim, hingga usia dua tahun. Pada saat anak melewati
usia dua tahun, sudah terlambat untuk memperbaiki
kerusakan pada tahun-tahun awal. Oleh karena itu,
status kesehatan dan gizi ibu merupakan penentu
penting tubuh pendek pada anak-anak.

unite for children

Untuk mengatasi masalah gizi, khususnya anak


pendek, diperlukan aksi lintas sektoral. Asupan
makanan yang tidak memadai dan penyakit - yang
merupakan penyebab langsung masalah gizi ibu
dan anak - adalah karena praktek pemberian makan
bayi dan anak yang tidak tepat dan, penyakit dan
infeksi yang berulang terjadi, perilaku kebersihan
dan pengasuhan yang buruk. Pada gilirannya,
semua ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti
kurangnya pendidikan dan pengetahuan pengasuh
anak, penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan
yang tidak sehat, keterbatasan akses ke pangan dan
pendapatan yang rendah.
Anak-anak merupakan penerima manfaat
terbesar ketika intervensi gizi merupakan bagian
dari program terpadu pengembangan anak usia
dini. Misalnya, penambahkan zat gizi mikro pada
makanan anak-anak atau pemberian makanan
yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, dan
pemberian konseling kepada ibu dan bapak tentang
praktek pemberian makan harus berjalan seiring
dengan pengajaran orang tua tentang perilaku
kesehatan dan kebersihan secara optimal, kegiatan
untuk meningkatkan keterampilan orangtua, dan
intervensi psikososial untuk mempromosikan
perkembangan psikologis anak. Manfaat program
pengembangan anak usia dini bagi masyarakat
melebihi biaya tersebut sebesar lima sampai
tujuh kali.

ek),
gan
m
hwa

Perlunya aksi mendesak


Meskipun
Indonesia
telah menunjukkan
ringkasan
Kajian
penurunan kemiskinansecara tetap, tetapi gizi
kurang pada anak-anak menunjukkan sedikit
50%

20%

ing,
an
ng
an
bayi
an,

or

h,
ke

m
ya,
nak-

dan
kan
l

a
esar

2010
35.6%

2007
13.6%

2010
13.3%

2007
18.4%

2010
17.9%

10%

g.

Oleh
kan

Data geografis menunjukkan keseriusan dan ruang


lingkup masalah gizi kurang dan perlunya tindakan
segera. Klasifikasi WHO (1995) digunakan untuk
menilai tingkat keparahan masalah gizi dengan
tingkat prevalensi (rendah, sedang, tinggi, sangat
tinggi) untuk setiap indikator.

30%

a
ara

lai di
anak

2007
36.8%

40%

akuh
an,

an

OKTOBER 2012

0%

Wasting

Underweight
Berat
badan kurang

stunting

Figure 1.
of children
under
5 years
old affected
by
gambar
1. Percentage
Prosentase anak
balita yang
terkena
dampak
gizi kurang
Gambar
1.
Prosentase
anak
balita
yang
terkena
moderat & &
parah.
indonesia,
2007-2010
. Warna lebih
gelap menunjukkan
moderate
severe
malnutrition,
indonesia,
2007-2010
. Darker tingkat
colours
wasting,
berat badan
kurang & stunting
parah.
RISKESDAS,
dampak
gizi
kurang
moderat
& parah.
Indonesia,
indicate
levels of
severe
wasting,
underweight
& stunting.
Source:
RISKESDAS, Ministry of
Kementerian
Kesehatan,
Indonesia
Health,
Indonesia
2007-2010. Warna lebih
gelap
menunjukkan tingkat
wasting, berat badan kurang & stunting parah.
RISKESDAS, Kementerian
Kesehatan,
Indonesia
peningkatan.
Dari tahun 2007
sampai
2011, proporsi

penduduk miskin di Indonesia mengalami


penurunansebesar 16,6-12,5 persen, tetapigizi
kurang tidak menunjukkan penurunan secara
Perlunya
tindakan
segera
signifikan
(Gambar
1). Prevalensi
stunting sangat
tinggi, yang mempengaruhi satu dari setiap tiga anak
balita, yang
merupakan
proporsi
menjadi
eskipun
Indonesia
telah yang
menunjukkan
masalah kesehatan
kriteria
penurunanmasyarakat
kemiskinan menurut
secara tetap,
tetapi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
masalah gizi pada anak-anak menunjukkan
sedikit perbaikan.
Dari tahun
2007
sampai
2011,anakStunting
mempengaruhi
jauh
lebih
banyak
proporsi
penduduk
miskin
Indonesia
mengalami
anak
miskin.
Proporsi
anakdiyang
menderita
stunting
penurunan
sebesar 16,6 - 12,5
persen,hampir
tetapi masalah
dalam
kelompokpenduduk
termiskin
dua kali
lipat
anak dalamkelompok
kekayaan
giziproporsi
tidak menunjukkan
penurunan secara
signifikan
tertinggi.
perdesaan
memilikisangat
proporsi
yang
(GambarDaerah
1). Prevalensi
anak pendek
tinggi,
lebih besar untuk anak stunting (40 persen)
mempengaruhi satu dari tiga anak balita, yang
dibandingkan dengan daerah perkotaan (33 persen).
merupakanstunting
proporsipada
yanganak-anak
menjadi masalah
kesehatan
Prevalensi
yang tinggal
di
masyarakat
menurut
kriteria
Organisasi
Kesehatan
rumah tangga dengan kepala rumah tanggayang
Dunia
(WHO).
tidak
berpendidikan
adalah 1,7 kali lebih tinggi
daripadaprevalensi di antara anak-anak yang tinggal
rumah
kepala rumah
tangga
yang
Anak tangga
pendekdengan
mempengaruhi
jauh lebih
banyak
berpendidikan
tinggi.
anak miskin. Proporsi anak pendek dalam
kuintil
penduduk
termiskin hampir
dua kali lipat
Data
geografis
menunjukkan
keseriusan
dan
proporsi
anak dalam
kuintil
tertinggi.
ruang
lingkup
masalah
gizikekayaan
kurang dan
perlunya
Daerah perdesaan
memilikiWHO
proporsi
yangdigunakan
lebih
aksimendesak.
Klasifikasi
(1995)
untuk
tingkat
keparahan
gizi kurang
dengan
besarmenilai
untuk anak
pendek
(40 persen)
dibandingkan
tingkat
(rendah,(33
sedang,
tinggi,
sangat
denganprevalensi
daerah perkotaan
persen).
Prevalensi
tinggi)
untuk
setiap
indikator.
anak pendek yang tinggal di rumah tangga dengan

kepala rumah tangga yang tidak berpendidikan


Stunting berbeda-beda di seluruh Indonesia
adalah
7 kali lebih menengah
tinggi daripada
prevalensi
dari 1,
prevalensi
sampai
sangat
di antara
tinggal diprovinsi
rumah dengan
tinggi.anak-anak
Bahkan diyang
Yogyakarta,
tangga
denganterendah,
kepala rumah
tangga
yang
mempengaruhi
23
prevalensi
stunting
persen
anak
balita.
Tujuh
provinsi
memiliki
berpendidikan tinggi.
prevalensi sangat tinggi (40 persen atau lebih),
2

Anak pendek berbeda-beda di seluruh Indonesia


dari prevalensi menengah sampai sangat tinggi.
Bahkan di Yogyakarta, provinsi dengan prevalensi
terendah, anak pendek mempengaruhi 23 persen
anak balita. Tujuh provinsi memiliki prevalensi
sangat tinggi (40 persen atau lebih), sedangkan 17
provinsi memiliki prevalensi tinggi (30-39 persen).
Lebih dari setengah anak (58 persen) di Nusa
Tenggara Timur adalah anak pendek, proporsi
yang kira-kira 2,5 kali prevalensi di Yogyakarta
(Gambar 2).
Angka anak kurus adalah tinggi. Secara nasional,
enam persen anak sangat kurus, sehingga
menempatkan mereka pada resiko kematian
yang tinggi, situasi yang menunjukkan tidak
adanya peningkatan antara tahun 2007 dan 2010.
Sembilan provinsi memiliki prevalensi anak kurus
yang sangat tinggi, sebesar 15 persen atau lebih.
Enam belas provinsi menunjukkan prevalensi
berat badan kurang, yang mempengaruhi 20
persen atau lebih anak-anak. Prevalensi berat
badan kurang sangat tinggi di Nusa Tenggara
Barat, melebihi 30 persen.

Anak pendek sangat menantang karena skala


permasalahan, sifat desentralisasi Indonesia dan
kapasitas pemerintah daerah yang terbatas. Perkiraan
kasar pada tahun 2007 menunjukkan bahwa kira-kira
81 persen kabupaten di Indonesia memiliki prevalensi
anak pendek yang sangat tinggi.
Data nasional tentang gizi ibu sangat tidak tersedia,
tetapi berat lahir rendah dan anemia memberikan
sebuah indikasi. Berat anak saat lahir merupakan
akibat langsung dari status kesehatan dan gizi ibu
sebelum dan selama kehamilan. Secara nasional,
proporsi anak dengan berat lahir rendah pada

OKTOBER 2012

edangkan 17 provinsi memiliki prevalensi tinggi


tahun
2010 dari
(11 persen
dengananak
berat(58
badan kurang
30-39 persen).
Lebih
setengah
dari 2.500
gram) Timur
tidak menunjukkan
ersen) di Nusa
Tenggara
mengalamiperubahan
signifikan
sejak
tahun
2007.
Di 14 provinsi,
unting, proporsi yang kira-kira 2,5 kali
berat(Gambar
lahir rendah
revalensi diprevalensi
Yogyakarta
2).meningkat dari tahun

2007 sampai 2010. Anemia merupakan masalah,


yang(tubuh
mempengaruhi
seperempat
ngkawasting
kurus)sekitar
adalah
tinggi. peremuan
hamil
pada
tahun
2007.
ecara nasional, enam persen anak mengalami

asting parah,sehingga menempatkan mereka


ada resiko kematian
yang tinggi,
situasiusia
yang
Lebih dari sepertiga
perempuan
subur di
menunjukkanIndonesia
tidak adanyapeningkatan
antara
tidak memenuhi persyaratan nasional
ahun 2007 dan
2010.
Sembilan
memiliki
untuk
asupan
makananprovinsi
yang mengandung
revalensi wasting
yang
sangat
sebesar
energi atau
protein.
Di tinggi,
lebih dari
sepertiga seluruh
5 persen atau
lebih.
provinsi, proporsi ini meningkat menjadi lebih dari
40 persen perempuan usia subur.

nam belas provinsi menunjukkan prevalensi


erat badan kurang, yang mempengaruhi 20
ersen atau lebih
anak-anak. Prevalensi berat
Hambatan
adan kurang sangat tinggi di Nusa Tenggara
arat, melebihi 30da
persen.
tiga hambatan utama terhadap

peningkatan gizi dan perkembangan anak

ringkasan Kajian

East nusa Tenggara


nTT
West
PapuaPapua
Barat
West nusa Tenggara
nTB
north sumatra
sumut
West sulawesi
sulbar
south sumatra
sumsel
gorontalo
gorontalo
West kalimantan
kalbar
Central kalimantan
kalteng
aceh
aceh
south sulawesi
sulsel
southeast sulawesi
sultra
Maluku
Maluku
Lampung
Lampung
Central sulawesi
sulteng
EastTimur
java
jawa
inDOnEsia
inDOnEsia
south kalimantan
kalsel
Central
java
jawa
Tengah
jawa
West Barat
java
Banten
Banten
sumbar
West sumatra
riau
riau
Bengkulu
Bengkulu
jambi
jambi
Maluku
Utara
north
Maluku
Bali
Bali
kaltim
East kalimantan
BangkaBelitung
Belitung
Bangka
Papua
Papua
sulut
north sulawesi
kepri
riau islands
Dki jakarta
jakarta
Dki
DiYogyakarta
Yogyakarta
Di

Gambar 2.
gambar 2. Prevalensi
Figure
2. Prevalence
Prevalensi
stunting of
stunting moderat & parah
&balita,
severe
padamoderate
anak-anak
moderat
&
parah
stunting
amongst
menurut
provinsi,children
2010.
pada
anak-anak
under
age
5,
by province,
Sumber:
RISKESDAS,
Kementerian Kesehatan,
2010.
balita,
menurut
Source: RISKESDAS,
Indonesia Ministry
of Health,
Indonesia
provinsi,
2010.
Sumber: RISKESDAS,
Kementerian Kesehatan,
Indonesia

ing sangat menantang


karena skala
di Indonesia.
0%
20%
40%
60%
80%
asalahan, sifat desentralisasi Indonesia dan
sitas pemerintah daerah yang terbatas.
Pertama, masalah anak pendek dan gizi ibu tidak
raan kasar pada tahun 2007 menunjukkan
Pada
umumnya,
mudah dilihat. Pada umumnya, orang tidak tahu ibu dan
anak
anak. orang tidak menyadari pentingnya
a kira-kira 81 persen kabupaten di Indonesia
gizi selama kehamilan dan dua tahun pertama
bahwa masalah gizi merupakan sebuah masalah,
liki prevalensi anak stunting yang sangat tinggi.
kehidupan.
lebih khusus: gizi kurang
kecuali gizi kurang tersebut berbentuk anak
Kedua,
orang Secara
menghubungkan
yang sangat kurus. Oleh karena itu, upaya-upaya dengan kurangnya pangan dan percaya bahwa
nasional tentang gizi ibu pada umumnya
Perempuan tidak menyadari pentingnya
gizi
jawabannya.
diarahkan secara tidak tepat untuk menangani anakpenyediaanpanganmerupakan
tersedia, tetapi
berat lahir rendah dan
bukan penyebab
utama gizi
mereka pangan
sendiri. Misalnya,
81 persen perempuan
yang sangat
kurus,
bukan diarahkan
pada sistem Ketersediaan
mia memberikan
sebuah
indikasi.
Berat anak
kurang
di
Indonesia,
meskipun
kurangnya
hamil menerima atau membeli tablet besi-akses ke
dan intervensilangsung
untuk menanggulangi
ahir merupakanakibat
dari statusgizi kurang
panganfolat
karena
merupakan
pada kemiskinan
tahun 2010, tetapi
hanya 18 salah
persen satu
padaibu
ibusebelum
dan anak anak.
hatan dan gizi
dan selama
penyebab.
anak-anak
dari dua kelompok
yangBahkan
mengkonsumsi
tablet sebagaimana
milan. Secara nasional, proporsi anak dengan
kekayaan
tertinggi
menunjukkan
stunting
menengah
direkomendasikan minimal selama
90 hari
selama
gizi kurang
lahir rendahKedua,
padabanyak
tahun pihak
2010 menghubungkan
(11 persen
sampai
tinggi,
sehingga
penyediaan
pangan
masa kehamilan. Perbedaan antara provinsi saja
dengan
kurangnya
pangangram)
dan percaya
an berat badan
kurang
dari 2.500
tidak bahwa
bukan merupakan
dengan kinerjasolusi.
terbaik (Yogyakarta) dan provinsi
penyediaan
pangan merupakan
jawabannya.
njukkanperubahan
signifikan
sejaktahun
2007.
terburuk (Sulawesi Barat) adalah 65 persen.
Ketersediaan
pangan
penyebab utama gizi
provinsi, prevalensi
berat
lahirbukan
rendah
Ketiga,
pengetahuan yang tidak memadai dan
kurang2007
di Indonesia,
kurangnya akses
ngkat dari tahun
sampaimeskipun
2010. Anemia
praktek-praktek
tidak kesehatan
tepat merupakan
Masyarakatyang
dan petugas
perlu
ke pangan
kemiskinan merupakan
pakan masalah,
yangkarena
mempengaruhi
sekitar salah
hambatan
signifikan
terhadappeningkatan
gizi.
memahami
pentingnya
ASI
eksklusif
dan
satu
penyebab.
Bahkan
anak-anak
dari
dua
kuintil
empat peremuan hamil pada tahun 2007.
orang
tidak menyadari
pentingnya
praktek-praktek
pemberian
makan bayi
dan
kekayaan tertinggi menunjukkan anak pendek dari Pada umumnya,
gizi
selama
kehamilan
dan
dua
tahun
pertama
anak yang tepat, dan memberikan dukungan
menengah sampai tinggi, sehingga penyediaan
kehidupan.
Secara lebih khusus:
kepada para ibu. Survei Demografi dan Kesehatan
h dari sepertiga
usia subur
di
panganperempuan
saja bukan merupakan
solusi.

nesia tidak memenuhi persyaratan nasional

k asupan makanan
yang mengandung
energi dan
Ketiga, pengetahuan
yang tidak memadai
protein. Di praktek-praktek
lebih dari sepertiga
seluruh
yang tidak
tepatprovinsi,
merupakan
rsi ini meningkat
menjadi
lebih
dari
40
persen
hambatan signifikan terhadap peningkatan gizi.
mpuan usia subur.

mbatan

Indonesia 2007 menunjukkan bahwa kurang dari

Perempuan tidak menyadari pentingnya gizi


satu dari tiga bayi di bawah usia enam bulan
mereka sendiri. Misalnya, 81 persen perempuan
diberi ASI eksklusif dan hanya 41 persen anak
hamil menerima atau membeli tablet besi pada
usia 6-23 bulan menerima makanan pendamping
tahun 2010, tetapi hanya 18 persen yang
mengkonsumsi tablet sebagaimana
direkomendasikan minimal selama 90 hari.
Perbedaan antara Yogyakarta dan Sulawesi 3
Barat, masing-masing sebagai provinsi dengan
kinerja terbaik dan terburuk, adalah 65 persen.

ringkasan Kajian

ASI (MP-ASI) yang sesuai dengan praktek-praktek


yang direkomendasikan tentang pengaturan waktu,
frekuensi dan kualitas.
Keluarga seringkali tidak memiliki pengetahuan
tentang gizi dan perilaku kesehatan. Berdasarkan
Riskesdas 2010, sebagian besar rumah tangga
di Indonesia masih menggunakan air yang tidak
bersih (45 persen) dan sarana pembuangan
kotoran yang tidak aman (49 persen). Minimal
satu dari setiap empat rumah tangga dalam
dua kuintil termiskin masih melakukan buang
air besar di tempat terbuka. Perilaku tersebut
berhubungan dengan penyakit diare, yang
selanjutnya berkontribusi terhadap gizi kurang.
Pada tahun 2007, diare merupakan penyebab dari
31 persen kematian pada anak-anak di Indonesia
antara usia 1 sampai 11 bulan, dan 25 persen
kematian pada anak-anak antara usia satu sampai
empat tahun.
Penyedia layanan kesehatan dan petugas
masyarakat tidak memberikan konseling gizi
yang memadai. Tanpa konseling yang efektif,
pemantauan pertumbuhan tidak akan efektif
dalam menurunkan gizi kurang.
Pengambil keputusan lokal seringkali tidak
memiliki pengetahuan yang memadai tentang
apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan
untuk meningkatkan gizi. Ini berarti sumber daya
terbuang, misalnya, tentang program pemberian
makanan prasekolah, yang tidak efektif dalam
menurunkan gizi kurang pada anak-anak, meskipun
program tersebut dapat memberikan manfaat
pendidikan. Kurangnya kesadaran juga berarti
tidak adanya tindakan tentang langkah-langkah
penting yang harus dilakukan oleh para pengambil
keputusan kabupaten, misalnya, pengeluaran
dan pelaksanaan peraturan daerah (Perda)
tentang iodisasi garam universal atau tentang
pemberian ASI. Pada tahun 2007, hanya 62 persen
rumah tangga di seluruh Indonesia yang dapat
mengkonsumsi garam beryodium secara memadai,
sebuah indikator yang belum menunjukkan banyak
peningkatan selama beberapa tahun terakhir.

OKTOBER 2012

Peluang untuk
melakukan tindakan

ntervensi yang terkait dengan praktek-


praktek pemberian makanan anak dan gizi ibu
merupakan kunci untuk menangani gizi kurang
pada anak-anak.
Untuk menangani gizi kurang, intervensi gizi
perlu ditingkatkan yang dinyatakan dengan
bukti ilmiah. Intervensi ini merupakan paket
Intervensi Gizi Efektif (IGE), yang memberikan
sebuah rangkaian layanan sejak pra-kehamilan
sampai usia dua tahun - yang mencakup 1.000
hari kehidupan. Konseling gizi bagi para
perempuan hamil dan ibu untuk mempromosikan
praktek-praktek yang baik merupakan bagian
penting dari paket terpadu ini (lihat Kotak).
Aksi di tingkat nasional diperlukan untuk
memperkuat kerangka kebijakan dan legislatif,
mekanisme kelembagaan dan pengembangan
sumber daya manusia. Perhatian khusus harus
diberikan pada:
Penciptaan dan penguatan mekanisme koordinasi
nasional dan daerah untuk mengimplementasikan
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, dan
untuk melakukan koordinasi dengan sektor-sektor
non-gizi;
Pengembangan, pemantauan dan penegakan
peraturan nasional untuk mengawasi pemasaran
produk pengganti ASI;
Revisi standar minimal pelayanan kesehatan
untuk mencakup aksi-aksi dan sasaran gizi, seperti
aksi-aksi yang berhubungan dengan konseling gizi,
makanan pendamping ASI dan gizi ibu;
Penguatan sistem informasi kesehatan untuk
meningkatkan keandalan data, promosi
pengawasan suportif terhadap program kesehatan
dan gizi, dan promosi penggunaan data oleh
petugas kesehatan secara terus-menerus untuk
meningkatkan dampak program;

OKTOBER 2012

Penguatan program fortifikasi pangan nasional


dengan memperbarui standar fortifikasi untuk
terigu, pengharusan fortifikasi minyak, dan
peningkatan penegakan legislasi yang ada;
tentang iodisasi garam;
Implementasi langkah-langkah untuk merekrut,
mengembangkan dan mempertahankan ahli gizi
yang memenuhi syarat, termasuk insentif bagi
mereka yang bekerja di daerah-daerah yang kurang
terlayani.

Untuk mengimplementasikan intervensi gizi


efektif di tingkat kabupaten, diperlukan komitmen
dari para pemimpin di tingkat kabupaten serta
dukungan dari tingkat pusat dan provinsi untuk
melakukan berbagai aksi:
Mengembangkan dan mengimplementasikan
rencana dan anggaran gizi kabupaten untuk
intervensi gizi efektif, dengan tugas dan
tanggung jawab yang ditentukan dengan jelas
pada setiap tingkat, khususnya bagi para ahli gizi
di Puskesmas.i Bagian-bagian dari paket intervensi
gizi efektif berada di luar sektor kesehatan dan
melibatkan para pemangku kepentingan lain,
sehingga meningkatkan kemungkinan terpecahnya
upaya-upaya yang dilakukan. Oleh karena itu,
pengambil keputusan kabupaten perlu memastikan
koordinasi yang efektif, serta kesesuaian rencana
dengan target nasional. Selain itu juga diperlukan
koordinasi dengan program bantuan tunai, seperti
PKH,ii untuk memastikan bahwa pelayanan yang
digunakan oleh penerima manfaat tersedia dengan
kualitas yang tinggi.
Meningkatkan motivasi petugas kesehatan dan
gizi dengan insentif yang memadai. Imbalan
dapat meliputi pengakuan profesi, tanggung jawab
yang lebih besar dan komponen berbasis kinerja
untuk gaji, dengan kinerja yang dinilai terhadap
indikator cakupan dan hasil program. Data dari
Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi harus
digunakan secara lebih efektif bagi pengambilan
keputusan dan penetapan target daerah. Sesi
masukan, pemantauan dan pengawasan secara

ringkasan Kajian

Apa yang seharusnya dimasukkan


dalam Paket Intervensi Gizi Efektif?
Konseling gizi bagi ibu hamil dan ibu anak-anak
muda
Praktek pemberian makan bayi dan anak yang
tepat: inisiasi pemberian ASI dalam jam pertama
kelahiran, pemberian ASI eksklusif kepada bayi
usia kurang dari enam bulan, dan pengenalan
makanan pendamping ASI sesuai dengan praktekpraktek yang direkomendasikan pada usia 6 bulan,
dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai usia
minimal dua tahun
Gizi mikro bagi perempuan hamil dan bagi anak
yang meliputi:
Besi dan asam folat atau suplementasi gizi mikro
ganda bagi perempuan hamil
Garam beryodium yang memadai bagi semua
rumah tangga
Suplementasi Vitamin A bagi anak-anak
usia 6-59 bulan
Suplementasi seng untuk diare pada anak-anak di
atas usia 6 bulan
Perilaku kebersihan yang baik dalam kehamilan,
masa bayi and usia dini
Pemberantasan penyakit cacingan bagi ibu dan
anak-anak usia 1-5 tahun
Pengobatan anak yang sangat kurus, dengan
menggunakan makanan terapetik siap pakai
Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil
yang kekurangan energi dan protein bagi ibu hamil
kurang makan
Calcium supplementation for pregnant women
Insecticide-treated bed nets for pregnant

terus-menerus memainkan peran penting dalam


memotivasi tim, yang semuanya memerlukan
sumber daya yang memadai dari kabupaten.
Memberikan prioritas pada konseling gizi.
Penyedia layanan kesehatan di kabupaten dan
masyarakat perlu mendapatkan pendidikan
tentang pentingnya dan efektivitas konseling,
Intervensi gizi efektif dan rangkaian konsep
layanan. Kampanye komunikasi di kabupaten
harus menggunakan argumen tentang kinerja
pendidikan serta argumen kesehatan.
Mendorong revitalisasi Posyandu dengan
menggunakan konseling gizi dan PAUD sebagai
kegiatan utama. Jaringan Posyanduiii yang luas
di Indonesia merupakan satu-satunya struktur
yang memberikan kemungkinan untuk konseling

ringkasan kajian

OKTOBER 2012

gizi sampai ke tingkat masyarakat. Dari tahun


2000 hingga 2006, jumlah Posyandu mengalami
peningkatan sebesar 15 persen, sedangkan jumlah
jenis Posyandu yang berfungsi lebih baik dan
lebih berkesinambungan (Purnama dan Mandiri)
meningkat sebesar 60 persen, sebuah tren yang
layak mendapatkan dukungan. Pengalaman selama
dekade terakhir dengan model-model seperti
Taman Posyandu menunjukkan bahwa dukungan
masyarakat bagi Posyandu lebih berkesinambungan
ketika keluarga termotivasi oleh alasan pendidikan
dan sosial - khususnya PAUD dan kinerja sekolah
yang lebih baik daripada oleh alasan kesehatan
atau gizi saja.
Mengembangkan cara-cara untuk memotivasi
agen masyarakat dan orang tua. Kabupaten
perlu merevitalisasi dan memotivasi para relawan
PKKiv yang memberikan layanan di Posyandu.
Di beberapa kabupaten, pelatihan bagi relawan
tentang kegiatan yang menghasilkan pendapatan
yang digabungkan dengan dukungan pemerintah
kabupaten untuk mekanisme kredit memberikan
insentif kepada relawan yang terlibat dalam
kegiatan promosi pengembangan anak usia dini. Di
kabupaten-kabupaten lainnya, kesempatan untuk
pelatihan itu sendiri (misalnya, konseling gizi) atau
kompetisi yang baik di antara Posyandu dapat
dijadikan sebagai insentif.

Sumber
Bappenas (National Development Planning Agency) &
Ministry of Health (2010): The Landscape Analysis:
Indonesia Country Assessment. Final Report, 6
September 2010. Available from:http://www.mediafire.
com/?iz88bx6eazx8cz6 Accessed 5 August 2012

What works? Interventions for maternal and child


undernutrition and survival. Maternal and Child
Undernutrition 3: Lancet 371:417440.
BPS-Statistics Indonesia and Macro International
(2008): Indonesia Demographic and Health Survey
(IDHS 2007). Calverton, Maryland, USA: Macro
International and Jakarta: BPS.
Kramer, M. (1987): Determinants of low birth weight:
methodological assessment and meta-analysis.
Bulletin of the World Health Organization 65: 663-737
Ministry of Health (2008a): Laporan Nasional: Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Jakarta: National
Institute of Health Research and Development
Ministry of Health (2008b): Revitalizing Primary
Health Care. Country Experience: Indonesia. WHOSEARO Regional Conference on Revitalizing Primary
Health Care, 6-8 August. Jakarta: World Health
Organization
Ministry of Health (2011): Laporan Nasional: Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Jakarta: Ministry
of Health, National Institute of Health Research and
Development.
Pelto, G., Dickin, K. and Engle, P. (1999). A critical link:
Interventions for physical growth and psychological
development. Geneva: World Health Organization
Shrimpton, R., Victora, C.G., de Onis, M., Lima, R.C.,
Blssner, M. and Clugston, G. (2001): Worldwide
timing of growth faltering: implications for nutritional
interventions. Pediatrics 107: E75
Victora, C.G., Adair, L., Fall, C., Hallal, P.C., Martorell,
R., Richter, L. and Sachdev, H.S. (2008): Maternal and
child undernutrition: consequences for adult health and
human capital. Maternal and Child Undernutrition 2,
Lancet 371: 340-357

Barnett, S.W. (1985). Benefit-cost analysis of the


Perry Preschool Program and its policy implications.
Educational evaluation and policy analysis. 7: 333-342

World Health Organization (1995): Physical Status:


Uses and Interpretation of Anthropometry. WHO
Technical Report Series, Report No. 854. Geneva,
Switzerland: World Health Organizatio

Barnett, S.W. (1995). Long-term effects of early


childhood programs on cognitive school outcomes The
future of children. 5: 25-50.

Bhutta, Z., Ahmed, T., Black, R.E., Cousens, S.,


Dewey, K., Giugliani, E., Haider, B.A., Kirkwood, B.,
Morris, S.S., Sachdev, H.P.S. and Shekar, M. (2009):

Puskesmas: Pusat Kesehatan Masyarakat (tingkat kecamatan)


PKH: Program Keluarga Harapan, program bantuan tunai bersyarat
iii
Posyandu: Pos Pelayanan Terpadu (tingkat desa)
iv
PKK: Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, sebuah jejaring
relawan yang luas
ii

Ini adalah salah satu dari serangkaian Ringkasan Kajian yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi jakarta@unicef.org atau klik www.unicef.or.id

Anda mungkin juga menyukai