Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KONSEP DASAR
COMBUSTIO (LUKA BAKAR)

A. Pengertian
Combustio atau luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak
dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi juga
oleh sebab kontak dengan suhu rendah (Wijaya & Putri, 2013).
Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu
panas (thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Wijaya & Putri , 2013).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia, dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang
lebih dalam ( Wijaya & Putri, 2013).
B. Etiologi
1. Luka bakar thermal
Agen pecedera dapat berupa api, air panas, atau kontak dengan objek
panas, luka bakar api berhubungan dengan asap/cedera inhalasi (cedera
terbakar, kontak, dan kobaran api)
2. Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirimah merupakan
insiden tertinggi pada anak-anak yang masih kecil, yang sering
memasukkan benda konduktif kedalam colokan listrik, menggigit dan
menghisap kabel listrik yang tersambung.
Terjadi dari tife/voltase aliran yang menghasilkan poporsi panas untuk
tahanan dan mengirimkan jalan sedikit tahanan (contoh saraf memberikan
tahanan kecil dan tulang merupakan tahanan besar). Dasar cidera menjadi
lebih berat dari cidera yang terlihat.
3. Luka bakar kimia
Terjadi dari kandungan agen pencedera, serta konsentrasui dan suhu agen.
4. Luka bakar radiasi
Luka bakar bila terpapar pada bahan radio aktif dosis tinggi.
8

(Wijaya & Putri, 2013)


C. Klasifikasi Luka Bakar
1. Luka bakar derajat I
a. Kerusakan paling sedikit
b. Epidermis : kemerahan, kering, oedema ringan nyeri
c. Penyebab sinar matahari, air panas
d. Penyenbuhan : 3 5 hari
2. Luka bakar derajat II
Dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Derajat II A
1) Mencapai lapisan atas dermis
2) Kemerahan, basah/lembab, nyeri, sensitivitasnya terhadap panas
3) Pembengkakan dan pelepuhan biasanya terjadi spontan 2-3 minggu
b. Derajat IIB
1) Luka dalam yang serius mencapai dermis dan merusak struktur
dalam dermis
2) Warna merah tua/putih, mungkin ada/tidak ada pelepuhan
3) Sembuh spontan dalam waktu 3-6 minggu
3. Derajat III
a. Merusak dermis bagian dalam kadang melibatkan lapisan subkutan
atau organ yang lebih dalam
b. Luka tebal, kering tanpa rasa (Wijaya & Putri, 2013).
D. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan
lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama
dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar
dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air
panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang

10

serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik
awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika
akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan,
natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruangan interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan
dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan
terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan
curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga
36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8
jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon

11

kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya


hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan
dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terjadi
kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas

koagulasi

yang

mencakup

trombositopenia

dan

masa

pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat
dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi
cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah
lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat
pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama
pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam
berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
E. Pathway
Gambar 2.1

12

Termal, radiasi, kimia


Biologis
Wajah

Luka Bakar
di ruang tertutup
Hipoksia otak

Jalan
nafas
tidak
efektif

Psikologis

kerusakan kulit
Cairan Intravaskuler
Menurun

Resti
Hipovolemia & hemokonsentrasia
infeksi
Gangguan sirkulasi makro

Gangguan perfusi jaringan

Kurang
pengetahua
n

Nyeri

gangguan sirkulasi
selular

Kekuranga
n volume
cairan
Ganggua
n perfusi
jaringan

Otak, kardio, ginjal, GI traktus


Neurologi, imun

gangguan perfusi

Multi system organ failure

laju metabolism meningkat

Perubahan
nutrisi

Glukoneugenesis, glukogenolisis

(NANDA, 2013)
F. Manifestasi Klinis Dan Temuan Diagnostik
1. Cidera inhalasi
Cidera inhalasi biasanya timbul dalam 24 sampai 48 jam pertama pasca
luka bakar, jika luka bakar disebabkan oleh nyala api atau korban terbakar
pada tempat yang terkurung atau kedua-duanya, maka perlu diperhatikan
tanda-tanda sebagai berikut :
a. Keracunan karbon monoksida
Karakteristik tanda fisik tidak ada dan warna kulit merah bertanda
cherry hampir tidak pernah terlihat pada pasien luka bakar. Manifestasi
susunan syaraf pusat dari sakit kepala sampai koma hingga kematian.
b. Distress pernafasan

13

Penurunan oksigenasi arterial akibat rendahnya perfusi jaringan dan


syok. Penyebab distress adalah edema laring atau spasme dan
akumulasi lender. Adapun tanda-tanda distress pernafasan yaitu serak,
ngiler dan ketidakmampuan mengalami sekresi.
c. Cedera pulmonal
Inhalasi produk-produk terbakar tidak sempurna mengakibatkan
pneumonitas kimiawi. Pohon pulmonal meriritasi dan edematosa pada
24 jam pertama. Edema pulmonal terjdi sampai 7 hari setelah cedera.
Pasien irasional atau tidak sadar tergantung tingkat hipoksia. Tandatanda cidera pulmonal adalah pernafasan cepat dan sulit, krekles,
stridor dan batuk pendek.
2. Manifestasi hematologi
Hematokrit meningkat sekunder kebocoran kapiler dan kehilangan volume
plasma disirkulasi.
3. Elekrtolit
Menurunnya kalium dan meningkatnya natrium, klorida serta BUN.
4. Ginjal
Terjadi peningkatan haluaran urin dan mioglobinuria.
Respon renalis : GFR menurun
urin menurun
GGA. Volume
intravaskuler menurun

cairan plasma keginjal menurun. Pada ginjal

meningkat haluaran urin dan terjadi mioglobinuria.


5. Sepsis
Sepsis sejak terjadi pada luka bakar luas dengan ketebalan penuh, hal itu
disebabkan oleh bakteri yang menyerang luka masuk kedalam aliran
darah, gejalanya :
a. Suhu tubuh bervariasi
b. Nadi (140-170 x/menit), sinus takikardi
c. Penurunan tekanan darah
d. Parlitik ileus
e. Pendarahan jelas dan luka
6. Burn shock : syok hipovolemik
Respon pulmoner : hipoksia

14

7. Terjadi hiper metabolic serta kehilangan berat badan.


Aktivitas GI menurun karena efek hipovolemik endokrin.
Terjadi peningkatan energi kenaikan kebutuhan nutrisi, hipermetabolisme,
meningkat aliran glukosa dan pengeluaran banyak protein dan lemak
aaalah cirri-ciri respon terhadap trauma dan infeksi.
Klien dengan luka bakar > 40% LPTT menunjukkan adanya penurunan
BB 25% dari BB sebelum dirawat di RS sampai 3 minggu setelah luka
bakar (Wijaya & Putri, 2013).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
a. Hematokrit meningkat karena hemokonsentrasi
b. Penurunan hematikrit karena kerusakan endothelium
2. Peningkatan sel darah putih, karena kehilangan sel pada sisi luka dan
respon peradangan.
3. Analisa gas darah
Penurunan PO2/peningkatan PCO2 pada retensi CO asidosis dapat terjadi
penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme konpensasi.
4. Karboksihemoglobin
5. > 75%, indikasi keracunan CO (karbonmonoksida)
6. Elektrolit serum
Peningkatan kalium diawali karena cedera jaringan, kerusakan eritrosit,
dan penurunan fungsi ginjal.
7. Peningkatan BUN
8. Peningkatan natrium
9. Peningkatan klorida
10. Mioglobinuria
(Wijaya & Putri, 2013)
H. Penatalaksanaan Luka Bakar
1. Tujuan/prinsip perawatan luka bakar di rumah sakit
a. Mengurangi nyeri
b. Mencegah infeksi
c. Mencegah komplikasi
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
Penatalaksanaan luka bakar menjadi 3 fase :
1) Fase resusitasi (48 jam pertama)
a) Memerlukan penanganan yang cepat dan tepat sesuai kondisi

15

b) Pemberian terapi cairan yang sesuai dengan kebutuhan dan


pemantauan ketat penatalaksanaan fase resusitatif.
perawatan ditempat kejadian
prioritas pertama adalah menghentikan proses kebakaran
dan mencegah menciderai diri sendiri. Berikut emergensi
tambahan :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Mematikan api
Mendinginkan luka bakar
Melepaskan benda penghalang
Menutup luka bakar
Mengirigasi luka bakar

Perawatan di Unit Gawat Darurat


Prioritas utama di UGD tetap ABC. Untuk cidera paru
ringan, udara pernafasan dilembabkan dan pasien didorong
batuk sehingga secret bisa dikeluarkan dengan penghisapan.
Untuk situasi parah pengeluaran secret dengan penghisapan
bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik.
Jika edema jalan nafas, intubasi endotrakeal mungkin indikasi.
Continuous posirive airway pressure dan ventilasi mekanis
mungkin perlu oksigenasi adekuat.
Kanula intra vena dipasang pada vena perifer atau dimulai
aliran sentral. Untuk LPTT diatas 20%-30% harus dipasang
kaketer pengukuran haluaran urin. NGT untuk resiko ileus
paralitik dengan LPTT > 25 %. Untuk cedera inhalasi atau
keracunan monoksida diberikan oksigen 100% dilembabkan.

16

Perawatan di Unit Perawatan Kritis


Resusitasi cairan adalah intervensi primer pada fase ini.
Tujuan dari perawatan fase ini adalah untuk :
a) Memperbaiki deficit cairan edema berlebihan
b) Menggantikan
kehilangan
cairan
berlanjut

dan

mempertahankan keseimbangan cairan


c) Mencegah pembentukan edema berlebih
d) Mempertahankan haluaran urine pada dewasa 30-70 ml/jam
e) Formula untuk penggantian cairan secara umum dilakukan
penggantian

kehilangan kristaloid (RL :

mendekati

komposisi cairan ekstravaskuler, molekulnya besar dapat


mengembangkan volume plasma yang bersirkulasi) dan
koloid. Setelah 24 jam pertama penggantian kehilangan air
evaporative dengan dekstrosa/air (5DW) 5% untuk
pertahankan natrium 140Eq/L.
2) Fase akut (> 48 jam pertama)
a) Mulai ada diuresis
b) Terjadinya perpindahan cairan dari intestisial dan diteruskan
melalui daerah luka bakar
c) Bisanya dilakukan skin graft untuk yang luas dan dalam
3) Fase rehabilitasi (Luka smbuh-pengenbalian fungsi subuh)
Pada fase ini peranan fisioterapis sangat besar.
2. Rehidrasi Cairan
Berikut pedoman dan rumus untuk penggantian cairan luka bakar :
a. Rumus consensus
Larutan ringer laktat (atau saline lainnya) : 2-4 ml x kg BB x % luas
luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam pertama berikutnya.
b. Rumus Evans
1) Koloid : 1 ml x kg BB x % luas luka bakar
2) Elektrolit (salin) : 1 ml x kg BB x % luas luka bakar
3) Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible

17

Hari 1 : separuh diberikan pada 8 jam pertama, sisanya diberikan


dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan koloid dan elektrolit yang diberikan
pada hari sebelunnya, seluruh penggantian cairan
insensible.
Maksimum 10.000 ml selam 24 jam. Luka bakar derajt II dan III
yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan
50% luas permukan tubuh.
4) Rumus Broke Army
a) Koloid : 0,5 ml x kg BB x % luas luka bakar
b) Elektrolit (larutan ringer laktat) : 1,5 ml x kg BB x % luas luka
bakar
c) Glukos 5% dalam air : 2000ml untuk kehilangan insensible.
Hari 1 : separuh diberikan pada 8 jam pertama, sisanya
Hari 2

diberikan dalam 16 jam berikutnya.


: separuh dari cairan koloid yang diberikan pada hari

sebelunnya, seluruh penggntian cairan insensible.


Luka bakar derajt II dan III yang melebihi 50% luas permukaan
tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
5) Rumus Parkland/baxter
Larutan RL : 4 ml x kg BB x% luas luka bakar
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh dalam 16
jam berikutnya.
Hari 2 : bervariasi, ditambahkan koloid.
6) Larutan salin hipertonik
Larutan pekat natrium klorid (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi
250-300 mEq natrium per liter yang diberikan pada kecepatan yang
cukup untuk mempertahankan volume keluaran urine yang
diinginkan jangan meningkatkan kecepatan infus selama 8 jam
pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harus dipantau
dengan ketat, tujuannya untuk meningkatkan kadar natrium serum

18

dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah


komplikasi paru.
1) Formula Baxter
a) 24 jam I (% x BB x 4 cc RL)
untuk 8 jam I, untuk 16 jam berikutnya
b) 24 jam II (hanya cairan tanpa elektrolit)
Urine output 50 cc, 100 cc/jam, 1 cc- 1,5 cc, kg BB/jam
2) Formula Brone
a) 24 jam I (% x BB x 1,5 cc RL) + 2000 cc glukosa
(% x BB x cc plasma)
b) untuk jam I, untuk 16 jam berikutnya
Urine output 30 cc/jam atau 50 cc/jam
3. Perawatan Luka Bakar
Penatalaksanaan penyembuhan luka bakar memerlukan :
1. Hidroterapi setiap hari dan teknik dengan debridement
2. Mempertahankan nutrisi yang adekuat
3. Mencegah hipotermia
4. Mengendalikan nyer
5. Mempertahankan mobilitas nyeri
6. Patuh terhadap prosedur-prosedur pengendalian infeksi
7. Pengkajian dan pemantauan yang tajam terhadap luka. Semua daerah
yang terbakar harus dibersihkan sekali atau dua kali dengan eterjen
cair anti microbial seperti klorheksidin dan debridement awal di mulai.
Setelah dilakukan hidroterapi harian luka bakar dengan gen anti
microbial topical ( Wijaya & Putri, 2013).
I. Komplikasi
1. Dekubitus
2. Sepsis
3. Pneumonia
4. Gagal Ginjal Akut
5. Deformitas
6. Kontraktur dan hipertrofi jaringan parut
Komplikasi yang jarang terjadi adalah edema paru akibat kelebihan beban
cairan atau sindrom gawat panas akut (ARDS : Acute Respiratory Disters
Syndome) yang menyertai sepsis gram negative. Sidrom ini diakibatkan
oleh kerusakan kapiler paru dan kebocorn cairan kedalam ruang interstisial

19

paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan oksigenasi


merupakan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan
siepsis sistemik (Wijaya & Putri, 2013).
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Identitas
nama, jenis kelamin, usia, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat keluarga
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, respirasi
4) Berat badan
5) Tinggi badan
b. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala : wajah dan kulit kepala, mata, hidung, telinga, mulut.
2) Leher
3) Thorax dan paru
4) Jantung
5) Abdomen
6) Ginjal
7) Genetalia
8) Ekstermitas
9) Integument
c. Pola kegiatan sehari-hari
1) Manajemen dan persepsi terhadap kesehatan
2) Nutrisi
3) Eliminasi urin dan feses
4) Pola tidur dan istirahat
5) Aktivitas
6) Pola persepsi kognitif
7) Konsep diri
8) Peran hubungan
9) Reproduksi dan seksualitas
10) Toleransi sress dan koping
11) Nilai dan kepercayaan

20

d. Diagnosa dan intervensi keperawatan


1) Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak
emosional cedera
Intervensi :
a) Beri posisi ekstensi
Rasional : untuk meminimalkan nyeri akibat latihan fisik yang
dilakukan untuk mendapatkan kembali posisi ekstensi.
b) Implementasikan latihan fisik aktif dan pasif.
Rasional : untuk meminimalkan pembentukan kontraktur.
c) Redakan iritasi
Rasional : untuk mencegah peningkatan nyeri.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan perlindungan kulit
a) Pertahankan teknik mencuci tangan yang seksama oleh tim
medis dan pengunjung
Rasional : untuk meminimalkan pajanan terhadap agen
infeksius.
b) Lakukan pengangkatan krusta dan lepuhan
Rasional : untuk mengeliminasi reservoir bagi organisme.
c) Oleskan preparat antimikroba dan pasang balutan pada luka
sesuai indikasi
Rasional : untuk mengendalikan proliferasi bakteri.
d) Kaji data dasar dan lakukan serangkaian biakan luka
Rasional : untuk memastikan adanya peningkatan atau
penurunan flora luka.
3) Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar
sirkumserenfial
Intervensi :
a) Kaji denyut nadi yang melemah
Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan perfusi distal.
b) Pantau dengan cermat tanda dan gejala kompresi sirkulasi yang
berhubungan dengan edema
Rasional : untuk memastikan sirkulasi yang adekuat.
c) Tinggikan ekstermitas lebih tinggi dari jantung
Rasional : untuk mencegah penurunan sirkulasi ekstermitas.
d) Hindari balutan restriksi pada ekstermitas yang cidera
Rasional : untuk mencegah penurunan sirkulasi ekstermitas.

21

4) Kurang

volume

peningkatan

cairan

berhubungan

permeabilitas

dengan

kehilangan

akibat

evaporasi dari luka


Intervensi :
a) Berikan cairan kristaloid dan/atau cairan koloid
per oral, pantau efek dan pertahankan jalur
intravena
Rasional : untuk mengganti kehilangan cairan
yang berhubungan dengan luka bakar.
b) Kaji status penggantian cairan
Rasional : untuk mengetahui

keseimbangan

cairan yang sesuai.


c) Pantau berat badan setiap hari
Rasional : untuk mengevaluasi status retensi
cairan atau dieresis.
d) Pantau
hasil
pemeriksaan

labolatorium

(hemoglobin, hematokrik, glukosa, kalium serum,


natrium

serum,

magnesium)
Rasional

protein

untuk

serum,

fosfor,

dan

mengidentifikasi

ketidakseimbanga
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan katabolisme dan metabolisme,
kehilangan selera makan
Intervensi :
a) Sediakan makanan tinggi kalori dan protein

22

Rasional : untuk menghindari pemecahan protein


dan memenuhi kebutuhan kalori yang meningkat.
b) Sediakan makanan yang disukai pasien
Rasional : untuk mentimulasi selera makan.
c) Timbang berat badan per minggu
Rasional : untuk memantau status nutrisi.
d) Catat dengan tepat asupan dan haluaran
Rasional : untuk mengevaluasi kecukupan
asupan makanan.
e) Pantau diare atau konstipasi dan lakukan terapi
segera
Rasional

untuk

menghindari

intoleransi

makanan.
(Wijaya & Putri, 2013)

6) Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret berlebih


a) Auskultasi suara nafas
Rasional : untuk mengetahui adanya suara tambah.
b) Buka jalan nafas
Rasional : untuk mempermudah pernafasan
c) Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Rasional : untuk mengetahui adanya massa.
d) Ajarkan klien cara batuk efektif
Rasional : untuk mengeluarkan secret.
e) Berikan O2 bila perlu
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan O2.
7) Kurang pengetahun berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya
Intervensi :
a) Berikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit pasien
Rasional : untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga
pasien mengenai penyakit yang diderita pasien.
b) Identifikasi penyebab terjadinya penyakit
Rasional : untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit.
c) Jelaskan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

23

Rasional : untuk mengetahui tanda dan gejala yang terjadi pada


penyakit (NANDA, 2013).

Anda mungkin juga menyukai