Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR IGD

Oleh Dian Rahmawati, 1206218846

1. Definisi
Luka bakar adalah cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan terhadap
sumber panas, kimia, listrik, atau radiasi (Black & Hawks, 2014). Luka bakar merupakan
respons kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma suhu atau termal (Grace, 2007).

2. Etiologi, Patofisiologi, dan Manifestasi Klinis


Penyebab luka bakar dapat bersumber dari bahan yang mengantarkan panas (gas,
cairan dan benda padat) juga dapat berasal dari bahan kimia, sengatan listrik dan radiasi.
Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) berasal dari benda gas, cairan, bahan padat (solid)
yang menghantarkan panas. Luka bakar bahan kimia (chemical burn) berasal dari kontaknya
jaringan dengan asam atau basa kuat. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn) merupakan
luka yang disebabkan oleh energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Luka bakar radiasi
(radiasi injury) disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Luka bakar merupakan hasil dari perpindahan panas dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Hasil kerusakan jaringan yang terjadi berasal dari koagulasi, denaturasi protein, atau ionisasi
isi sel. Kulit dan mukosa dari saluran napas atas adalah lokasi kerusakan jaringan. Dalam
jaringan dan organ, bisa rusak oleh luka bakar listrik atau dengan kontak lama dengan sumber
panas. Gangguan kulit dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan, infeksi,
hipotermia, jaringan parut, imunosupresi, dan perubahan fungsi, penampilan, dan citra tubuh.
Ketika luka bakar, maka zat-zat vasoaktif (katekolamin, serotonin, leukotrin, kinin,
dan prostaglandin) dilepaskan dari jaringan yang cedera. Zat-zat tersebut mengawali
perubahan pada integritas kapiler, membuat plasma merembes ke jaringan sekitarnya.
Kemudian kerusakan langsung terhadap pembuluh darah akibat panas juga lebih lanjut
meningkatkan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan ion natrium untuk masuk ke dalam
sel dan ion kalium untuk keluar. Efek secara keseluruhan dari perubahan ini adalah
terciptanya gradien osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan interseluler dan
interstial yang menyebabkan mengurangi volume cairan intravaskuler. Volume cairan
intravaskuler yang kurang ini menyebabkan penurunan perfusi dan pengantaran oksigen
sehingga terjadi penurunan cardiac output dan tekanan darah. Status curah jantung yang
rendah menyebabkan metabolisme anaerob yang membuat hasil akhir dari produk asam
ditahan sehingga menimbulkan asidosis metabolik. Tekanan darah yang menurun
menyebabkan penurunan perfusi jaringan ke organ-organ salah satunya ke ginjal. Penurunan
suplai darah ke ginjal menyebabkan laju filtrasi gloerulus menurun sehingga pengeluaran urin
pun menurun. Selain itu, meningkatkan permeabilitas akan menyebabkan edema akibat
pecahnya kapiler dan kebocoran cairan plasma dan protein ke dalam ruang interstisial.
Konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan osmotik sehingga cairan yang berada di
interstitial tidak bisa kembali ke intravaskuler. Edema meningkatkan tekanan pada jaringan,
hipoksia, dan kerusakan yang fatal. Selanjutnya terjadi pelepasan sitokinin, prostaglandin,
leukotrin, dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler. Sel darah putih khususnya
neutrofil menuju area tersebut menghasilkan radikal oksigen bebas dan re-perfusi jaringan
yang cedera. Setelah beberapa jam, edema menyebar di sekitar daerah yang terkena luka
bakar. Edema dapat terjadi pada daerah yang tidak terkena luka bakar akibat peningkatan
permeabilitas kapiler sementara terhadap air dan protein. Penimbunan cairan dalam ruang
interstisial di seluruh tubuh menyebabkan penurunan volume darah yang akhirnya
menurunkan isi sekuncup dan tekanan darah serta hipovolemia (Crowin, 2009).
Luka bakar dapat mengenai kulit maupun bagian wajah penderita. Apabila mengenai
kulit maka akan terjadi kerusakan kulit di bagian epidermis, dermis atau subkutan. Hal ini
akan menyebabkan kehilangan cairan yang berlebih akibat dari penguapan pada kulit
tersebut. Selain itu, ketika terjadi kerusakan kulit ini maka mikroorganisme akan mudah
masuk ke dalam tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Sedangkan, apabila terjadi
luka bakar pada bagian wajah maka terdapat dua hal yang sebaiknya diperhatikan. Pertama,
kemungkinan terjadinya kerusakan mukosa pada jalan napas. Hal ini ditandai dengan kondisi
sesak napas, takipnea, stridor dan serak. Kedua,terjadinya keracunan gas CO sehingga
mengikat hemoglobin dengan kuat, akibatnya fungsi normal dari hemoglobin untuk mengikat
oksigen tidak dapat terjadi.

Menurut Jackson, pada luka bakar terdapat tiga zona konsekutif, antara lain:
1. Daerah koagulasi
Pada penderita jaringan pada titik kerusakan maksimal. Menggambarkan area yang
terkena kontak erat dengan sumber panas. Sel pada area ini mengalami nekrosis
koagulasi dan tidak membaik dan terjadi kehilangan jaringan yang irreversibel.
2. Daerah stasis (mengelilingi daerah koagulasi)
Daerah ini ditandai dengan aliran darah yang cepat dan terdiri dari sel-sel yang masih
dapat diselamatkan. Daerah ini merupakan area konsentris yang kerusakan
jaringannya lebih sedikit, dan ditandai dengan penurunan perfusi jaringan.
3. Daerah hyperemia (di sekeliling daerah stasis, daerah yang dapat sembuh sempurna)
Sel pada area ini mengalami trauma minimal dan pada sebagian besar kasus akan
membaik dalam 7-10 hari.

Luka bakar juga menyebabkan respon imun terganggu karena fungsi sistem imun
tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan aktifitas limfosit, dan penurunan pembentukan
imunoglobulin, serta perubahan fungsi neutrofil dan makrofag terjadi secara nyata setalah
cedera luka bakar luas terjadi. Kerusakan barier tubuh dapat meningkatkan resoki infeksi
karena kuman dan bakteri dapat masuk ditambah sistem imun yang menurun, menambah
resiko infeksi.
Kerusakan jaringan kulit yang sampai ke jaringan saraf akan menyebabkan nyeri yang
hebat. Klien akan menujukan tiga jenis nyeri yaitu nyeri latar (backgroun pain), nyeri
lonjakan (breakthrough pain), dan nyeri prosedural. Nyeri latar dialami ketika klien sedang
beristirahat atau sedang tidak melakukan yang berhubungan dengan prosedur tindakan medis
atau keperawatan. Nyeri lonjakan adalah peningkatan nyeri yang melebihi tingkat insetisitas
rendah nyeri latar. Nyeri prsedural dijelaskan sebagai nyeri akut dan berintesitas tinggi.
Respon psikologis juga terjadi, respon yang terjadi mulai dari ketakutan , kecemasan, dan
deprsi. Kemampuan klien untuk mencerna informasi terbatas sehingga kecemasan akan
bertambah.
Luka bakar menimbulkan banyak manifestasi klinis yang sangat tidak nyaman bagi
penderitanya. Dibawah ini beberapa manifestasi klinis luka bakar.
1. Sangat haus
Rasa haus timbul sebagai respon tubuh dan peringatan bahwa terjadi kekurangan
cairan dalam tubuh. Kekurangan cairan dalam kejadian luka bakar disebabkan oleh
dua mekanisme yaitu pergeseran cairan dan kehilangan air lewat penguapan terhadap
hilangnya volume cairan dan status hidrasi yang terganggu. Mekanisme pergeseran
ciran di mulai segera setelah cedera luka bakar, zat-zat vasoaktif seperti katekolamin,
histamine, serotonin, leukotrinm kinin, dan prostaglandin dilepaskan. Hal ini
mengawali perubahan pada integritas kapiler, lebih lanjut apabila panas menyebabkan
kerusakan langsung terhadap pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler memungkinkan ion Na untuk
masuk ke dalam sel dan Ion K untuk keluar. Efek keseluruhan adalah terciptanya
gradient osmotik, menyebabkan meningkatnya cairan intraseluler dan interstisial,
lebih lanjut lagi akan mengurangi volume cairan intravascular. Penurunan cairan
intravaskular akan menyebabkan aliran darah sebagian besar akan dipusatkan ke otak
dan jantun. Sedangkan organ lain, yang hanya dapat bertahan beberapa jam tanpa
pasokan darah, contohnya ginjal. Kekurangan darah pada ginjal akan menurunkan laju
filtrasi glomerulus. Kemudian, tubuh akan mengadakan kompensasi dengan
mekanisme renin-angiotensin-aldosteron. Angiotensin 2, selain merangsang
pengeluaran aldosteron, juga bekerja secara langsung pada otak (hipotalamus) untuk
menimbulkan rasa haus dan merangsang vasopressin untuk meningkatkan reabsorpsi
H2O, yang kemudian menyebabkan oliguria.
2. Nafas lebih cepat
Volume pernapasan pada klien dengan luka bakar luas, sering kali normal atau hanya
menurun sedikit. Namun, setelah resusitasi cairan biasanya terjadi peningkatan
volume pernapasan yang dimanifestasikan sebagai hiperventilasi. Napas lebih cepat
juga di sebabkan oleh rasa ketakutan, cemas, dan nyeri yang dialami klien.
3. Nyeri
Nyeri di sebabkan oleh terpaparnya ujung syaraf karena hilangnya integritas kulit, ada
tiga jenis nyeri pada luka bakar, yaitu nyeri latar, nyeri lonjakan, dan nyeri
procedural. Nyeri latar adalah nyeri yang terjadi saat istirahat atau aktivitas yang tidak
berhubungan dengan prosedur serta berintensitas rendah. Nyeri lonjakan adalah
peningkatan nyeri melebihi nyeri latar. Dan nyeri procedural adalah nyeri akut
berintensitas tinggi.

Selain itu, manifestasi klinis luka bakar ini dapat pula diketahui dengan meninjau dari
tanda dan gejala yang ditimbulkan, diantaranya yaitu:
a. Keracunan CO (karbon monoksida), ditandai dengan kurangnya oksigen dalam darah,
badan lemas, bingung, pusing, mual dan muntah.
b. Distress pernapasan, ditandai dengan adanya hambatan dalam saluran pernapasan
yang diakibatkan oleh serak ataupun ketidakmampuan menangani sekresi.
c. Cedera pulmonal, ditandai dengan pernapasan cepat, crackles, stridor, dan batuk.
d. Gangguan hematologik, ditandai dengan peningkatan hematokrit, penurunan SDP,
peningkatan leukosit, dan penurunan trombosit.
e. Gangguan elektrolit, ditandai dengan penurunan kalium, kenaikan natrium, klorida
serta BUN.
f. Gangguan metabolik, ditandai dengan hipermetabolisme dan kehilangan berat badan.

3. Pengkajian Primer
a. Airway dan Breathing
1) Kaji RR klien, normalnya : 12-20x/menit
2) Kaji tanda fisik yang mengindikasi adanya gangguan pernapasan akibat luka
bakar:
 Luka bakar pada wajah, leher, atau tubuh bagian atas.
 Rambut hidung terbakar
 Sputum karbonat (berwarna hitam) atau partikel jelaga dalam orofaring
 Perubahan suara seperti serak dan batuk yang keras
 Stridor, dyspnea
 Eritema atau pembengkakan pada orofaring
3) Kaji Analisa Gas Darah (AGD) klien, normalnya:
 pH : 7,35 – 7,45
 pO2 : 85 – 100 mmHg
 PCO2 : 35 – 45 mmHg
 HCO3 : 22 – 26 mEq/L
 BE : -2,5 - +2 mEq/L
 SaO2 : 90 – 100%
b. Circulation
1) Kaji TTV klien, normalnya:
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 – 100 x/menit
 Central Venous Pressure : 8-12 cmH2O atau 5-10 mmHg
 Suhu : 36,5 – 37, 5˚C
2) Kaji tanda fisik yang menandakan adanya penurunan sirkulasi:
 Takikardi
 Takipnea
 Penurunan kesadaran
 Perpanjangan waktu Capillary refill time, normalnya < 3 detik
 Akral dingin
c. Disability dan Exposure
1) Kaji Glasgow Coma Scale klien (E-V-M)
 Eyes : 1 = tidak ada respon, 2 = membuka mata dengan rangsangan nyeri, 3 =
membuka mata dengan rangsangan suara, 4 = membuka mata secara spontan.
 Verbal : 1 = tidak ada respon, 2 = kata-kata tidak dapat dimengerti, 3 = kata-
kata baik namun kalimat tidak baik, 4 = kata-kata baik, kalimat baik, namun
isi percakapan membingungkan, 5 = orientasi verbal baik.
 Motorik : 1 = tidak ada respon, 2 = hanya dapat melakukan ekstensi, 3 = hanya
dapat melakukan fleksi, 4 = dapat menghindari rangsangan dengan tangan
fleksi, 5 = mengenali nyeri local namun tidak melakukan perintah dengan
benar, 6 = melakukan perintah dengan benar.
 Total skor:
o Skor 14 – 15 : compos mentis
o Skor 12 – 13 : apatis
o Skor 11 – 12: somnolent
o Skor 8 – 10: stupor,
o Skor < 5 : koma
2) Pastikan tidak ada pakaian dan perhiasan di area luka bakar klien. Namun apabila
sulit untuk dilepas, jangan paksa melepasnya.
3) Kaji suhu lingkungan, jaga kehangatannya untuk mencegah hipotermia

4. Pengkajian Sekunder
Survei sekunder hanya untuk dimulai setelah survei utama telah selesai dan setiap
luka yang mengancam jiwa telah diobati. Jika selama pemeriksaan kerusakan apapun
terdeteksi, kembali dan menilai kembali survei primer.
a. Riwayat
 Mengkaji riwayat peristiwa kebakaran yang memadai dari pasien, pengamat
atau personil darurat dari kejadian-kejadian seputar cedera dapat membantu
dengan memahami sejauh mana cedera, kemungkinan terhirup luka bakar dan
kemungkinan cedera lainnya.
 Gunakan akronim AMPLE untuk membantu dengan mengumpulkan informasi
terkait: A (Alergi), M (Obat/ Medicine) P (Riwayat medis / Past, termasuk
status tetanus), L (makan terakhir/ Last Meals), E (Event/ Acara yang
mengarah ke cedera).
 Catatan pertolongan pertama yang telah diberikan kepada pasien.
b. Mengukur luka bakar.
Menilai kedalaman luka bakar dan menghitung persentase area permukaan tubuh total
dibakar penting selama pemeriksaan head-to-toe. Hal ini akan memungkinkan
persyaratan resusitasi cairan harus dihitung dan keparahan cedera yang akan
ditentukan untuk menilai apakah transfer ke pusat spesialis diperlukan.

Pengkajian kedalaman luka bakar:


1) Luka bakar derajat I

 Disebut juga luka bakar superficial


 Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis.
Sering disebut sebagai epidermal burn
 Kulit tampak kemerahan, sedikit edema, dan terasa nyeri
 Waktu penyembuhan sekitar 3 sampai 4 hari dan tanpa meninggalkan jaringan
parut
 Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling).
 Biasanya tidak timbul komplikasi, misalnya luka bakar akibat sinar matahari
2) Luka bakar derajat II

a) Superficial partial thickness:


 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dermis
 Kulit tampak kemerahan, edema dan rasa nyeri lebih berat daripada luka
bakar derajat I
 Ditandai dengan lepuh yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
 Bila lepuh disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang
basah
 Luka sangat sensitif dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan
 Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu (bila tidak terkena
infeksi), tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya
b) Deep partial thickness
 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis
 Disertai juga dengan lepuh
 Permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari
vaskularisasi pembuluh darah (bagian yang putih punya hanya sedikit
pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai beberapa aliran darah
 Luka akan sembuh dalam 3-5 minggu
3) Luka bakar derajat III

 Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen


 Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh
darah sudah hancur. Biasanya daerah sekitarnya memperlihatkan nyeri seperti
pada luka bakar derajat kedua.
 Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang
 Waktu penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dan diperlukan
pembersihan secara bedah dan penanduran.
 Luka bakar derajat ketiga membentuk jaringan parut dan jaringan tampak
seperti kulit yang keras.
4) Luka bakar derajat IV

 Berwarna kehitaman
 Luka bakar derajat keempat meluas ke otot, tulang, dan jaringan dalam
Untuk lebih jelasnya berikut merupakan derajat dan kedalaman luka bakar
Pengkajian luas luka bakar
Luas luka bakar mengacu pada presentase luas luka bakar derajat II atau lebih
(tidak termasuk derajat pertama) dibanding dengan luas permukaan tubuh. Penentuan
persentase luas luka bakar pada area permukaan tubuh penting selama pengkajian
awal untuk menentukan apakah pasien harus dikirim ke pusat luka bakar dan ketika
menghitung kebutuhan cairan dan nutrient.
Pada dewasa penghitungan luas luka bakar dapat menggunakan Rule of Nines
dari Wallace. Metode ini hanya bisa dipakai oleh orang dewasa (usia diatas 15 tahun),
karena tidak akurat apabila digunakan pada anak. Rule of Nine membagi tubuh
menjadi beberapa bagian yang menggambarkan 9% area permukaan tubuh. Berikut
merupakan grafik Rule of Nine:

c. Head-to-toe pemeriksaan
Selama pemeriksaan ini, cedera terdeteksi harus secara akurat didokumentasikan dan
perawatan yang diperlukan harus terjadi, seperti menutupi luka, mengelola perdarahan
dan patah tulang yang mengancam jiwa.
1) Kepala dan wajah
 Memeriksa wajah dan kulit kepala. Carilah laserasi dan memar serta
mastoid atau periorbital memar, yang merupakan indikasi dari dasar patah
tulang tengkorak. Lembut meraba untuk depresi atau penyimpangan dalam
tengkorak. Periksa bulu mata dan alis untuk menghanguskan.
 Observasi mata untuk luka bakar, benda asing, perdarahan
subconjunctival, hyphaema, iris tidak teratur, menembus cedera atau lensa
kontak.
 Kaji telinga untuk tanda-tanda kebocoran cairan serebrospinal, pendarahan
atau darah balik membran timpani.
 Periksa hidung untuk setiap deformitas, perdarahan, hematoma septum
hidung, kebocoran cairan cerebrospinal atau kehadiran dari setiap jelaga /
ash serta hangus pada rambut hidung.
 Lihat di mulut untuk setiap laserasi pada gusi, bibir, lidah atau langit-
langit. Catatan pembengkakan apapun, yang menunjukkan cedera inhalasi.
Periksa gigi, mencatat jika ada yang longgar, retak atau hilang
 Gerakan tes mata, refleks pupil, penglihatan dan pendengaran.
 Meraba margin tulang dari orbit, rahang, hidung dan rahang.
 Periksa rahang untuk setiap rasa sakit atau trismus.
2) Leher
 Kerah leher rahim harus dibuka, kepala didukung dengan pengguna di-line
stabilisasi dan leher diperiksa.
 Lembut meraba tulang leher. Catatan sakit tulang belakang leher, nyeri
atau cacat.
 Periksa jaringan lunak untuk memar, rasa sakit dan nyeri.
 Lengkapi pemeriksaan leher dengan mengamati vena leher untuk distensi
dan meraba trakea dan denyut nadi karotis. Catatan setiap deviasi trakea
atau krepitus.
 Pasien perlu log rol untuk menyelesaikan pemeriksaan penuh. Hal ini
dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan kembali.
3) Dada
 Dada harus teraba untuk rib kelembutan dan emfisema subkutan. Seluruh
thorax harus diraba termasuk fossae supraklavikula, tulang rusuk kanan
dan kiri dan kedua aksila. Sebuah tangan dapat meluncur posterior
bersama pasien terlentang untuk memeriksa kehilangan darah okultisme;
Namun, pemeriksaan formal dari belakang dada terjadi ketika pasien log
digulung.
 Palpasi untuk klavikula atau nyeri tulang rusuk.
 Auskultasi bidang paru-paru; mencatat setiap perkusi, diubah / dikurangi
bunyi nafas, mengi atau krepitasi.
 Periksa jantung terdengar: denyut apeks dan kehadiran dan kualitas suara
jantung.
4) Abdomen
 Periksa perut. Palpasi untuk daerah kelembutan, terutama atas hati, limpa,
ginjal dan kandung kemih. Observasi memar, laserasi atau luka tembus.
 Periksa panggul. Melakukan x-ray panggul jika ada kecurigaan cedera.
Lembut meraba untuk kelembutan apapun. Jangan musim semi panggul.
Manipulasi tambahan mungkin memperburuk perdarahan. Terapkan
pengikat jika fraktur panggul dicurigai.
 Auskultasi bising usus, normalnya 5-12 kali/menit
5) Tungkai
 Memeriksa semua anggota badan dan sendi, meraba untuk tulang dan
jaringan lunak nyeri dan periksa gerakan bersama, stabilitas dan kekuatan
otot. Catatan memar apapun, laserasi atau otot, saraf atau kerusakan
tendon. Carilah adanya perubahan bentuk, luka tembus atau patah tulang
terbuka.
 Pada luka bakar listrik, terlihat untuk luka masuk dan keluar serta tanda-
tanda yang menunjukkan perkembangan sindrom kompartemen. Ini dapat
ditemukan terpusat, tidak hanya pada anggota badan (memeriksa kepala
dan dada).
 Memeriksa fungsi sensorik dan motorik dari setiap akar saraf atau saraf
perifer yang mungkin telah terluka.
 Kaji luka bakar melingkar yang mungkin menyempitkan aliran darah ke
seluruh anggota badan dan angka. Menilai warna, kehangatan, gerakan,
sensasi dan refill kapiler distal.
 Log menggulung pasien. Menjaga in-line stabilisasi seluruh. Memeriksa
seluruh panjang punggung dan pantat mencatat setiap memar dan luka.
 Palpasi tulang belakang untuk setiap nyeri atau langkah-langkah antara
tulang belakang. Termasuk pemeriksaan serviks
5. Masalah/Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar dapat terjadi diagnosa utama dan diagnosa tambahan
selama menderita luka bakar. Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah
sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area adalah :
a. Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.
b. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan
kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
c. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.
d. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory
Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
e. Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit
yang rusak.
f. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
g. Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
h. Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
peningkatan rata-rata metabolisme.

6. Penanganan Kegawatdaruratan
Perawatan luka bakar biasanya dikategorikan ke dalam tiga fase perawatan: muncul /
fase resusitasi, akut / fase menengah, dan fase rehabilitasi. Penanganan pertama biasanya
menutupi luka, membentuk saluran napas, pasokan oksigen, dan memasukkan setidaknya
satu berdiameter besar intravena (IV) line. Sebuah survei utama dari pasien dilakukan untuk
menilai saluran napas (A), pertukaran gas atau bernapas (B), dan status peredaran darah (C)
serta kebutuhan serviks imobilisasi tulang belakang dan monitoring jantung untuk pasien
dengan tegangan tinggi listrik cedera. Sistem peredaran darah harus dinilai dengan cepat.
pulsa apikal dan tekanan darah sering dipantau. Takikardia (abnormal denyut jantung cepat)
dan sedikit hipotensi diharapkan segera setelah luka bakar. Pasien dengan luka bakar yang
luas, status neurologis dinilai cepat. Seringkali pasien terjaga dan waspada pada awalnya, dan
informasi penting dapat diperoleh pada saat itu.
Akut / fase menengah perawatan luka bakar mulai 48 sampai 72 jam setelah luka
bakar. Selama fase ini, perhatian diarahkan penilaian terus dan pemeliharaan status
pernapasan dan peredaran darah, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan fungsi GI.
pencegahan infeksi, membakar perawatan luka (yaitu, luka membersihkan, terapi antibakteri
topikal, ganti luka, perubahan rias, debridement luka, dan grafting luka), manajemen nyeri,
dan dukungan nutrisi adalah prioritas pada tahap ini.
Rehabilitasi dimulai segera setelah luka bakar telah terjadi dan sering meluas selama
bertahun-tahun setelah cedera. Penekanan pada rehabilitasi awal tidak bisa berlebihan. Pada
tahap akhir perawatan, fokus menjadi rehabilitasi, rekonstruksi, dan reintegrasi dari korban
luka bakar (Sheridan, 2007). Membakar rehabilitasi memakan waktu dan menantang dan
sangat spesifik untuk tingkat keparahan dan lokasi cedera serta kebutuhan dan tujuan pasien.
Tujuan ini bervariasi berdasarkan fase perawatan dan perlu ditangani sering untuk
memastikan kemajuan yang konstan. Selama rawat inap tujuan termasuk mempertahankan
rentang gerak (ROM), mencegah kontraktur melalui teknik splinting, penurunan edema, dan
kerusakan kulit mencegah melalui posisi yang tepat. Sebagai fase akut datang untuk menutup,
pasien menjadi lebih sadar cedera mereka dan tantangan yang mereka hadapi. Tujuan
fungsional dan ditujukan untuk kegiatan sehari-hari hidup seperti ambulasi dan partisipasi
dalam selfcare serta manajemen parut dan kembali bekerja atau sekolah. Kerja dan terapis
fisik sangat penting untuk mengoptimalkan tujuan dan hasil pasien (Sheridan, 2007).

Memantau Saluran Napas dan Pernapasan


Jika dicurigai terdapat cedera inhalasi, pemberian 100% oksigen lewat masker non-
rebreathing yang melekat erat harus diteruskan hingga kadar COHb turun di bawah 15%

Mencegah Syok (Hipovolemia) Luka Bakar


Luka bakar yang lebih dari 15 % (pada dewasa) memerlukan resusitasi cairan. Diberikannya
resusitasi cairan pada klien luka bakar dikarenakan adanya akumulasi cairan edema yang
tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Penyebab permeabilitas
cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator yang menyebabkan
disfungsi dari sel dan kebocoran kapiler. Dianjurkan untuk memasang 2 jalur IV perifer
berdiameter besar pada kulit yang tidak terkena luka bakar, proksimal dari luka bakar apa pun
pada ekstremitas. Jalur IV dapar dipasang padakulit yang terkena luka bakar jika diperlukan,
namun harus diamankan menggunakan jahitan. Pada klien dengan luka bakar luas atau lokasi
pemasangan jalur IV terbatas mungkin kanulasi vena sentral (subklavia, jugular interna atau
eksterna, atau femoral) diperlukan. Tujuan resusitasi adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar
adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24
jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari resusitasi cairan adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian
cairan yang paling sering dilakukan adalah dengan Ringer Laktat untuk 48 jam setelah
terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0,5 sampai 1,0 mL/kgBB/jam.
Formula resusitasi cairan yang biasanya dipakai antara lain adalah:
a. Formula Parkland
1) Diberikan pada 24 jam pertama
2) Diberikan cairan Ringer Laktat dengan rumus : 4mL/kgBB/%luka bakar
 ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
 ½ jumlah cairan sisanya 16 jam berikutnya
b. Formula Evans
1) Rumus : Luas luka bakar dalam % x kg BB = jumlah NaCl / 24 jam
2) Rumus : Luas luka bakar dalam % x kg BB = jumlah plasma / 24 jam
(Kedua cara diatas merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edema.
Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh darah dan
meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan
menarik kembali cairan yang telah keluar)
3) Rumus : 2.000 cc Dextrose 5 % / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang
akibat penguapan)
 ½ dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sedangkan sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan dari hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
Pemeriksaan TTV juga diperlukan untuk menyediakan informasi kecukupan resusitasi cairan.
Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik diantaranya:
a. Hitung darah lengkap
Pemeriksaan hematokrit menggambarkan perbandingan persentase antara sel darah
merah, sel darah putih dan trombosit terhadap volume seluruh darah atau konsentrasi
(%) eritrosit dalam 100 mL/dL keselurahan darah. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan eritrosit. Kenaikan
nilai hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental, dan diperkirakan banyak
plasma darah yang keluar dari pembuluh darah hingga berlanjut pada kondisi syok
hipovolemik seperti pada kasus DBD dan gangguan dehidrasi. Penurunan
hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia,
leukemia, dan kondisi lainnya. Pada pemeriksaan hemoglobin, jika nilai Hb turun
menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak, sedangkan peningkatan lebih
dari 15% mengindikasikan adanya cedera.
b. Elektrolit serum
Pemeriksaan elektrolit serum dapat mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Hal ini terutama penting untuk memeriksa kalium terhadap peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas Darah Arteri
Untuk mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan Kreatinin
Untuk mengkaji fungsi ginjal. Peningkatan nilai BUN dan kreatinin menunjukkan
penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin juga dapat meningkat karena
adanya cedera jaringan.
e. Sel darah putih
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
f. Urinalisis
Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen yang menandakan adanya
kerusakan otot pada luka bakar full-thickness.
g. Bronkoskopi
Membantu memastikan cedera inhalasi asap.
h. Kadar karbonmonoksida serum
Kadar karbonmonoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
i. EKG
Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia pada cedera
listrik.
Meminimalkan nyeri dan kecemasan
Selama fase resusitatif, penatalaksanaan nyeri untuk klien dengan luka bakar mayor dicapai
dengan pemberian opioid IV, biasanya morfin sulfat atau fentanil. Pada dewasa, dosis kecil
diberkan dan diulang setiap 5 hingga 10 menit hingga nyeri dapat dikendalikan. Sedangkan
pada luka bakar minor, pasien dapat mendapatkan opioid IV dosis kecil (seperti morfin
sulfat), kemudian obat analgesia oral. Untuk menurunkan kecemasan, klien perlu diberikan
informasi mengenai penatalaksanaan di rumah sakit.

Perawatan Luka
1. Menghentikan proses luka bakar
2. Perawatan segera
Setelah 12 jam cedera, luka bakar harus ditutup menggunakan handuk steril serta
menempatkan selimut dan lembaran kering, bersih di seluruh tubuh klien. Perawatan
luka difinitif untuk luka bakar terdiri dari pembersihan, debridement jaringan mati
(nonvital), pembuangan bahan-bahan yang membahayakan (misalnya bahan kimia,
ter), dan penggunaan bahan topical yang tepat. Luka bakar harus dicuci dengan sabun
yang lembut dan dibilas secara menyeluruh menggunakan air hangat
3. Pencegahan tetanus
Pencegahan tetanus dilakukan pada luka bakar mayor maupun minor. Klien yang
belum menerima imunisasi tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir harus menerima
penguat (booster) toksoid tetanus. Untuk pasien yang belum diimunisasi,
imunogloblin tetanus (zat imunisasi pasif) dan seri pertama imunisasi aktif dengan
toksoid tetanus harus diberikan
4. Mencegah iskemia jaringan
Luka bakar simkumferensial ekstremitas dapat mengganggu sirkulasi pada tungkai.
Mengelevasi ekstremitas yang cedera 150 di atas level jantung dan melakukan latihan
aktif membantu mengurangi pembentukan edema dependen (edema di daerah yang
lebih rendah dari jantung). Namun, jika gangguan sirkulasi masih saja terjadi, maka
dilakukan eskarotomi, yaitu insisi yang dilakukan melalui epidermis dan dermis yang
terbakar, dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi arteri dan vena. Dan jika perfusi
jaringan tidak memadai setelah eskarotomi, dilakukan fasiotomi, yaitu insisi fasia,
dilakukan di ruang operasi di bawah anesthesia umum.
7. Algoritma

Sumber: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC437156/figure/fig3/
8. Pemantauan
Monitoring tanda-tanda vital secara rutin, status pernapasan, denyut jantung (apical,
carotis, femoral jika luka di daerah ekstremitas). Observasi cardiac jika ada indikasi pasien
memiliki riwayat penyakit jantung, cidera dengan benda listrik atau masalah pernapasan
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2010).Selain itu juga kaji urine output.

9. Referensi
Black, J. M., Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang diharapkan. (Ed. 8, Buku 2). (Terjemahan). Jakarta: Salemba Medika
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., dan Geissler, A. C. (2006). Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patient care. 7th ed. USA: F.A. Davis
Company.
Grace, Pierce & Borley, Neil. (2007). At a Glance Ilmu Bedah. Alih bahasa: dr. Vidhia
Umami. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. (2014). Nursing diagnoses definition and classification 2015-
2017. (10th Ed.). Oxford: Willey Blackwell.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth’s
textbook of medical-surgical nursing. (Vol. 1. 12th Ed.) Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai