Anda di halaman 1dari 69

Hukum Alif Lam Syamsiah

Sebelum membaca Hukum Alif Lam Syamsiah ini, sebaiknya terlebih dahulu membaca Hukum Alif Lam
Tarif dan Alif Lam Qamariah.
Apabila sudah selesai, silahkan lanjut membaca!
**************************

Alif Lam Syamsiah atau sering disebut dengan Idgham Syamsiah adalah bagian dari hukum Alif Lam Tarif yang
berlaku apabila huruf Alif-Lam ( ) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Syamsiah, yaitu:
,,,,,,,,,,,,,

Syamsiah berasal dari kata syams, artinya matahari. Secara filosofis, matahari adalah benda langit yang sinarnya
dapat meleburkan, menguapkan, dan melenyapkan benda-benda lain.
Di dalam Al-Quran, ciri-ciri Hukum Alif Lam Syamsiah terdapat Tanda Tasydid di atas huruf Syamsiah, yaitu
tanda tasydid yang diberikan karena terjadinya hukum pertemuan antara huruf Alif-Lam dengan Huruf Syamsiah.
Sama seperti Hukum ALif Lam Qamariah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum Alif
Lam Syamsiah :
1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Alif dibaca
sebagaimana huruf berharakat Fathah. Sementara huruf Lam tidak dibaca atau dianggap tidak ada,
karena melebur dengan huruf Syamsiah atau dibaca idgham.
Dan cara membaca seperti ini tetap berlaku sekalipun di atas huruf Syamsiah tidak terdapat tanda tasydid.

2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif-Lam tidak dibaca. Jadi huruf
sebelumnya langsung dileburkan ke huruf Syamsiah.
CONTOH:

Huruf O, pada tulisan latin untuk kata Adrooka dan Thooriq di atas adalah untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Thaariq atau Adraaka.

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah


Di dalam pengertian Hukum Alif Lam Tarif, telah dijelaskan bahwa Hamzah Washal adalah huruf Alif dalam
penulisan, dan Hamzah dalam penyebutan. Sering disebut juga dengan Alif Washal. Fungsinya adalah
sebagai penghubung kata/kalimat.
Pada mushaf standar Indonesia, Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah seringkali dibantu dengan
harakat Fathah, dan ada banyak pula ayat yang tidak diberi harakat Fathah. Namun, yang perlu digarisbawahi
adalah Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.
Lihat Contoh Surah Al Fatihah ayat 3 di bawah, dibaca Ar-Rohmaan.
Dan apabila diwashalkan dengan ayat sebelumnya, Hamzal Washal-nya tidak dibaca.

3. Jadi, cara membaca Alif Lam Syamsiah berikutnya, apabila ingin mewashalkan ayat (menyambungkan
antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif-Lam tidak dibaca, dan langsung masuk ke
huruf Syamsiah.
Tasydid pada semua huruf Syamsiah, kadar panjang bacaannya adalah 1 Alif atau sekitar 2 harakat, kecuali untuk

huruf Nun (
), panjang bacaannya sama seperti Hukum Ghunnah Musyaddadah, yaitu 1 1/2 Alif atau
sekitar 2-3 harakat. Dan perhatikan pula -apabila mewashal- apakah terdapat Waqaf Mamnu disampingnya atau
tidak. Jika tidak ada Waqaf Mamnu, sebaiknya hindari untuk mewashal.
Dan perlu diingatkan, jangan mencoba-coba mewashalkan Surah Al-Fatihah pada Shalat Wajib, sekalipun sudah
mengetahui cara mewashal. Al-Fatihah adalah rukun shalat. Membaca Surah Al-Fatihah satu ayat-satu ayat sudah
sempurna maknanya.
4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Syamsiah yang terakhir adalah apabila
Lam-Alif ( ) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain).
Cara membacanya sama dengan hukum Alif Lam Qamariah yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa
(jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara
Hamzah Washal, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca NI.
Kemudian, Nun Wiqayah atau Nun Kecil yang terletak dibawah Hamzah Washal tersebut langsung dileburkan
atau diidghamkan ke huruf Syamsiah.
CONTOH:

Washal pada kata/kalimat Alladzi (


)

Di dalam Al-Quran, banyak ayat yang menuliskan kata/kalimat Alladzi (


tengah ayat.

) . Dapat terjadi di awal maupun di

Kata/kalimat Alladzi diperbolehkan diwashalkan dengan ayat sebelumnya. Umumnya, bacaan yang seringkali
washal (antara yang satu ke ayat berikutnya) adalah bacaan Murottal.
Contoh:

Namun, terdapat 7 (tujuh) ayat yang tertulis kata/kalimat Alladzi (


dengan ayat sebelumnya karena berkaitan dengan tafsir, yaitu:
1. Surah Al-Baqarah : ayat 3
2. Surah Al-Baqarah : ayat 146
3. Surah Al-Baqarah : ayat 275
4. Surah At-Taubah : ayat 20
5. Surah Al-Furqaan : ayat 34
6. Surah Al-Mumin / Al Ghafir : ayat 7
7. Surah An-Naas : ayat 5

Hukum Alif Lam Qamariah

) , dan dilarang untuk mewashalkan

Sebelum membaca Hukum Alif Lam Qamariah ini, sebaiknya terlebih dahulu membaca Hukum Alif Lam
Tarif.
Apabila sudah selesai, silahkan lanjut membaca!

Alif Lam Qamariah atau sering disebut juga dengan Izhar Qamariah adalah salah satu bagian dari hukum Alif
Lam Tarif yang berlaku apabila huruf Alif-Lam (

) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Qamariah,

yaitu:

CONTOH HUKUM ALIF LAM QAMARIAH:

Qamariah berasal dari kata qamarun, artinya bulan. Secara filosofis, bulan adalah benda langit yang dapat dilihat
manusia secara jelas.
Cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah adalah jelas, tegas (tidak diidghamkan) atau tidak berdengung.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum Alif Lam Qamariah.
1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida (memulai bacaan setelah waqaf/berhenti), huruf Alif dibaca
sebagaimana huruf berharakat Fathah, sekalipun di atas huruf Alif tersebut tidak ditulis harakat Fathah.
Sementara huruf Lam dibaca Sukun. Dan secara otomatis huruf Alif-Lam akan dibaca AL.
2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif tidak dibaca, dan huruf Lam dibaca
Sukun

CONTOH

Huruf O, pada tulisan latin untuk kata Qooriah di atas adalah untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Qaariah.

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah

Sebagaimana telah dijelaskan di dalam pengertian Hukum Alif Lam Tarif, huruf Hamzah Washal pada Hukum
Alif Lam Qamariah diawal ayat atau di samping tanda waqaf seringkali dibantu dengan harakat Fathah.
Namun, ada banyak pula ayat yang tidak dituliskan harakat Fathah.
Perlu diketahui, Mushaf Timur Tengah tidak mengharakati Hamzah Washal. Sedangkan mushaf standar
Indonesia, terkadang memberikan harakat Fathah pada Hamzah Washal, terkadang tidak mengharakatinya sama
sekali.
Ciri-ciri Alif Lam Qamariah yang tidak diharakati Fathah, selalu diikuti dengan tanda waqaf Mamnu
(Lam-Alif) di atas Rasu Ayat (di ujung ayat).

3. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah selanjutnya, apabila
ingin mewashalkan ayat (menyambungkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif
(Hamzah Washal) dianggap tidak ada, dan langsung masuk ke huruf Lam Sukun. Dan perhatikan pula
apakah terdapat Waqaf Mamnu di sampingnya atau tidak.
Waqaf Mamnu (

) adalah waqaf yang disimbolkan dengan huruf Lam-Alif ( ) , yaitu tanda

waqaf yang diberikan kepada pembaca Al-Quran agar JANGAN BERHENTI (WAQAF TERLARANG). Apabila
terpaksa harus berhenti di tanda waqaf ini, maka bacaan harus dimundur. Cara membaca seperti ini berlaku
apabila Waqaf Mamnu berada di tengah ayat.
Namun, jika Waqaf Mamnu berada di Ujung Ayat (Rasu Ayat), dipersilahkan berhenti dan boleh juga tidak,
karena sebagian besar ahli tafsir Al-Quran menganggap membaca Al-Quran satu ayat-satu ayat- dianggap sudah
baik maknanya, bukan waqaf Qabih ( ) yang bermakna buruk.
Kecuali pada Surah Al Maauun ayat 4, menurut sebagian besar Ahli Tafsir mesti disambung (washal) ke Ayat 5,
karena apabila terputus di ayat 4, maknanya kurang baik (Insya Allah akan dijelaskan di pembagian Waqaf).
Silahkan perhatikan perbedaan mushaf standar Indonesia dan Timur Tengah di bawah
ini!

Hamzah Washal pada hukum Alif Lam Qamariah pada Mushaf Timur Tengah ditandai dengan simbol Sakna
(kepada Huruf Shad di atas huruf Alif), sementara di Indonesia tidak ada baris/harakat. Namun, pada kata AlMaliku (Alif yang diwarna merah, lihat contoh di bawah) pada mushaf Indonesia, untuk huruf Hamzah Washalnya diberi harakat Fathah.
Bandingkan juga dengan contoh Surah Al-Qaariiah dan Al-Kahfi yang tidak diberi harakat Fathah pada contoh di
atas.

Dari Contoh surah Al-Hasyr ayat 23 di atas, salah satu ciri-ciri Alif Lam Qamariah (

) yang diberi harakat

Fathah pada mushaf standar Indonesia, selalu diikuti dengan tanda Waqaf yang dianggap sudah sempurna atau
baik maknanya. Seperti Waqaf Jaiz yang disimbolkan huruf Jim (

) pada surah Al-Hasyr di atas.

Waqaf Jaiz adalah tanda waqaf yang diberikan agar pembaca Al-Quran sebaiknya berhenti, namun diperbolehkan
juga untuk tidak berhenti.
Bandingkan pula dengan Waqaf Mamnu pada contoh Surat At-Takwir ayat 15-16 sebelumnya, tidak ada harakat
Fathah di atas Hamzah Washal.
Sekarang Perhatikan huruf Hamzah Washal pada Surah Al-Hasyr di atas, yang hurufnya
diberi warna Ungu!

Jika bacaan terpaksa berhenti di Al-Muhamin karena kekurangan nafas, maka bacaan boleh diulang di Al-Mumin
atau di As-Salaam. Sehingga bacaan dilanjutkan menjadi, Al-Muminul Muhaiminul Aziizul Jabbaarul
Mutakabbir.
Inilah yang dinamakan dengan Ibtida, yaitu memulai bacaan setelah waqaf. Dan menghidupkan Alif Gundul
(Hamzah Washal) di tengah Ayat.

4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Qamariah yang terakhir adalah apabila
Lam-Alif (

) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain).

Cara membacanya yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah,
kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara Hamzah Washal, diganti menjadi
suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca NI.
Mushaf standar Indonesia sudah dibantu dengan huruf Nun kecil berharakat Kasrah dibawah Hamzah Washal,
atau disebut dengan huruf Nun Wiqayah, dan harus dibaca Ni. Fungsi Nun Wiqayah adalah untuk menjaga agar
Tanwin tidak hilang ketika bertemu dengan Hamzah Washal.
SEKEDAR CONTOH:

Huruf Nun Wiqayah sebagai pengganti Tanwin yang terletak dibawah Hamzah Washal hanya ada di dalam
mushaf standar Indonesia. Pada mushaf Timur Tengah, istilah Nun Wiqayah tidak dikenal.
Ini juga berlaku sekalipun akan mewashalkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya. Sekalipun
dibawah huruf Alif tidak terdapat huruf Nun Wiqayah.
******************************************************
Kesimpulan Penting:

Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah disebut Hamzah Washal, ada juga yang
menyebutnya dengan istilah Alif Washal. Hamzah Washal adalah huruf hamzah secara
pengucapan dan berupa Alif secara tulisan.

Apabila terletak di awal ayat atau ibtidah (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Hamzah
Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah akan selalu berharakat Fathah. Sedangkan jika
terletak di tengah atau pada saat washal (menyambungkan kata/kalimat), huruf Hamzah
Washal tidak dibaca.

Mushaf Standar Indonesia pada Hukum Alim Lam Qamariah terkadang mengharakati
Hamzah Washal dan terkadang tidak mengharakatinya. Maka sebaiknya perhatikan benarbenar apabila ingin mewashalkan kalimat (antara ayat satu ke ayat berikutnya).
o

Jika terdapat harakat Fathah pada Hamzah Washal lebih baik berhenti di tanda waqaf.

Jika tidak ada harakat Fathah di atas Hamzah Washal disamping Rasu Ayat (di ujung
ayat), boleh berhenti atau meneruskan bacaan (washal). Umumnya di atas Rasu Ayat
terdapat tanda Waqaf Mamnu (
apabila di ujung ayat.

) , artinya boleh berhenti atau meneruskan bacaan

Jika terdapat Nun Wiqayah dibawah Hamzah Washal, harus dibaca Ni. Nun Wiqayah
adalah huruf pengganti Tanwin yang hanya ada di mushaf standar Indonesia.
Disimbolkan dengan huruf Nun Kecil berharakat Kasrah yang diletakkan di bawah
Hamzah Washal.

Jika sebelum Rasu Ayat terdapat huruf Berharakat Tanwin, dan setelahnya adalah
Hamzah Washal. Perhatikan, apakah ada huruf Nun Wiqayah atau tidak di bawah
Hamzah Washal-nya. Jika tidak ada, lebih baik berhenti di Tanda Waqaf untuk
menghindari kekeliruan.

Hukum Alif Lam Tarif (Marifah)

Alif Lam Tarif atau sering disebut juga dengan Alif Lam Marifah adalah hukum Tajwid yang berlaku untuk kata
yang diawali dengan huruf Alif-Lam ( ) . Diistilahkan dengan Tarif atau Marifat karena membahas suatu
nama benda (isim) secara khusus -sudah dikenal atau seringkali disebutkan- secara jelas dan tegas.
Misalnya,
yang berarti orang-orang kafir.

yang berarti bintang atau


Penggunaan Alif-Lam ( ) pada Asmaul Husna (nama-nama baik Allah -subhanahu wa taala-) juga termasuk
dalam hukum Alif Lam Tarif. Kecuali, penyebutan untuk huruf Lam yang terdapat dalam lafal ALLAH (
)
(Insya Allah, kelak akan dibahas di IlmuTajwid.com pada Hukum Alif Lam Jalalah).
Hukum Alif-Lam ( ) dapat terjadi di awal maupun di tengah ayat. Cara membacanya sangat berpengaruh
dengan huruf setelahnya. Dan apabila diwashalkan, sangat terikat dengan huruf sebelumnya.
Hukum Alif Lam Tarif terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Alif Lam Qamariah
2. Alif Lam Syamsiah
Sebelum masuk pada kedua hukum tersebut, ada baiknya sedikit mengenal tentang Hamzah Washal berharakat
Fathah.

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Syamsiah


Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah memiliki fungsi sebagai penyambung kata
yang dikenal dengan nama Hamzah Washal, ada pula yang menyebutnya dengan istilah Alif Washal. Hamzah
Washal adalah huruf hamzah secara pengucapan dan berupa Alif secara tulisan.
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.
Perlu diketahui bahwa huruf Alif pada mushaf standar Indonesia untuk Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam
Syamsiah diawal ayat atau di samping tanda waqaf terjadi ketidakkonsistenan. Seringkali Alif dibantu dengan
harakat Fathah, namun ada banyak pula ayat yang tidak dituliskan harakat Fathah.

Penulisan harakat Fathah pada hukum Alif-Lam Tarif pada mushaf standar Indonesia tentunya berdasarkan
Musyawarah Kerja Ulama Ahli Al-Quran berserta Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Indonesia. Kemungkinan
besar, tujuan penambahan harakat Fathah tersebut adalah untuk memberikan kemudahan bagi pembaca Al-Quran
yang awam (tidak begitu dalam memperlajari Ilmu Tajwid dan Ilmu Nahwu) bagaimana membaca huruf Alif
Gundul (tanpa harakat). Namun, konsekuensi dari penambahan harakat tersebut dapat menyebabkan terjadinya
kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam apabila hendak mewashal. Maka, apabila belum mengetahui
Hukum Hamzah Washal sebaiknya berhati-hati dalam mewashal, atau sebaiknya hindari untuk mewashalkan ayat
satu ke ayat berikutnya.

Pada mushaf Timur Tengah, huruf Hamzah Washal ditandai dengan simbol Kepada Huruf Shad di atas huruf
Alif, ada yang menyebutnya dengan istilah Sakna.

Hukum Idgham Mutajanisain

Idgham Mutajanisain adalah hukum tajwid yang berlaku apabila terjadi pertemuan dua huruf yang berbeda sifat,
namun sejenis tempat keluar suara atau makhraj-nya; satu dalam keadaan sukun dan satu lagi berharakat.

Mutajanisain artinya sejenis

Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya (di-tasydid-kan).

Di dalam Al-Quran untuk huruf kedua yang berharakat sudah ditandai dengan Tanda Tasydid. Tasydid pada
Hukum Idgham Mutajanisain adalah Tasydid Hukum, yaitu tasydid yang diberikan karena terjadinya pertemuan
dua huruf. Sebagaimana fungsi tasydid, maka panjang bacaannya adalah 2 harakat, sebagai bentuk penekanan
dua huruf yang bertemu.
Cara membacanya adalah dengan mengabaikan huruf yang sukun, dan langsung masuk ke huruf yang
berharakat, atau huruf yang sukun dileburkan ke huruf yang berharakat.

Hukum Idgham Mutajanisain berlaku untuk 8 huruf, yaitu:

,,

, , , , ,
Delapan Huruf tersebut berasal dari 3 kelompok Makhraj:

) berasal dari Makhraj Syafawi; bibir atas dan bibir bawah

1. Huruf Ba (
) dan mim (
posisi tertutup atau merapat

2. Huruf Ta (
), Tha (
), dan Dal (
) berasal dari Makhraj Lisani; ujung lidah yang
bertemu dengan pangkal gigi seri atas (gigi tengah atas).

3. Huruf Dzal (
), Zha (
), dan Tsa (
) berasal dari Makhraj Lisani; Ujung lidah
dikeluarkan sedikit dan ditekan di ujung Gigi Seri (Gigi Tengah) bagian atas.

Jika masih bingung dengan pengelompokan Makhraj huruf-huruf ini, silahkan baca Makharijul Huruf
Di dalam Hukum Idgham Mutajanisain, terjadi 7 pertemuan huruf yang sama makrajnya, yaitu:

1. Ba Sukun (

) bertemu huruf Mim Berharakat ( )

2. Ta Sukun (

) bertemu huruf Dal Berharakat ( )

3. Ta Sukun (

) bertemu huruf Tha Berharakat ( )

4. Tsa Sukun (

) bertemu huruf Dzal Berharakat ( )

5. Dal Sukun (

) bertemu huruf Ta Berharakat ( )

6. Dzal Sukun (

7. Tha Sukun (

) bertemu huruf Zha Berharakat ( )


) bertemu huruf Ta Berharakat ( )

Pertemuan huruf-huruf tersebut dibaca jelas (izhar) tanpa disertai dengung, kecuali huruf Ba Sukun
bertemu huruf Mim berharakat.
Jika huruf Ba diabaikan, maka huruf Mim menjadi huruf yang bertasydid, maka secara otomatis huruf Mim
tersebut akan dibaca dengung sebagaimana fungsi tasydid pada hukum Ghunnah Musyadaddah yang dapat
didengungkan 1 1 1/2 Alif atau sekitar 2 3 harakat.

Contoh Hukum Mutajanisain di dalam Al-Quran:

PERHATIKAN HURUF BA SUKUN DAN MIM BERHARAKAT DI BAWAH INI !!!


Ba Sukun (

) dan Mim Berharakat (

) apabila bertemu harus dibaca Dengung.

Namun apabila belum bertemu, secara otomatis huruf Ba dimatikan, dan akan memantul, sebagaimana pantulan
huruf Qolqalah

Dari Contoh Surah Huud ayat 42 di atas, yang perlu digarisbawahi adalah
huruf Ba Sukun dan huruf Mim Berharakat adalah dua huruf yang bertemu, namun dalam keadaan
kata/kalimat yang terpisah.
Irkab (

) artinya Naiklah, sedangkan Maanaa (


) artinya Bersama Kami.

Jadi, dapat dikatakan bahwa Hukum Idgham Mutajanisain baru berlaku apabila huruf yang Sukun
sudah bertemu dengan huruf yang Berharakat: Irkamm maanaa (

Pengertian dan Pengelompokan Makharijul Huruf

Makhraj artinya tempat keluar. Makharijul Huruf adalah tempat keluarnya huruf-huruf pada saat dilafalkan.
Pembaca Al-Quran yang baik, bukan saja harus mengetahui hukum-hukum tajwid, tetapi juga harus
memperhatikan dan memahami makhraj dan sifat dari huruf-huruf yang dibacakan.
Sejumlah ulama dan ahli-ahli qiraat memiliki perbedaan dalam pengelompokan (pengklasifikasian) Makharijul
Huruf, namun secara garis besar intinya adalah sama.

Terdapat 17 Makhraj yang diklasifikasikan menjadi 5 tempat, yaitu:


1. Al-Halqi / Tenggorakan ( ) , terdapat 3 Makhraj :

Tenggorakan Dalam (Pangkal Tenggorakan): huruf dan

o Ingat, di dalam hukum Mad Badal sudah dijelaskan bahwa huruf Hamzah ( ) dan Alif ( )
adalah sama. Dapat dikatakan sebagai saudara kembar yang sama dalam pengucapannya,
namun berbeda fungsi dan tugasnya apabila masuk ke Hukum Mad, misalnya Hukum Mad
Munfashil dan Mad Muttashil.
o Hamzah dapat dijadikan sukun (berharakat Sukun), sementara Alif tidak ada harakat sukun. Di
sini kami tulis Hamzah-Alif ( ) untuk memudahkan mengingat

Tenggorakan Tengah: huruf ,

Tenggorakan Luar dekat pita suara: huruf ,

2. Al-Lisani / Lidah ( ) , terdapat 10 Makhraj:

Pangkal lidah dekat tenggorakan menyentuh sekitaran anak tekak atau berada di atas pita suara:

Pangkal lidah menyentuh langit-langit belakang:

Lidah bagian tengah menekan langit-langit atas: , ,

Ujung lidah dirapatkan pada Gigi Geraham atas, dan Tepi Lidah (kiri dan kanan) ditekan ke Gigi
Geraham:

Ujung permukaan lidah ditekan ke Gusi di atas Gigi Seri atau Gigi Atas Bagian Tengah:

Ujung lidah ditekan sedikit lebih ke atas dari makhraj Lam:

Ujung lidah dinaikkan ke langit-langit atas sedikit melengkung, sehingga terlihat lidah bagian belakang :

Ujung lidah ditekan ke Pangkal Gigi Seri bagian atas (Gigi Seri adalah Gigi Tengah): , ,

Ujung lidah ditekan ke belakang Gigi Seri bagian bawah : , ,

Ujung lidah dikeluarkan sedikit dan ditekan di ujung Gigi Seri bagian atas: , ,

3. Asy-Syafawi /bibir ( ) , terdapat 2 Makhraj:

Bibir Bawah ditekan ke Gigi Seri bagian atas :

Bibir Bawah dan Atas posisi tertutup atau merapat, yaitu , ,

1. Menutup bibir lebih ringan: huruf


2. Menutup bibir sedikit lebih kuat: huruf
3. Membulatkan bibir atas dan bawah :

4. Al-Jaufi / Rongga Mulut ( ) , terdapat 1 Makhraj:

Merupakan makraj untuk huruf-huruf Mad yang dilepaskan ke dalam Rongga Mulut :

,
,

5. Al-Khaisyhumi / Pangkal Hidung ( ) , terdapat 1 Makhraj:

Pangkal Hidung bagian dalam, yaitu huruf-huruf yang dibaca dengung (ghunnah):
o pada hukum Nun Sukun (
) dan tanwin ( , ,) , yaitu Ikhfa Haqiqi, Iqlab, dan Idgham
Bighunnah.
o pada hukum Mim Sukun (
) , yaitu Ikhfa Syafawi dan Idgham Mitslain,
o hukum Ghunnah Musyaddadah, yaitu huruf Mim Bertasydid (
) .
) dan Nun Bertasydid (
o hukum Idgham Mutajanisain hanya untuk Ba Sukun (
) bertemu dengan huruf Mim Berharakat
( ) .

o hukum Mad Lazim Harfi Mukhaffaf hanya dikhususkan untuk huruf Ain tanpa harakat ( ) .

*********************************************************************
Dari pengelompokan Makharijul Huruf ini perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa huruf yang memiliki
Makhraj yang sama. Namun, ketika dilapalkan bunyi atau suara dari huruf-huruf tersebut tidaklah sama. Maka
yang membedakannya terletak pada sifat huruf.
Mengenai sifat-sifat huruf tersebut Insya Allah akan dijelaskan di dalam IlmuTajwid.com.

Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli

TASYDID ( )

Tasydid adalah tanda baca (harakat) berbentuk kepala dari huruf sin (
) atau mirip seperti huruf w.
Tasydid adalah simbol penekanan pada suatu konsonan ganda, atau sebuah tanda baca yang terjadi karena
pertemuan (pengulangan) dari sebuah huruf yang sama.
Panjang bacaan untuk huruf bertasydid umumnya adalah 1 alif atau sekitar 2 harakat. Namun dapat dibaca lebih
panjang lagi, seperti Tasydid yang ada di dalam Hukum Ghunnah Musyaddadah. Dan akan lebih tebal (panjang)
pantulannya ketika masuk ke dalam Hukum Qolqolah Kubro ( qolqolah yang berhenti karena tanda waqof).
Surah AL-Lahab : pada Ayat 1 di ujung ayat huruf Ba bertasydid (
) dan pada ayat 2 tidak memakai tasydid
(
) .

Cara membaca ayat 1 : watab.. (jeda/space) baru qolqalah-nya masuk b.


watab..b
Audio Player
00:00
00:00
Use Up/Down Arrow keys to increase or decrease volume.

Pada Surah Al-Lahab ayat 2, karena huruf Ba tidak memiliki tasydid, maka langsung saja dibaca kasab
Pantulan huruf qolqolah-nya lebih cepat dibanding ayat 1.
Audio Player
00:00
00:00
Use Up/Down Arrow keys to increase or decrease volume.

********************

Tasydid terdiri dari 2 macam, yaitu:


1. Tasydid Hukum
2. Tasydid Ashli
Tasydid Hukum adalah tasydid yang diberikan karena adanya HUKUM PERTEMUAN atau PELEBURAN
antara huruf/kata yang satu dengan huruf/kata berikutnya berada di tengah ayat atau pada saat washal seperti
tasydid yang ada di dalam hukum-hukum Idgham:
1. Idgham Bighunnah,
2. Idgham Bilaghunnah,
3. Idgham Mutajanisain,
4. Idgham Mutaqaribain,
5. Idgham Mutamatsilain,
6. Idgham Mitslain.
Di dalam suatu ayat di Al-Quran Tasydid Hukum dapat terjadi dalam suatu kata/kalimat dan dapat pula terjadi
pada kata/kalimat yang terpisah.
Tasydid Hukum seringkali dianggap sebagai simbol atau penandaan yang tidak mesti ada di dalam Al-Quran.
Beberapa mushaf bahkan tidak menuliskan tanda Tasydid Hukum. Tapi untuk Al-Quran standar Indonesia
umumnya sudah ditulis.
Namun perlu diketahui, perkembangan saat ini, sudah bermunculan penerbit-penerbit di Indonesia yang mencetak
Al-Quran yang berbeda dari umumnya, seperti berbeda bentuk tanda harakat, tanda wakaf, dan tanda baca. Salah
satunya adalah tidak dituliskannya tanda Tasydid Hukum di dalam hukum-hukum Idgham.

CONTOH TASYID HUKUM : Nun Sukun bertemu huruf Ya pada Hukum Idgham Bighunnah

Sementara Tasydid Ashli adalah tasydid yang diberikan sesuai dengan asal-muasalnya, atau bukan karena
Hukum Pertemuan/Peleburan Huruf/Kata. Berada di dalam satu kata/kalimat.
Tasydid Ashli mesti ada di dalam Al-Quran, berbeda dengan Tasydid Hukum, karena apabila Tasydid Ashli tidak
ditulis dapat menyebabkan kekeliruan yang sangat fatal.

Tasydid Ashli dapat berarti DUA HURUF yang sama sifat dan mahrajnya yang berada dalam satu kata/kalimat,
dan DIJADIKAN SATU HURUF BERTASYDID; asal muasalnya adalah satu huruf dalam keadaan sukun,
dan satu lagi memiliki baris/harakat (dapat berupa Fathah, Fathatain, Kasrah, Kasratain, Dhammah dan
Dhammatain).

CONTOH TASYDID ASHLI: Huruf Nun Bertasydid dan Mim Bertasydid pada Hukum Ghunnah
Musyaddadah
Perlu diketahui juga, bahwa huruf-huruf yang memiliki Tasydid Ashli dapat mempengaruhi huruf di belakang dan
di depannya, sehingga terjadilah pertemuan hukum-hukum yang beragam. Misalnya, pertemuan Mad Thobii
dengan Ghunnah Musyaddadah yang terjadi di dalam hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal.

LIHAT GAMBAR DI BAWAH INI !


DUA HURUF yang sama sifat dan mahrajnya yang DIJADIKAN SATU HURUF BERTASYDID
satu sukun dan satu lagi memiliki baris/harakat

Dzarroh
wakadzdzab
wahushshila
tabbat
Contoh gambar di atas, apabila sudah mengerti akan memudahkan dalam mempelajari Hukum Hamzah Washal
dan Hamzah Qatha (Insya Allah akan dibahas secara detil di IlmuTajwid.com ).

Pembahasan mengenai tanda TASYDID ini menjelaskan bahwa setiap huruf-huruf, kata-kata, kalimatkalimat
yang ada di dalam Al-Quran terdapat hukum-hukum
disebut hukum, karena ada aturan-aturan yang mengikat
Dan aturan-aturan tersebut bertujuan untuk menyempurnakan bacaan atau membaguskan bacaan
Belajar tajwid adalah belajar menyempurnakan/membaguskan bacaan yang terdapat di dalam kitab suci
Al-Quran
Dan untuk memudahkan belajar, selalu ada HURUF/KATA KUNCI untuk mengingat atau menghapal
*****
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat, ampunan, dan hidayah-Nya kepada kita semua
Aamiin yaarabbal aalamiin
Hukum Izhar Syafawi

Hukum Izhar Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun (
semua huruf hijaiyah, kecuali huruf Mim dan Ba.

) bertemu dengan

Izhar artinya jelas/ terang atau tidak berdengung

Syafawi artinya bibir; karena huruf Mim makhrajnya adalah pertemuan bibir bagian atas dan
bibir bagian bawah.

Di dalam istilah ilmu tajwid, Izhar Syafawi adalah melafalkan huruf-huruf yang bertemu dengan Mim Sukun
secara jelas dan terang, tanpa disertai dengung (ghunnah). Dan Izhar Syafawi dapat terjadi di dalam satu
kata/kalimat, maupun di luar kata/kalimat yang terpisah.
Kunci mengingat huruf-huruf pada Hukum Izhar Syafawi adalah cukup mengetahui hukum Ikhfa Syafawi dan
Idgham Mitslain.

Contoh Hukum Izhar Syafawi di dalam Al-Quran

Hukum Idgham Mitslain (Idgham Mimi)

Idgham Mitslain atau sering disebut dengan Idgham Mimi adalah hukum tajwid yang berlaku untuk huruf Mim

, ,
) . Dinamakan Mitslain karena
terjadinya pertemuan dua huruf yang makhraj dan sifatnya sama persis (identik), tapi dikhususkan hanya
Sukun (

) bertemu dengan huruf Mim Berharakat (

untuk huruf Mim Sukun bertemu Mim Berharakat. Selain dari huruf Mim tersebut, maka yang berlaku untuk
pertemuan 2 huruf yang sama (Sukun dan Berharakat) adalah Hukum Idgham Mutamasilain dan Hukum Mad
Tamkin.

Dinamakan Idgham karena cara membacanya adalah dengan meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya,
atau bahasa lainnya di-tasydid-kan.
Hukum Idgham Mitslain dibaca dengung (makhraj huruf mim-nya mengalun dan jelas) sekitar 1 Alif hingga 1 1/2
alif atau sekitar 2 3 harakat.
Di dalam Al-Quran Idgham Mitslain sudah diberi tanda tasydid. Tasydid Idgham Mitslain adalah Tasydid Hukum,
yaitu tanda tasydid yang diberikan karena terjadinya hukum pertemuan atau peleburan.

Contoh Idgham Mitslain di dalam Al-Quran

Hukum Idgham Mitslain hanya berlaku pada saat huruf Mim Sukun bertemu huruf Mim Berharakat.
Apabila huruf Mim Sukun belum bertemu dengan Mim Berharakat, maka harus dibaca Izhar, atau tidak

didengungkan.

Dari Contoh Surah Al Qadr ayat 4 di atas, yang perlu digarisbawahi adalah
huruf Mim Sukun dan huruf Mim Berharakat adalah dua huruf yang bertemu, namun dalam keadaan
kata/kalimat yang terpisah.
Robbihim (

) artinya Tuhannya, sedangkan Min (

) artinya Dari

Persamaan Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah

Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah adalah dua hukum yang berbeda, namun sama-sama men-tasydid-kan
huruf Mim.

Idgham Bighunnah: Apabila Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan huruf Mim berharakat.

Idgham Mitslain; Apabila Mim Sukun bertemu dengan huruf Mim berharakat.

Silahkan lihat contoh Surah Al Qalam ayat 46 di bawah.


Huruf berwarna UNGU adalah Idgham bighunnah, dan warna MERAH adalah Idgham Mitslain.

Huruf O, seperti ajronn atau musqoluun pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ajrann atau
musqaluun.
Perbedaan Hukum Idgham Mitslain dan Idgham Mutamatsilain

Penyebutan Idgham Mitslain juga sering ditambahkan dengan sebutan Shaghir ; Idgham Mitslain Shaghir.

Shaghir artinya dua huruf yang makhrajnya sama/berdekatan tetapi sifatnya berbeda;
huruf yang pertama sukun, huruf ke dua berharakat.

Kebalikannya adalah Kabir, artinya dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya, dan
keduanya sama-sama berharakat.

Dengan adanya penambahan istilah Shaghir ini menjadikan Hukum Idgham Mitslain sering dianggap sama
dengan Hukum Idgham Mutamasilain. Padahal, dari cara membaca kedua hukum ini berbeda.

Idgham Mitslain dibaca dengung

Sedangkan Idgham Mutamasilain dibaca izhar, yaitu jelas atau tidak didengungkan.

Silahkan baca > Hukum Idgham Mutamasilain.

Hukum Ikhfa Syafawi

Ikhfa Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun (

) bertemu dengan huruf Ba (

).

Ikhfa artinya menyamarkan atau menyembunyikan

Syafawi artinya bibir

Dinamakan Ikhfa Syafawi karena makhraj dari huruf Mim dan Ba merupakan pertemuan antara bibir atas dan
bibir bawah.
Berbeda dengan hukum Iqlab, Idgham Bighunnah, atau Ghunnah Musyaddadah pada huruf Mim di dalam AlQuran untuk hukum Ikhfa Syafawi tidak diberi tanda tasydid atau apapun, sama seperti hukum Ikhfa Haqiqi.
Namun, hukum Ikhfa Syafawi tetap harus dibaca dengung 1 1/2 alif atau sekitar 2 3 harakat, karena apabila
hukum Ikhfa Syafawi tidak didengungkan, maka akan berubah menjadi hukum Izhar.
Cara membaca Ikhfa Syafawi adalah dengan membaca terlebih dahulu HURUF SEBELUM MIM SUKUN,
kemudian masuk ke huruf Mim Sukun dengan mengeluarkan irama dengung ikhfa Syafawi (menahan huruf mim
samar-samar); immng.. / ummmng.. / ammmng sehingga pada saat akan bertemu dengan huruf
atas dan bawah dalam posisi tertutup.

bibir

Contoh Hukum Ikhfa Syafawi di dalam Al-Quran :

Perhatikan huruf Mim dan Ba untuk mushaf standar Timur Tengah yang dibold warna hijau di bawah.
Tidak ada tanda (harakat) SUKUN pada huruf Mim ketika bertemu huruf Ba (Ikhfa Syafawi), sama
seperti huruf Nun Sukun bertemu huruf Sin (hukum Ikhfa Haqiqi )

Huruf O, seperti rotim pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ratim.

Ghunnah Musyaddadah





Nun dalam keadaan bertasydid (
) .
/
Ghunnah Musyaddadah (

) adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim dan

Ghunnah artinya dengung; suara yang terdengar jelas dan nyaring yang keluar dari pangkal
hidung (khaisyum)

Musyaddadah artinya bertasydid

Tasydid yang ada di dalam Ghunnah Musyaddadah adalah Tasydid Ashli , bukan Tasydid Hukum sebagaimana
yang ada di dalam Hukum Idgham Bighunnah atau Bilaghunnah. Silahkan baca mengenai Tanda Tasydid <KLIK DI SINI !
Cara membaca Ghunnah Musyaddadah adalah membaca terlebih dahulu HURUF sebelum MIM/NUN bertasydid
(

) , kemudian HURUF tersebut masuk ke tanda tasydid (


) lalu huruf

/
/
/

langsung didengungkan secara jelas ke pangkal hidung (khaisyum), sekitar 1 1/2 Alif atau sekitar 2 3 harakat.
sehingga ada alunan innn.. / unnn / annn
atau immm.. / ummm.. / ammm..
Di dalam Al-Quran, Ghunnah Musyaddadah dapat berada di awal ayat, di tengah ayat, maupun di ujung ayat.

Contoh:

Contoh Ghunnah Musyaddadah di awal ayat di dalam Al-Quran :

***********************************
Ghunnah Musyaddadah di Samping Tanda Waqof / di Ujung Ayat

Ghunnah Musyaddadah juga dapat terjadi di ujung ayat atau di tengah ayat yang letaknya berada disamping tanda
Wakof.
Cara mengunci bacaan ketika huruf terakhirnya mengandung Hukum Ghunnah Musyaddadah adalah tetap
didengungkan, karena jika langsung dikunci maka Tanda Tasydid dari huruf tersebut akan hilang.
Jadi, cara mengunci bacaannya adalah cukup didengungkan = nnn atau mmm 1 1/2 Alif atau sekitar 2 3
harakat
Lihat contoh surah Al-Anbiyaa Ayat 88 dibawah ini.
Di tengah ayat terdapat Ghunnah Musyaddadah, yaitu huruf Mim Bertasydid disamping tanda Waqof Tho (

).
Waqof Tho adalah Wakof Mutlaq, yaitu wajib berhenti, Insya Allah akan dibahas di dalam pembagian waqof.

Huruf O, seperti ro-aa atau qomiishohuu pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ra-aa atau
qamiishahuu .

Hukum Mad Lin / Mad Layyin


Mad Lin atau sering disebut juga Mad Layyin merupakan salah satu cabang dari hukum Mad Fari. Kunci
mengingat Hukum Mad Lin adalah huruf Waw dan Ya, hampir sama dengan Hukum Mad Thobii, tapi yang
membedakan adalah tanda baris (harakat), dan Hukum Mad Lin tidak berlaku untuk huruf Alif.

Lin artinya lembut atau lunak

)
dan juga berlaku sekalipun saat ingin berhenti di tengah ayat karena terpaksa ( Waqof Idhthirari /
) . Sama seperti Hukum Mad Arid Lissukun, memutuskan bacaan di tengah ayat pada saat
pertemuan huruf Mad Lin, bukan termasuk wakof jelek yang dapat merusak makna ( Waqof Qobih /
) . Insya Allah kelak akan dijelaskan di dalam pembagian Wakof.
Mad Lin berfungsi pada saat bacaan berhenti di tanda wakof di ujung ayat ( usul-ayah /

)
bertemu dengan huruf Waw Sukun ( ) dan Ya Sukun ( ) , dan berada dalam satu kata/kalimat dengan
satu huruf setelahnya. Artinya, jika terdapat lebih dari satu huruf setelahnya, maka tidak terjadi hukum Mad
Hukum Mad Lin berlaku apabila huruf berbaris Fathah (

Lin.
Cara membacanya adalah dengan membaca huruf berbaris Fathah terlebih dahulu, lalu langsung disambung
dengan Waw sukun atau Ya sukun (dibaca panjang), setelah itu dikunci dengan huruf sesudahnya.
Panjang bacaan Mad Lin boleh 2 harakat, 4 harakat, atau 6 harakat (pilih salah satu), sebagaimana sudah
dijelaskan di dalam pengertian hukum Mad, bahwa panjang bacaan harus konsisten (rata, tetap, dan teratur).

Contoh Hukum Mad Lin

Contoh Bacaan Mad Lin / Mad layyin dalam Al-Quran

Huruf O, seperti robbul pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya huruf Latif tersebut ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu
rabbul

SEKALI LAGI PERLU DIINGAT !!


Hukum Mad Lin terjadi karena berada dalam satu kata/kalimat dengan SATU HURUF setelahnya.
Jika LEBIH DARI SATU HURUF setelah Fathah bertemu Waw Sukun atau Ya Sukun, maka hukum Mad Lin
tidak berlaku

Hukum Mad Arid Lissukun


Hukum Mad Arid Lissukun adalah salah satu cabang dari hukum Mad Fari, sebagaimana Hukum Mad Jaiz
Munfashil dan Mad Mutthashil, kunci untuk mengingat Mad Arid Lissukun adalah Hukum Mad Thobii.
Mad Arid Lissukun adalah cara memanjangkan bacaan pada saat berhenti (wakof) baik di akhir maupun di
tengah ayat. Memutuskan bacaan di tengah ayat karena terpaksa disebut WAQOF IDHTHIRARI dan
memutuskan bacaan di tengah ayat pada saat pertemuan huruf Mad Arid Lissukun, bukan termasuk wakof jelek

) . Insya Allah, nanti akan kami bahas secara


) .

yang dapat merusak makna ( Waqof Qobih /


detil di dalam pembagian wakof (

Mad adalah panjang bacaan

Arid artinya yang bertemu

Lis artinya karena

Sukun artinya mati

Hukum Mad Arid Lissukun berlaku apabila huruf Mad Thobii (

) bertemu dengan huruf (hidup) berbaris Fathah, Fathatain,

Kasra, Kasratain, Dhammah dan Dhammatain (

) yang berada

di dalam satu kata/kalimat.


Panjang bacaan Mad Arid Lissukun boleh 2, 4, atau 6 harakat.
Cara membacanya yaitu dipanjangkan terlebih dahulu huruf Mad Thobii , kemudian huruf yang terakhir
mengunci bacaan (dimatikan) atau jangan didengungkan.

Contoh :

INGAT!
Huruf yang terakhir mengunci bacaan (dimatikan), dan jangan dihidupkan atau didengungkan.

Kecuali, huruf terakhir tersebut di atasnya ada tanda Tasydid, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Lazim
Kilmi Mutsaqqal.

Contoh bacaan Mad Arid Lissukun di dalam Al-Quran

Huruf O, seperti taro atau robbuka pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu tara atau rabbuka .

Huruf diwarnai orange adalah letak-letak dimana pembaca boleh meneruskan bacaan, ketika berhenti di kata
Thoyyibaat.
Tapi karena bacaannya terputus, sebaiknya dimundur, misal dari dari mina atau warozaqnaahum .

Pada saat membaca suatu ayat, terus ingin berhenti di tengah karena terpaksa , misal karena kehabisan nafas , ada
beberapa hal yang perlu diketahui:

Mad Arid Lissukun tidak berlaku untuk pertemuan Mad Thobii dengan huruf Alif dan Hamzah.
o Apabila bertemu dengan huruf Alif, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Jaiz Munfashil.
Sebelumnya sudah dibahas, bahwa mesti berhati-hati ketika ingin berhenti di hukum Mad Jaiz
Munfashil, sekalipun dalam keadaan terpaksa, karena ini dapat mengubah makna bacaan.
o Apabila bertemu dengan huruf Hamzah, maka yang berlaku adalah waqof dengan cara Mad Wajib
Muttashil. Sekalipun sama-sama 6 harakat, yang membedakan adalah hukum Mad yang
digunakan. Mad Arid Lissukun boleh 2, 4, atau 6 harakat, sementara Mad Wajib Mutthashil harus
6 harakat.

Hukum Mad Wajib Muttashil

Mad Muttashil atau Mad Wajib, sering disebut juga dengan Mad Wajib Muttashil merupakan salah satu cabang
dari Hukum Mad Fari

Mad merupakan panjang bacaan

Wajib adalah harus

Mutthashil artinya bersambung.

Hukum Mad Wajib Muttashil adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mad Thobii
(


;
;

) bertemu

dengan huruf Hamzah berharakat Fathah / Fathatain, Kasrah / Kasratain, atau Dhammah / Dhammatain (

/

/

). Kuncinya adalah Huruf Mad Thobii dan Hamzah dalam keadaan

bersambung atau dalam satu kata .


Panjang bacaan Hukum Mad Wajib Muttashil adalah harus 6 harakat (tidak dapat ditawar).
Di dalam Al-Quran, Hukum Mad Muttashil diberi tanda (simbol) garis lengkung tebal yang mirip dengan gambar
pedang, yang diletakkan di atas huruf Mad Thobii atau berada di antara Huruf Mad Thobii dan Hamzah.

Perbedaan antara Mad Mutthashil dan Mad Jaiz Munfashil

Simbol Mad Muttashil adalah garis lengkung tebal mirip dengan gambar pedang,

Sedangkan Mad Jaiz Munfashil adalah garis lengkung yang lebih tipis mirip seperti gambar
cacing

Mad Muttashil harus dibaca 6 harakat, sedangkan Mad Jaiz Munfashil boleh 2, 4, atau 6
harakat.

Mad Muttashil adalah pertemuan Mad Thobii dengan Hamzah, sedangkan Mad Jaiz
Munfashil adalah pertemuan Mad Thobii dengan huruf Alif.

Contoh Hukum Mad Muttashil:

*** Jika belum mengetahui kenapa di dalam tulisan latin pada contoh di atas ditulis mayya bukan man ya,
silahkan baca Hukum Idgham Bighunnah.
******************
Contoh bacaan Mad Wajib Muttashil di dalam Al-Quran:

Hukum Mad Jaiz Munfashil

Mad Jaiz Munfashil adalah salah satu cabang dari Hukum Mad Fari.

Jaiz artinya boleh.

Munfashil artinya di luar kata atau terpisah

Mad Jaiz Munfashil berlaku apabila huruf Mad Thobii (

;
Dhammah ( )

) bertemu dengan huruf Alif berharakat Fathah, Kasrah, atau

Cara membacanya boleh panjang 2 harakat, 4 harakat, atau 6 harakat.


Di dalam pengertian hukum Mad, sudah dijelaskan bahwa panjang setiap harakat harus rata, tetap dan teratur. Jika
dari awal membaca Al-Quran telah memilih untuk Mad Jaiz Munfashil dengan panjang 2 harakat, maka seluruh
kalimat/kata Mad Jaiz Munfashil selanjutnya harus dibaca 2 harakat. Jika dari awal bacaan Mad Jaiz Munfashil 4
harakat, maka bacaan Mad Jaiz Munfashil berikutnya harus 4 harakat.
Kalimat/kata yang mengandung Hukum Mad Jaiz Munfashil, umumnya dibaca 4 atau 6 harakat, untuk
membedakan antara bacaan Mad Thobii dengan bacaan Mad Jaiz Munfashil. Namun, untuk amalan-amalan yang
membutuhkan tempo (ketukan) yang cepat atau bacaan murottal, seringkali Mad Jaiz Munfashil dibaca hanya 2
harakat, misalnya pembacaan Surah Yaasiin atau doa-doa sesudah sholat.
Di dalam Al-Quran, Mad Jaiz Munfashil diberi tanda garis tipis melengkung di bagian atas huruf Mad Thobii
atau berada di antara huruf Mad Thobii dan huruf Alif >

Ada sejumlah buku-buku agama Islam seperti buku doa-doa, wirid, dan amalan-amalan lainnya, tidak
memberikan tanda garis melengkung pada hukum Mad Jaiz Munfhasil.
Jadi, perlu diingat bahwa kunci hukum Mad Jaiz Munfashil adalah Mad Thobii bertemu dengan huruf
Alif
Contoh Hukum Mad Jaiz Munfashil

Audio Player
00:00
00:00
Use Up/Down Arrow keys to increase or decrease volume.

Audio Player
00:00
00:00
Use Up/Down Arrow keys to increase or decrease volume.

******************************
WASHAL

Hukum Mad Jaiz Munfashil tetap berlaku sekalipun saat ingin me-washal-kan (menyambungkan) kalimat.

LIHAT GAMBAR DI BAWAH


Huruf HA Mad Thobii (

) ketika bertemu dengan huruf Alif (pada saat washal) yang berlaku adalah

hukum Mad Jaiz Munfashil bukan Hukum Mad Thobii

Penting !!!
Mesti hati-hati apabila ingin mewashalkan kalimat (menyambungkan antara ayat yang satu dengan ayat
berikutnya), khususnya untuk huruf Alif.
Huruf Alif untuk mushaf standar Indonesia memiliki banyak nama, dan terikat dengan hukum-hukum.
Jadi, sebelum mewashalkan kalimat di dalam Al-Quran, apabila bertemu dengan huruf Alif, lihat apakah ada
tanda GARIS LENGKUNG di atas huruf Mad Thobiinya atau tidak. Jika tidak ada, maka sebaiknya berhati-hati
dalam mewashal, kecuali Anda sudah mengetahui perbedaan antara Hukum Hamzah Qatha dan Hamzah
Washal.
Pada contoh surah Ash-shams ayat 11- 12 untuk huruf Alif berwarna merah di atas di dalam Ilmu Tajwid
diberi nama dengan HAMZAH QATHA,
Hamzah Qatha dan Hamzah Washal untuk mushaf standar Indonesia bentuknya adalah Huruf Alif. Insya Allah,
ini juga akan dibahas secara detil di IlmuTajwid.com.

Berhenti karena kehabisan nafas di tengah kalimat (Waqof Idhthirari)

Perlu digarisbawahi bahwa Mad Jaiz Munfashil hanya berlaku apabila kalimat atau kata yang dibaca masih
dalam satu nafas antara Mad Thobii dan Huruf Alif. Jika bacaan berhenti sebelum huruf Alif bertemu dengan
Mad Thobi, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Thobii, yaitu harus dibaca panjang 2 harakat. Biasanya ini
terjadi pada ayat-ayat yang panjang. Pembaca Al-Quran sudah kehabisan nafas sebelum sampai diujung ayat atau
di tempat tanda berhenti (wakof).
Terpaksa berhenti di tengah ayat ini disebut dengan Waqof Idhthirari (

),

akan dibahas di dalam pembagian Waqof.


PENTING !!!

Apabila ingin berhenti di tengah ayat, diusahakan jangan berhenti di hukum Mad Jaiz
Munfashil, karena ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna akan menjadi

sebuah kekeliruan ketika huruf Mad Thobii belum bertemu dengan huruf Alif, lalu dibaca
panjang 6 harakat. Cara berhenti seperti Ini disebut dengan Wakof Qabiih atau Waqof Jelek
(

) ,

yaitu memberhentikan bacaan secara tidak sempurna.

Pada Surah Ash-Shams di atas, apabila ingin berhenti di Tanda Wakof, maka Huruf HA

(
) hanya dibaca 2 harakat. Namun dapat dibaca panjang hingga 6 harakat,
apabila diwashalkan dengan ayat selanjutnya, karena terjadinya pertemuan Mad Thobii
dengan huruf Alif.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Munfashil artinya di luar kata, atau terpisah.
Maksudnya huruf Alif pada Mad Jaiz Munfashil memiliki kaitan erat dengan huruf berikutnya,
dan huruf Mad Thobii pada Hukum Mad Jaiz Munfashil berkaitan erat dengan huruf
sebelumnya. Mad Jaiz Munfashil adalah kebalikan dari Mad Muttashil.

Maka, sebaiknya dihindari berhenti di Mad Jaiz Munfashil, atau jika memang terpaksa
lebih baik berhenti di huruf Mad Thobii (jangan ditemukan dengan huruf Alif /
sekalipun ada tanda garis lengkung di atas huruf Mad Thobii-nya), sehingga
cukup dibaca panjang 2 harakat.

Contoh:

Hukum Mad Thobii (Ashli)


Mad Thobii adalah salah satu cabang dari Hukum Mad. Mad Thobii artinya biasa atau alami, yaitu tidak
kurang dan tidak lebih. Dibaca panjang 1 alif atau 2 harakat.
Di dalam ilmu tajwid, Mad Thobii sering disebut juga dengan Mad Ashli, artinya asal-muasal atau asal mula
kejadian, dan merupakan kunci dasar dalam mempelajari hukum-hukum Mad Fari.
Mad Thobii berlaku apabila:

huruf berharakat Fathah (

huruf berharakat Kasrah (

dan Dhammah (

maka huruf-huruf tersebut dibaca panjang dua harakat.

) bertemu dengan huruf Alif (


) bertemu huruf Ya Sukun (

) bertemu Waw sukun (

Contoh Mad Thobii atau Mad Ashli

);

);

Huruf Hijaiya yang menggunakan tanda baca Superscript Alif/Alif Kecil di atas (

di bawah ( ), Inverted Dhummah/Waw Kecil Terbalik di atas (


dan wajib dibaca panjang 2 harokat.

), Subscript Alif/Alif Kecil

), juga merupakan tanda baca Mad Thobii

Akan tetapi yang perlu diingat, Hukum Mad Thobii tidak berlaku untuk huruf Alif. Apabila terjadi pertemuan
antara:

huruf Alif berharakat Fathah (

Alif berharakat Kasrah (

dan Alif berharakat Dhammah (

maka yang berlaku adalah Hukum Mad Badal <- silahkan klik !

) bertemu dengan huruf Alif (

) bertemu huruf Ya Sukun (

),

);

) bertemu Waw sukun (

),

Hukum Mad Badal seringkali dianggap sebagai Mad Thobii, karena pertemuan hurufnya yang sama, yaitu Alif.
Dan huruf Alif sendiri untuk mushaf standar Indonesia memiliki beragam nama.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, Jibril membacakan (Al-Quran) kepadaku dengan
satu huruf (dialek) dan aku terus saja meminta tambahan hingga akhirnya berhenti sampai pada tujuh huruf. (HR
Bukhari dan Muslim)

Pengertian Hukum Mad


Menurut bahasa, Mad artinya tambahan atau melebihkan. Di dalam istilah ilmu tajwid, Mad adalah
memanjangkan bacaan ketika bertemu dengan huruf-huruf yang mengandung hukum Mad. Dapat dikatakan
bahwa Hukum Mad adalah hukum yang mengatur panjang bacaan di dalam Al-Quran.
Sebelum membahas lebih jauh tentang Hukum Mad, ada baiknya mengenal sedikit tentang ketukan dalam
membaca Al-Quran:

Panjang suara atau bacaan yang dipakai harus rata, tetap, dan teratur.

Huruf berharakat fathah dan fathatan (


kasratain (

); dhammah dan dhammatain (

) ; kasrah dan

) dibaca 1/2 alif atau 1 harakat (ketukan)

Huruf yang mengandung Hukum Izhar harus dibaca 1 harakat

Huruf yang mengandung dengung (ghunnah) seperti Idgham Bighunnah, Iqlab, Ikhfa dibaca antara 1 alif
hingga 1 1/2 alif atau sekitar 2 hingga 3 harakat

Huruf ber-tasydid dibaca 2 harakat.

Di dalam hukum-hukum Mad, jika aturannya harus dua harakat, maka harus dibaca 2 harakat secara rata, tetap
dan teratur. Jika 6 harakat harus dibaca 6 harakat.
Apabila aturannya harus 6 harakat, namun dibaca 2 harakat sehingga menyebabkan terjadinya perubahan
makna pada kata/kalimat, maka hukum bacaan tersebut adalah haram.
Hukum MAD terdiri dari 2 cabang, yaitu Mad Thobii (Mad Ashli) dan Mad Fari.
Mad Fari terbagi lagi menjadi 11 cabang:
1. Mad Jaiz Munfashil
2. Mad Wajib Mutthashil
3. Mad Arid Lissukun

4. Mad Badal
5. Mad Tamkin
6. Mad Lin / Mad Layin
7. Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal
8. Mad Lazim Kilmi Mukhaffat
9. Mad Iwadh Anit Tanwin
10. Mad Lazim Harfi Mutsaqqal
11. Mad Lazim Harfi Mukhaffat

Hukum Ikhfa Haqiqi

Ikhfa secara harfiah berarti menyamarkan atau menyembunyikan.

) atau tanwin ( ,
, ) ke dalam huruf sesudahnya ada 15 huruf yaitu:

. Ke-15 huruf tersebut tidak bertasydid dan harus dibaca dengung (ghunnah).

Di dalam ilmu tajwid, Ikhfa Haqiqi adalah menyamarkan huruf Nun Sukun (

Cara membacanya adalah dengan mengeluarkan suara

atau , ,

dari rongga hidung

sehingga terlihat samar atau menjadi suara N atau NG , kemudian disambut dengan dengung 1 1 1/2 Alif
atau sekitar 2 3 harakat, setelah itu baru masuk ke huruf sesudahnya.
Misalnya:

Minnnn . . kum atau Minnnngkum.

Bukan Mingkum
Kunci menghapal 15 huruf Ikhfa Haqiqi

Untuk mengingat 15 huruf Ikhfa Haqiqi kuncinya adalah cukup dengan menghapal huruf-huruf di Hukum
Idgham Biggunnal (Maal Ghunnah), Idgham Bilaghunnah, Iqlab, dan Izhar Halqi, jika tidak ada di hukumhukum tersebut, maka sisanya adalah hukum ikhfa Haqiqi. Silahkan lihat gambar di bawah:

Contoh Hukum Ikhfa Haqiqi

WASHAL
Hukum Ikhfa Haqiqi masih tetap berlaku sekalipun saat ingin mewashal (menyambungkan bacaan antar ayat).

Hukum Izhar Wajib (Mutlaq)

Hukum Izhar Wajib atau disebut juga Izhar Mutlaq adalah salah satu cabang dari Hukum Izhar, cara membacanya
jelas/terang dan tidak berdengung.
Sebelumnya di Hukum Idgham Bighunnah telah dijelaskan sedikit tentang Izhar Wajib, yaitu apabila Nun Sukun
(

) bertemu dengan huruf (

) dalam keadaan SAMBUNG atau DALAM SATU

KATA/KALIMAT.

Perlu digarisbawahi, bahwa bacaan Hukum Izhar Wajib terletak di beberapa surah di dalam Al-Quran, di
antaranya ada beberapa di surah Al-Baqarah dan surah Ali Imran.
Huruf yang sering bertemu dalam satu kata/kalimat (dalam keadaan sambung) adalah Nun Sukun dengan huruf
Waw dan Ya.



-
Dan tidak akan terjadi huruf Nun dan Mim bertemu dengan Nun Sukun dalam keadaan satu kata/kalimat atau
dalam keadaan sambung :

Ada 4 kata Hukum Izhar Wajib di dalam Al-Quran, yaitu:


1. Dunya,
2. Shinwanun,
3. Bunyanun,
4. dan Qinwanun.

Di dalam Al-Quran, ciri-cirinya tidak terdapat tanda tasydid di atas huruf Waw dan Ya apabila bertemu dengan
Nun Sukun.

KATA KUNCI

) , maka yang berlaku hukum

Jika Nun Sukun terpisah dengan huruf Waw atau Ya (


Idgham Bighunnah, harus dibaca dengung.

Jika huruf Nun Sukun menyambung atau dalam salah satu kata dengan huruf Waw atau Ya (

) , maka yang berlaku adalah hukum Izhar Wajib, yaitu dibaca jelas dan tidak
berdengung

Contoh Ayat yang mengandung hukum Izhar Wajib (Mutlaq):

* Dunya artinya dunia

huruf dicetak biru adalah hukum Mad Muttashil.

Hukum Izhar Wajib mushaf standar Indonesia dan Arab Saudi


* Bunyanun artinya bangunan

Huruf O, seperti innalloh dan yuqootiluun pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis huruf A, bukan O, misalnya yuqaatiluun.
Audio Player
00:00
00:00
Use Up/Down Arrow keys to increase or decrease volume.

*************************

* Qinwaanun artinya tangkai-tangkai

Hukum Izhar Halqi

Izhar Halqi adalah salah satu cabang dari Hukum Izhar yang ada di dalam Ilmu Tajwid. Izhar artinya jelas atau
terang. Dinamakan Izhar Halqi karena makhraj dari huruf-hurufnya keluar dari tenggorakan (halq).

) atau tanwin ( , , ) bertemu


dengan huruf Alif, Ain, Ghain, Ha, Kha, Ha ( ) dan Hamzah
Hukum Izhar Halqi berlaku apabila Nun Sukun (

) , namun
atau , ,

jarang bertemu dengan huruf Hamzah (

) , akan tetapi

huruf Hamzah tetap salah satu huruf Izhar Halqi.


Cara membaca Izhar Halqi harus jelas/terang, dan tidak berdengung.

Contoh Hukum Izhar Halqi :

*********************
*************
Hukum Izhar Halqi berlaku sekalipun saat ingin mewashal (menyambungkan ayat).

Contoh Ayat yang mengandung Hukum Izhar Halqi

Hukum Iqlab
Iqlab adalah salah satu hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Nun Sukun (

) bertemu dengan huruf Ba (


menggantikan sesuatu dari bentuknya.

) atau tanwin ( ,

) . Menurut bahasa, Iqlab artinya mengubah atau

atau , , menjadi suara huruf

) sehingga pada saat akan bertemu dengan huruf bibir atas dan bawah dalam posisi

Cara membacanya adalah dengan menggantikan huruf

mim sukun (
tertutup, diiringi dengan suara dengung sekitar 2 harakat.

Hukum Iqlab di dalam Al-Quran, sudah ditandai dengan huruf mim kecil (
antara

atau , ,

dengan huruf

dan diletakkan di atas

Contoh Hukum Iqlab :

Huruf O, seperti bashiiroo pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu bashiiraa.

Contoh bacaan Al-Quran standar Indonesia dan Arab Saudi, dapat dilihat pada tanda baca surah At-Takwiir di
bawah ini.
Perhatikan pada huruf Nun.

Hukum Idgham Bilaghunnah


Hukum Idgham Bilaghunnah adalah hukum tajwid yang berlaku apabila Nun Sukun (

) bertemu dengan huruf lam (

) atau tanwin ( ,

) atau Ro ( ) , tanpa menggunakan suara dengung

Bila artinya tidak.

Ghunnah artinya dengung.

Sementara Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya, atau bahasa lainnya ditasydid-kan.

Cara membacanya adalah dengan meleburkan

atau , ,

menjadi suara huruf

atau

, atau lafaz kedua huruf tersebut seolah diberi tanda tasydid, tanpa dikuti suara dengung (ghunnah).
Dengan adanya perbedaan dengung ini, dapat dikatakan bahwa Idgham Bilaghunnah adalah kebalikan dari
Idgham Bighunnah.
Mengenai tanda baca Tasydid yang dimaksud di dalam hukum Idgham Bilaghunnah adalah TASYDID HUKUM
bukan TASYDID ASLI . Sama seperti yang dijelaskan di dalam hukum Idgham Bighunnah.

Contoh Hukum Idgham Bilaghunnah

* huruf dicetak ungu adalah contoh Hukum Idgham Bighunnah.


************
WASHAL
Hukum Idgham Bilaghunnah juga berlaku sekalipun saat ingin mewashal (menyambungkan bacaan antar ayat).

Huruf O, seperti walloohu pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Wallaahu.
Contoh bacaan Al-Quran standar Indonesia dan Arab Saudi, dapat dilihat pada tanda baca surah Al-Balad di
bawah ini.
Perhatikan pada huruf Nun yang tidak ada tanda Sukun.

Hukum Idgham Bighunnah (Maal ghunnah)

Hukum Idgham Bighunnah atau sering disebut Idgham Maal Ghunnah adalah hukum tajwid yang berlaku

) atau tanwin ( , , ) bertemu dengan huruf Mim, Nun, Waw, Ya (


) , secara terpisah atau tidak dalam satu kata/kalimat. Maksud dari kata terpisah di
apabila Nun Sukun (

sini akan dibahas di bagian bawah.

Bi artinya dengan.

Ghunnah artinya dengung.

Sementara Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya, atau bahasa
lainnya di-tasydid-kan.

Cara membaca Idgham Bighunnah adalah dengan meleburkan


huruf di depannya

atau , ,

menjadi suara

, atau keempat huruf tersebut seolah diberi tanda tasydid, diiring

dengan menggunakan suara dengung 1 Alif 1 1/2 Alif atau sekitar 2 3 harakat.
Perlu digarisbawahi, tanda tasydid yang dimaksud adalah TASYDID HUKUM bukan TASYDID ASHLI.
Untuk mushaf standar Indonesia biasanya hukum Idgham Bighunnah sudah diberi tanda Tasydid. Namun, ada
sebagian buku-buku doa, wirid, termasuk juga buku-buku Yaasiin, tidak memberikan tanda Tasydid Hukum
tersebut. Sehingga, seringkali terjadi kesalahan dalam membaca. Di sinilah pentingnya belajar tajwid.

Contoh Hukum Idgham Bighunnah (Maal ghunnah)

Hukum Idgham Bighunnah tetap berlaku sekalipun saat ingin mewashal (menyambungkan bacaan antar ayat).

Mushaf standar Indonesia dan Arab Saudi, dapat dilihat pada tanda baca surah Asy-Syams
dibawah ini.
Perhatikan pada tanda Tasydid Hukum-nya

Audio Player
00:00
00:00
Use Up/Down Arrow keys to increase or decrease volume.

Perbedaan antara Hukum Idgham Bighunnah dan Izhar Wajib

Kunci Hukum Idgham Bighunnah adalah Nun Sukun (


dengan huruf

) atau tanwin ( , ,

) bertemu

secara TERPISAH.


Banyak yang terjebak ketika huruf Nun Sukun (
huruf

Sekadar contoh:

Maka, apabila Nun Sukun (

) MENYAMBUNG atau berada dalam satu kata dengan



-
-

) bertemu dengan huruf

dalam keadaan

SAMBUNG atau DALAM SATU KATA / KALIMAT, maka yang berlaku adalah hukum Izhar Wajib. Cara
membacanya harus jelas, tegas, dan tidak berdengung.

Namun, pembahasan ini belum selesai, karena akan dibahas secara detil di Hukum Izhar Wajib < Silahkan
Click!).

Anda mungkin juga menyukai