Ilmu qira’at merupakan suatu pembahasan dari ulum al-Qur’an. Namun, ilmu ini tidak
banyak orang yang tertarik untuk mempelajarinya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya
kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya adalah, ilmu ini tidak
berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari tidak seperti ilmu
fikihh, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan
manusia. Selain faktor di atas tersebut, untuk mengkaji ilmu ini diperlukan penguasaan yang
mendalam terkait al-Qur’an serta bahasa Arab, sehingga orang-orang kesulitan untuk mengkaji
ilmu ini.
Seperti yang kita ketahui, ilmu qira’at ini terbagi menjadi beberapa bagian, ada qira’at
tujuh, qira’at sepuluh, dan qira’at empat belas. Yang di dalamnya terdapat beberapa manhaj-
manhaj para Imam qira’at tersebut.
Pada makalah ini kami hanya akan membahas salah satu manhaj imam qira’at, yaitu
manhaj Imam Nafi’ yang mempunyai dua orang perawi, mereka adalah Qalun dan Warsy. Untuk
lebih jelasnya akan kami bahas dalam makalah ini.
PEMBAHASAN
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Nu’aim al-Laitsi al-
Madani, berasal dari Isfahan. Beliau lahir tahun 70 H dan wafat tahun 169 H.1 Beliau telah
meriwayatkan qira’at dari sekitar 30, riwayat lain menyebutkan 70 orang tabi’in. Para tabi’in
yang menjadi gurunya tersebut belajar kepada Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Abbas dan Abu
Hurairah.2 Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setiap kali beliau membacakan Al-Qur’an
kepada murid-muridnya, selalu tercium aroma parfum misik dari mulut beliau. Ketika ditanya
apakah beliau selalu menggunakan wangi-wangian ketika akan mengajar, beliau menjawab tidak.
Namun, katanya pada suatu malam beliau bermimpi bertemu Rasulullah saw membaca Al-
Qur’an di mulutnya. Sejak saat itu aroma wangi tercium dari mulut beliau.3
Banyak sekali orang yang meriwayatkan qiroah dari Imam Nafi’, baik sekedar mendengar
ataupun membaca langsung. Jumlah mereka tak terhitung, ada yang datang dari Madinah, Syam,
Mesir, Bashrah, dan lain-lain. Di antara orang yang bertalaqqi dengan Imam Nafi’ adalah Imam
Malik bin Anas dan Imam Al-Laits bin Sa’ad.4 Dari sekian banyak yang meriwayatkan dari
beliau, yang termasyhur ada dua orang yaitu Qolun dan Warsy, sebagai berikut:
1. Qalun, beliau adalah ‘Isa bin Maina’ al-Madani maula Bani Zahrah dan memiliki nama
julukan Qalun. Dia adalah anak tiri Imam Nafi’, seorang syaikh dalam ilmu qira’at dan
ulama ilmu nahwu di kawasan Madinah. Beliau merupakan orang berkebangsaan
Romawi. Kata Qalun sendiri merupakan bahasa Romawi yang berarti bagus. Alasan
Imam Nafi’ memberinya julukan dengan istilah tersebut karena beliau memiliki bacaan
Al-Qur’an yang sangat bagus. Beliau wafat pada tahun 220 H/835 M dalam usia hampir
seratus tahun.
2. Warsy, beliau adalah ‘Utsman bin Sa’id al-Mishri yang memiliki nama julukan Warsy.
Lahir di Mesir pada tahun 110 H/728 M. Ketokohan Imam qira’at di kawasan Mesir
berakhir pada diri beliau. Arti kata Warsy dalam bahasa Arab adalah nama salah satu jenis
keju. Alasan mengapa Imam Nafi’ memberinya julukan dengan istilah tersebut karena
Warsy memiliki warna kulit yang putih seperti keju.5
Dalam qira’at, Imam Nafi’ mempunyai dua pilihan atau dua manhaj. Dua manhaj tersebut
adalah Qalun dan Warsy.
1. Riwayat Qalun
1
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Muzakir AS (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2012), 260.
2
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 149.
3
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara (Jakarta: Pustaka STAINU, 2008), 82-83.
4
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qiro’at (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996), 140.
5
Lihat Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, 83.
a. Memisah di antara dua surah
Qalun memisah di antara dua surah dengan basmalah.6 Kecuali antara surah Al-
Anfal dan At-Taubah, terkait hal ini Qalun mempunyai tiga cara, yaitu: al-qoth’7, as-
sakt8, dan al-washl9, ketiga-tiganya tanpa basmalah.10
b. Mim Jama’
Qalun membaca shilah11 mim jama’ nya jika bertemu dengan huruf hidup dan
dalam keadaan washal dengan dua wajh12 (dengan shilah atau tidak). Di baca dua
versi:
Sukun seperti Hafsh
Shilah (mim jama’ disambung dengan waw sukun)
f. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model:
6
Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh (Tangerang: FKMTHI, 2016), 58.
7
Memotong atau memutus.
8
Berhenti sebentar kira-kira dua harakat tanpa mengambil nafas.
9
Membaca dengan menggabung kalimat lain tanpa mengambil nafas.
10
Lihat Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qiro’at, 141.
11
Membaca panjang mim jama’.
12
Cara baca yang dipilih oleh pembaca.
13
Hamzah yang dapat diucapkan baik di permulaan kalimat maupun di tengah-tengah kalimat.
14
Lihat Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh, 59.
َ أ َ ـــ أseperti مرنَا
ُ َ َجآء أmaka isqath (hilang) huruf hamzah pertama dengan 1 dan
2 alif.
ِإ ـــ ِإ seperti َهؤ ََُل ِء ِإن ُكنتُم maka dibaca tashil (samar-samar) huruf hamzah
ُ أ ُ ـــ أ seperti أَو ِل َيا ُء أُو ِئ َك maka dibaca tashil huruf yang pertama juga dengan 1
dan 2 alif.
g. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya berbeda, maka ada 5
model:
Pada lafal هَار di surat At-Taubah: 109 maka Qalun membaca dengan imalah
kubra17.
15
Lihat Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh, 59-61.
16
Pengucapan lafaz antara fathah dan imalah.
17
Antara bunyi a dengan e.
Membaca huruf هdari lafal ُه َوdan ي َ ِهjika terletak setelah فَ ، َو، ث ُ َّم،َل , maka
rafa’, nasab, atau jer dan يَّة البَ ِرmenjadi البَ ِريئة
Membaca lafal صابِئِين
َّ ال dan صابِ ُؤن
َّ ال menjadi صابِين
َّ ال،صابُون
َّ ال dengan
membuang hamzah.
Membaca tashil pada setiap lafal َ َ َرأapabila didahului huruf hamzah istifham
يت
َ َ أ َ َرأ
seperti يت َ َ أَفَ َرأ
يت ـــ
ُ ض
Membaca dalam menyambung sukun dengan sukun, seperti ََطر ْ ا فَ َم ِن yang
ُ ض
semula kasrah, maka menjadi dhommah 18ط َّر ْ فَ َم ُن ا
2. Riwayat Warsy
a. Memisah di antara dua surat
Warsy memisah di antara dua surat dengan basmalah. Selain dengan basmalah
Warsy juga saktah dan mewashalkan kedua surat dengan tanpa basmalah.
b. Mim jama'
Apabila ada mim jama' yang bertemu hamzah q a t h a ' maka Warsy membaca
shilah ha' nya menjadi 3 alif seperti m a d m u n f a s h i l , seperti لَم َءأَنذَ ۡرت َ ُه ۡم أ َ ۡم
c. Panjang dan Pendek bacaanya.
Apabila m a d m u t t a s h i l (huruf mad yang bertemu dengan hamzah dalam satu
ءامنوا
d. Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat
18
Lihat Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh, 61-62.
Adapun khusus model أ أ َ ـــ maka ada tambahan 2 versi:
• Apabila setelahnya berupa sukun, maka ada tambahan bacaanya yakni dengan
mengganti hamzah kedua dengan alif sehingga jadinya membaca ibdal 3 alif
• Adapun jika sesudahnya berupa huruf yang berharakat maka tambahan bacaanya
yakni dengan mengganti hamzah kedua dengan alif sehingga jadinya membaca
ibdal 1 alif.
e. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model
Jika setelah hamzah kedua berupa huruf berharakat seperti السماء الئ
Maka membaca i b d a h y a cukup 1 alif saja
Adapun khusus lafal ( ۡٱل ِبغَا ٓ ِء إِ ۡنQs. an-Nur. 33), َُل ِء إِن
ٓ َ ( هََ َٓؤal-Baqarah;
31) maka Warsy mempunyai versi ke 3 yakni mengganti hamzah kedua dengan ya'
kasrah.
f. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya berbeda, maka ada 5
model:
g. Hamzah Mufrad
Hamzah Mufrad ialah hamzah yang tidak berbarengan dengan hamzah lain dalam
kalimat itu.
Apabila terdapat hamzah yang di sukun yang terletak pada fa' fi’il yang jatuh
setelah huruf hidup yang sesuai dengan harakatnya, maka hamzah di baca ibdal
(diganti dengan huruf mad yang sesuai dengan harakat sebelumnya). Seperti فَأْتُواــ
فَاتُوا, السموات ائتوني ــ السموات ا ْيتُونِي, kecuali pada lafal ذئب,بئر,بئس maka
Adapun dalam lafal dari kata اَليواء seperti فاوى تؤويه meski hamzahnya
Apabila terdapat huruf hamzah sesudah harakat dhummah, maka hamzah diganti
Apabila ada lafal قدbertemu dengan huruf ضdan ظmaka Warsy membaca
Apabila ada t a ' t a ' n i t s t u تbertemu dengan huruf ظ, maka Warsy
seperti الهد
Apabila ada alif yang terletak sebelum ra' kasrah di ujung
kalimat, maka Warsy membaca taqlil , Seperti
ابصارهم
Apabila ada huruf alif yang berbentuk ya' yang jatuh
setelah huruf ra' di akhir kalimat maka Warsy membaca
imalah kubra.
k. Ra' Tarqiq (Ra' tipis)
Apabila ada ra' yang sebelumnya berupa harakat kasrah atau ya'
sukun, dalam satu kalimat yang didepannya tidak berupa huruf
i s t i ' l a ) ق, غ, ظ, ط, ض, ص, ( خtidak berupa lafadz a ' j a m
(bahasa selaian Arab) dan tidak pula huruf yang diulang-ulang,
, ظلم.الصالة
mufrad, jama’, baik rafa’, nasab, atau jer dan البَ ِر يَّةmenjadi
ال َب ِريئة.
Membaca lafal صا ِب ِئين
َّ ال dan صا ِبؤُن
َّ ال menjadi ،صابُون
َّ ال
صا ِبين
َّ الdengan membuang hamzah.
Membaca lain (apabila ada huruf waw sukun dan ya’ sukun
sebelumnya berupa harakat fathah) dengan memanjangkan
huruf lain 2 dan 3 alif. Lafalnya ُ َ سو َءة َ ــ َييأ
س ــ شَيئَا َ baik
KESIMPULAN
Al-Qattan, Manna, Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Muzakir AS, Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2012.
Anwar, Rosihan, Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Djunaedi, Wawan, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, Jakarta: Pustaka
STAINU, 2008.
Zulfidar Akaha, Abduh, Al-Qur’an dan Qiro’at, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996.