Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Ilmu qira’at merupakan suatu pembahasan dari ulum al-Qur’an. Namun, ilmu ini tidak
banyak orang yang tertarik untuk mempelajarinya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya
kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya adalah, ilmu ini tidak
berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari tidak seperti ilmu
fikihh, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan
manusia. Selain faktor di atas tersebut, untuk mengkaji ilmu ini diperlukan penguasaan yang
mendalam terkait al-Qur’an serta bahasa Arab, sehingga orang-orang kesulitan untuk mengkaji
ilmu ini.
Seperti yang kita ketahui, ilmu qira’at ini terbagi menjadi beberapa bagian, ada qira’at
tujuh, qira’at sepuluh, dan qira’at empat belas. Yang di dalamnya terdapat beberapa manhaj-
manhaj para Imam qira’at tersebut.
Pada makalah ini kami hanya akan membahas salah satu manhaj imam qira’at, yaitu
manhaj Imam Nafi’ yang mempunyai dua orang perawi, mereka adalah Qalun dan Warsy. Untuk
lebih jelasnya akan kami bahas dalam makalah ini.
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Nafi’

Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Nu’aim al-Laitsi al-
Madani, berasal dari Isfahan. Beliau lahir tahun 70 H dan wafat tahun 169 H.1 Beliau telah
meriwayatkan qira’at dari sekitar 30, riwayat lain menyebutkan 70 orang tabi’in. Para tabi’in
yang menjadi gurunya tersebut belajar kepada Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Abbas dan Abu
Hurairah.2 Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setiap kali beliau membacakan Al-Qur’an
kepada murid-muridnya, selalu tercium aroma parfum misik dari mulut beliau. Ketika ditanya
apakah beliau selalu menggunakan wangi-wangian ketika akan mengajar, beliau menjawab tidak.
Namun, katanya pada suatu malam beliau bermimpi bertemu Rasulullah saw membaca Al-
Qur’an di mulutnya. Sejak saat itu aroma wangi tercium dari mulut beliau.3
Banyak sekali orang yang meriwayatkan qiroah dari Imam Nafi’, baik sekedar mendengar
ataupun membaca langsung. Jumlah mereka tak terhitung, ada yang datang dari Madinah, Syam,
Mesir, Bashrah, dan lain-lain. Di antara orang yang bertalaqqi dengan Imam Nafi’ adalah Imam
Malik bin Anas dan Imam Al-Laits bin Sa’ad.4 Dari sekian banyak yang meriwayatkan dari
beliau, yang termasyhur ada dua orang yaitu Qolun dan Warsy, sebagai berikut:
1. Qalun, beliau adalah ‘Isa bin Maina’ al-Madani maula Bani Zahrah dan memiliki nama
julukan Qalun. Dia adalah anak tiri Imam Nafi’, seorang syaikh dalam ilmu qira’at dan
ulama ilmu nahwu di kawasan Madinah. Beliau merupakan orang berkebangsaan
Romawi. Kata Qalun sendiri merupakan bahasa Romawi yang berarti bagus. Alasan
Imam Nafi’ memberinya julukan dengan istilah tersebut karena beliau memiliki bacaan
Al-Qur’an yang sangat bagus. Beliau wafat pada tahun 220 H/835 M dalam usia hampir
seratus tahun.
2. Warsy, beliau adalah ‘Utsman bin Sa’id al-Mishri yang memiliki nama julukan Warsy.
Lahir di Mesir pada tahun 110 H/728 M. Ketokohan Imam qira’at di kawasan Mesir
berakhir pada diri beliau. Arti kata Warsy dalam bahasa Arab adalah nama salah satu jenis
keju. Alasan mengapa Imam Nafi’ memberinya julukan dengan istilah tersebut karena
Warsy memiliki warna kulit yang putih seperti keju.5

B. Manhaj Imam Nafi’

Dalam qira’at, Imam Nafi’ mempunyai dua pilihan atau dua manhaj. Dua manhaj tersebut
adalah Qalun dan Warsy.
1. Riwayat Qalun

1
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Muzakir AS (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2012), 260.
2
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 149.
3
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara (Jakarta: Pustaka STAINU, 2008), 82-83.
4
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qiro’at (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996), 140.
5
Lihat Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, 83.
a. Memisah di antara dua surah
Qalun memisah di antara dua surah dengan basmalah.6 Kecuali antara surah Al-
Anfal dan At-Taubah, terkait hal ini Qalun mempunyai tiga cara, yaitu: al-qoth’7, as-
sakt8, dan al-washl9, ketiga-tiganya tanpa basmalah.10
b. Mim Jama’
Qalun membaca shilah11 mim jama’ nya jika bertemu dengan huruf hidup dan
dalam keadaan washal dengan dua wajh12 (dengan shilah atau tidak). Di baca dua
versi:
 Sukun seperti Hafsh
 Shilah (mim jama’ disambung dengan waw sukun)

Seperti: ‫و‬ ‫علَي ِه ُم‬ َ ‫ أ َن َع‬--- ‫علَي ِهم‬


َ ‫مت‬ َ ‫أَن َع‬
َ ‫مت‬
c. Apabila mim jama’nya bertemu hamzah qhata’13 maka membaca shilahnya menjadi

dua versi, 1 dan 2 alif karena mad munfashil, seperti: ‫ت‬


ِ ‫و ا َيا‬ ‫علَي ُك ُم‬
َ
d. Panjang dan pendek bacaannya
 Apabila mad muttashil (huruf mad yang bertemu hamzah dalam satu kalimat)

maka dibaca 2 alif seperti ‫جآ َء‬


َ
 Apabila mad munfashil (huruf mad yang bertemu hamzah dalam dua kalimat)
maka Qalun mempunyai dua versi bacaan yakni 1 alif dan 2 alif, baik dalam

keadaan biasa atau shilah seperti ‫ل‬ ِ ُ‫أ‬


َ ‫نز‬ ‫ِب َما‬

e. Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat


 َ ‫أ َ ـــ أ‬ seperti: ‫َءأَنذَرت َ ُهم‬
 ِ‫أ َ ـــ إ‬ seperti: ‫أ َ ِئذَا‬
 ُ ‫أ َ ـــ أ‬ seperti: ‫ُنز َل‬ِ ‫أَؤ‬
Maka pada model ini bacaannya ialah tashil hamzah kedua lalu sebelumnya ada
alif yang masuk (idkhalu alif). Adapun tashil ialah membaca huruf dengan samar-
samar, atau membaca huruf di antara hamzah dan alif. Sedangkan idkhal ialah
memasukkan huruf alif di antara kedua huruf hamzah pertama, jadinya: pakai mad 1
alif sebelum tashil.14

f. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model:

6
Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh (Tangerang: FKMTHI, 2016), 58.
7
Memotong atau memutus.
8
Berhenti sebentar kira-kira dua harakat tanpa mengambil nafas.
9
Membaca dengan menggabung kalimat lain tanpa mengambil nafas.
10
Lihat Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qiro’at, 141.
11
Membaca panjang mim jama’.
12
Cara baca yang dipilih oleh pembaca.
13
Hamzah yang dapat diucapkan baik di permulaan kalimat maupun di tengah-tengah kalimat.
14
Lihat Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh, 59.
 َ ‫ أ َ ـــ أ‬seperti ‫مرنَا‬
ُ َ ‫ َجآء أ‬maka isqath (hilang) huruf hamzah pertama dengan 1 dan
2 alif.

 ‫ِإ ـــ ِإ‬ seperti ‫َهؤ ََُل ِء ِإن ُكنتُم‬ maka dibaca tashil (samar-samar) huruf hamzah

pertama dengan 1 dan 2 alif.

 ُ ‫أ ُ ـــ أ‬ seperti ‫أَو ِل َيا ُء أُو ِئ َك‬ maka dibaca tashil huruf yang pertama juga dengan 1

dan 2 alif.

g. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya berbeda, maka ada 5
model:

 ِ‫أَ ـــ إ‬ seperti ‫ئ ِإلى‬ َ ‫ت َ ِفي‬


 ُ ‫أَ ـــ أ‬ seperti ‫َجا َء أ ُ ًّمة‬
Pada kedua model di atas tersebut berlaku tashil huruf hamzah kedua.

 َ ‫إِ ـــ أ‬ seperti ‫اء أَو‬


ِ ‫س‬َ ِ‫ِمن ِخطبَ ِة الن‬
Pada model ini berlaku ibdal ya’ (mengganti menjadi huruf ya’) pada huruf
hamzah kedua.

 َ ‫أ ُ ـــ أ‬ seperti ‫سفَ َها ُء َأَل‬


ُّ ‫ا َمنَ ال‬
Pada model ini berlaku ibdal waw (mengganti menjadi huruf waw) pada huruf
hamzah kedua.

 ِ‫أ ُ ـــ إ‬ seperti ‫َيشَا ُء ِإلَى‬


Adapun pada model ini berlaku tashil dan ibdal waw pada huruf hamzah kedua.15

h. Fathah dan Imalah

 Pada setiap lafal َ َ ‫الت‬


‫ورى ِة‬ maka Qalun membaca dengan 2 versi, yakni dengan

fathah dan taqlil (imalah shugra16).

 Pada lafal ‫هَار‬ di surat At-Taubah: 109 maka Qalun membaca dengan imalah

kubra17.

i. Ya ‘Idhafah atau Ya Mutakallim


Dalam membaca Ya ‘Idhafah atau Ya Mutakallim yang terletak sebelum hamzah
qatha dan sebagian hamzah washal, maka Qalun membaca sebagian besar bacaan

dengan memberi harakat fathah huruf ya’ nya, seperti: َّ ‫ِي‬


َ‫الظا ِل ِمين‬ َ ‫عهد‬
َ
j. Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafsh
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda ialah:

15
Lihat Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh, 59-61.
16
Pengucapan lafaz antara fathah dan imalah.
17
Antara bunyi a dengan e.
 Membaca huruf ‫ ه‬dari lafal ‫ ُه َو‬dan ‫ي‬ َ ‫ ِه‬jika terletak setelah ‫ف‬َ ،‫ َو‬،‫ ث ُ َّم‬،‫َل‬ , maka

dibaca sukun ha’ nya, seperti ‫ه َو‬ ْ ‫ ث ُ َّم‬،‫ي‬َ ‫ َل ْه‬،‫ي‬


َ ‫ َو ْه‬،‫َو ْه َو‬
 Membaca lafal َّ ‫النَّ ِب‬
‫ي‬ menjadi َ ‫النَّ ِبي‬
‫ئ‬ baik dalam keadaan mufrad, jama’, baik

rafa’, nasab, atau jer dan ‫يَّة‬ ‫ البَ ِر‬menjadi ‫البَ ِريئة‬
 Membaca lafal ‫صابِئِين‬
َّ ‫ال‬ dan ‫صابِ ُؤن‬
َّ ‫ال‬ menjadi ‫صابِين‬
َّ ‫ ال‬،‫صابُون‬
َّ ‫ال‬ dengan

membuang hamzah.

 Membaca tashil pada setiap lafal َ َ ‫ َرأ‬apabila didahului huruf hamzah istifham
‫يت‬
َ َ ‫أ َ َرأ‬
seperti ‫يت‬ َ َ ‫أَفَ َرأ‬
‫يت ـــ‬
 ُ ‫ض‬
Membaca dalam menyambung sukun dengan sukun, seperti ََ‫طر‬ ْ ‫ا‬ ‫فَ َم ِن‬ yang

ُ ‫ض‬
semula kasrah, maka menjadi dhommah 18‫ط َّر‬ ْ ‫فَ َم ُن ا‬

2. Riwayat Warsy
a. Memisah di antara dua surat
Warsy memisah di antara dua surat dengan basmalah. Selain dengan basmalah
Warsy juga saktah dan mewashalkan kedua surat dengan tanpa basmalah.
b. Mim jama'
Apabila ada mim jama' yang bertemu hamzah q a t h a ' maka Warsy membaca

shilah ha' nya menjadi 3 alif seperti m a d m u n f a s h i l , seperti ‫لَم‬ ‫َءأَنذَ ۡرت َ ُه ۡم أ َ ۡم‬
c. Panjang dan Pendek bacaanya.
 Apabila m a d m u t t a s h i l (huruf mad yang bertemu dengan hamzah dalam satu

kalimah) maka dibaca 3 alif seperti ‫جاء‬.

 Apabila m a d m u n f a s h i l (huruf mad yang bertemu dengan hamzah dalam dua

kalimah) maka dibaca 3 alif, seperti ِ ُ ‫ِب َما ٓ أ‬


‫نز َل‬
 Apabila terdapat m a d b a d a l (apabila ada huruf mad di dahului dengan
hamzah), maka di baca dengan 3 versi yakni membaca 1,2 dan 3 alif. Seperti

‫ءامنوا‬
d. Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat

 ‫أ َ ـــ أ‬ seperti: ‫ ءأ َ لد‬- ‫َءأَنذَرت َ ُهم‬


 ِ‫أ َ ـــ إ‬ seperti: ‫أَئِذَا‬
 ُ ‫أ َ ـــ أ‬ seperti: ِ ‫أَؤ‬
‫ُنز َل‬
Maka pada ketiga model ini bacaanya ialah tashil hamzah kedua, tanpa ada alif yang
masuk sebelumnya.

18
Lihat Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh, 61-62.
Adapun khusus model ‫أ‬ ‫أ َ ـــ‬ maka ada tambahan 2 versi:

• Apabila setelahnya berupa sukun, maka ada tambahan bacaanya yakni dengan
mengganti hamzah kedua dengan alif sehingga jadinya membaca ibdal 3 alif

• Adapun jika sesudahnya berupa huruf yang berharakat maka tambahan bacaanya
yakni dengan mengganti hamzah kedua dengan alif sehingga jadinya membaca
ibdal 1 alif.
e. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model

• ‫أ َ ـــ أ‬ seperti : ُ َ ‫َجآء أ‬


َ‫مرن‬
Maka untuk model ini, dibaca 2 versi:
1. T a s h i l huruf hamzah kedua tanpa ada alif yang masuk sebelumnya.
2. I b d a l a l i f { mengganti menjadi alif) huruf hamzah kedua jadi mad 3 alif
 ِ‫ِإ ـــ إ‬ seperti : ‫َهؤ ََُل ِء ِإن ُكنتُم‬
Maka untuk model ini, dibaca 2 versi:
1. Tashil huruf hamzah kedua tanpa ada alif yang masuk sebelumnya.
2. Ibdal ya' (mengganti menjadi y a ’ ) huruf hamzah kedua jadi mad 3 alif.

Jika setelah hamzah kedua berupa huruf berharakat seperti ‫السماء الئ‬
Maka membaca i b d a h y a cukup 1 alif saja

Adapun khusus lafal ‫( ۡٱل ِبغَا ٓ ِء إِ ۡن‬Qs. an-Nur. 33), ‫َُل ِء إِن‬
ٓ َ ‫( هََ َٓؤ‬al-Baqarah;
31) maka Warsy mempunyai versi ke 3 yakni mengganti hamzah kedua dengan ya'
kasrah.

• ُ ‫أ ُ ـــ أ‬ seperti : ‫و ِل َيا ُء أُو ِئ َك‬


Maka untuk model ini, dibaca 2 versi:
1. T a s h i l huruf hamzah kedua tanpa ada alif yang masuk sebelumnya.
2. I b d a l w a w (mengganti menjadi waw) huruf hamzah keduanya.

f. Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya berbeda, maka ada 5
model:

 ‫أ َ ـــ ِإ‬ seperti ‫ئ ِإلى‬ َ ‫ت َ ِفي‬


 ُ ‫أ َ ـــ أ‬ seperti ‫َجا َء أ ُ ًّمة‬
Pada kedua model di atas ini berlaku tashil huruf hamzah kedua.

• َ ‫إِ ـــ أ‬ seperti ‫اء أَو‬


ِ ‫س‬َ ِ‫ِمن ِخطبَ ِة الن‬
Pada model ini berlaku ibdal ya’ (mengganti menjadi huruf ya’) pada huruf hamzah
kedua.

• َ ‫أ ُ ـــ أ‬ seperti ‫سفَ َها ُء َأَل‬


ُّ ‫ا َمنَ ال‬
Pada model ini berlaku ibdal waw (mengganti menjadi huruf waw) pada huruf hamzah
kedua.

• ِ‫أ ُ ـــ إ‬ seperti ‫يَشَا ُء إِلَى‬


Adapun pada model ini berlaku tashil dan ibdal waw pada huruf hamzah kedua.

g. Hamzah Mufrad
Hamzah Mufrad ialah hamzah yang tidak berbarengan dengan hamzah lain dalam
kalimat itu.
 Apabila terdapat hamzah yang di sukun yang terletak pada fa' fi’il yang jatuh
setelah huruf hidup yang sesuai dengan harakatnya, maka hamzah di baca ibdal

(diganti dengan huruf mad yang sesuai dengan harakat sebelumnya). Seperti ‫فَأْتُواــ‬
‫فَاتُوا‬, ‫السموات ائتوني ــ السموات ا ْيتُونِي‬, kecuali pada lafal ‫ذئب‬,‫بئر‬,‫بئس‬ maka

tetap dibaca ibdal.

 Adapun dalam lafal dari kata ‫اَليواء‬ seperti ‫فاوى تؤويه‬ meski hamzahnya

berada di f a ' f i ' i l akan tetapi cara membacanya tetap di baca t a h q i q

 Apabila terdapat huruf hamzah sesudah harakat dhummah, maka hamzah diganti

dengan waw (Ibdal Waw), seperti ‫يؤاجذ‬ - ‫يواخذ‬.

h. Naql (memindah harakat hamzah kepada huruf sukun sebelumnya)


Warsy dalam riwayatnya dapat membaca bacaan dengan n a q l apabila:
 Huruf yang di ‫آ‬naql berharakat sukun.
 Huruf yang di n a q l berharakat sukun atau tanwin berada di akhir kalimat dan
sesudanya berupa hamzah q h a t a ' di awal kalimat
 Adapun sukunya huruf yang di n a q l harus merupakan sukun asli dan tidak berupa

huruf m a d maupun n i i m j a n i a ' , seperti . ‫اليما‬ ‫عذابا‬


 Warsy juga membaca n a q l dalam ‫ ال‬ta’rif sesudahnya berupa hamzah q a t h a '

yang tulisanya bergandeng dalam satu kalimat, seperti ‫واَلنهار‬

i. Idzhar dan Idgham

 Apabila ada lafal ‫ قد‬bertemu dengan huruf ‫ ض‬dan ‫ ظ‬maka Warsy membaca

idgham, seperti ‫واَلنهار‬

 Apabila ada t a ' t a ' n i t s t u ‫ ت‬bertemu dengan huruf ‫ ظ‬, maka Warsy

membaca idgham, seperti ‫كانت ظالمة‬


 Apabila ada huruf ‫ ذ‬bertemu dengan huruf ‫ت‬, maka Warsy membaca

idgham, seperti ‫اتخذ تم‬.


 Dalam ayat ‫ان يس‬ ِ ‫ َو ۡٱلقُ ۡر َء‬maka Wasry membaca dengan idgham sedangkan
dalam ayat ‫ ن َو ۡٱلقَلَم‬, maka Warsy membaca dengan idzhar dan idgham.
j. Fathah dan Imalah (imalah shugra/ taqlil dan imalah kubra)
Dalam masalah ini Warsy dalam membaca imalah itu lebih
kecil yang disebut i m a l a h s h u g r a atau t a q l i l .
 Apabila ada huruf alif yang aslinya merupakan ganti dari
ya’, atau alif yang berbentuk ya' ( d z a w a t i l y a ) maka
Warsy membaca dengan dua versi yakni fatah dan t a q l i l

seperti ‫الهد‬
 Apabila ada alif yang terletak sebelum ra' kasrah di ujung
kalimat, maka Warsy membaca taqlil , Seperti

‫ابصارهم‬
 Apabila ada huruf alif yang berbentuk ya' yang jatuh
setelah huruf ra' di akhir kalimat maka Warsy membaca

taqlil, seperti ‫نصارى‬

 Pada akhir ayat dalam 11 surat tertentu, Warsy membaca


seluruh alif yang aslinya ya', atau alif yang berbentuk ya'
|d z a w a t i l y a ' ) dengan t a q l i l semua tanpa dibaca
fathah. Surat tersebut ialah Thaha, an-Najm, al-Ma'arij, al-
Qiyamah, an- Nazi'at, 'Abasa, al-A'la, asy-Syams, al-Lail,
ad- Dhuha, dan al-'Alaq

 Khusus dalam ha' lafal ‫طه‬ Warsy membaca dengan

imalah kubra.
k. Ra' Tarqiq (Ra' tipis)
Apabila ada ra' yang sebelumnya berupa harakat kasrah atau ya'
sukun, dalam satu kalimat yang didepannya tidak berupa huruf
i s t i ' l a ) ‫ ق‬, ‫ غ‬, ‫ ظ‬, ‫ ط‬, ‫ ض‬, ‫ ص‬, ‫ ( خ‬tidak berupa lafadz a ' j a m
(bahasa selaian Arab) dan tidak pula huruf yang diulang-ulang,

maka Warsy membaca ra’ dengan tarqiq. Contoh ‫را‬-‫اَلخرة‬


l. Lam Taghlidz
Warsy membaca taghlidz (membaca huruf d e n g a n t e b a l
seperti tafkhimnya lamnya lafal ‫ هللا‬l a m y a n g
berharakat fathah baik bertasydid maupun
tidak jika :
 Sebelumnya berupa huruf ‫ط ص‬,dan ‫ ظ‬baik yang berharakat
fathah maupun sukun.
 Antara huruf lam dan sebelumnya dalam satu kata. Seperti

,‫ ظلم‬.‫الصالة‬

m. Ya'Idhafah atau Ya'Mutakallim


Dalam membaca ya' idhafah atau ya' mutakallim yang jatuh
sebelum hamzah qatha dan sebagian hamzah washal maka Warsy
membaca sebagian besar bacaanya dengan member harakat fathah

huruf y a 'nya, seperti: ‫اريد‬ ‫ ابي‬.‫عهدي الظا لمين‬

n. Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafsh


Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara bacanya
berbeda dengan riwayat Hafsh ialah:

 Membaca lafal َّ ‫النَّ ِب‬


‫ي‬ menjadi َ ‫النَّبِي‬
‫ئ‬ baik dalam keadaan

mufrad, jama’, baik rafa’, nasab, atau jer dan ‫البَ ِر يَّة‬menjadi
‫ال َب ِريئة‬.
 Membaca lafal ‫صا ِب ِئين‬
َّ ‫ال‬ dan ‫صا ِبؤُن‬
َّ ‫ال‬ menjadi ،‫صابُون‬
َّ ‫ال‬
‫صا ِبين‬
َّ ‫ال‬dengan membuang hamzah.
 Membaca lain (apabila ada huruf waw sukun dan ya’ sukun
sebelumnya berupa harakat fathah) dengan memanjangkan
huruf lain 2 dan 3 alif. Lafalnya ُ َ ‫سو َءة َ ــ َييأ‬
‫س ــ شَيئَا‬ َ baik

waqaf maupun washal.


 Membaca dalam menyambung sukun dengan sukun, seperti
ُ ‫ض‬
ََ‫طر‬ ْ ‫ا‬ ‫فَ َم ِن‬ yang semula kasrah menjadi dhommah ‫فَ َم ُن‬
ُ ‫ض‬
‫ط َّر‬ ْ ‫ا‬.

KESIMPULAN

Imam Nafi’ merupakan pemimpin qira’at di Madinah, bahkan Imam


Malik pun mengakui akan kefasihan bacaan Imam Nafi’. Beliau mengatakan
bahwa bacaan ahli Madinah adalah sunnah, artinya bacaan Imam Nafi’ adalah
yang paling baik dan dipilih. Menurut Syaikh Abdul Fatah al-Qodih, seorang
ahli ilmu al-Qur’an kontemporer, bacaan Imam Nafi’ semuanya mutawatir
dari seluruh tingkatan.
Dari sekian banyak murid beliau, yang terkenal meriwayatkan qira’at
beliau adalah Qalun dan Warsy.
DAFTAR PUSTAKA

Albab, Chasan, Pengantar Qira’at Tujuh, Tangerang: FKMTHI, 2016.

Al-Qattan, Manna, Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Muzakir AS, Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2012.
Anwar, Rosihan, Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Djunaedi, Wawan, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, Jakarta: Pustaka
STAINU, 2008.
Zulfidar Akaha, Abduh, Al-Qur’an dan Qiro’at, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996.

Anda mungkin juga menyukai