LP DSS
LP DSS
B. ETIOLOGI
1.
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).
2.
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue
dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan
vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih
yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan
genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
(Soedarto, 1990).
3.
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk
terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
C. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4
tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1.
Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2.
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti petekia,
ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3.
Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>
120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai
tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4.
Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > 140 mmHg) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a.
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet
positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 mmHg),
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997) :
a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
D. PATOFISIOLOGI
E. MANIFESTASI KLINIS
1.
Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).
2.
Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi
vena, petekia dan purpura. (Soedarto, 1990). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995).
3.
Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederta, 1995).
4.
Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari
kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain
adalah :
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah muntah, diare maupun obstipasi dan kejang
kejang. (Soedarto, 1995).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
Trombosit menurun <100.000/ (pada hari sakit ke 3 7
Hematokrit meningkat 20% atau lebih
Albumin cenderung menurun
SGOT, SGPT sedikit meningkat
Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 40 mmHg, HCO3 menurun.
Dengue blat IgM positif IgG positif pada hari ke 6.
NS 1 positif
2.
Foto rontgen
USG
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface cooling.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
pada :
-
2.
Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg
atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama sama di berikan minuman
oralit, air bauh susu secukupnya.
3.
Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak banyaknya
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
-
5.
Obat-obatan lain :
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah :
1.
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface cooling.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan
pada :
-
Terapi cairan :
1)
Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg
atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama sama di berikan minuman
oralit, air bauh susu secukupnya
2)
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
2)
Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih
terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg
BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan
umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3)
Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan
tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4
maka penatalaksanaan yang terpenting adalah pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi
volume pada DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal
vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler
sehingga cepat mengatasi syok.
Hal hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
R/C
NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.
2)
Koloid
HES
Wida HES
Voluven
5)
Pemberian Antibiotika
H. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a.
DB)
Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang terkena
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah, epistaksis,
pendarahan gusi.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) :
kapan mulai panas?
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien)
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak)
5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?
6) Riwayat imunisasi
c.
Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia)
2)
a)
b)
c)
System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem pulmo,
krakles
d)
System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill lambat,
System gastrointestinal :
Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena
f)
Intervensi :
a. Berikan kompres (air biasa / kran).
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat
mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau
menggigil.
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 2000 cc/hari (sesuai
toleransi). Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat pada klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat
dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali
atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai
program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi.
Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
2.
Kekurangan
Volume
Cairan
berhubungan
dengan
Perpindahan
Cairan
Dari
Intravaskuler Ke Ekstravaskuler
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70
mmHg, N: 80 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3
a.
b.
c.
d.
e.
Intervensi :
Observasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering.
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
Observasi capillary Refill.
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya
hipovolemic syok.
3.
In Adekuat
Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual
a.
b.
c.
d.
Intervensi :
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan).
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan
diantara waktu makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan
4.
h.
i.
j.
k.
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi
perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok.
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok / shock.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan.
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat
segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara
hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan
untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5.
perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas
normal (150.000/uL).
Intervensi :
a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest).
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat
dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda
perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah
(hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila
terjadi perdarahan.
c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda
perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah
yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika :
Jakarta
Hockenberry, Wilson.2007. Wongs Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition.
Mosby Elsevter : Canada.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius : Jakarta.
Nadesul, Handrawan.2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas : Jakarta.
Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta.
Soedarto.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga : Surabaya.
Sutaryo.2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.
Tatty ES. 2004. Pengelolaan Syok Pada Demam Berdarah Dengue Anak Dalam Sutaryo.
Tatalaksana Syok Dan Perdarahan Pada Demam Berdarah Dengue. Medika FK UGM :
Yogyakarta.