KRANIEKTOMI DEKOMPRESI (Agst 2015)
KRANIEKTOMI DEKOMPRESI (Agst 2015)
PENDAHULUAN
itu, didapatkan pula angka kelangsungan hidup yang menjanjikan 74.4% dan 41.9%
dengan klinis neurologis yang baik.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Tulang kepala
Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan
dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando.Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan
otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area
prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.
Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas
sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
Lobus
oksipital
temporal.Lobus
ini
dengan
parietal
rangsangan
dan lobus
visual
yang
atau
otak
kecil
adalah
komponen
terbesar
kedua
10
11
e. Herniasi tonsillar
12
Mekanisme
Temuan Klinis
ketiga ipsilateral
Kompresi arteri serebral
dilatasi unilateral
Hemianopia homonym
konralateral
Hilangnya respon
mengedip
Dilatasi pupil
okulomotor
Hemiparesis ipsilateral
Hemiparesis
pedunkulus serebral
(membentuk Kernohan
notch)
Kompresi pedunkulus
kontralateral
Gangguan kesadaran
serebral ipsilateral
Kompresi batang otak
Abnormalpola
pernafasan
sekitar thalamus
Subfalx
(cingulate)
Terjebaknya
kedua
satu
arteri
13
serebral
anterior,
menyebabkan
Edema
Peningkatan
tekanan
intracranial
Peningkatan resiko
herniasi trantentorial,
sentral atau keduanya
Sentral
Bilateral,
tengah
Posturing
Temuan
klinis
yang
Gangguan respirasi
Kematian otak
Upward
Kompresi
ventrikel idrosefalus;
transtentorial
posterior ketiga
Distorsi
meningkatkan
sirkulasi
mesenfalon
Kompresi vena Galen dan
tekanan
intrakranial
Nausea, muntah,
nyeri
Rosenthal
Infark serebelum superior Somnolen,
gangguan
pernafasan,
hilangnya
akibat
oklusi
serebelum superior
arteri
14
Hidrosefalus akut
Diskonjugasi pergerakan
Obstruksi
aliran
serebrospinal
cairan
mata
Gangguan pernafasan dan
henti jantung
15
16
17
tekanan
intrakranial
refrakter
pada
terapi
first-tier.
pH
sekitar
pembuluh
darah
ini
akan
menyebabkan
Indikasi hiperventilasi
1. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :
Sebelum insersi monitor tekanan intrakranial : jika ada tanda klinis
hipertensi intrakranial.
Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan tekanan intrakranial
tiba-tiba dan/atau akut kemunduran neurologis.
2. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak
responsif terhadap sedasi, paralitik, drainase cairan serebrospinal dan
diuretik osmotik.
Hindari ventilasi bila :
1. Jangan digunakan untuk profilaksis
2. Hindari hiperventilasi yang panjang
18
1-3
mg/kg/jam.
Infus
dititrasi
hingga
mencapai
supresi
meningkatkan resistensi
19
20
selalu efektif pada setiap pasien, karena pada beberapa kasus berat, diperlukan
metode yang lebih agresif .
Selain itu, beberapa intervensi yang disebutkan di atas memiliki efek samping
signifikan. Contohnya, pemberian manitol menimbulkan efek kongesti pulmoner,
gagal jantung, konvulsi, rebound hipertensi intrakranial, peningkatan paradox tekanan
intrakranial
seperti
gangguan
cairan
dan
elektrolit;
barbiturat
dilaporkan
dipercaya
bahwa
kraniektomi
dekompresi
ini
malah
dapat
21
2.4.2 Sejarah
Kraniektomi dekompresi pertama kali dikerjakan oleh Kocher pada
tahun 1901. Kocher menyebutkan bahwa : Jika tidak ada tekanan dari cairan
serebrospinal, tetapi terdapat tekanan dari otak, penurunan tekanan harus
dicapai dengan membuka cranium.7
Kocher melakukan bedah dekompresi pada pasien post trauma/cedera
pembengkakan otak.Bedah dekompresi sering dilakukan pada situasi
kegawatan, misalnya trauma otak, pseudotumor cerebri, ensefalitis, dan infark
hemisfer. Awalnya teknik bedah dekompresi ini banyak ditinggalkan
mengingat angka komplikasi pasca operasi yang tinggi, tetapi sekarang sangat
22
Tahun 2013 telah dilakukan survey terhadap ahli bedah saraf mengenai
prosedur kraniektomi dekompresi pada trauma otak. Hasilnya adalah ketika
dihadapkan dengan situasi klinis yang membutuhkan kraniektomi dekompresi,
terdapat 19 ahli (57,6%) memilih hemikraniektomi, 5 (15,2%) ahli memilih
kraniektomi fokal, dan 4 (12,1%) ahli memilih kraniektomi dekompresi
bilateral.
Pada tahun 2002 hingga 2010 juga dilakukan sebuah penelitian
mengenai kraniektomi dekompresi atau DECRA di negara Australia, Selandia
Baru, dan Arab Saudi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah usia 15-59 tahun,
cedera kepala traumatic non penetrasi, GCS 3-8, dan Marshall class III
(cedera difus sedang pada CT scan). Sedangkan kriteria eksklusinya adalah
pupil dilatasi non reaktif, lesi massa, trauma spinal, dan henti jantung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan selama 8 tahun, didapatkan
bahwa pada orang dewasa yang mengalami cedera kepala traumatic difus dan
hipertensi
intracranial
refrakter,
kraniektomi
dekompresi
bifrontot
24
25
Indikasi
Tidak ada literature spesifik yang melaporkan indikasi atau waktu
infark
26
bedah
saraf
Amerika
(AANS)
merekomendasikan
2.4.5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
operasi.
GCS > 3
Deteriorasi klinis sekunder
Adanya sindrom herniasi serebral.
Teknik Pembedahan
Terdapat berbagai variasi teknik yang digunakan dalam prosedur
bedah
kraniektomi
dekompresi.
Faktor-faktor
yang
sebaiknya
27
Gambar 9. CT scan menggambarkan kraniektomi dekompresi bifrontal (A) dan unilateral (B). PET
Scan menunjukkan aliran darah ke otak pada dekompresi frontal setelah kraniektomi bifrontal (C).9
28
untuk lesi massa merupakan respon bedah saraf standar terhadap berbagai
proses yang terjadi di bagian fossa posterior (perdarahan, tumor, infeksi, atau
stroke) yang mengancam herniasi tonsilar serebelum, dan tidak kontroversial.
Kraniektomi dekompresi hemisfer secara luas digunakan pada kasus
trauma. Kraniektomi dekompresi bifrontal (Gambar 6) merupakan pendekatan
agresif yang dijelaskan oleh Kjellberg dan Prieto sebelum era modern
pencitraan menggunakan CT. Pendekatan ini terutama bermanfaat pada
pediatric yang mengalami trauma difus tanpa lesi massa dan dengan
peningkatan tekanan intrakranial yang relatif sering terjadi. Kraniektomi
bifrontal dilakukan dengan pasien dalam posisi supinasi, posisi Trendelenberg
berkebalikan derajat sedang, insisi kulit bikoronal dan otot temporal
merefleksi secara inferior.7
29
30
penelitian
prospektif
menyetujui
bahwa
prosedur
31
32
dengan substantial shift dan herniasi sentral adalah kandidat yang tidak tepat untuk
dekompresi hemikraniektomi dengan duraplasti
2.4.6
Prognosis
Data klinis menunjukkan bahwa banyak pasien mendapatkan hasil
fungsional yang baik pada beberapa studi. Hasil fungsional prosedur ini masih
menjadi perdebatan karena beberapa faktor, misalnya teknik prosedur
unilateral atau builateral, tidak dilakukannya durotomi atau duraplasti.
Namun,
walaupun
masih
banyak
diperdebatkan
beberapa
studi
33
pasien dengan kraniektomi terbatas, diukur pada 6 bulan dan satu tahun
setelah operasi.
Pada penelitian pasien pediatri dengan cedera otak traumatik, Taylor
2001, anak anak dengan hipertensi intrakranial diacak untuk dilakukan
kraniektomi dekompresi atau tetap melanjutkan terapi konvensional. Hasil
menunjukkan bahwa anak anak yang dilakukan kraniektomi dekompresi
menunjukkan penurunan tekanan intrakranial yang signifikan dan memiliki
outcome GOS yang lebih baik, diukur 6 bulan setelah operasi.
Liet et al 2008 secara retrospektif mereview data klinik 263 pasien
yang dilakukan kraniektomi rutin (126 pasien) dan kraniektomi dekompresi
yang lebih luas. Mereka melaporkan pasien yang dilakukan reseksi lebih luas
menunjukkan outcome GOS yang memuaskan secara signifikan. Hasil yang
sama dapat dilihat juga pada pasien dengan cedera otak traumatik berat.
Pasien yang menjalani kraniektomi lebih luas juga sedikit memerlukan operasi
lebih lanjut dan memperlihatkan komplikasi yang lebih sedikit.
Pada
salah
satu
studi,
Salvatore
et
al
2008,
dilakukan
34
klinis
mengindikasikan
bahwa
kraniektomi
dekompresi
35
No.
1.
Keterangan
mempengaruhi
Kegagalan intervensi
Peningkatan
farmakoterapetik
tekanan
strategi
intrakranial
konservatif
prognosis
buruk,
Waktu
3.
Herniasi otak
Dekompresi
kraniektomi
harus
Skor
GCS
minimal
untuk
Usia pasien
6.
7.
Abnormalitas pupil
36
prognosis buruk.
8.
Tekanan intracranial
9.
Midline shift
Besarnya
midline
shiftberkaitan
2.4.7
Komplikasi
Walaupun
telah
banyak
manfaat
kraniektomi
dekompresi
37
38
(intake
cairan,
penggunaan
diuretik,
syndrome
b.
Durante operatif
39
of
sampai 800 mmH2O sesudah dua menit diberi inhalasi halothan 1%.
Tetapi pengaruh ini bisa dicegah bila dilakukan hiperventilasi menurunkan
PaCO2 sebelum halothan diberikan.
41
menaikkan
42
fasikulasi
diminimalkan
dengan
otot,
dan
biasanya
prekurarisasi
dengan
peningkatan
obat
ini
pelumpuh
dapat
non
depolarisasi.
43
Atrakurium
tidak
mempunyai
efek
terhadap
peningkatan
TIK.
c. Teknik anestesi
Penggunaan N2O harus lebih hati-hati digunakan karena efek dari
pembedahan adalah sering terjadi emboli dan dengan pemakaian N 2O akan
berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Sebelum dilakukan ekstubasi,
harus dinilai tindakan yang dilakukan oleh operator dan waktu operasi dan
beberapa penyulit lainnya, jika ditemukan ada beberapa penyulit sebaiknya pasien
dalam keadaan terintubasi dan dibantu dengan alat bantu nafas.21,22
Selain itu sebaiknya juga harus mempertimbangkan posisi penderita dan
dekatnya operasi dengan nervi kranialis dan struktur batang otak yang mengatur
respirasi dan kardiovaskuler, biasanya untuk posisi saat duduk yang paling mudah
terjadinya emboli udara. Sasaran utama adalah mempertahankan tekanan intra
kranial dan mempertahankan tekanan cerebral. Pada penderita dengan tekanan
intrakranial yang tinggi dihindari pemakaian hipnotik dan narkotik, karena dapat
menyebabkan depresi pernafasan sehingga terjadi peningkatan CO2, selain itu
narkotik juga dapat menyebabkan mual dan muntah sehingga dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Pilihan pertama adalah golongan benzodiazepine.16,21
Teknik ventilasi yang digunakan biasanya digunakan nafas kendali untuk
menghindari hiperkapnia, hipoksemia dan untuk mengontrol respon simpatis.
Premedikasi dengan sedatif pada pasien dengan penurunan kesadaran merupakan
kontra indikasi, terutama golongan narkotik karena akan mendepresi langsung
sistem pernafasan dan kardiovaskuler sehingga akan mempermudah terjadinya
44
hiperkarbia dan akan memperberat lesi pada fossa posterior. Sebaiknya pemberian
obat-obatan ini harus dalam kondisi termonitor dan minimal di ruang operasi.16,21
BAB III
RINGKASAN
45
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Essential Clinical Anatomy. 5th
ed.Philadelphia Wolters Kluwer. 2010
5.
6.
46
7.
Wani AA, Dar IT, Ramzan AU, Malik NK, et.al. Decompressive craniectomy in
head injury. INJT. 6(2):103-110, 2009
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Alvis HR, Alcala G, Rubiano AM, Moscote LR. A survey about surgical
preferences in operative technique in decompressive craniectomy in traumatic
brain injury. PAJT. 2(3):106-111, 2013
15.
16.
47
17.
John F. B, David C.M, and John D.W. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology 5th edition. USA : Mc Graw-Hill Companies.Chapter 27, 2013
18.
John F. B, David C.M, and John D.W. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology 5th edition. USA : Mc Graw-Hill Companies. Chapter 27. 2013
19.
20.
21.
22.
Babaour A.R. Guide to The Care of The Patient With Craniotomy Post-Brain
Tumor Resection. AANN. 2006
23.
24.
48
RIWAYAT HIDUP
Nama
NIP
Jabatan
Agama
: Islam
Riwayat pendidikan
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Riwayat pekerjaan
49
50