Anda di halaman 1dari 35

Makalah Draft Kasus

Program Studi Magister Farmasi


Universitas Surabaya

BAB I
PENDAHULUAN
A. Intracerebral Hemorrhage (ICH)
1.1 Definisi
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang
disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan
dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau
dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia,
pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage). 1

Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita,


terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk
orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National
Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan
insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per
100.000, dua kali insiden orang kulit putih.2

1.2 Gejala
Pada PIS yang akut dapat dijumpai :3

- Gejala awal biasanya pada waktu melakukan kegiatan


- Nyeri kepala, mual, muntah
- Biasanya terdapat hipertensi sedang dan berat
- Riwayat kejang
- Riwayat penggunaan obat antikoagulan atau trombolitik

1.3 Pemeriksaan Penunjang


Gold standart untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke non
hemoragik adalah dengan CT SCAN, MRI, tetapi alat ini membutuhkan biaya
yang besar sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan
gejala yang dapat membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.2,3

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan :2,3

1
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

- Kimia Darah
- Lumbal pungsi
- EEG
- CT SCAN
- Arterografi

1.4 Diagnosis
Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi basal ganglia,
lobus otak, otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di
bagian lain dari batang otak atau otak tengah. Sindroma utama yang menyertai
stroke hemoragik menurut Smith dapat dibagi menurut tempat perdarahannya
yaitu putaminal hemorrhage, thalamic hemorrhage, pontine hemorrhage,
cerebellar hemorrhage, lobar hemorrhage. 3,4

Untuk dapat mendignosis terjadinya stroke perdarahan intraserebral atau


stroke perdarahan sub arachnoid dengan melihat gejala awal dan pemeriksaan
klinis yaitu:3

Tabel 1. Diagnosa banding stroke hemoragik dan non hemoragik 3

GEJALA PERDARAHAN INFARK

Umur Sangat akut Sub akut

Waktu serangan Aktif Bangun tidur

Peringatan sebelumnya - ++

Nyeri Kepala ++ -

Muntah ++ -

Kejang-kejang ++ -

Kesadaran Menurun ++ +/-

Bradikardi +++ (dari hari 1) +

2
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Perdarahan di Retina ++ -

Papil Edema + -

Kaku Kuduk, Kernig,


++ -
Brudzinski

Ptosis ++ -

Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

Tabel 2. Diagnosa banding stroke perdarahan intraserebral dan perdarahan


subarachnoid3

GEJALA PIS SAH

Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit

Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat

Kesadaran Menurun ++

Kejang General -

Tanda rangsang meningeal +/- +++

Hemiparase ++ +/-

Gangguan saraf otak + +++

Gejala-gejala pada penyumbatan pembuluh darah berbeda-beda tergantung


pembuluh darah mana yang tersumbat. Pada penyumbatan arteri cerebri media
terdapat hemiparesis yang sama. Hal ini terjadi jika sumbatan di pangkal
arteri, bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol. Apabila terdapat
penyumbatan pada arteri cerebri anterior maka kelainan yang paling menonjol
adalah pada daerah tungkai.4

3
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Perdarahan Intraserebral paling sering terjadi ketika hipertensi kronis


melemahkan arteri, menyebabkannya robek. Penggunaan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi
sangat tingg. Pada beberapa orang tua, protein abnormal yang disebut amiloid
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini disebut angiopati amiloid
melemahkan artei dan dapat menyebabkan perdarahan.4

1.5 Penatalaksanaan
- Terapi Umum2,3

a. Breathing : menjaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit ekstensi


untuk mencegah lidah jatuh ke belakang, pemberian oksigen 2-3 L/menit.

b. Blood : kontrol tekanan darah dan nadi

c. Brain : mengurangi edema, memenuhi intake cairan dengan pemberian


cairan isotonis seperti RL 12 jam/kolf, atasi gelisah dan kejang.

d. Bladder : pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output urine

e. Bowel : memenuhi asupan makanan, kalori dan elektrolit

f. Body skin, bone : apakah ada dekubitus, bila ditemukan dekubitus bisa
dilakukan rawat luka

- Terapi Khusus3
 Operatif

Tindakan operatif pada stroke perdarahan intraserebral dilakukan secara


elektif sesuai dengan indikasinya yaitu derajat kesadaran, lokasi dan besar
hematoma serta tidak adanya penyakit lain yang memperberat keadaan.

Tindakan operatif dilakukan pada kasus dengan efek massa atau


perdarahan pada fossa posterior atau perdarahan cerebellum. peradarahan
serebelum dengan diameter lebih dari 3 cm dilakukan kraniotomi dekompresi

Volume hematoma : bila massa hematoma >60 cc

4
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Maasa dengan pergeseran midlineshift > 5 mm

Pasien dengan penurunan kesadaran disertai berkembangnya tanda-tanda


local dan peningkatan tekanan intracranial > 25mmHg.

Bila ditemukan hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau


serebelum dapat dilakukan VP shunting

 Non operatif

Rehabilitasi : penderita perlu perawatan lanjutan secara intensif dan


dimobilisasi sesegera mungkin bila klinis neurologis dan hemodinamik stabil.
Perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah
dekubitus.3

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi


serta volume dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah dapat
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang tinggi.
Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat.
Pasien yang menggunakan antikoagulan oral yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan
tingkat mortalitas yang tinggi.2,3

B. Hipertensi Emergency
2.1 Definisi
Krisis hipertensi merupakan keadaan klinis dimana tekanan darah meningkat
secara progresif melebihi tekanan diastolik 120 mmHg dengan atau tanpa
ancaman kerusakan organ target. Dikelompokan dalam urgensi dan emergensi
atas dasar adanya kerusakan organ target yang karakteristik pada hipertensi
emergensi dan belum terdapat kerusakan organ target pada urgensi. Sebagian
besar keadaan ini dapat dicegah, umumnya disebabkan oleh karena pengobatan
hipertensi yang tidak adekuat.5
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah secara progresif yang
disertai kerusakan organ target dan dalam penanganannya memerlukan penurunan

5
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

tekanan darah dalam beberapa menit untuk mencegah berlanjutnya kerusakan


organ target tersebut. Keadaan klinis berupa ensefalopati hipertensif, perdarahan
intra-cranial,stroke, angina pectoris tak stabil atau infark miokard akut, payah
jantung kiri dengan edema paru, aneurisma aorta disekan, krisis adrenal,
epistaksis yang hebat, eklampsia.6
Hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah tanpa adanya kerusakan
organ target dan dalam penaganannya memerlukan penurunan tekanan darah
dalam beberapa jam. Keadaan klinis berupa edema papil akut, sakit kepala yang
hebat (severe headache), sesak nafas, pedal edema.6
Peningkatan tekanan darah semata (asymptomatic chronic hypertension) tidak
merupakan krisis hipertensi.6

Tabel 1 .Faktor presipitasi krisis hipertensi


1. Akselerasi tekanan darah secara tiba-tiba pada orang yang hipertensi esensial
2. Hipertensi renovaskular
3. Glomerulonefritis akut
4. Eklampsia
5. Feokromositoma
6. Sindroma putus obat antihipertensi
7. Trauma kepala berat
8. Tumor yang mensekresikan renin
9. Penggunaan katekolamin pada penderita yang menggunakan MAO inhibitor

Tabel 2 .Keadaan klinis pada hipertensi emergensi


Akselerasi tekanan darah disertai edema papil
Kondisi serebrovaskular
Infark otak dengan hipertensi berat
Perdarahan intraserebri
Perdarahan subaraknoid
Trauma kepala
Kondisi Cardiac
Aorta diseksi akut

6
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Payah jantung kiri akut


Infark / impending miokard akut
Keadaan setelah operasi bypass koroner
Kondisi Ginjal
Glomerulonefritis akut
Hipertensi renovaskular
Krisis ginjal karena penyakit kolagen vaskular
Hipertensi berat setelah cangkok ginjal
Gangguan sirkulasi katekolamin
Krisis Feokromositoma
Makanan atau reaksi obat dengan MAO inhibitor
Penggunaan obat simpathomimetik (cocaine)
Reaksi penghentian obat antihipertensi
Reflek automatisasi setelah trauma medula spinalis
Eklampsia
Kondisi Operatif
Hipertensi berat pada pasien yang memerlukan tindakan operasi segera
Hipertensi post operatif
Perdarahan pembuluh darah yang dioperasi
Luka bakar yang luas
Epistaksis hebat
Thrombotic thrombocytopenic purpura

2.2 Etiologi
Krisis hipertensi sering diperkirakan karena masalah sekunder dari keadaan
lain, ternyata penyebab yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan
hipertensi sebelumnya, penyebab lain adalah hipertensi reno-vaskular, hipertensi
reno-parenkim, feokromositoma, hiperaldosteronisme primer . 5,6

7
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

2.3 Patofisiologi
Terjadinya akibat peningkatan secara mendadak resistensi perifer sistemik
(systemic vascular resistance) yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan
hormone vasokonstriktor sistemik ( angiotensin II, vasopressin, norepinephrin )
Organ yang terlibat karena hipertensi :5,6
 Susunan saraf pusat (memiliki peranan autoregulasi )
 Ginjal ( punya peranan autoregulasi )
 Jantung
 Pankreas dan usus

2.4 Tanda dan Gejala


Tabel 4. Gejala klinis hipertensi emergensi6
Tipe hipertensi Gejala khas Tanda khas Keterangan
emergensi
Stroke akut Kelemahan, Defisis Hipertensi tidak
(trombosis atau gangguan neurologist fokal selalu diobati
emboli) kemampuan
motoric
Perdarahan Sakit kepala, Gangguan mental, Fungsi lumbar
subaraknoid delirium tanda-tanda menunjukkan
rangsang santokromia atau
meningen sel darah merah
Trauma kepala Sakit kepala, Perdarahan Computed
akut gangguan terbuka, ekimosis, tomographic (CT)
kemampuan gangguan mental scan dapat
sensorik dan menolong
motorik penjelasan
gangguan
intrakranial
Encefalopati Sakit kepala, Papilledema Biasanya sebagai
hipertensif gangguan mental diagnosa per
ekslusionem

8
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Iskemik kardiak / Nyeri dada, mual EKG abnormal


infark muntah, (gelombang. T-
elevasi)
Payah jantung kiri Sesak berat Ronkhi (+)
akut / edema paru
akut
Aorta diseksi Nyeri dada Pelebaran aorta Echocardiogram,
knob pada foto CT dada, atau
polos dada angiogram kadang-
kadang diperlukan
untuk konfirmasi
Operasi pembuluh Perdarahan, nyeri Perdarahan pada Sering
darah pada bekas bekas operasi membutuhkan
operasi operasi perbaikan
pembuluh darah
Feokromositoma Sakit kepala, Pucat, flushing, Phentolamine
keringat dingin, Fakomatosis sangat berguna
palpiltasi
Obat yang Sakit kepala, Takikardia Riwayat
berhubungan palpiltasi penggunaan obat
dengan
katekolamin
Preeklamsi / Sakit kepala, Edema, Perlu petunjuk
eklamsia uterus yang hiperrefleksia pengobatan /
sensitif protocol

Tabel 5. Gejala klinis krisis hipertensi


Tekanan darah Urgensi Emergensi
tinggi
Tekanan >180/110 >180/110 >220/140
darah
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala berat, Sesak nafas, nyeri

9
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

kecemasan, sering sesak nafas dada, nokturia,


asimptomatik disartria, kelemahan
umum sampai
dengan penurunan
kesadaran,
Pemeriksaan Tidak dijumpai Ada kerusakan Encefalopati, edema
kerusakan organ organ target; pulmonum,
target, tidak ada penyakit insufisiensi ginjal,
penyakit kardio kardiovaskular cerebrovascular
vaskular secara yang stabil accident, iskemik
klinis kardiak
Terapi Observasi 1-3 jam; Observasi 3-6 jam; Pemeriksaan lab
tentukan turunkan tekanan dasar; infus;
pengobatan awal; darah dengan obat pengawasan tekanan
tingkatkan dosis oral; berikan terapi darah; mulai
yang sesuai penyesuaian pengobatan awal di
ruang emergensi
Perencanaan Rencanakan Rencanakan Segera rawat di
pengawasan < 72 pengawasan < 24 ICU; obati mencapai
jam; jika tidak ada jam target tekanan darah;
indikasi dapat investigasi penyakit
rawat jalan lain.

2.5 Tata Laksana


Pada hipertensi emergensi diperlukan penurunan tekanan darah dalam satuan
menit akan tetapi tidak perlu mencapai batas normal dan akan tercapai apabila
menggunakan obat parenteral dengan batas penurunan tekanan darah tidak
melebihi 20% Mean arterial pressure, sedangkan pada hipertensi urgensi dapat
digunakan obat oral.6,7

Tabel 4. Obat yang biasa digunakan pada keadaan hipertensi emergensi

Obat Dosis Onset Lama Indikasi khusus


kerja

10
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Diuretik
Furosemide 20-40 mg dalam 1-2 5-15 2-3 jam Biasanya diperlukan
min, ulangi dan menit obat jenis lain untuk
tingkatkan dosis pada mencapai target
insufisiensi ginjal tekanan darah
Vasodilators
Nitropruside 0.25-10.00 Segera 1-2 mnt Kebanyakan pd
(Nipride, g/mnt/kg/mnt dalam hipertensi emergensi;
Nitropress) infus intravena hati-hati pada keadaan
peningkatan tekanan
intracranial atau
azotemia
Nitroglycerin 5-100 g/mnt dalam 2-5 5-10 mnt Iskemia koroner
(Nitro-bid infus intravena mnt
IV)
Fenoldopam 0.1-0.6 g/kg/min 4-5 10-15 Insufisiensi ginjal,
(Corlopam) dalam infus intravena mnt mnt pasca operasi
Nicardipine 5-15 mg/h i.v. 5-10 1-4 jam Kebanyakan
(Cardiprin mnt hipertensi emergensi;
i.v) hati-hati dengan payah
jantung akut
Hydralazine 10-20 mg i.v. 10-20 3-8 jam Eklampsia; hati-hati
(Apresoline) 10-20 mg IM mnt dengan peningkatan
20-30 tekanan intracranial
mnt
Enalaprilat 1.25-5.00 mg setiap 6 15 6 jam Payah jantung kiri
(Vasotec IV) jam mnt akut
Adrenergic
inhibitors 5-15 mg i.v. 1-2 3-10 mnt Ekses Katekolamin
Phentolamine 200-500 g/kg/mnt mnt 10-20 Diseksi aorta pasca
Esmolol utk 4 mnt, kemudian 1-2 mnt operasi
(Brevibloc) 50-300 g/kg/mnt mnt
i.v.
Labetalol 20-80 mg i.v. bolus 3-6 jam Kebanyakan
(Normo- setiap 10 mnt 5-10 hipertensi emergensi
dyne, 2 mg/min infus i.v. mnt kecuali payah jantung
Trandate akut

Tabel 5. Obat yang biasa digunakan pada hipertensi urgensi

Obat Kelas Dosis Onset Lama kerja


(jam)
Captopril Angiotensin- 6.5-50.0 mg 15 min 4-6
(Capoten) converting
enzyme inhib.
Clonidine Central - 0.2 mg awal, 0.2-2.0 6-8
(Catapres) agonist kemudian 0.1 h
mg/h, naikkan

11
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

sampai total 0.8


mg
Furosemide Diuretik 20-40 mg 0.5-1.0 6-8
(Lasix) h
Labetalol - and - 100-200 mg 0.5-2.0 8-12
(Normodyne, Blocker h
Trandate)
Nifedipine Calcium 5-10 mg 5-15 3-5
(procardia, channel blocker min
Adalat)
Propanolol -Blocker 20-40 mg 15-30 3-6
(Inderal) min

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka tekanan darah perlu
segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah rawat di ICU,
pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler.7,8
1. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
- Tentukan penyebab krisis hipertensi
- Tentukan adanya kerusakan organ sasaran
2. Tentukan tekanan darah yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya
tekanan darah sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi,
masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
- Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, tekanan
darah sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun Mean Arterial
Pressure tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali
pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortic aneurysm).
Penurunan tekanan darah tidak lebih dari 25% dari Mean Arterial Pressure
ataupun tekanan darah yang didapat.
- Penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal / subnormal
pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke ke
otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma
aorta.

12
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

- Tekanan darah secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu


atau dua minggu

Pada kasus ini, terapi yang diberikan adalah nitrogliserin, hal ini mengacu
pada literatur Harrison’s principles of Internal Medicine seperti tabel dibawah:7

13
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

C. Premature Ventrikular Contraction (PVC)


3.1 Definisi
Sering terjadi bahkan pada pasien sehat dan sering tanpa gejala dan jinak.
Denyut ventrikel prematur berasal dari fokus ektopik timbul dari bawah AV node
dan membentuk komplek QRS yang lebar dan aneh. Sering terjadi pada pasien
yang sedang dalam pembiusan, terutama pasien yang memiliki penyakit jantung
sebelumnya.9
Onset baru dapat muncul pada pasien dengan insufisiensi arteri koroner, infark
miokard, toksisitas digitalis dengan hypokalemia dan hipoksemia.
Pada EKG komplek QRS lebar dan aneh karena timbul dari daerah abnormal
dari miokard ventrikel. Denyut ektopik yang terbentuk tidak berhubungan dengan
gelombang P sebelumnya. Denyut ventrikel prematur dapat muncul dalam pola
yang berulang (bigeminy, trigeminy,quadrigeminy, couplet, triplet).9
Denyut ventrikel prematur sendiri tidak berbahaya, juga pada pasien tanpa
penyakit jantung. Tetapi pada pasien dengan infark miokard dan gagal jantung,
denyut ventrikel premature berhubungan dengan resiko kematian mendadak.
Denyut ventrikel prematur 6 kali atau lebih dalam 1 menit dan berulang atau
bentuk multifokal, walaupun tanpa gejala, dapat meningkatkan resiko yang
mengancam jiwa.9

3.2 Etiologi9,10

Rasa cemas Hipokalemia

Simpatomimetik Hipomagnesia

β Agonis Intoksikasi Digoxin

Kafein Iskemik miokard

CHF Alkohol

Hiperkarbi Anestesi yang kurang dalam

14
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

3.3 Tatalaksana

Penyebab yang mendasari harus diatasi. Tidak ada terapi khusus pada denyut
prematur tunggal yang asimptomatik dan pada pasien sehat.

Bila muncul banyak (> 6x/menit), multifokal atau bigemini atau fenomena R
on T, berkaitan dengan gangguan hemodinamik memiliki kecenderungan menjadi
aritmia yang lebih buruk (VT atau VF), memerlukan terapi dengan segera.9,10

Dapat diberikan lidokain dengan bolus awal 1,5 mg/kg intravena di ikuti infus
1 – 4 mg/menit. Obat-obatan lain dari kelas I, II dan III dapat diberikan sebagai
terapi. Jika ada kecenderungan untuk menjadi VT atau VF maka perlu persiapan
kardioversi atau defibrillator.9,10

Obat yang paling berhasil untuk menekan denyut ventrikel prematur adalah
golongan β blocker. Seperti metoprolol 3 – 5 mg iv. Jika terjadi bradikardi
dibawah 50 kali permenit, PVC yang terjadi merupakan escape beats dari
ventrikel, trial antikolinergik seperti SA dapat diberikan.11

Denyut ventrikel prematur. Ditandai oleh tanda panah

Pertimbangan penanganan anestesi

Setelah diagnosa aritmia diketahui, paling mendasar adalah membedakan


aritmia tersebut benign (tidak berbahaya) atau dengan resiko mengancam jiwa.
Pilihan obat anestesi penting untuk mengurangi terjadinya takiaritmia. Tindakan
pencegahan seperti pengenalan terhadap faktor resiko, pemilihan obat yang tepat
untuk setiap pasien dan monitoring.11

15
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Pada setiap pasien yang menjalani operasi dan anestesi harus diperiksakan
EKG dan di pasang monitor EKG ketika di ruang operasi. Dipastikan EKG
merupakan suatu artefak atau aritmia. Langkah berikutnya menentukan
kedaruratan penanganan . Bila pasien kehilangan kesadaran atau kondisi
hemodinamik tidak stabil dengan adanya takiaritmia yang bukan sinus takikardi,
kardioversi harus segera dilakukan. Bila kondisi pasien stabil akan lebih banyak
waktu untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapi yang lebih tepat.11

Tindakan rutin yang dilakukan :12

1. Memastikan oksigenasi dan ventilasi cukup


2. Memastikan volume intravascular cukup
3. Menilai kedalaman anestesi
4. Memastikan optimalisasi PaO2, PaCO2, BGA, elektrolit dan suhu
5. Menilai kembali riwayat/patologis jantung pasien

Selain itu harus dipersiapkan :

1. Obat anti aritmia


2. Obat anti iskemik/Obat lain
3. Alat pacu jantung
4. DC shock. (8)

Obat Anti aritmia


Klasifikasi antiaritmia yang digunakan adalah klasifikasi Vaughan-
Williams. Kelemahan klasifikasi ini karena penyederhanaan berdasarkan efek dari
obat-obatan ini. Selain itu efek obat pada satu grup tumpang tindih dengan efek
obat-obatan dari grup lain. Contoh quinidine masuk dalam grup I (sodium channel
blocker), juga blok potassium channel (kelas III) dan dapat menyebabkan Torsade
de pointes. Amiodaron sebagai antiaritmia kelas III juga memiliki efek blok
sodium channel (Kelas I), β blocker (Kelas II) dan blok Calsium channel (kelas
IV)12

Kelas I

16
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Menghambat fast sodium channel selama depolarisasi (fase 0) dari potensial


aksi jantung menyebabkan penurunan laju depolarisasi dan konduksi
a. Kelas IA (Quinidine, procainamide, disopyramide, moricizine)
Memperpanjang durasi potensial aksi dan periode refrakter yang efektif
menggambarkan hambatan pada sodium channel
Menghambat dan memperpanjang repolarisasi oleh karena blockade dari
potassium channel

b. Kelas IB (Lidokain, mexiletine, tocainide, phenytoin)


Blok sodium channel kurang kuat dan tidak sama seperti kelas IA
Memperpendek durasi potensial aksi dan periode refrakter pada otot ventrikel
normal
Lidokain juga dapat memblok Adenosine Triphosphate (ATP) – dependent
channel, mencegah iskemik di mediasi oleh pemendekan depolarisasi
ventrikel
c. Kelas IC (Flecainide, propafenone)
Penghambat sodium channel ditandai dengan penurunan laju fase
depolarisasi dan kecepatan konduksi dari impuls jantung. Obat-obatan
golongan ini memiliki sedikit efek pada durasi potensial aksi jantung dan
periode refrakter efektif pada sel miokard ventrikel, tetapi juga memperpendek
durasi potensial aksi serat purkinje. Efek obat-obatan golongan ini yang tidak
homogen dapat memberikan kontribusi sebagai prodisritmia. 12

Kelas II
Diwakili oleh obat-obatan β adrenergic antagonist (β blocker).
Menurunkan laju fase 4 depolarisasi menyebabkan penurunan aktifitas dari sistem
syaraf otonom, penting dalam menekan aritmia ventrikel pada iskemik miokard
dan reperfusi. Penurunan laju jantung akan menurunkan kebutuhan oksigen, hal
ini sangat di harapkan pada pasien dengan penyakit jantung koroner.12
Obat-obatan golongan ini memperlambat kecepatan impuls melalui
jaringan atrial menyebabkan pemanjangan PR interval pada EKG, sementara
durasi waktu potensial aksi miokard ventrikel tidak terpengaruh.12

17
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

Kelas III
(Amiodarone, sotalol, bretylium)
Menghambat potassium channel menghasilkan pemanjangan depolarisasi
jantung, durasi potensial aksi dan periode refrakter efektif. Efek menguntungkan
dalam mencegah aritmia dengan menurunkan proporsi dari siklus jantung dimana
sel miokard dapat tereksitasi.
Sebagai tambahan efek dari obat-obatan golongan ini, amiodarone
memperlihatkan blok sodium channel (kelas I), β blocker (kelas II) dan calcium
channel blockade (kelas IV). Sotalol memiliki isomer L dan D, dimana isomer L
bertindak sebagai β blocker sementara isomer D dapat meningkatkan angka
kematian pasien dengan disfungsi ventrikel dan infark miokard baru. Efek
prodisrtimia terlihat pada amiodarone dan sotalol.12

Kelas IV
(Verapamil, diltiazem)
Obat-obatan golongan ini menghambat calcium channel. Hanya
Verapamil dan diltiazem yang efektif sebagai antiaritmia. Efektif terhadap
berbagai bentuk takikardi atrium.12,13

18
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

BAB II
PROFIL PENDERITA

Nama Pasien : Ny. GA


No. RM : 12715xxx
Alamat : Bronggalam Sawam 5
Umur : 52 tahun
Tgl MRS : 6 Desember 2018
Riwayat Penyakit : DM (-), HT (+)
Riwayat Pengobatan : -
Anamnesa : Pasien datang dengan kelemahan anggota tubuh sebelah
kiri sejak 1 hari yang lalu. Keluhan muncul secara
mendadak. Wajah perot (+), Bicara pelo (+), Pasien
mengeluhkan adanya nyeri kepala. Mual (+), muntah (-),
penurunan kesadaran (-), kejang (-), trauma (-)
RPK : stroke (+)
Pemeriksaan Fisik : TD: 180/120 N: 88 x/mt RR: 22 x/mt T: 37,1 0c
KU: lemah
GCS E4V5M6
Pemeriksaan Neurologis : Disartria Labial (+)
Pupil isokor (+/+) 3mm/3mm, Reflex cahaya (+/+)
Facial palsy (s) central type
Lingual palsy (s) central type

Diagnosa :
Tanggal Diagnosis
6/12/18 Stroke ICH + HT Emergency + PCV

7/12/18 Stroke ICH + HT Emergency + PCV

8-13/12/18 Stroke ICH + HT Emergency + PCV

19
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

HASIL KONSUL
Tanggal Bagian Kesimpulan dan Saran
6/12/18 Paru Hasil Foto Thorax: Elongasi Aorta, adanya peradangan
paru
6/12/18 Jantung EKG: PVC
6/12/18 Paru Hasil CT Scan: Chronic Skemik infusion cerebral

20
K Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

DATA KLINIK

Data Klinik 6/12 7/12 8/12 9/12 10/12 11/12 12/12 13/12 14/12

Tekanan Darah 180/120 160/90 140/80 140/70 160/55 160/100 150/95 140/90 140/90
Nadi (x/ menit) 86 95 88 80 97 90 90 80 78
RR (x/ menit) 22 25 24 23 25 20 20 18 18
Suhu badan (oC) 37,1 37,0 36,0 37,0 37,0 36,9 36,5 36,8 36,5
GCS E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6

KU lemah lemah Lemah lemah lemah lemah baik baik baik


Kelemahan
(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
sebelah kiri
Nyeri Kepala (+) - - - - - - - -
Mual (+) - - - - - - - -
Kekuatan
5/5/4/4 5/5/4/4 5/5/4/4 5/5/4/4 5/5/4/4 5/5/4/4 5/5/4/4 5/5/4/4 5/5/4/4
Motorik

7
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
DATA LAB

Data Lab Nilai Normal Hasil


Hb 11-14,7 g/dL
HCT 35,2-46,7%
WBC 3,37-10.10^3/µL
RBC 3,69-5,46.10^6/µL
PLT 150-450.10^3/µL
APTT
PPT
MCV 86,7-102,3 fl
MCH 27,1-32,4 pg
MCHC 29,7-33,1 g/dL
Neut% 39,8-70,5%
Lym% 23,1-49,9%
Mono% 4,3-10%
Eos 0,6-5,4
Baso 0,3-1,4
SGOT 15-37 U/L
SGPT 12-78 U/L
Na 136-145 mmol/L
K 3,5-5,1 mmol/L
Cl 98-107 mmol/L
Ca 7,6-11 mg/dL
BUN 10-20 mg/dL
SCr 0,5-1,2 mg/dL
Albumin 3,4-5 g/dL
GD 40-121 mg/dL
pH 7,35-7,45
pCO2 34-45 mmHg
pO2 80-107 mmHg
HCO3 21-25 mEq/L
BE -3,5-2 mmol/L
HbSAg rapid
Negatif
test

8
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya

BAB III
PROFIL PENGOBATAN
Dosis Tanggal Pemberian
Nama Obat
Regimen 6/12 7/12 8/12 9/12 10/12 11/12 12/12 13/12 14/12
1000 ml/24 v v v v v v v v v
NaCl 0,9%
jam
Metamizol 3x1 gr v v v v v v v v v

Inj ranitidin 2x50mg/IV v v v v v v v v v

Syringe Pump v v v v v v v v v
500mg/IV
Diltiazem
Bisoprolol tab 1x2,5 mg v v v

Amlodipin tab 1x5 mg v v v

9
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke UGD dengan Pasien datang dengan kelemahan anggota


tubuh sebelah kiri sejak 1 hari yang lalu. Keluhan muncul secara mendadak.
Wajah perot (+), Bicara pelo (+), Pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala. Mual
(+), muntah (-), penurunan kesadaran (-), kejang (-), trauma (-)
Pada saat pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien composmentis dengan
GCS E4V5M6. Tekanan darah pada saat itu 180/120. Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan Disartria Labial (+), Pupil isokor (+/+) 3mm/3mm, Reflex
cahaya (+/+), Facial palsy (s) central type, dan Lingual palsy (s) central type.
Saat di UGD pasien dilakukan stabilisasi dengan dilakukan resusitasi cairan NaCl
0,9% 1000 ml/24 jam hingga hemodinamiknya berjalan stabil. Saat dilakukan
pemeriksan EKG didapatkan hasil berupa Premature Ventricular Contraction
(PVC). Pada kasus diberikan tatalaksana syringe pump diltiazem 500mg/IV untuk
mengatasi aritmia yang terjadi. Berdasarkan teori yang ada Premature ventricular
complexes (PVC) dapat disebabkan beberapa hal seperti gangguan elektrolit atau
ion tubuh, beberapa obat atau zat kimia (seperti obat asma, kafein), beberapa
gangguan hormon (seperti kelebihan hormon gondok), sampai gangguan pada
jantung sendiri (seperti kelainan otot jantung, kelainan pembuluh koroner sampai
kelainan pada irama jantung itu sendiri). Pada kebanyakan pasien dengan jantung
yang normal, PVC dapat diatasi dengan menghindari atau mengobati faktor
penyebab. Pada beberapa kasus dengan kelainan jantung maka PVC harus
dikonsultasikan untuk tatalaksana lebih lanjut.

18
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
Pasien dengan PVC yang simptomatis dan tanpa kelainan jantung
organik dapat diberikan beta blocker. Misalnya Atenolol ( 25 – 100 mg/ hari )
atau metoprolol ( 50 – 200 mg/ hari ). Selain itu pada pasien tanpa kelainan
jantung organik ini, terapi ditujukan pada yang non farmakologi,seperti
menghentikan kebiasaan minum kopi, merokok, stres, dll. Pada pasien PVC yang
simptomatis, selain dapat diberi Beta blocker, dapat juga diberi CCB
(Verapamil,diltiazem). Jika aritmia disertai dengan hipertensi dapat digunakan
beta blocker atau golongan CCB yang chronotropic negatif seperti diltiazem. 14

Untuk mengatasi keluhan simptomatik berupa rasa nyeri dan rasa mual
diberikan Inj metamizole dan Inj ranitidin. Pasien dilakukan observasi hingga
kondisi pasien benar-benar stabil. Pasien dirawat selama 9 hari dan diperbolehan
unuk rawat jalan. Khusus pengobatan jangka panjang nya diberiksan Bisoprolol
dan Amlodipin. Bisoprolol adalah obat penghambat beta (beta blockers) yang
digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit, seperti hipertensi atau
tekanan darah tinggi, angina pektoris, aritmia, dan gagal
jantung. Bisoprolol bekerja dengan cara mengurangi frekuensi detak jantung dan
tekanan otot jantung saat berkontraksi. Sedangkan amlodipin termasuk golongan
CCB yang bekerja dengan cara melemaskan dinding dan melebarkan diameter
pembuluh darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan
mengurangi tekanan darah dalam pembuluh. Obat ini juga menghalangi kadar
kalsium yang masuk ke sel otot halus di dinding pembuluh darah jantung.
Kalsium akan membuat otot dinding pembuluh darah berkontraksi. Dengan
adanya penghambatan kalsium yang masuk, dinding pembuluh darah akan
menjadi lebih lemas.14

Pada kasus dari hasil CT Scan dan keluhan pasien berupa adanya
kelemahan pada bagian tubuh sebelah kiri didapatkan diagnosa perdarahan
intraserebral (ICH). Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah yang
sangat tinggi ( > 180/120 mmHg) sehingga mengakibatkan kerusakan organ target
yang pprogresif (eg ensefalopati, kerusakan jantung dan insufisiensi ginjal).
Hipertensi emergensi terjadi pada 22,5% pasien stroke. Sedangkan 77,8% pasien

19
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
stroke mengalami hipertensi akut (Tekanan Darah Sistolik > 140 mmHg pada satu
jam pertama setelah serangan stroke.

Sebuah penelitian oleh Qureshi et al (2007) melaporkan bahwa 15%


pasien stroke akut yang datang ke IGD mengalami hipertensi emergensi dengan
tekanan darah sistolik > 185 mmHg. Pasien dengan riwayat hipertensi kronik
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami hipertensi emergensi
setelah serangan stroke akut.15
Pada pasien stroke hemoragik akut, tekanan darah sistolik > 180 mmHg
harus diturunkan dengan target 140 mmHg. Sedangkan, pada stroke iskemik
sebaiknya tekanan darah sistolik > 180 mmHg tidak diintervensi sampai masa
akut lewat (7 hari), kecuali pada kondisi tertentu tekanan darah sistolik perlu
diturunkan (15% dalam 24 jam), yaitu pada salah satu kondisi di bawah ini:

1. Tekanan Darah Sistolik > 220 mmHg


2. Tekanan Darah Diastolik > 120 mmHg
3. Mean Arterial Pressure > 130 mmHg
4. Dicurigai adanya end organ failure:
 Diseksi Aorta
 Infark Miokard Akut
 Ensefalopati Hipertensi
 Gagal Ginjal Akut
 Edema Paru Akut
Penurunan tekanan darah pada stroke iskemik diyakini akan memperkecil
kemungkinan terjadinya edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah
kerusakan vaskuler lebih lanjut dan terjadinya serangan stroke ulang (early
reccurrent stroke). Namun, di sisi lain, penurunan tekanan darah pada stroke
iskemik akut dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga kerusakan
daerah iskemik di otak akan menjadi semakin luas, terlebih pada pasien dengan
hipertensi kronik.

20
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
Ada dua golongan obat anti-hipertensi intravena yang sering dipakai pada stroke
fase akut dengan hipertensi emergensi

1. Calcium Channel Blocker dihydropyridine: nikardipin

2. Calcium Channel Blocker non-dihydropyridine: diltiazem

Dalam kondisi peningkatan tekanan intra-kranial (TIK), diltiazem dapat


menjadi pilihan anti-hipertensi yang tepat untuk pasien stroke akut yang
mengalami hipertensi emergensi. Sediaan parenteral diltiazem dipilih karena
memenuhi kriteria 5 rekomendasi dalam memilih obat anti-hipertensi pada pasien
stroke akut dengan hipertensi emergensi. Diltiazem adalah obat anti-hipertensi
yang dapat dititrasi dengan mudah dan memiliki efek vasodilatasi serebral yang
minimal. Selain itu, pengaruh diltiazem terhadap tekanan intra-kranial dan perfusi
serebra sangat minimal. Dalam upaya menurunkan tekanan darah pada stroke
akut, diltiazem sebaiknya diberikan secara intravena secara kontinyu
(menggunakan pump) dengan dosis 5-15 ug/kgBB/menit. Efek samping diltiazem
minimal, namun diltiazem tidak boleh diberikan pada pasien dengan blok
sinoatrial.14,15

Selain itu, karena pada kasus ini pasien mengalami aritmia berupa didapatkan dari
hasil PVC maka penggunaan diltiazem sangatlah tepat. Hal ini sesuai teori bahwa
Pada pasien stroke ICH dengan takikardia, alternatif yang dapat dipertimbangkan
adalah diltiazem. Dosisnya bisa diberikan 5-20 mcg/kgBB/menit. Namun, heart

21
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
rate tetap perlu dimonitoring ketat karena penggunaan diltiazem memiliki efek
samping bradikardia yang berat.

22
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
BAB V
MONITORING DAN INFORMASI

Monitoring Data Klinik dan Data Lab Pasien


No. Parameter Tujuan Monitoring
1. Vital sign (tekanan darah, nadi, Memantau kondisi umum pasien
suhu, RR, saturasi oksigen)
2. Serum elektrolit, Darah Rutin Memantau hemodinamika pasien
3. Data klinis : gejala dan tanda Memantau perdarahan intraserebral di otak
klinis, pemeriksaan fisik Memantau irama jantung
Pemeriksaan Penunjang :
CT Scan, EKG

Informasi Kepada Perawat


Obat Materi konseling
Cara Pemberian
Persiapan IV
Bolus IV dapat diberikan dengan menggunakan injeksi murni 5
mg/mL
Infus
Pengencer yang diterima adalah D5W, NS, dan D5/½NS
Tambahkan 25 mL dari 5 mg/mL larutan dalam 100 mL
pengencer (1 mg/mL larutan)
Tambahkan 50 mL dari 5 mg/mL larutan di 250 mL pengencer
(0.83 mg/mL larutan)
Tambahkan 50 mL dari 5 mg/mL larutan dalam 500 mL
Diltiazem
pengencer (0,45 mg/mL larutan)
Encerkan 1 monovial (100 mg) dalam 100 mL pengencer (1
mg/mL larutan)
Encer 2 monovials (200 mg) dalam 250 ml pengencer (0,8
mg/mL larutan)
Encer 2 monovials (200 mg) dalam 500 mL pengencer (0,4
mg/mL larutan)
Administrasi IV
Berikan bolus lebih dari 2 menit dengan pemantauan EKG dan
pemantauan tekanan darah terus menerus
Respon bolus mungkin memerlukan beberapa menit untuk
mencapai maksimum; Respon dapat bertahan selama beberapa
jam setelah infus dihentikan

23
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
infus kontinu dilakukan melalui pompa infus
Infus untuk> 24 jam tidak dianjurkan
Penyimpanan
Dinginkan botol injeksi cair; lindungi dari pembekuan
Dapat disimpan pada suhu kamar selama 1 bulan
Bubuk injeksi: Simpan pada suhu kamar; jangan membeku
Dilarutkan pada larutan stabil pada suhu kamar untuk 24 jam

Diltiazem tersedia dalam bentuk sediaan dan kekuatan dosis


Tablet: 30 mg, 60 mg, 120 mg, 180 mg Injeksi: 50 mg/10 ml,
125 mg/25 ml, 25 mg/5ml.

- Penggunaan natrium metamizole injeksi dapat diberikan 500


mg jika rasa sakit muncul dan diulang setiap 8-8 jam,
pemberian dosis injeksi maksimal sebanyak 3 kali sehari dan
dan diberikan dapat secara intramuscular (I.M) atau intravena
(I.V).
Metamizole - Khusus untuk penyimpanan, Simpan obat di temperatur
ruangan, jauh dari panas dan cahaya langsung. Jangan
membekukan obat kecuali diperlukan oleh brosur kemasan.
Jauhkan obat dari anak-anak dan hewan peliharaan.
Jangan membuang obat ke toilet atau menuangkannya ke
drainase kecuali diinstruksikan seperti itu. Obat yang dibuang
dengan cara ini dapat mengontaminasi lingkungan.
- Injeksi ranitidin dapat diberikan IM atau IV. Injeksi IM
diberikan tanpa pengenceran. Injeksi IV harus diencerkan,
dapat diberikan melalui IVP (intravenous pyelogram) atau
IVPB (intravenous piggy back) atau infus IV kontinu. Cara
Pemakaian untuk IVP: ranitidin (biasanya 50 mg) harus
diencerkan sampai total 20 ml dengan normal saline atau
larutan dekstrosa 5% dalam air dan diberikan selama minimal
5 menit. jam Infus IV kontinu: 6,25 mg/jam. IVPB: diberikan
selama 15-20 menit. Infus IV kontinu: diberikan dengan
Ranitidin
kecepatan 6,25 mg/jam dan titrasi dosis berdasarkan pH
lambung selama 24 jam.
- Penyimpanan dan Stabilitas: Vial injeksi disimpan pada suhu
antara 4°-30°C. Terlindung dari cahaya. Larutan jernih tak
berwarna sampai berwarna kuning; warna yang agak tua tidak
mempengaruhi potensi. Kantung premixed disimpan pada
suhu antara 2°-25°C, terlindung dari cahaya. Sirup disimpan
pada suhu antara 4°-25°C, terlindung dari cahaya. Tablet
disimpan di tempat kering pada suhu antara 15°-30°C,

24
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
terlindung dari cahaya.

Rekomendasi / Saran Kepada Pasien


Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hipertensi di
antaranya adalah dengan meningkatkan pengetahuan bagi masing-masing
penderita hipertensi yang meliputi: asupan gizi rendah garam untuk pasien yang
mengidap hipertensi, melakukan periksa secara rutin, dan segera memeriksakan
diri jika ada keluhan yang berhubungan dengan gejala-gejala hipertensi.
Dengan melakukan pencegahan dapat menghidari terjadinya hipertensi
sehingga mereka tetap sehat dan yang mengalami gangguan hipertensi dapat
dikurangi risikonya sedangkan yang mengalami perawatan stroke di rumah dapat
dirawat dengan baik.

25
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
- Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang
disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan
dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage),
atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal
ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage)
- Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah secara progresif
yang disertai kerusakan organ target dan dalam penanganannya
memerlukan penurunan tekanan darah dalam beberapa menit untuk
mencegah berlanjutnya kerusakan organ target tersebut. Keadaan klinis
berupa ensefalopati hipertensif, perdarahan intra-cranial,stroke, angina
pectoris tak stabil atau infark miokard akut, payah jantung kiri dengan
edema paru, aneurisma aorta disekan, krisis adrenal, epistaksis yang hebat,
eklampsia
- PVC termasuk golongan aritmia dimana sering terjadi bahkan pada pasien
sehat dan sering tanpa gejala dan jinak. Denyut ventrikel prematur berasal
dari fokus ektopik timbul dari bawah AV node dan membentuk komplek
QRS yang lebar dan aneh. Sering terjadi pada pasien yang sedang dalam
pembiusan, terutama pasien yang memiliki penyakit jantung sebelumnya.
Onset baru dapat muncul pada pasien dengan insufisiensi arteri koroner,
infark miokard, toksisitas digitalis dengan hypokalemia dan hipoksemia.
- Pada stroke akut baik berupa ICH pasti diiringi dengan hipertensi
emergensi. Jika stroke ICH tersebut disertai dengan takikardia, alternatif
yang dapat dipertimbangkan adalah diltiazem. Dosisnya bisa diberikan 5-
20 mcg/kgBB/menit. Namun, heart rate tetap perlu dimonitoring ketat
karena penggunaan diltiazem memiliki efek samping bradikardia yang
berat.

26
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
6.2 Saran
- Pemberian syring pump diltiazem hendaknya diiringi dengan pengawasan ketat
baik dari tanda vital serta EKG nya karena efek samping diltiazem paling
sering adalah bradikardi berat.
- Pemberian Citicolin sebagai neuroprotektor pada pasien dengan stroke akut
dapat menjadi pertimbangan. Sitikoline aman digunakan dan mungkin
memiliki efek yang menguntungkan pada pasien stroke ICH bisa digunakan
untuk semua usia namun pada usia lansia efek pengobatannya mulai
berkurang.

27
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus

DAFTAR PUSTAKA

Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian


Rakyat. Jakarta : 2009
Harsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. Gajah Mada University
Press.
Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
M. Hasan dkk. 2011. Buku ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Pusat Penerbitan
dan Percetakan Unair
Hirschi MM. Hypertensive crisis. Medical Progress 1996; 23: 44-48
Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley Blackwell. pp.
61, 62.
Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L., Jameson,
J.L., Loscalzo, J., 2008. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. 17th ed.
New York: McGraw-Hill Companies.
Lange, McPhee, S.J., Papadakis, M.A., 2009. Current Medical Diagnosis &
Treatment: fourty-eighth edition. New York: The McGraw-Hill
Companies. pp.376.

Robert K. Stoelting, Simon Hill : Stoelting’s anesthesia and co-existing disease 6th
ed., 2012

Michelle Nacur Lorentz : Cardiac Dysrhythmias and Anesthesia, review article,


2011.

David Hutchins: Peri-operative cardiac arrhythmias: Part two: Ventricular


dysrhythmias anaesthesia tutorial of the week 285, 6th may 2013.

Munther K.Homoud, MD : Introduction to antiarrhythmic agents, Tufts-New


England Medical Center, 2008.

Robert K. Stoelting, Simon Hill ; Pharmacology & physiology in anesthetic


practice 4th ed., 2006.

American Heart Association. Highlights of the 2010 American Heart Association


Guidelines For CPR and ECC. 2010.

28
Makalah Draft Kasus
Program Studi Magister Farmasi
Universitas Surabaya
Makalah Draft Kasus
Qureshi A, Mustapha A, Abdul Nasar, et al. 2008. Prevalence of Elevated Blood
Pressure in 563.704 Adult Patients Presenting to The Emergency
Departement With Stroke in The United States. Am J Emerg Med. 2007
January ; 25(1): 32–38.

29

Anda mungkin juga menyukai