Identitas Pasien:
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Masuk RS
No RM
: Tn M
: 37 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Dolopo
: SMP
: Supir
: 28 Oktober 2016
: 01.78.87.xx
Anamnesis
Diperoleh dari pasien
Keluhan Utama
Nyeri kepala disertai mata menjuling dan kedua kelopak mata menutup
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal
Sistem kardiovaskuler
Sistem respirasi
Sistem gastrointestinal
Sistem muskuloskeletal
Sistem integumentum
Sistem urogenital
Resume Anamnesis
Seorang laki-laki 37 tahun, dengan keluhan nyeri kepala subakut progresif disertai
mendadak mata kanan menjuling dan pandangan dobel diikuti kelopak mata kanan yang
menutup progresif hingga sulit dibuka. Keluhan diikuti dengan tebal-tebal pada wajah kanan
juga diikuti oleh kelopak mata kiri yang menutup secara progresif dan pusing berputar serta
jalan tidak stabil. Didapatkan pemakaian tato dan sakit gigi sebagai faktor penyebab infeksi,
serta merokok sebagai faktor penyebab tumor. Pasien telah dilakukan pemeriksaan MRI
Kontras dengan hasil adanya kecurigaan infeksi intracranial multipel. Didapatkan penurunan
berat badan pada 2bulan terakhir. Disangkal demam, batuk lama, kontak dengan penderita
Tuberkulosis, sex bebas, pemakaian obat-obatan, riwayat tumor dan penyinaran.
Diskusi I
Dari anamnesis didapatkan penderita mengalami gejala utama berupa nyeri kepala
berdenyut di seluruh kepala yang semakin progresif disertai dengan gangguan penglihatan
pandangan dobel yang diakibatkan mata kanan yang menjuling ke tepi serta kedua kelopak
mata yang menutup, diawali dari kelopak mata kanan dan kemudian mata kiri. Dari data
pasien perjalanan penyakit yang bersifat subakut progresif tanpa disertai tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial, keadaan ini dapat dipertimbangkan adanya suatu lesi
intrakranial dapat berupa infeksi intracranial berupa abses, tuberkuloma, maupun neoplasma
baik primer maupun metastasis
Menurut Lindsay, nyeri kepala yang disebabkan adanya lesi desak ruang karena
penekanan pada bangunan-bangunan peka nyeri yaitu sinus venosus, arteri, vena dan
duramater. Nyeri kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial ditandai nyeri kepala
menyeluruh, diperberat dengan batuk atau mengejan, memburuk pada pagi hari, berlangsung
progresif, dengan makin meningkatnya tekanan intrakranial akan terdapat muntah,
kehilangan penglihatan sementara pada perubahan posisi dan terjadi penurunan kesadaran
(Lindsay 2011)
Diagnosa pertama pada pasien dengan cephalgia subakut progresif tanpa tanda
peningkatan intrakranial disertai dengan adanya defisit neurologis adalah infeksi intracranial.
Keutamaan klinis infeksi SSP adalah demam, sakit kepala, dan perubahan status mental.
Tanda-tanda neurologis fokal juga mungkin terlihat jelas. Untuk mempersempit diagnosis
3
diferensial, karakteristik lain juga harus dievaluasi. Di antaranya, faktor risiko untuk infeksi
SSP, pemeriksaan fisik juga dapat menghasilkan informasi yang memberikan petunjuk untuk
etiologi infeksi diberikan (Scheld, M, et.al. 2014).
Pemeriksaan penunjang berupa lumbal pungsi, pemeriksaan antibodi Human
Immunodeficiency Virus, Cluster of Differentiation 4 (CD4) , pemeriksaan serologis seperti
Immunoglobulin M (IgM) & Immunoglobulin G (IgG) toxoplasmosis, rubella,
Cytomegalovirus (CMV), dan Herpers Simplex Virus (HSV) serta aviditas CMV dan
toxoplasmosis diperlukan untuk penegakan diagnosis.
Abses Serebri
Abses otak merupakan infeksi intracerebral fokus yang dimulai sebagai daerah lokal
dari cerebritis dan berkembang menjadi kumpulan pus dikelilingi oleh kapsul yang
tervaskularisasi. Hal ini terus menjadi tantangan diagnostik dan terapeutik untuk klinisi
(Scheld, M, et.al. 2014).
Insiden abses otak diperkirakan 0,3-1,3 kasus per 100.000 orang per tahun dengan
rasio laki-laki dibanding perempuan 2:1 sampai 4:1. Salah satu faktor penting dalam insiden
abses otak (sebagai berlaku untuk sebagian besar penyakit infeksi) tampaknya menjadi status
kesehatan umum penduduk: Dalam sebuah studi pada 973 pasien dari Afrika Selatan dengan
abses otak 1983-2002, kejadian disebabkan oleh 50% terutama karena perbaikan standar
sosial ekonomi dan peningkatan ketersediaan layanan kesehatan primer. Dalam total populasi,
insiden abses otak relatif rendah; Namun, risiko yang nyata meningkat pada kelompok pasien
tertentu (Scheld, M, et.al. 2014).
Pada kebanyakan pasien, abses otak merupakan akibat dari faktor predisposisi
penyakit yang mendasarinya (misalnya, infeksi HIV, riwayat pengobatan dengan obat
imunosupresif, gangguan blood brain barrier (misalnya, karena prosedur operasi, trauma,
mastoiditis, sinusitis, atau infeksi gigi), atau sumber infeksi sistemik (misalnya, endokarditis
atau bakteremia). Bakteri memasuki otak melalui penyebaran langsung pada sekitar setengah
dari kasus dan melalui penyebaran hematogen di sekitar sepertiga kasus, dengan sisanya
melalui mekanisme yang tidak diketahui (Scheld, M, et.al. 2014)
Di era preantibiotic, analisis abses cerebri intrakranial disebabkan Staphylococcus
aureus dalam 25% sampai 30%, Streptococcus 30%, Coliform 12%, dan tidak ditemukan
pertumbuhan bakteri sekitar 50%. Dengan perhatian yang tepat, peran agen anaerobik di
abses serebri menjadi jelas. Dalam studi sebelumnya, 14 dari 18 abses ditemukan bakteri
anaerob pada kultur, terutama Streptococcus 66%, dengan spesies Bacteroides 60%.
Penelitian dari Inggris menekankan bahwa peran bakteri anaerob di abses otak, terutama
berasal dari telinga. Hasil tujuh studi (pada orang dewasa dan anak-anak) menunjukkan
bahwa Streptococcus, Enterobacteriaceae (spesies Proteus tertentu), dan spesies Bacteroides
memiliki peran yang sangat penting dalam terjadinya abses serebri (Scheld, M, et.al. 2014)
Dalam sebuah studi besar pada abses serebri neonatal, Proteus mirabilis di identifikasi
pada 27 (90%) dari 30 kasus, Escherichia Coli dua kasus, dan Serratia marcescens pada bayi
baru lahir yang lain (Scheld, M, et.al. 2014)
Berikut merupakan lokasi abses serebri dan penyebab predisposisi yang paling sering
sebagai etiologi :
Tabel 1. Lokasi Dan Mikroba Penyebab Abses Serebri berdasar Sumber Infeksi atau
Kondisi Yang Mendasarinya
Penyebab
Sinus Paranasal
Infeksi Telinga
Lobus Temporal,
Mikroba
Streptococci (in particular, S. milleri),
Bacteroides species, Staph. Aureus,
Haemophilus species
Proteus species, Streptococci,
cerebellum
Infeksi Odontogenic
Lobus Frontal
Endocarditis Bakterial
Abses multipel,
Setiap lobus dapat terkena
Abses multipel,
Setiap lobus dapat terkena
Abses multipel,
Setiap lobus dapat terkena
Patients Immunosuppresi:
penerima transplantasi sumsum
tulang, stem cell, atau organ lain
Abses multipel,
Setiap lobus dapat terkena
Abses multipel,
Setiap lobus dapat terkena
DiZ gsb
ffusion-weighted
(DW) MRI
Aspirasi
Stereotactic
Kulturu darah
Laboratorium
Echocardiograph
y
Chest x-ray/CT of
Hasil
Cerebritis: edema focal (high signal on T2-, low signal on T1-weighted images, tampak
gambaran hypodense pada Computed Tomography) dengan efek massa (sulcal
effacement atau kompresi ventricular) dan penyangatan minimal/heterogeneous
Abscess: necrotik pada bagian sentral (pus), biasanya isodense dengan cairan Cerebro
Spinal pada CT dan hiperintense pada MRI; kapsul abses bisa iso atau hiperintens pada
T1- dan hipointense pada T2 ; edema disekitar kavitas abses; efek massa, ringenhancement pada CT atau MRI
Komplikasi: edema, perdarahan, hidrosefalus, ruptur ventricular?
Sumber infeksi: sinusitis, otitis, mastoiditis, fraktur, osseus dehiscence, malformasi
kongenital, benda asing intracranial ?
Cairan abses berupa hyperintense pada DW MRI (lesi kistik neoplasma di otak tampak
bhypointense); apparent diffusion coefficient values are decreased in brain abscesses (and
increased in neoplastic cystic brain lesions)
Mikroskopik; kultur aerobic dan anaerobic: 84% positive (rerata 6997%); fungi,
mycobacterial, dan kultur nocardial (sesuai indikasi)
Aerobic and anaerobic cultures: positive in 3 (11%) of 27 patients in one study
Leukosit: meningkat pada 47% (rerata 3057%)
Sedimentasi Erythrosit: meningkat pada 59% (rerata 4865%)
Protein C-reactive Serum: meningkat pada 82% (rerata 7790%)
Tes serologi HIV
Right-to-left shunt, vegetasi valvular (endocarditis)
Infeksi Pulmoner: abses, pneumonia, empyema, bronchiectasis, aspergilloma
the chest
Dental
(panoramic)
radiography
Abses otak terjadi paling umum dalam hubungan dengan salah satu dari tiga klinis
yang berbeda: (a) berasal dari fokus infeksi yang berkelanjutan, (b) trauma kepala atau
prosedur bedah saraf, atau (c) penyebaran hematogen dari fokus yang jauh. 10% sampai 25%
kasus yang dilaporkan tidak ditemukan faktor predisposisinya (Scheld, M, et.al. 2014).
Tabel 3.Penyebab yang mendasari terjadinya Abses Otak
Penyakit yang mendasari
Frekuensi (Rata-rata)
Otitis/mastoiditis
33% (1466%)
Penyebaran Hematogen
23% (1734%)
Trauma/neurosurgery
14% (323%)
Sinusitis
9% (120%)
Infeksi gigi
2% (013%)
Tidak diketahui (kriptogenik)
17% (1025%)
Lain-lain
3% (09%)
Lain-lain adalah meningitis dan infeksi pada kulit kepala atau tengkorak.
Sumber : (Scheld, M, et.al. 2014)
Frekuensi (Rerata)
37% (1949%)
24% (1841%)
22% (746%)
10% (326%)
7% (010%)
1% (04%)
1% (07%)
Sumber :
Perkembangan abses serebral dibagi menjadi 4 tahap: (1) serebritis awal; (2) serebritis
akhir; (3) pembentukan kapsul awal; (4) pembentukan kapsul lanjut. Gejala klinis abses
berkembang dalam 2 -3 minggu, dan dibagi dalam 3 kelompok, antara lain:
1. Gejala sistemik, berupa demam dan malaise, tetapi tidak semua penderita disertai
demam
2. Gejala serebral umum, lebih banyak diakibatkan peningkatan tekanan intrakranial
berupa sakit kepala, mual, muntah dan penurunan kesadaran
3. Gejala serebral fokal, seperti kejang, defisit motorik atau sensorik
Gambaran klinik tersebut tergantung beberapa faktor yaitu virulensi organisme penginfeksi,
status imun pejamu, lokasi abses, jumlah lesi dan ada tidaknya meningitis atau ruptur
ventrikel (Kelompok Studi Neuroinfeksi PERDOSSI, 2011).
Manifestasi klinis abses otak dapat bervariasi antar pasien. Selain itu, gejala dari
lokasi utama infeksi (yaitu, otitis, sinusitis, atau banyak fokus supuratif) juga mendominasi.
Durasi rata-rata gejala hingga pasien masuk rumah sakit adalah 11 sampai 12 hari. Triase
klasik antara lain demam, sakit kepala, dan defisit neurologis fokal muncul dalam waktu
kurang dari 50% pada pasien. Pada kebanyakan pasien, manifestasi klinis yang menonjol dari
abses otak adalah karena massa intraserebral yang meluas dibanding infeksinya; tanda-tanda
neurologis, seperti sakit kepala dan hemiparesis, mendominasi pada pasien dengan abses otak
6
multiloculated dibandingkan dengan pasien dengan abses otak uniloculated. Presentasi klinis
pasien dengan abses serebelar berbeda, karena tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(ICP) (misalnya, sakit kepala, muntah, dan edema papil 90%), demam (90%), meningismus
(70%), dan kesadaran depresi (50%) yang sangat umum. Tanda-tanda serebelar muncul pada
25% sampai 50% dari pasien, sedangkan hemiparesis jelas dalam hanya 10% dari pasien.
Presentasi klinis abses lobus frontal sering didominasi oleh sakit kepala, mengantuk,
kurangnya perhatian, dan penurunan umum dalam fungsi mental. Gejala fokal unilateral yang
sering muncul adalah hemiparesis dan gangguan bicara. Gejala awal abses lobus temporal
adalah nyeri kepala ipsilateral. Gejala afasia atau disfasia dapat muncul pada abses yang
terdapat pada hemisfer dominan. Hemianopsia homonim dapat diindikasikan sebagai satusatunya tanda lobus abses temporal. Abses hipofisis intrasellar memberikan gejala nyeri
kepala (90%), fungsi hipofisis normal (50%), dan defisit neurologis fokal (50%). Presentasi
klinis abses batang otak menimbulkan defisit neurologis yang melibatkan saraf kranialis.
(Scheld, M, et.al. 2014)
Prosedur diagnostik yang paling penting dalam abses otak adalah penilaian
histopatologis dan mikrobiologis jaringan lesi. Hal ini tidak hanya membedakan antara tumor
dan abses tetapi juga mengidentifikasi patogen penyebabnya. Dengan demikian, spesimen
yang diperoleh dari biopsi lesi kistik (a) akan dikirim untuk evaluasi histopatologis dan (b)
dievaluasi pewarnaan Gram aerobik, anaerobik, mikrobakteri, dan kultur jamur. Selanjutnya,
pewarnaan untuk mycobacteria, Nocardia, dan jamur harus dilakukan. Dalam studi terbaru,
16S ribosom DNA polymerase amplifi reaksi berantai kation ditunjukkan untuk
meningkatkan jumlah spesies bakteri yang diisolasi dari abses otak, namun data lebih lanjut
diperlukan untuk menentukan penggunaannya dalam identifikasi penyebab penting patogen
pada pasien dengan otak abses. Identifikasi organisme penyebab sangat penting untuk terapi
lebih lanjut (Scheld, M, et.al. 2014).
Tuberkuloma
Tuberkuloma adalah massa seperti tumor berupa jaringan granulasi tuberkulosis,
paling sering multipel tetapi juga bisa terjadi secara tunggal, ukuran dalam parenkim otak
berkisar 2-12 mm. Tumor berukuran lebih besar dapat menghasilkan lesi desak ruang dan di
daerah periventricular yang dapat menyebabkan hidrosefalus obstruktif, tetapi juga disertai
oleh gejala fokal. Tuberkuloma jarang terjadi di Amerika Serikat; di negara-negara
berkembang kejadian tuberkuloma 5-30 persen dari semua lesi massa intrakranial. Di
beberapa negara tropis, tuberkuloma cerebellar adalah tumor intrakranial yang paling sering
pada anak-anak. Karena kedekatannya dengan meninges, Cairan serebrospinal sering
mengandung sejumlah kecil limfosit dan peningkatan protein (serous meningitis), tetapi
glukosa tidak berkurang. Abses tuberkulosis otak jarang terjadi kecuali pada pasien Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Dua pasien ditemukan dengan tuberculoma batang
otak, dan ada meningitis serosa yang berkembang menjadi meningitis TB yang pada
umumnya fatal.(Ropper, Allan H; Samuels, Martin A; Klein 2014)
Tuberkuloma intrakranial adalah lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang
merupakan kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi Mycobacterium tuberkulosis. 30% lesi
desak ruang intrakranial di negara berkembang merupakan tuberkuloma. Sedangkan di
negara-negara maju, tuberkuloma intrakranial jauh lebih sedikit, sekitar 0,1%-0,2%. dari lesi
desak ruang. Tuberkuloma secara tipikal merupakan lesi yang soliter, tetapi 15%-34%
kemungkinan multipel, yang tumbuh dari penyebaran secara hematogen dari fokus ekstra
serebral. Infeksi secara spesifik disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Spesies
Mycobacterium lainnya juga dapat menyebabkan infeksi, seperti misalnya Mycobacterium
7
Diagnosis Sementara:
Diagnosis klinik
Diagnosis topik
Diagnosis etiologik
Kepala
Leher
Dada
Abdomen
Ekstremitas
Status Mental
Kewaspadaan
Observasi perilaku
I. Perubahan perilaku
II. Status mental
- Tingkah laku umum
- Alur pembicaraan
- Perubahan mood dan emosi
- Isi pikiran
- Kemampuan intelektual
: alert
: tidak ditemukan
: normoaktif
: teratur
: tidak ada
: realistik
: tidak terganggu
Sensorium:
1 Kesadaran
: compos mentis
2 Atensi
: Normal
3 Orientasi
: Normal
4 Memori jangka panjang : Normal
5 Memori jangka pendek : Normal
6 Kecerdasan berhitung
: Normal
7 Simpanan informasi
: Normal
8 Tilikan,keputusan,rencana: Normal
9
10 Assesment Neurobehaviour
1)
MMSE
: 26/28
2)
ADL
: 1/14
3)
IADL
: 1/18
4)
Short IQ Code
:3
5)
CDR
: 2,67
6)
Barthel Index
: 90/100
9
7)
8)
14)
HDRS
:3
HRSA
:2
9)
10)
11)
Status Neurologis
12)
Kesadaran
: compos mentis, E4V5M6
13)
Sikap tubuh
: lurus
Kepala dan leher: mesocephal, tidak ditemukan adanya deformitas, tidak ditemukan
15) bising carotis, kaku kuduk (-), Brudzinski I-IV (-)
16)
Saraf Kranialis
17)
18)
19)
K
20)
Ki
an
ri
an
21)
22)
Daya Penghidu
23)
db
24)
D
N
n
bn
25)
N
37)
N
26)
Daya
penglihatan
27)
30)
Penglihatan
warna
31)
34)
Lapang Pandang
35)
38)
Ptosis
39)
42)
Gerakan mata ke
medial
Gerakan mata ke
atas
Gerakan mata ke
bawah
Ukuran pupil
43)
>
2/
60
N
or
m
al
N
or
m
al
(+
)
-
47)
46)
50)
54)
58)
62)
66)
70)
75)
Reflek cahaya
langsung
Reflek cahaya
konsensuil
Strabismus
divergen
Diplopia
Gerakan mata ke
medial bawah
28)
44)
>2
/6
0
N
or
m
al
N
or
m
al
(+
)
+
48)
51)
52)
55)
56)
59)
5
m
m
-
60)
4
m
m
-
63)
64)
67)
68)
71)
76)
+
-
72)
77)
+
-
32)
36)
40)
10
73)
N
79)
83)
Strabismus
konvergen
Diplopia
80)
81)
84)
85)
88)
92)
99)
100)
101)
+
+
89)
93)
103)
+
+
N
or
m
al
107)
74)
86)
N
87)
91)
95)
96)
97)
98)
105)
111)
N
109)
112)
116)
123)
N
120)
124)
128)
132)
136)
140)
143)
147)
150)
N
151)
Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas
muka
Cabang Frontalis
Cabang
Maksilaris
Cabang
Mandibularis
Refleks kornea
Trismus
Gerakan mata ke
lateral
Strabismus
konvergen
Diplopia
Kedipan mata
Lipatan
nasolabial
Mengerutkan
dahi
Menutup mata
Meringis
Menggembungk
an pipi
Daya
kecap
lidah 2/3 depan
159)
Mendengar
suara berbisik
Mendengar detik
arloji
Tes Rinne
163)
Tes Schawabach
166)
Tes Weber
155)
102)
106)
sd
n
110)
113)
114)
117)
118)
121)
125)
129)
+
+
Si
m
etr
is
133) +
122)
126)
130)
137)
138)
Simetris
145)
149)
152)
N
or
m
al
+
153)
N
or
m
al
+
156)
157)
A
C
>
B
C
164)
161)
A
C
>
B
C
+
141)
144) +
148)
160)
167)
+
+
Si
m
etr
is
134) +
Sama dengan
pemeriksa
Tidak ada lateralisasi
11
168)
N
185)
N
199)
N
169)
172)
Arkus faring
Daya
kecap
lidah
1/3
belakang
176)
180)
183)
186)
Refleks muntah
Sengau
Tersedak
Denyut nadi
187)
190)
193)
196)
Arkus faring
Bersuara
Menelan
197)
200)
211)
Memalingkan
kepala
Sikap bahu
Mengangkat
bahu
Trofi otot bahu
215)
218)
Sikap lidah
Artikulasi
222)
226)
229)
Tremor lidah
Menjulurkan
lidah
Trofi otot lidah
233)
Fasikulasi lidah
204)
207)
214)
N
236)
237)
173)
177)
201)
170) Simetris
N
174)
or
m
al
+
178)
181) 184) 82
188)
x/
m
nt,
re
gu
ler
191) Simetris
194) Normal
N
198)
or
m
al
+
202)
205)
208) +
Simetris
209)
212)
Eu
213)
tro
fi
216) Lurus
219) N
220)
or
m
al
223) 224)
227) Simetris
230)
Eu
tro
fi
234) -
N
or
m
al
+
82
x/
m
nt,
re
gu
ler
N
or
m
al
+
+
Eu
tro
fi
N
or
m
al
-
231)
Eu
tro
fi
235) -
Leher
: Brudzinski I-IV (-), Kaku kuduk(-), Valsava(-), Nafziger(-),
muscle spasm(-)
238)
239) Ekstremitas :
240) 241)242)
243)
244)
G B B
K
245)
5
246)247)
5/
12
257)258)
259)
B B
272) 274)276)
278)
275)277)
273) N N
T
279)
280)
T
290)291)
292)
N N
300)
301)
302)
Vegetatif
261)
5
262)263)
5/
281)
282)
E
283)285)
294)
E
295)296)
E
288)
Nyeri
311)
Raba
313)
Propriose
ptik
304)
Kana
n
307)
309)
Getaran
318)
Posisi
320)
Diskriminasi 2 titik
322)
Fungsi Keseimbangan
Dismetri
Diadiadokinesis
Heel Shin Test
Tandem Gait
:
:+
:: -/:+
305)
Kiri
308)
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
316)
324)
325)
326)
327)
328)
329)
286)
287)
C -/-
269)270)
271)
- -
284)
E
Sensibilitas :
303) Sensibilit
as
306) Protopati
k
Suhu
315)
265) 266)
267)
+2 +2
310)
312)
314)
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
317)
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
319)
321)
323)
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
Dalam
batas
norma
l
13
14
335)
336)
337)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HCTS 20/08/16
338)
339) Kesimpulan : Saat ini tidak ditemukan kelainan
340)
341) MRI Kontras 26/10/16 :
342)
343)
344)
345)
346) Hasil :
Tanda multiple gliosis di periventrikel lateral 3 dekstra di mid brain dan kedua lobus
cerebellum yang mengalami enhancement yang nyata sugestif ec proses infeksi.
347)
348) Laboratorium
349)
350)
355)
361)
367)
P 351)
2
a 7/10/16
r
a
m
e
t
e
r
L
356)
e
4
u
k
o
s
i
t
N
362)
e
4
u
t
r
o
f
i
l
L
368)
y
4
m
f
o
352) 353)
2
354)
Pemeriksaan LCS
28/10/16
357) 358)
359)
Pr
ot
ei
n
360)
0,1
363) 364)
365)
N
on
e
366)
+
369) 370)
371)
Pa
nd
y
372)
+
373)
379)
385)
391)
397)
403)
409)
415)
s
i
t
M
o
n
o
s
i
t
E
o
s
i
n
o
f
i
l
B
a
s
o
f
i
l
E
r
i
t
r
o
s
i
t
H
e
m
o
g
l
o
b
i
n
H
e
m
a
t
o
c
r
i
t
M
C
V
M
C
374)
1
375) 376)
377)
K
ej
er
ni
ha
n
378)
Ke
380)
3
381) 382)
383)
J
ml
Se
l
384)
40
386)
0
387) 388)
389)
P
M
N
390)
2
392)
4
393) 394)
395)
M
N
396)
98
398)
1
399) 400)
401)
Gl
uk
os
a
402)
104
404)
4
405) 406)
407)
Er
itr
os
it
408)
350
410)
8
411) 412)
413)
416)
3
417) 418)
419)
L
414)
D
94
H
Penanda Infeksi
420)
H
M
C
H
C
421)
3
422) 423)
424)
T
r
o
m
b
o
s
i
t
B
U
N
C
r
e
a
t
427)
1
428) 429)
430)
433)
434) 435)
1
439)
440) 441)
0,
442)
444)
G
D
S
445)
8
446) 447)
448)
450)
N
a
451)
1
452) 453)
454)
456)
457)
3
458) 459)
460)
462)
C
l
463)
1
464) 465)
466)
468)
A
l
b
u
m
469)
470) 471)
472)
426)
432)
438)
Ig
M
an
ti
R
ub
ell
a
Ig
G
an
ti
R
ub
ell
a
425)
0,1
Ig
M
an
ti
C
M
V
Ig
G
an
ti
C
M
V
Ig
M
an
ti
To
xo
Ig
G
an
ti
To
xo
Ig
M
an
ti
H
S
V
1
Ig
G
an
ti
H
443)
0,4
431)
-
449)
87
455)
0,1
461)
>30
467)
0,9
473)
5,4
i
n
474)
S
G
O
T
475)
2
476) 477)
478)
480)
S
G
P
T
481)
4
482) 483)
484)
486)
C
h
o
l
e
s
t
e
r
o
l
H
D
L
L
D
L
487)
1
488) 489)
490)
493)
3
494) 495)
496)
499)
1
500) 501)
502)
T
505)
r
1
i
g
l
i
s
e
r
i
d
a
H
511)
b
A
1
C
Test Mantoux : -
506) 507)
508)
512) 513)
5,
514)
517)
518)
492)
498)
504)
510)
516)
520)
521)
522)
S
V
1
A
vi
dit
as
To
xo
A
vi
dit
as
C
M
V
A
nti
bo
di
HI
V
479)
0,7
485)
0,9
491)
+/
C
D
4
T
P
H
A
V
D
R
L
497)
105
Kr
ipt
ok
ok
us
515)
-
503)
509)
-
519)
523)
524)
525) Hasil :
Pulmo tak tampak kelainan
Besar cor normal
526) KONSULTASI
527)
1. Hasil Pemeriksaan TS Mata
528)
529) OD
531) Visus
532) 6/9
534) Palpasi
535) Ptosis +
537) Palpebra
538) Tenang
Conjunctiva
540) Conjunctiva
541) Jernih
543) Camera
Oculi
544) Dalam Jernih
Anterior
546) I/P
547) OC 5 mm Rc -/549) LVb
550) Jernih
552) Pupil
553) BT CD 0,3
555) Makula
556) Ref (+)
558) Ratio a/v
559) 2/3
561) Tekanan
Intra
562) N
Okular
564) MBO
565) Bebas
567)
530) OS
533) 6/6
536) Ptosis +
539) Tenang
542) Jernih
545) Dalam Jernih
548)
Bebas
568)
569)
570)
Kesimpulan :
Opthalmoplegi total e.c proses infeksi
ODS depresi ringan
571)
2. Konsultasi Neurositologi
572)
Hasil :
Pada pemeriksaan ini ditemukan mayoritas limfosit dan monosit, beberapa PMN,
ditemukan pula susp Giant Cell.
TIK : 5,5
573)
Kesimpulan :
574)
Suatu infeksi virus dan kemungkinan suatu infeksi TB
575)
3. Konsultasi Neuroimaging
576)
Hasil :
Penebalan dinding mukosa nasofaring
lesi isointens yang menjadi hiperintens pada T2 dan Flair di pedunculus Cerebri,
mesencephalon, cerebellum dengan tepi irregular dengan efek massa minimal dengan
lesi kistik di pedunculus cerebri
577)
578)
579)
580)
581)
582)
583)
584)
585)
586)
587)
588)
Kesimpulan :
Cenderung kemungkinan infeksi
RESUME PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa kelainan, antara lain :
Kepala : Pupil isokor, diameter 5mm/5mm, Refleks cahaya negatif
pada mata kanan
Nervus Kranialis
: Lesi N.III bilateral , IV bilateral , N.V dextra
Fungsi Keseimbangan: Romberg (+) jatuh kanan kiri, Tandem gait (-)
Laboratorium : HIV (+), IgG CMV=87 (), IgG Toxoplasmosis=>300
(), CD4=104()
Hasil LP
: Pada pemeriksaan ini ditemukan mayoritas limfosit
dan monosit, beberapa PMN, ditemukan pula susp Giant Cell (Curiga
suatu infeksi virus dan kemungkinan suatu infeksi TB).
MSCT kepala : lesi isointes yang menjadi hyperintens pada T2 dan
Flair di pedunculus serebri, mesencephalon, cerebellum dengan tepi
irregular dengan efek massa minimal dengan lesi kistik di pedunculus
serebri
Hasil Konsul Mata : oftalmoplegi bilateral, depresi ringan ODS
Hasil Konsul Neuroimaging : mengarah adanya lesi infeksi multipel
589)
590)
591)
592) DISKUSI II
593) Keluhan Neurologis pada pasien HIV positif
594) Adanya nyeri kepala kronis progresif, disertai dengan defisit neurologis fokal
berupa ptosis, pandangan dobel, strabismus konvergen, gangguan keseimbangan
mengarahkan kecurigaan adanya suatu lesi fokal multipel di intraserebral. Pasien ini adalah
pasien yang terdeteksi HIV positif. Faktor yang paling penting dalam menentukan diagnosis
diferensial adalah tingkat imunosupresi host. Pasien dengan penekanan kekebalan tubuh yang
berat (jumlah CD4 kurang dari 200 sel per uL) berisiko terkena ensefalitis toksoplasma,
meningitis kriptokokus, infeksi cytomegalovirus, primary CNS lymphoma, dan Progressive
Multifocal Leucoencephalopathy (PML). Sedangkan pasien dengan penekanan kekebalan
moderat (CD4 200 -500 sel per uL) berisiko terkena meningitis TB dan PML (Tan et al.
2012).
595) Referensi lain menyebutkan sebagai berikut:
Pada pasien dengan jumlah CD4> 500 / microL, tumor otak jinak dan ganas dan
metastasis mendominasi, seperti di host imunokompeten.
Pada pasien dengan imunosupresi moderat dengan jumlah CD4 200-500 /uL,
gangguan kognitif dan motorik terkait HIV umum ditemukan, tetapi biasanya tidak
ada lesi fokal.
Lesi massa CNS umumnya ditemukan pada pasien imunosupresi dengan jumlah CD4
<200 / microL. Kemungkinan diagnostik paling mungkin termasuk infeksi
oportunistik (IO) dan tumor terkait AIDS, adalah primary central nervous system
lymphoma (PCNSL) (Koralnik, 2014).
596)
597) Secara lebih detail, perjalanan penyakit HIV beserta kemungkinan infeksi
yang mungkin menyerang pada berbagai tahapan penyakit adalah sebagai berikut.
598)
599) Gambar 1.Tipe khas Infeksi HIV
600)
601)
602)
603)
Sumber:
606) Sumber :
607)
608) Pada pasien ini terdapat tanda-tanda yang menunjukkan adanya suatu lesi
fokal intraserebral yang menimbulkan efek massa. Diagnosis paling umum terkait dengan
efek massa pada pasien HIV di negara-negara maju adalah ensefalitis toksoplasma, PCSNL.
Di negara berkembang, tuberkuloma juga umum ditemukan (Koralnik, 2014; Modi et al.
2004)
609)
610) Referensi lain menyebutkan, adannya infeksi pada sistem saraf pusat pada
pasien HIV, disebabkan pada bagan di bawah ini :
611)
612) Tabel 5. Jenis organisme penyebab dan lesi di otak
613)
614) Organisms
615)
616)
617)
Tip
Le
En
618)
Pro
619)
620)
Toxoplasma gondii
Trypanosoma cruzi
621)
Amoebae (rare)
622)
X
623)
X
625)
X
626)
640)
X
641)
X
642)
X
643)
X
645)
X
624)
627)
Vir
628)
629)
630)
631)
632)
633)
Cytomegalovirus
Herpes simplex type 1
Herpes simplex type 2
Varicella zoster
JC virus (causes PML)
Epstein-Barr virus (associated
with primary CNS lymphoma)
X
634)
X
635)
636)
637)
X
638)
X
639)
644)
647)
X
648)
X
649)
X
650)
Ba
651)
652)
653)
654)
655)
656)
657)
658)
659)
Mycobacterium tuberculosis
Treponema pallidum
Mycobacterium avium
complex
Listeria monocytogenes
Salmonella sp.
Streptococcus pneumoniae
Nocardia sp.
Bartonella sp. (rare)
Mixed
abscess)
(pyogenic
brain
660)
X
661)
X
662)
X
663)
664)
669)
683)
Fun
Cryptococcus neoformans
Candida sp.
Aspergillus sp.
Coccidioides immitis
Histoplasma capsulatum
689)
671)
672)
X
673)
665)
681)
X
682)
690)
X
691)
X
692)
X
693)
695)
X
704)
705)
675)
X
676)
X
677)
X
678)
X
679)
X
680)
668)
694)
703)
674)
X
670)
666)
X
667)
X
684)
685)
686)
687)
688)
646)
696)
X
697)
X
698)
X
699)
X
700)
X
701)
X
702)
Dari penjelasan tersebut diatas, dapat kita simpulkan bahwa, pada pasien ini
dengan dengan penekanan kekebalan tubuh yang berat (jumlah CD4 104)
berisiko terkena ensefalitis toksoplasma, meningitis kriptokokus, infeksi
cytomegalovirus, primary CNS lymphoma, dan Progressive Multifocal
Leucoencephalopathy (PML). Kemungkinan lesi fokal pada sistem saraf pusat
pada pasien ini dapat disebabkan oleh karena adanya infeksi toksoplasma
gondii atau adanya infeksi viral CMV, hal ini dibuktikan dari adanya
pemeriksaan serologi IgG Toksoplasma dan CMV yang meningkat, dan
adanya hasil pemeriksaan CMV mengarah ke infeksi virus ataupun
mastoiditis, sinusitis, atau infeksi gigi), atau sumber infeksi sistemik (misalnya, endokarditis
atau bakteremia). Bakteri memasuki otak melalui penyebaran langsung pada sekitar setengah
dari kasus dan melalui penyebaran hematogen di sekitar sepertiga kasus, dengan sisanya
melalui mekanisme yang tidak diketahui (Brouwer et al. 2014).
716)
Abses serebri terjadi secara sekunder dengan infeksi primer di luar
otak (mastoiditis, sinusitis, otitis media, infeksi gigi, dan paru). Abses
biasanya dimulai dari tahapan serebritis, nekrotik, dan pembentukan kapsul.
Gambaran klinik awal sangat bervariasi. Biasanya didahului nyeri kepala,
demam, defisit neurologis fokal, dan kejang. Hasil pemeriksaan bervariasi
tergantung topiknya (Ropper et al. 2014). Defisit neurologis fokal (terutama
hemiparese) biasanya sering didapatkan, tergantung dari ukuran dan lokasi
abses. Demam tidak selalu muncul, adanya papiledema merupakan tanda yang
harus diperhatikan untuk segera dilakukan pencitraaan otak terkait adanya
peningkatan tekanan intrakranial (Ramakrishnan et al. 2013).
717)
718)
719)
720)
721) Encephalitis Cytomegalovirus
722)
723) Manusia merupakan satu-satunya reservoir CMV. Infeksi endemik terdapat di
seluruh dunia dan tidak memiliki variasi musiman. Prevalensi infeksi CMV meningkat
sejalan dengan usia, latar belakang geografis, etnis, dan sosial ekonomi. Antibodi
imunoglobulin G (Ig G) pada CMV dapat ditemukan pada sekitar 60% dari orang dewasa di
negara maju, dan hampir 100% orang dewasa di negara-negara berkembang. Dalam negaranegara maju, akuisisi infeksi CMV meningkat dalam lingkungan sosial ekonomi yang buruk
dan melalui kontak seksual. Kehadiran antibodi IgG menunjukkan bahwa infeksi telah terjadi
di masa lalu dan dianggap bahwa virus telah menjadi laten. Tempat latency CMV tidak
diketahui, meskipun sel dendritik myeloid jelas terkait dengan reaktivasi virus. CMV dapat
ditularkan secara iatrogenik oleh semua organ dan pada otopsi dapat ditemukan di sebagian
besar jaringan tubuh.
724) Penularan infeksi dari satu orang ke orang lain membutuhkan kontak
langsung. Sumber infeksi antara lain air liur, darah, cairan vagina, air mani, dan air susu ibu.
Transmisi bayi ke bayi dalam perawatan anak terjadi melalui ekskresi virus pada saliva. Anak
rentan terinfeksi CMV di lingkungan penitipan dan menularkan infeksi kepada anggota
keluarga di rumah. Secara keseluruhan, di Amerika Serikat, kontak pada anak-anak
merupakan sumber yang jauh lebih penting dari paparan seksual.
725) Pada pasien yang positif HIV : Infeksi CMV menjadi semakin sering, seiring
berlangsungnya immunocompromised . Retinitis CMV, jarang terjadi sebelum jumlah CD4
menurun ke 100x106 / L. Retinitis dikaitkan dengan encephalitis CMV. Hal itu mewakili 85%
dari penyakit CMV pada pasien AIDS, 10% infeksi saluran pencernaan dan gangguan CMV
pada SSP hanya 1% dari keseluruhan penyakit.
726) Mekanisme yang menjelaskan beberapa kerusakan SSP terkait infeksi CMV
antara lain replikasi produktif CMV menyebabkan kerusakan sel-sel individual (infeksi litik)
dan kerusakan tidak langsung dimediasi oleh komponen aksi dari sistem kekebalan tubuh
(Immunopathology).
727) CMV mencapai otak melalui penyebaran secara hematogen (viremia). Pada
pasien AIDS, viremia telah dilaporkan pada seluler dan komponen plasma. Pada individu
yang sehat, CMV ditemukan dengan adanya PCR pada monosit. Pada penerima transplantasi,
antigen ppUL83 (pp65) ditemukan dalam monosit, sel polimorfonuklear, atau sel-sel endotel.
728) Diagnosis infeksi CMV SSP terbaik didapatkan dari PCR. Beberapa peneliti
telah melaporkan bahwa PCR merupakan metode yang memiliki sensitivitas dan spesifik
tinggi untuk mendeteksi keterlibatan SSP. Kultur sel konvensional pada CMV terlalu sensitif
untuk mendeteksi jumlah kecil dari CMV yang ditemukan dalam CSF, sehingga tes ini tidak
dianjurkan. Serologi, baik IgG atau antibodi IgM, tidak memiliki nilai diagnostik dalam
pasien ini.
729)
730) DIAGNOSIS AKHIR
731)
732)
Diagnosis Klinis
: Cephalalgia subakut progresif cum ptosis
bilateral cum P.N III,IV bilateral cum Lesi N.V dextra cum vertigo
sentral cum tanda serebellar
733)
Topik : mesencephalon ; cerebellar
734)
Diagnosis Etiologis : Multiple Abses cerebri pada infeksi
oportunistik terkait AIDS
735)
(DD/ encephalitis toxoplasmosis, Encephalitis CMV)
736) Diagnosis tambahan : AIDS
737)
738)
739)
740) DISKUSI III
741)
742) Terapi abses serebri
743) Pengobatan abses otak didasarkan pada prinsip-prinsip berikut: (a) terapi
antibiotik, (b) terapi bedah abses otak , dan (c) terapi bedah dari fokus infeksi primer.
Pemeriksaan CT atau MRI kepala memungkinkan melihat lokaai yang tepat dari abses atau,
identifikasi lesi yang paling sesuai untuk aspirasi stereotactic, ketika terdapat beberapa
abses,. Selain itu, sumber infeksi (misalnya, otitis atau sinusitis) harus dideteksi. Pemberian
antibiotik sebelum operasi mengurangi hasil kultur positif. Terapi antimikroba dapat ditunda
setelah operasi hanya jika operasi dapat dilakukan dalam waktu singkat (jam) dan abses tidak
menunjukkan risiko herniasi. Risiko aspirasi stereotactic lebih kecil dari risiko diagnosis dan
pemilihan antibiotic yang salah; Oleh karena itu, keputusan untuk menggunakan terapi
empiris saja harus dilakukan dengan hati-hati. (Scheld, M, et.al. 2014)
744) Manajemen abses otak pada pasien AIDS yang diusulkan antara lain: (a)
pengobatan empiris untuk toxoplasmosis harus diberikan dalam semua kasus (pirimetamin
ditambah sulfadiazin atau pyrimethamine ditambah klindamisin), kecuali bila lesi intrakranial
memiliki serologi negatif untuk toksoplasmosis; dan (b) biopsi stereotactic dilakukan jika
serologi negatif atau pasien memburuk secara klinis atau radiologis selama terapi
antitoxoplasmic, meskipun lesi dengan ukuran besar memerlukan dekompresi bedah segera.
Pada anak-anak yang terinfeksi HIV, biopsi stereotactic dapat dipertimbangkan, karena
toksoplasmosis jarang pada populasi pasien ini. (Scheld, M, et.al. 2014)
745)
746) Berikut merupakan terapi empiris brain abses :
747)
748) Tabel 6. Terapi empiris antimikroba pada abses otak
749)
750)
pembesaran abses setelah terapi antibiotik interval 2 minggu atau ukuran abses tidak
berkurang, setelah 3 sampai 4 minggu, dianjurkan drainase bedah (Ropper, Allan H; Samuels,
Martin A; Klein 2014).
761)
762) Kortikosteroid pada abses Serebri
763) Penggunaan kortikosteroid pada abses otak tidak tepat karena mungkin
mengganggu penetrasi antibiotic pada sistem saraf pusat. Singkatnya, tidak ada data yang
mendukung penggunaan rutin steroid dalam pengobatan abses otak. Terapi tambahan dengan
kortikosteroid diberikan untuk membatasi kerusakan neurologis progresif atau herniasi
serebral dan adanya bukti radiologis abses yang menyebabkan edema serebral dan efek
massa. Selanjutnya, pada pasien dengan abses di mana edema menyebabkan perburukan
kondisi (cerebellum), penggunaan kortikosteroid dapat dipertimbangkan. Pada penggunaan
kortikosteroid, penurunan dosis yang cepat direkomendasikan setelah pasien memiliki respon
klinis (Scheld, M, et.al. 2014).
764)
765) Terapi ensefalitis toksoplasmik fase akut
766) Terapi toxoplasmosis pada HIV meliputi terapi antimikroba untuk T Gondii
sendiri serta terapi ARV untuk HIV. Terapi diberikan dalam jangka waktu minimal enam
bulan. Terapi antimikroba terhadap T. gondii meliputi tahap awal untuk mengobati gejala akut
selama 4-6 minggu, diikuti dengan terapi pemeliharaan untuk mengurangi risiko
kekambuhan. Untuk pasien tertentu (misalnya, mereka yang memakai ARV dengan
pemulihan sistem imum), terapi pemeliharaan dapat dihentikan. Terapi empiris
toksoplasmosis dapat diberikan pada penderita HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/ml
dengan seropositive toksoplasma dan didapatkan gambaran lesi otak (Gandhi, 2015;
Kelompok Studi Neuroinfeksi PERDOSSI, 2011).
767) Rejimen awal yang direkomenasikan adalah sulfadiazin dan pirimetamin.
Regimen ini lebih efektif dibandingkan dengan alternatif pilihan (misalnya, pirimetamin
ditambah klindamisin). Rejimen obat awal yang diberikan secara oral dengan dosis sebagai
berikut (Gandhi, 2015; Kelompok Studi Neuroinfeksi PERDOSSI, 2011) :
Sulfadiazin (100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, atau 1.000 mg empat kali
sehari pada pasien <60 kg atau 1.500 mg empat kali sehari pada pasien 60 kg)
dikombinasikan dengan pirimetamin (200 mg loading dosis diikuti oleh 50 mg (2x25
mg) sehari pada pasien <60 kg atau 75 mg (3x25 mg) setiap hari pada pasien 60 kg).
Pada rejimen ini perlu ditambahkan Folinic acid (leucovorin)10-20 mg/hr per oral
untuk mencegah efek samping toksisitas hematologi yang menyebabkan anemia
akibat pirimetamin (Gandhi, 2015; Kelompok Studi Neuroinfeksi PERDOSSI, 2011).
Rejimen alternatif - Untuk pasien yang tidak dapat meminum sulfadiazin, dapat
diberikan klindamisin (600 mg intravena atau oral empat kali sehari) ditambah
pirimetamin oral (200 mg loading dosis diikuti oleh 50 mg sehari pada pasien <60 kg
atau 75 mg setiap hari pada pasien 60 kg). Pada rejimen ini perlu ditambahkan
Folinic acid (leucovorin)10-20 mg/hr per oral
Untuk pasien tanpa alergi sulfa, trimethoprim-sulfamethoxazole (5 mg / kg
trimetoprim dan 25 mg / kg sulfametoksazol diberikan secara intravena atau secara
oral dua kali sehari) juga dapat menjadi alternatif pengobatan yang efektif.
768) Beberapa metaanalisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna
dalam efektifitas ketiga macam rejimen di atas. Dengan demikian pemilihan
terapi disesuaikan dengan ketersediaan obat di tiap-tiap lokasi. Pemberian
trimethoprim-sulfamethoxazole dengan demikian direkomendasikan pada
lokasi dengan sumber daya yang terbatas (Dedicoat ad Livesley, 2008, Yan et
al., 2013)
769)
770) Terapi ensefalitis toksoplasmik fase pemeliharaan (profilaksis sekunder)
771) Untuk terapi pemeliharaan, kombinasi sulfadiazine dan pyrimethamine harus
dilanjutkan, tetapi pada dosis yang lebih rendah daripada yang digunakan untuk pengobatan
awal. Sulfadiazin diberikan 50 mg/kg/hari terbagi dalam 2-4 dosis per oral dengan
pirimetamin 25 sampai 50 mg setiap hari dan leucovorin (asam folinat) 10 sampai 20 mg
sehari.
772) Untuk meningkatkan kepatuhan pasien sulfadiazine dapat diberikan dua kali
sehari, yaitu 1.000 mg dua kali sehari untuk individu <60 kg, dan 1.500 mg dua kali sehari
untuk individu 60 kg.
773) Obat alternatif yang dapat diberikan adalah klindamisin (300-600 mg oral 3-4
kali sehari) ditambah pirimetamin oral 25- 50 mg. Pada rejimen ini perlu ditambahkan asam
folat (leucovorin)10-20 mg/hr per oral.
774) Menurut pedoman saat ini, profilaksis sekunder dapat dihentikan jika jumlah
CD4 + meningkat menjadi lebih dari 200 sel / uL dan berkelanjutan selama lebih dari 6 bulan.
Profilaksis sekunder harus diberikan kembali jika CD4 + turun hingga di bawah 200 sel / uL.
775)
776) Terapi CMV pada pasien HIV
777) Lini pertama pengobatan untuk ensefalitis cytomegalovirus atau
polyradiculitis adalah infus gansiklovir, 5 mg/kgbb dua kali sehari, dengan kombinasi
foscarnet, 90 mg/kgbb dua kali sehari, selama 3-6 weeks. Jika virus ini resisten terhadap
gansiklovir, terapi foscarnet berkepanjangan diperlukan. Respon klinis untuk terapi dan titer
PCR pada cairan serebrospinal (setidaknya satu hasil tes negatif) dapat membimbing
keputusan untuk transisi terapi induksi pasca-primer dengan valgansiklovir oral, 900 mg dua
kali sehari. Peran valgansiklovir pada ensefalitis cytomegalovirus belum sepenuhnya ada, dan
optimalisasi Anti Retroviral Therapy tetap menjadi gold standart. Karena morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada ensefalitis cytomegalovirus, diberikan inisiasi foscarnet intravena
ditambah gansiklovir, meskipun berpotensi toksik.
778) Pengobatan retinitis cytomegalovirus tergantung pada lokasi retinitis dan
apakah terdapat penyakit sistemik yang bersamaan. Valgansiklovir oral 900 mg dua kali
sehari selama 3 minggu diikuti 900 mg sekali sehari merupakan pengobatan yang sering
diberikan. Letak lesi di retina menimbulkan risiko lebih besar untuk kehilangan penglihatan,
dan sering diberikan terapi lokal seperti implan mata atau terapi intravitreal, walaupun terapi
intravitreal sering menyebabkan kehilangan visual berat. Ketika terapi intervensi lokal
diberikan, valgansiklovir oral digunakan secara bersamaan untuk mencegah infeksi
cytomegalovirus mata lainnya. Suntikan intravitreal triamsinolon acetonide intravitreous
dapat digunakan untuk pemulihan uveitis.
779)
780) Anti retroviral
781) Tidak ada pedoman yang jelas mengenai kapan obat anti retroviral harus
dimulai atau diberikan kembali pada pasien terinfeksi HIV dengan toksoplasmosis akut.
Konsensus umum adalah bahwa obat antiretroviral dapat dimulai kembali berdasarkan
pertimbangan dokter setelah pemberian terapi fase akut dan setelah diskusi dengan pasien
(Jayawardena et al., 2008).
782) Angka harapan hidup penderita HIV dilaporkan meningkat sejak dimulainya
penggunaan HAART (highly active anti retroviral therapy). Supressi virus dalam peredaran
darah sistemik mampu menurunkan angka kejadian infeksi oportunistik yang merupakan
penyebab utama kematian dan kesakitan pada penderita HIV.
783) Rekomendasi WHO pada Juni 2004: ARV utama untuk negara berkembang
sebagai ARV first- line adalah kombinasi berikut:
d4T/3TC/NVP (stavudin/lamifudin/nevirapin)
d4T/3TC/EFV (stavudin/lamifudin/efavirens)
AZT/3TC/NVP (zidovudin/lamifudin/nevirapin)
AZT/3TC/EFV (zidovudin/lamifudin/efavirens)
784) Kombinasi AZT/3TC/NVP merupakan kombinasi ARV yang digunakan
Pokdisus AIDS FK UI. Dosisnya AZT 2x300 mg/hari, 3TC 2x150 mg/hari dan
NVP 2x200 mg/hari (Perdossi, 2008)
785)
786) PENATALAKSANAAN
787)
788) Terapi Farmakologis
:
1. Inj. Methylprednisolone 125mg/8jam
2. Inj. Mecobalamin 500mg/12j
3. Inj. Ranitidine 50mg/12jam
4. Asam Folat 2x1mg
5. Pyrimetamin loading 200mg dilanjutkan 1x75mg (21hari)
6. Clindamycin 3x600mg
7. Paracetamol 1000mg/8jam
8. Novorapid (extra)
789)
790) Terapi Non Farmakologis :
1. Edukasi
791)
792) Plan :
1. ARV diberikan 2minggu setelah terapi pyrimetamin
793)
794) Diskusi IV :
795) Mortalitas abses otak di era preantibiotic adalah 40% sampai 80% dan
mengalami penurunan setelah terdapat penisilin. Prognosis buruk dikaitkan dengan (a)
tertunda atau salah diagnosis, (b) lokasi yang rawan, (c) multipel, lokasi dalam, atau lesi
multiloculated, (d) Ruptur ventrikel, (e) penurunan kesadaran yang dalam796) , (f) disebabkan oleh jamur , dan (g) antibiotik yang tidak sesuai. Faktor
negatif tambahan yang sering dikutip adalah usia ekstrem, abses besar, kehadiran abses
metastasis, dan progresifitas penyakit yang cepat. Sejak diperkenalkannya CT scan, angka
kematian menurun secara substansial. Dengan demikian, dalam studi terbaru, mortalitas abses
otak antara 10 sampai 19%. Deteksi kondisi yang mendasarinya (misalnya, sinusitis atau
dehiscence tulang), pemantauan kemajuan terapi, dan komplikasi lebih mudah dideteksi oleh
CT dan MRI dan mungkin telah berkontribusi terhadap peningkatan prognosis. Selanjutnya,
CT-dipandu aspirasi stereotactic memberikan prognosis meningkat khususnya pengobatan
abses pada lokasi dalam dan batang otak.
797) Prognosis pada pasien saat ini :
- Death
: Dubia ad bonam
- Disease
: Dubia ad malam
- Disability
: Malam
- Dissatisfaction : Malam
- Discomfort
: Malam
- Destitution
: Bonam
798)
799)
800)
801)
802)
803)
804)
805)
806)
807)
808)
809)
810)
811)
812)
813)
814)
815)
DAFTAR PUSTAKA
816)
817) Brouwer, M.C. et al., 2014. Brain Abscess. Nejm, 371(5), pp.447456. Available at:
http://www.nejm.org/doi/abs/10.1056/NEJMra1301635.
818) Gandhi, R.T., 2015. Toxoplasmosis in HIV-infected patients.
819) Harrison, S., 2013. Neurology in CLinical Medicine,
820) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Tumor Otak. Pedoman nasional
pelayanan otak, p.6.
821) Koralnik, I.J., 2014. Approach to HIV-infected patients with central nervous system
lesions.
822) Lindsay, K., 2011. Lindsay,
823) Modi, M., Mochan, A. & Modi, G., 2004. Management of HIV-associated focal brain
lesions in developing countries. QJM - Monthly Journal of the Association of
Physicians, 97(7), pp.413421.
824) Ramakrishnan, K.A., Levin, M. & Faust, S.N., 2013. Bacterial meningitis and brain
abscess. Medicine, 41(12), pp.671677.
825) Ropper, Allan H; Samuels, Martin A; Klein, J.P., 2014. Adams and Victors: Principles
of Neurology,
826) Ropper, A.H., Samuels, M.A. & Klein, Joshua P., 2014. Adams and Victor`s Principle of
Neurology Tenth., New York: McGraw-Hill Education.
827) Scheld, M, et.al., 2014. Infections of the Central Nervous System,
828) Tan, I.L. et al., 2012. HIV-associated opportunistic infections of the CNS. The Lancet
Neurology, 11(7), pp.605617. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/S14744422(12)70098-4.
829)
830)
831)
832)
833)
834)
835)
836)
837)
838)
839)
840)
841)
842)
843)
844)
845)
846)
847)
848)
849)
850)
851)
852)
853)
854)
856)
855)
FOLLOW UP
857)
858)
859)
860)
864)
Keluh
865)
879)
T
884)
1
889)
T
29/10
/2016
Nyeri
Kepa
la ()
Seda
ng,
CM,
E4V
5M6
894)
1
880)
R
885)
1
890)
R
895)
2
900)
R
905)
2
910)
R
881)
N
886)
6
891)
N
896)
8
901)
N
906)
1
911)
N
882)
t
883)
N
887)
3
892)
t
893)
N
897)
3
902)
t
903)
N
907)
3
912)
t
913)
N
870)
869)
KU
878)
Tanda
871)
920)
919)
Nn.
921)
928)
Gerak
888)
2
P.N.II
I,IV,
VI
bilate
ral
Lesi
N.V
(dx)
866)
872)
873)
922)
923)
898)
2
P.N.I
II,IV,
VI
bilate
ral
Lesi
N.V
(dx)
Dala
m
batas
Norm
al
931)
Dala
m
batas
Nor
mal
935)
Dism
etri
(+),
Romb
erg
jatuh
ke
kanan
dan
kiri,
936)
Dism
etri
(+),
Rom
berg
jatuh
ke
kana
n dan
kiri,
934)
Fungsi
944)
R.pato
lemah
, CM,
E4V5
M6
861)
930)
929)
Kekua
939)
R.fisio
27/10
/2016
Nyeri
Kepal
a (+),
940)
+2 di ke-4
ekstremitas
945)
+
954)
-
941)
+2 di ke-4
ekstremitas
946)
+
955)
-
947)
+
956)
-
948)
+
957)
-
862)
899)
T
30/10/
2016
Nyeri
Kepal
a ()
Sedan
g,
CM,
E4V5
M6
904)
1
909)
T
867)
874)
875)
924)
925)
908)
2
P.N.III
,IV,VI
bilater
al
Lesi
N.V
(dx)
932)
Dalam
batas
Norm
al
937)
Disme
tri (+),
Romb
erg
jatuh
ke
kanan
dan
kiri,
942)
+2 di ke-4
ekstremitas
949)
+
958)
-
863)
868)
876)
877)
926)
927)
01/11/
2016
Nyeri
kepal
a (),
Sedan
g,
CM,
E4V5
M6
914)
15
915)
20
916)
73
917)
36
918)
5
P.N.II
I,IV,V
I
bilate
ral
Lesi
N.V
(dx)
933)
Dala
m
batas
Norm
al
938)
Dism
etri
(+),
Romb
erg
jatuh
ke
kanan
dan
kiri,
943)
+2 di ke-4
ekstremitas
950)
+
959)
-
951)
+
960)
-
952)
+
961)
-
962)
Tonus
971)
Klonu
963)
N
964)
N
965)
N
966)
N
967)
N
968)
N
969)
N
970)
N
972)
-
973)
-
974)
-
975)
-
976)
-
977)
-
978)
-
979)
-
984)
981)
980)
Proble
982)
983)
-Nyeri
kepal
a
Peneg
akan
Diagn
osis
-Terapi
986)
987)
988)
989)
-Nyeri
kepala
Peneg
akan
Diagn
osis
-Terapi
990)
991)
-Nyeri
kepal
a
-Terapi
993)
994)
992)
Plan
998)
Terapi
999)
1000)
1001)
1002)
1003)
LP
Cek
HIV,
IgM
&IgG
Toxo,
CMV,
rubell
a,
HSV
Inj. Methylprednison
500mg/12jam
Inj
Ranitidine
50mg/12jam
Inj
Mecobalamin
500mg/12jam
PCT 3x1000mg
Novorapid extra
985)
-Nyeri
kepal
a
Pene
gaka
n
Diag
nosis
Terap
i
995)
996)
Inj
Methylprednison
125mg/8jam
Inj
Ranitidine
50mg/12jam
Inj
Mecobalamin
500mg/12jam
PCT 3x1000mg
Novorapid extra
1006)
Inj
Methylprednison
125mg/12jam
Inj
Ranitidine
50mg/12jam
Inj
Mecobalamin
500mg/12jam
PCT 3x1000mg
Novorapid extra
1004)
1005)
1007)
1008)
1009)
1010)
1011)
1012)
1013)
1014)
1015)
1016)
1017)
1018)
1019) FOLLOW UP
1020)
997)
Konsul
VCT
Inj
Methylprednison
125mg/12jam
Inj
Ranitidine
50mg/12jam
Inj
Mecobalamin
500mg/12jam
PCT 3x1000mg
Asam Folat 2x1mg
Novorapid extra
Pyrimetamin 200mg
Clindamisin 3x600mg
1021)
1022)
1026)
Keluh
1027)
1041)
T
1046)
1
1051)
T
3/11/
2016
Nyeri
Kepa
la ()
Seda
ng,
CM,
E4V
5M6
1056)
1
1042)
R
1047)
1
1052)
R
1057)
2
1062)
R
1067)
2
1072)
R
1043)
N
1048)
6
1053)
N
1058)
8
1063)
N
1068)
1
1073)
N
1044)
t
1045)
N
1049)
3
1054)
t
1055)
N
1059)
3
1064)
t
1065)
N
1069)
3
1074)
t
1075)
N
1032)
1031)
KU
1040)
Tanda
1081)
Nn.
1090)
Gerak
1033)
1124)
Tonus
1133)
Klonu
1023)
1028)
1034)
1035)
1084)
1085)
1060)
2
P.N.I
II,IV,
VI
bilate
ral
Lesi
N.V
(dx)
1092)
Dala
m
batas
Norm
al
1093)
Dala
m
batas
Nor
mal
1097)
Dism
etri
(+),
Romb
erg
jatuh
ke
kanan
dan
kiri,
1098)
Dism
etri
(+),
Rom
berg
jatuh
ke
kana
n dan
kiri,
1096)
Fungsi
1106)
R.pato
lemah
, CM,
E4V5
M6
1050)
2
1082) P.N.II
I,IV,
VI
bilate
ral
1083) Lesi
N.V
(dx)
1091)
Kekua
1101)
R.fisio
2/11 /
2016
Nyeri
Kepal
a (+),
1102) +2 di ke-4
ekstremitas
1107)
+
1116)
1125)
N
1134)
-
1103) +2 di ke-4
ekstremitas
1024)
1061)
T
04/10/
2016
Nyeri
Kepal
a ()
Sedan
g,
CM,
E4V5
M6
1066)
1
1071)
T
1029)
1036)
1037)
1070)
2
1086)
P.N.III
,IV,VI
bilater
al
1087) Lesi
N.V
(dx)
1094)
Dalam
batas
Norm
al
1099)
Disme
tri (+),
Romb
erg
jatuh
ke
kanan
dan
kiri,
1104) +2 di ke-4
ekstremitas
1025)
1030)
1038)
1039)
05/11/
2016
Nyeri
kepal
a (),
Sedan
g,
CM,
E4V5
M6
1076)
15
1077)
20
1078)
73
1079)
36
1080)
5
1088)
P.N.II
I,IV,V
I
bilate
ral
1089) Lesi
N.V
(dx)
1095)
Dala
m
batas
Norm
al
1100)
Dism
etri
(+),
Romb
erg
jatuh
ke
kanan
dan
kiri,
1105) +2 di ke-4
ekstremitas
1108) 1109)
+
+
1117)
1118)
1126)
1127)
N
N
1110)
+
1119)
1128)
N
1111)
+
1120)
1129)
N
1112)
+
1121)
1130)
N
1113)
+
1122)
1131)
N
1114)
+
1123)
1132)
N
1135)
-
1137)
-
1138)
-
1139)
-
1140)
-
1141)
-
1136)
-
1142)
Proble
1143) -Nyeri
kepal
a
1144) Peneg
akan
Diagn
osis
1145) -Terapi
1154)
1155) Plan
1159) Inj
Methylprednison
Terapi
125mg/24jam
1160) Inj
Ranitidine
50mg/12jam
1161) Inj
Mecobalamin
500mcg/12jam
1162)
PCT 3x1000mg
Asam
Folat
2x1mg
1163)
Novorapid extra
1146) -Nyeri
kepal
a
1147) Pene
gaka
n
Diag
nosis
1148) Terap
i
1149) -Nyeri
kepala
1150) Peneg
akan
Diagn
osis
1151) -Terapi
1156) -
1157) -
Inj
Methylprednison
125mg/24jam
Inj
Ranitidine
50mg/12jam
Inj
Mecobalamin
500mcg/12jam
PCT 3x1000mg
Asam Folat 2x1mg
Novorapid extra
Pyrimetamin 1x75mg
1167) Clind
amisi
n
3x60
0mg
1171)
1172)
1173)
1174)
1175)
1176)
1177)
1178)
1179)
1180)
1181)
1182)
Inj
Mecobalamin
500mcg/12jam
PCT 3x1000mg
Asam Folat 2x1mg
Pyrimetamin 1x75mg
Clindamisin 3x600mg
1152) -Nyeri
kepal
a
1153) -Terapi
1158) Kontro
l Poli
1168) BLPL
1169) Terap
i
Pulan
g:
Pyrimetamin 1x75mg
Clindamycin 3x600mg
Paracetamol 3x1000mg
(K/P)
Mecobalamin 2x500mcg