Anda di halaman 1dari 9

Sajuta

E-commerce
UD. BALI TANGI I Wayan Sukhana dan Yuliani
Di workshopnya, di Jl. Kebo Iwa 168 Denpasar, berbagai produk
wewangian berbahan dasar herbal organic tersedia dalam berbagai
bentuk. M ai dari produk pembersih, masker, produk minyak pijat,
pewangi ruangan ul sampai pewangi untuk relaksasi di spa dan
produk-produk aromaterapi lain. Bentuknyapun bermacam-macam,
ada yang berupa sabun, lulur, minyak, jamu-jamuan sampai bantal
berpewangi untuk yang susah tidur hingga garbha wangi untuk
membersihkan dan mengharumkan vagina lengkap dengan kursi
rotan dan kain pembungkus tubuh tersedia disini.
Aroma wewangian tercium lembut memenuhi udara begitu memasuki
halaman bangunan sederhana di Jl Kebo Iwa 168 Denpasar. Jajaran
pot yang berisi berbagai tanaman obat tertata rapi di halaman depan
yang tidak seberapa luas. Semerbak wangi makin nyata saat pintu
ruang tamu dibuka dan mata langsung terpaku pada deretan berbagai
produk pembersih, masker, minyak pijat, pewangi ruangan ul sampai
pewangi untuk relaksasi di spa dan produk-produk aromaterapi lain.
Bentuknyapun bermacam-macam, ada yang berupa sabun, lulur,
minyak, jamu-jamuan sampai bantal berpewangi untuk yang susah
tidur
hingga
garbha
wangi

untuk
membersihkan
dan
mengharumkan vagina lengkap dengan kursi rotan dan kain
pembungkus tubuh tersedia disini.
berbahan dasar herbal organik.
. Kita tidak sekedar menjual sabun biasa, tapi gift. Semuanya harus
tampak indah, ujarnya mengingatkan karyawannya yang sedang
memasukkan sabun pada kemasannya tanpa memperhatikan warna.
Hingga tak heran saat menempelkan stikerpun Yuliani terlihat ingin
sempurna agar tidak mengurangi keindahan kemasan. Produk kami
memang mahal karena kami selalu memakai bahan baku organic
terbaik, tambahnya lagi. Karena konsumen telah berani membayar
dengan harga mahal, sebagai imbalannya, Yuliani merasa perlu
memberi yang terbaik secara detail. Dicontohkan Yuliani, untuk
mencari beras merah, mereka rela mencari hingga ke pelosok desa
yang
masih
jarang
dilalui
kendaraan
bermotor
sehingga

meminimalkan terkena pencemaran udara, begitu juga umbi-umbian


yang menjadi bahan baku utama produk-produknya semuanya
ditetapkan dengan standar khusus. Untuk mencari daun teh yang
dipakai sebagai bahan baku lulur dan minyak aromaterapinya yang
saat ini menjadi primadona juga dilakukan dengan memilih
perkebunan teh didaerah Jawa Tengah bukan di daerah Puncak yang
banyak dilalui kendaraan bermotor. Sampai-sampai karena kedele
yang beredar di pasaran sekarang merupakan kedele transgenic,
Yuliani memutuskan mengurangi bahan baku kedele pada produkproduknya untuk meminimalkan efek samping.

Unik, segar, membangkitkan semangat. Itulah wangi rempah-rempah


yang diramu menjadi satu. Campuran vanili, akar wangi, teh hijau,
beras putih, jahe, dan kencur menciptakan bau khas yang
kesegarannya
melebihi
aroma
parfum.
Bukan hanya segar, rempah-rempah wangi ini juga memiliki khasiat
bagi tubuh. Tidak heran, nenek moyang kita pada zaman dahulu
memanfaatkan rempah-rempah herbal untuk obat-obatan dan terapi.
Hal inilah yang menginspirasi Made Yuliani (63) dan suaminya, Wayan
Sukhana (65), pada 2000 membuat produk dari bahan rempah-rempah
asli Indonesia dengan payung Bali Tangi, produsen produk spa.
Diberi nama Bali Tangi karena menggambarkan bahwa suami istri
pemiliknya, meski saat itu sudah berusia 50-an tahun, tetap bisa
bangkit berusaha (apalagi mereka adalah orang Bali yang harus
kembali ke Bali karena perusahaan tempat bekerja di Jakarta bangkrut
seusai kerusuhan 1998). Tangi pun dalam bahasa Bali berarti warna
ungumerek
Bali
Tangi
dicirikan
dengan
warna
ungu.
Awalnya, Yuliani hanya menjadikan bahan-bahan alam, seperti buah
camplung, biji kenari, daun, batang, dan akar tanaman, untuk membuat
hiasan berupa rakitan ukiran alam. Produk ini laris manis dibeli turis

mancanegara.
Pada 2001, datang pemilik spa dan menanyakan kemungkinan Bali
Tangi bisa membuat lulur, masker, dan massage oil (minyak urut).
Tanpa banyak pikir, Yuliani menyanggupinya. Ini karena pada 1977, ibu
tiga anak ini adalah bidan desa di Kalasan, Yogyakarta, yang terbiasa
memberikan
resep
herbal
kepada
orang
sekitar.
Yuliani kemudian meracik contoh pesanan. Dua kali pengajuan contoh
produk ditolak. Pada pengajuan ketiga, produk lulur, masker,
danmassage oil buatannya diterima. Sejak saat itu, Bali Tangi mulai
membuat
produk
sejenis
yang
disukai
pasar.
Saat ini, sudah ada 200-an produk herbal spa Bali Tangi dan sebagian
besar sudah mengantongi izin. Produk Bali Tangi, seperti scrub,
masker, massage oil, rempah mandi, kompres, essential oil, sabun,
minuman
herbal,
dan
beberapa
produk
lain.
Pasarnya adalah seluruh wilayah di Indonesia, Singapura, Dubai,
Hongkong, dan Thailand. Bali Tangi memiliki pembeli tetap (semacam
agen)
di
Singapura.
Produksi scrub dan masker Bali Tangi hingga mencapai 800 kilogram
(kg) per bulan. Ini belum ditambah berbagai produk lain, seperti sabun
dan
minyak.
Kebutuhan bahan baku rempah-rempah mencapai ratusan kg hingga
berton-ton per bulan. Kayu manis, misalnya, butuh 200 kg per bulan,
kelabat butuh 50 kg per minggu, serta butuh berkarung-karung jahe
setiap
minggu.

Selain berasal dari lahan sendiri, kami juga membeli dari sejumlah
petani di pelosok negeri, ujar Yuliani. Luas lahan rempah-rempah milik
Yuliani
saat
ini
hampir
1
hektar.
Yuliani menuturkan, produk-produknya asli dari bahan rempah. Untuk
membuat sabun sirih, Yuliani memasak 1 keranjang (lebih kurang 3 kg)
daun sirih ditambah 5 liter air. Dari ramuan ini akan didapat 1 liter air
sabun.
Dari semula hanya dikerjakan sendiri dengan dibantu tiga karyawan
pada 2000, kini Bali Tangi sudah memiliki 28 karyawan untuk bagian
produksi serta 18 orang sebagai terapis spa. Per 2008, penjualan
produk sudah mencapai Rp 850 juta per tahun. Itu belum ditambah
dengan hasil dari rumah spa Bali Tangi
Namun keinginan untuk bisa menghidupi ketiga anaknya yang mulai
remaja dengan layak memberi motivasi pasangan ini untuk tidak
berlama-lama terpuruk. Sukhana yang juga pernah bekerja di hotel
Inna Sanur Beach selama 10 tahun sebelum bergabung dengan
Kresna Karya selama 14 tahun melihat peluang pasar kerajinan masih
berpeluang asal bisa menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang
sudah ada. Jiwa seni Yuliani dimanfaatkan untuk membuat rangkaian
bunga Natal dari akar-akaran dan bunga kering yang dipungutnya
sepanjang Denpasar hingga Negara, kota kelahirannya di ujung Timur
Bali.
Ternyata 30 rangkaian krans natal yang mereka buat -- tanpa modal
karena bahan bakunya yang diperoleh secara cuma-cuma, habis laku
terjual. Kondisi ini memberinya sedikit harapan. Pasangan ini mulai
menjajagi bisnis cedera mata yang berbahan baku tumbuh-tumbuhan
kering yang bernuansa sangat natural karena tanpa tambahan
pewarnaan sama sekali. Bahan baku semua dicari sendiri hingga tak
jarang mereka harus naik ke atas atap Daihatsu Hijet keluaran tahun
1965
mengambil bunga, daun atau ranting pohon kering yang
ditemui sepanjang jalan. Hasil perburuan itu lalu diaplikasikan pada
barang-barang kerajinan yang dibeli langsung dari para pengerajin,
Untuk pemasaran pasangan ini menyewa sebuah kios kecil yang

dipenuhi bermacam barang kerajinan hasil kreasi mereka sendiri atau


modifikasi barang-barang kerajinan yang dibeli lalu diberi sentuhan
tumbuhan kering atau diberi pewangi khusus dan dikemas menjadi
souvenir cantik sehingga terkesan lain dari yang sudah ada. Bila
Yuliani bertugas membuat barang dagangan dan menjaga toko,
Sukhana
bertugas
memasarkan
dengan
mulai
lebih
rajin
menyambangi teman-temannya yang bekerja di bidang pariwisata
untuk menawarkan produk mereka.
Namun pasangan ini sadar kalau hanya mengandalkan barang
kerajinan akan sangat riskan karena sangat terpengaruh oleh
kunjungan wisatawan yang saat itu masih anjlok akibat bom Bali
Karena itu ketika
seorang temannya yang baru membuka spa
menantang Yuliani untuk membuatkan ramuan lulur karena melihat
barang-barang dagangan pasangan ini semuanya bernuansa alami,
Yuliani yang memang sejak kecil terbiasa memakai boreh (bhs.
Bali)/lulur langsung menyanggupi permintaan itu. Lewat hasil cobacoba mencari komposisi bahan yang tepat dan sesuai permintaan, dan
dirinya sendiri dipakai sebagai kelinci percobaan, Yuliani membuka
kembali buku sakunya yang dipenuhi catatan tentang obat tradisional
yang dicatatnya dari penduduk selama bertugas sebagai bidan desa di
Prambanan Jogya, Yuliani berhasil membuat ramuan lulur sesuai
pesanan sang teman. Ternyata lulur buatannya juga memuaskan
pengujung spa milik teman mereka itu.
Sebagai tamatan bidan yang dipekerjakan di daerah Prambanan
sebelum menjadi bidan di RS Panti Rapih Jogya, Kepala Perawat St
Antonius NTB dan Direktur RS Bersalin Panti Rahayu Denpasar, Yuliani
mengaku banyak memanfaatkan tanaman obat sebagai pengganti
obat-obatan kimia yang harganya tidak terjangkau oleh masyarakat.
Pengetahuan tentang berbagai khasiat tanaman secara rinci
dicatatnya pada sebuah buku saku. Pengetahuan tentang manfaat
tanaman ini makin digali Yuli ketika lulur pertamanya mulai diterima
konsumen spa. Mulailah ia rajin memburu buku-buku yang
berhubungan dengan herbal. Tidak hanya itu kursus tentang
herbalpun makin rajin diikuti. Pasangan ini melihat pasar lulur, scrub
dan segala yang berhubungan dengan aromatherapy lebih
menjanjikan karena dipakai secara rutin dan berkesinambungan
Nama Bali Tangi sendiri menurut pasangan ini diambil begitu saja
karena salah satu komponen bunga liar yang dipakai saat dirinya

merangkai krans Natal ketika mengalami PHK adalah bunga tangi


yang merupakan bunga liar berwarna ungu yang tumbuh tanpa
terawat di pinggir-pinggir jalan -- tangi = ungu Akhirnya produk
ramuan herbalnya dibandrol dengan nama Bali Tangi hingga saat ini.
Namun pameran pertama kali untuk memperkenalkan produk lulur
Bali Tangi baru mulai dilakukan saat mengikuti ajang Pesta Kesenian
Bali 2001 yang rutin digelar Pemda Bali selama sebulan penuh di Art
Centre Denpasar. Ternyata hampir tidak ada transaksi, Kenang
Sukhana menggambarkan hasil pameran pertama yang diikuti yang
ternyata hanya berhasil menjual beberapa bungkus lulur pada mbokmbok jawa pedagang jamu keliling sedangkan pengunjung lain hanya
sekedar menikmati gosokan lulur gratis yang digelar selama pameran.
Tapi kami tetap semangat, kata Sukhana lagi. Semangat Sukhana
membuahkan hasil. Usai pameran barulah satu persatu calon
pembelinya berdatangan membawa pesanan lulur sesuai keinginan
mereka masing-masing atau memilih langsung produk hasil ramuaan
Yuliani yang sudah tersedia.
Dengan dibantu seorang kerabatnya, pasangan ini mencoba
memenuhi pesanan yang mulai banyak. Sistem kerja mereka diakui
dilakukan secara serabutan. Karena selain bertugas memasarkan,
Sukhana juga kadang harus terjun langsung mengolah bahan-bahan
yang sudah disiapkan Yuliani, menjadi sopir saat belanja bahan baku
atau mencari tanaman liar, mengemas, hingga mengirimkan pada
konsumen. Bahkan tak jarang saat ada tamu yang ingin diperagakan
cara pemakaian produknya, Sukhana harus rela memperagakannya
bila sang istri sedak sibuk. Sistem kerja seperti ini diakui mereka
hingga kini masih diterapkan walau saat ini telah mempunyai 15
orang tenaga kerja. Setiap orang harus bisa semua pekerjaan,
ungkap Yuliani namun khusus tugas meracik bahan sebelum diolah
dan menentukan mutu bahan baku masih tetap dipegang Yuliani
sendiri.
Untuk menunjang aktivitas membesarkan Bali Tangi, terpaksa
pasangan ini menjual rumah mereka satu-satunya di Lombok untuk
dipakai sebagai modal mengontrak rumah seluas 300 meter persegi
yang dipakai sebagai tempat kerja merangkap toko serta pembelian
bahan baku, sedangkan mesin pengolah seperti oven, mesin giling
dan lain-lain baru bisa dibelinya pada tahun 2003.

Sukses menggarap pasar Bali melalui spa dan salon, Sukhana


mencoba melebarkan pasar ke luar Bali. Lagi-lagi pengusaha spa dan
salon yang diajaknya bekerja sama untuk diberi tanggung jawab
penuh menjual produk Bali Tangi di wilayahnya. Sukhana dan Yuliani
memberi kebebasan penuh pada mitra bisnisnya dalam memasarkan.
Kami menumbuhkan rasa ikut memiliki, aku Sukhana yang juga
ketua Assosiasi Produsen Produk Spa dan Obat Tradisional (AP2SOT)
Bali ini tentang kebebasan yang diberikan pada mitra kerjanya.
Menurut
pengalamannya
tanggung
jawab
mereka
untuk
meningkatkan volume penjualan terjadi karena rasa ikut memiliki
yang ditanamkannya itu. Pasangan ini mengaku pola kerjasamanya ini
cukup membuahkan hasil. Hingga saat ini selain Jakarta, Bandung,
Surabaya, dan Kutai Kartanegara, Bali Tangi juga mempunyai kantor
pemasaran di Singapura yang diberi tanggung jawab lebih karena
menangani semua permintaan yang berasal dari luar Indonesia. Kami
tidak ingin pusing, Itulah alasan Sukhana tidak ingin menangani
sendiri penjualan ke luar negeri. Sistem kerja yang diterapkan
pasangan ini adalah membebankan semua operasional kantor
pemasaran di pundak masing-masing patner, namun Sukhana berani
memberi mereka potongan harga hingga 50%, sehingga harga jual
diharapkan tidak berbeda banyak. Ajang pameran yang ingin diikuti
masing-masing partner juga ditanggung sendiri, namun pasangan ini
akan hadir penuh di stand selama pameran berlangsung membantu
promosi.Kami memberi kebebasan penuh, tambah Sukhana.
Pameran
memang
diletakkan
pada
posisi
pertama
dalam
memperkenalkan produk Bali Tangi oleh pasangan ini. Selain secara
rutin mengikuti Pesta Kesenian Bali, hampir setiap pameran yang
berhubungan dengan kerajinan akan diikutinya. Paling tidak 4
pameran rutin diikuti sepanjang tahun baik didalam maupun luar
negeri, mulai dari Singapura, Bangkok, Hongkong, Jepang dan yang
terakhir pada bulan Desember lalu di Dubai, serta pada akhir Februari
ini pasangan ini akan mengikuti pameran lagi di Singapura.
Menurut Sukhana, setiap mengikuti pameran baik di dalam maupun
luar negeri Bali Tangi selalu berusaha membawa produk jadi selain
bahan baku yang masih segar sehingga pengunjung bisa langsung
melihat langsung proses pembuatan dan mencoba langsung produkproduk mereka. Walaupun itu terasa merepotkan, tapi pasangan ini
menganggap cara itu lebih berhasil menjual dibanding hanya

membawa brosur . Terbukti saat pameran di Dubai hanya dalam


waktu 3 hari saja tidak kurang dari US $ 6.000 berhasil mereka raup.
Bila pasar Asia dan Timur Tengah sudah mulai dijajagi, Yuliani,
kelahiran 5 Juli 1950, mengakui sampai saat ini dirinya belum berhasil
merambah pasar Eropa untuk produk-produk spa hasil olahannya. Hal
ini dibuktikan dengan tidak adanya permintaan dari spa-spa yang
biasa dikunjungi wisatawan Eropa yang memakai produk Bali Tangi.
Padahal sudah hampir 60% spa di Bali memakai produk Bali Tangi.
Namun konsumen retailpun tetap dijaring pasangan ini lewat show
room mereka di Jl Sunset Road 18 Kuta.
Untuk memenuhi pemintaan spa dan salon di Bali dan kantor-kantor
pemasarannya saja setiap bulannya tidak kurang 1 ton masker dan
scrub berbagai jenis diproduksinya di luar produk-produk spa lainnya,
seperti minyak aromatherapy, bunga kering, pengharum ruangan,
ratus vagina, lilin, dan sabun yang dijual dengan harga Rp 5.000 Rp
125.000/kg. Omset pasangan ini rata-rata berkisar Rp 900 juta per
bulannya dengan margin minimal 30%
Untuk kelanjutan usahanya kelak, pasangan ini sejak awal sudah
melibatkan ketiga putranya ikut membantu mereka. Putra tertua yang
mengenyam pendidikan arsitektur diserahkan tanggung jawab untuk
membangun workshop yang dipakai sekarang ini selain juga dalam
kesehariannya dilibatkan penuh untuk mengurus administrasi. Malah
untuk pameran yang rencananya akan diikuti akhir Februari nanti
putra pertamanya akan mulai diberi tanggung jawab untuk
menangani. Putra keduanya yang saat ini tercatat sebagai atlit olah
raga beladiri dan bintang iklan, dalam kesehariannya juga diminta
membantu pemasaran di Jakarta tempat tinggalnya saat ini.
Sedangkan putra bungsunya yang sedang belajar computer mulai
diserahkan untuk pembuatan label nama, brosur dan lain-lain.
Nantinya tugas saya hanya meracik, kata Yuliani sampai salah
seorang dari karyawannya yang kesemuanya masih mempunyai
hubungan kekerabatan bisa diberi kepercayaan penuh.
Perlahan tapi pasti pasutri ini mulai bisa bernafas dari keterpurukan
akibat PHK. Sebidang tanah seluas 400 meter persegi dekat
workshopnya sekarang berhasil dibelinya dan segera akan segera
dibangun. Selain sebagai tempat produksi dan show room, disana
direncanakan akan dibangun spa. Sukhana mengaku tidak

mempunyai keinginan muluk-muluk untuk membangun pabrik modern


misalnya karena produknya memang belum memerlukan mesinmesin canggih. Kami hanya ingin mengajak masyarakat kembali ke
alam, kata Yuliani yang sekarang menjadi dosen Ilmu Usadha obat
tradisional -- di Universitas Hindhu Bali.

Anda mungkin juga menyukai