Anda di halaman 1dari 27

SPIROCHAETA

Disusun oleh :
Rahmad Zekiana
15010504

Dosen Pembimbing :
dr. Hendri Saputra

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes YAYASAN HARAPAN BANGSA DARUSSALAM

KATA PENGANTAR
Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat serta hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Spirochaeta dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasitologi.
Dalam menyelesaikan penyusunan karya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi
kami.
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi
kami.
Akhir kata kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami
mengucapkan banyak terima kasih.

Banda Aceh, 21 Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................4
A Latar Belakang......................................................................................4
B Rumusan Masalah.................................................................................4
C Tujuan...................................................................................................4
BAB II : SPIROCHAETA................................................................................5
A Pengertian Spirochaeta........................................................................5
B Klasifikasi Spirochaeta........................................................................6
BAB III : PENUTUP........................................................................................28
A Kesimpulan...........................................................................................28
B Saran.....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................29

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spirochetes (atau Spirochaeta) adalah bakteri gram-negatif, motil, berbentuk
ramping dan berlekuk-lekuk. Bakteri dengan morfologi unik ini banyak ditemukan di
dalam lingkungan akuatik dan hewan.
Sel spirochetes tersusun atas protoplasma silinder yang ditutup dengan membran
dan dinding sel. Bagian endoflagela dan protoplasma silinder akan dibungkus dengan
berlapis-lapis membran (multilayer) yang bersifat fleksibel.
Membran ini disebut sebagai lapisan terluar (bahasa Inggris: outer sheat).
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Spirochaeta
2. Klasifikasi Spirochaeta
C. Tujuan
Tujuan mempelajari tentang Spirochaeta yaitu tidak lain hanya untuk lebih
mengetahui dan mendalami tentang bakteri spirochaeta yang disertai dengan
klasifikasinya.

BAB II
SPIROCHAETA
A. Pengertian Spirochaeta
Spirochetes (atau Spirochaeta) adalah bakteri gram-negatif, motil, berbentuk
ramping dan berlekuk-lekuk. Bakteri dengan morfologi unik ini banyak ditemukan di
dalam lingkungan akuatik dan hewan.
Spirochaeta adalah bakteri yang panjang dan juga tipis, berbentuk pilinan yang
panjangnya berkisar antara beberapa um sampai 500 um. Dinding selnya tidak sekaku
dinding sel spirilla sehingga mereka dapat melengkung dengan mudah sekali walau
beberapa Spirochaeta ada yang tidak berbahaya dan hidup dalam air tawar, tanah, atau
tubuh hewan, tetapi ada juga yang parasit, misalnya Spirochaeta yang menyebabkan
penyakit sifilis, yaitu penyakit kelamin yang menular.

Gambar 1. Spirochaeta

B. Klasifikasi Spirochaeta
Golongan kuman ini termasuk dalam orgo Spirochaetales yang dibagi kedalam 2
familia morfologi seperti panjang sel. Jumlah spiral. Ada tidaknya filament aksial, dan
lain-lain.
FAMILIA SPIROCHAETACEAE
Spirochaeta dan Christispira
Spirochaeta memiliki ciri-ciri anaerobik dan aerobik fakultatif serta dapat hidup
bebas di lingkungan akuatik seperti air dan lumpur sungai, danau, lautan, dan tambak.
Contohnya adalah S. plicatilis yang banyak terdapat di air tawar dan habitat lautan yang
mengadung H2S. Contoh lainnya adalah S. stenostrepa dan S. aurantia. Sementara
itu,Christispira tersebar pada beberapa bentuk kristal dari hewan moluska seperti tiram
dan kerang Apabila hewan moluska tersebut bergerak atau berotasi maka kehadiran
bakteri Christispira dapat diamati secara langsung. Hal ini dikarenakan ukuran tubuhnya
bakteri tersebut tergolong cukup besar.

Gambar 2. Spirochaeta

Bakteri ini tidak memiliki flagella, berbentuk spiral


halus, langsing, fleksibel, merupakan gram negatif,
bersifat anaerob, fakulatif anaerob atau mikroaerofil.
Ukuran lebar 0.1 0.3 um, panjang 5 300 um. Walaupun tanpa flagella dapat bergerak
aktif secara cepat melalui 3 cara yakni rotasi, kontraksi, dan gerakan seperti ular.
Gerakan tersebut disebabkan karena kuman ini memiliki beberapa lembar filament yang
6

terletak diantara dinding sel dan membrane sitoplasma terentang dari ujung satu
keujung lainya.
Spirochaeta hidup bebas didalam air yang mengandung H2S, dilumpur, atau didasar
laut. Bagi pertumbuhanya dibutuhkn media yang diperkaya dengan serum dan dalam
suasana anaerob.
Kuman ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop medan gelap atau
dengan pengecatanm khusus seperti Giemsa Fontana, atau Levaditti (impregnasi perak).
Terdapat 3 genus yang patogen bagi manusia yakni Treponema, Boriela, dan Leptospira.
1. Genus Treponema

Gambar 3. Genus Treponema

Treponema adalah golongan spirochetes


yang bersifat anaerobik dan merupakan
parasit pada manusia dan hewan (disebut
juga bakteri komensal) Contoh spesies
Treponema adalah T. pallidum, T. denticola, T. primita, T. azotonutricium, T.
saccharophilum, dan lainnya. T. pallidum merupakan penyebab penyakit sifilis. Spesies
ini berdiameter 0.2 m, bersifat mikroaerofil, dan memiliki sistem sitokrom.

T.

denticola merupakan salah satu bakteri komensal pada rongga mulut manusia yang
dapat memfermentasikan asama amino seperti sistein dan serin untuk pembentukan
asam asetat, CO2, NH3, dan H2S. Spesies T. saccharophilum dapat hidup pada organ
pencernaan ruminansia berupa rumen yang bersifat anaerob. Bakteri ini berperan dalam

konversi polisakarida tanaman menjadi asam lemak volatil sebagai sumber energi
hewan ruminansia. T. saccharophilum dapat memfermentasi pektin, pati, inulin, dan
polisakarida tanaman lainnya.
Kuman ini merupakan penyebab penyakit lues (safilis) dengan membentuk ulkus
pada organ genital kemudian menjadi infeksi umum.
1) Morfologi dan Identifikasi
Berbentuk spiral halus, ramping berukuran panjang 5-15 um dan tebal 0.2 um.
Untuk pengamatan biasanya digunakan mikroskop medan gelap, imunofloerosensi atau
dengan impregnasi perak karena kuman ini mampu mereduksi perak nitrit menjadi
perak metalik sehingga treponema dalam jaringan dapat teramati (Impregnasi perak dari
Levaditti).
Koil spiral tersusun teratur dengan jarak 1 um. Kuman ini bergerak aktif dengan
berputar teratur mengelilingi sumbu panjang. Sumbu sepanjang spiral biasanya lurus,
tetapi kadang-kadang membengkok sehingga memungkinkan kuman ini suatu saat
membentuk lingkaran kemudian kembali keposisi normal. Selain bentuk spiral dikenal
fase granulair berbentuk bulat seperti kista.
T. pallidum belum berhasil dibiakkan dengan baik pada media buatan, telur
berembrio ataupun biakkan jaringan, tetapi strain Reiter yang non patogen dapat tumbuh
secara anaerob (in vitro). Kuman ini tetap hidup selama 3-6 hari pada 25 C, sedangkan
pada darah yang disimpan pada suhu 4 C dapat hidup selama 24 jam. Sifat ini perlu
diperhatikan mengingat ada kemungkinan penularan lues melalui transfusi darah. Pada
suhu 24C kuman ini akan mati, sifat ini dahulu digunakan sebagai terapi lues (fefer
therapy) dengan menyuntikan parasit malaria secara intravena agar penderita menjadi
demam sehingga treponema mati.
Treponema peka terhadap pengeringan dan pemanasan, senyawa arsen, merkuri dan
bismut.
T. pallidum berkembang dengan belah pasang secara transversal setelah
membelah kuman saling melekat satu sama lain untuk beberapa saat. Penisilin pada
konsentrasi rendah bersifat mamatikan treponema secara lambat, hal ini disebabkan
karena lambatnya multiplikasi kuman ini.
Antigen T. pallidum belum diketahui secara jelas. Antibodi terhadap kuman ini
pada manusia dapat dideteksi dengan tes immobilisasi (TPI), FAT (imunoflourensi) dan

tes ikatan komplemen. Didalam tubuh manusia akibat infeksi lues akan terbentuk
regain. Zat tersebut terbentuk karena adanya jaringan yang rusak (yang bersifat sebagai
hapten) yang apabila berikatan dengan protein T. pallidum akan membentuk antigen
lengkap sehingga menginduksi terbentuknya reagin. Zat ini akan memberikan hasil
positif pada tes ikatan komplemen dan tes flokulasi dengan suspensi ekstrak jantung
mamalia (sapi). Zat ini kemudian digunakan dalam uji serelogik untuk diagnosa
penyakit sifilis seperti tes Wasserman, VDRL, Kahn.
2) Patogenesis, patologi dan gejala klinik
Penularan penyakit lues pada manusia dapat melaui kohabitasi, saliva, transfusi
darah, serta transplantasi. Masa tunas 4 6 minggu. Kurang lebih 30% kasus infeksi
sifilis dini sembuh sempurna tampa pengobatan, pada 30% lainya infeksi yang tidak
diobati menjadi laten, dengan uji serologi positif, sedangkan sisanya penyakit
berkembang menjadi stadium lebih lanjut.
Stadium I : afek primer :
Lesi primer 10 20% terjadi pada intrarektal, perianal dan oral. T. pallidum masuk
tubuh dengan mnembus mukosa atau luka pada kulit. Kuman berkembang biak pada
tempat ia masuk, sebagian menyebar ke kelenjar limfe setempat dan peredaran darah.
Pada 2 10 minggu setelah infeksi pada tempat masuk (organ genitalia) terbentuk
papula merah yang membesar, mengeras (indurasi), kemudian terjadi nekrosis, pecah
dan menjadi ulkus (ulkus durum). Dasar ulkus bersih, pada palpalasi keras, tidak nyeri,
lesi ini sembuh spontan. Bila lesi ini dipijit akan keluar eksudat yang mengandung
kuman. Cairan ini disebut serum Reitz. Lesi primer pada pria biasanya terjadi pada
glans atau preputium penis, sedangkan pada wanita terdapat pada vulva, labia mayora,
labia minora atau vagina.
Stadium II : stadium bubo :
Terjadi pada minggu 6 12 setelah efek primer. Timbul pembengkaknan kalenjer limfe
yang tidak nyeri dan tidak melekat pada kulit. Pembengkakan kemudian menghilang,
kuman masuk peredaran darah menyebar keseluruh tubuh disertai demam, kelainan
kulit, mukosa mulut, anus serta alat genitalia. Kelainan berbentuk macula, vesikula,
pustula yang efektif.
Stadium III : stadium laten :

Kelainan kulit tang terjadi kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya untuk
kemudian terbentuk suatu gumma (granulomatosa), suatu ulkus dengan tepi tidak
meradang. Gumma dapat tejadi pada tulang, sendi, kulit dean alat-alat dalam. Pada
stadium ini terjadi perubahan degeneratif system syaraf pusat (safilis meningovaskuler,
paresis dan tabes) Rambut rontok dalam beberapa tahun karena folikel.
Stadium IV : stadium neurollus :
Terjadi pada 5 15 tahun setelah efek primer, merupakan akibat penyebaran kuman ke
system syaraf pusat, dengan gejala : tabes dorsalis atau gejala psikiatrik seperti dimentia
paralitika. Pada stadium II dan IV, T. pallidum sulit ditemukan dalam lesi.
Penyakit ini dibagi 2 menurut cara perolehnya yakni sifilis dapatan dan sifilis kongenita.
a. Sifilis dapatan (aquisita) :
Secara alamiah infeksi T. pallidum hanya terbatas pada manusia, ditullarkan
lewat hubungan seksual dengan lesi pada kulit atau membrana mukosa alat kelamin.
b. Sifilis kongenita :
Bila seorang ibu hamil menderita sifilis, terutama pada stadium II, penularan
dapat terjadi pada bayinya secara transplasental. Akibat yang terjadi tergantung pada
masa kehamilanya.
Trimerter I

: dapat timbul abortus atau sifilis congenital

Trimester II

: stillbirth, prematuritas atau lues tarda

Trimester III

: anak lahir aterm, tetapi meninggal dengan maserasi, kulit penuh dengan

bula yang efektif. Segala sesuatu yang dikeluarkan ibunya lewat vagina bersifat
infeksius.
Anak yang lahir hidup menderita gejala : hidung pelana (saddle nose), kulit keriput,
pada telapak dan tangan terdapat gelembung (pemfigus sifilitikus), splenomegali. Pada
foto tulang panjang ditemukan osteochondritis, dengan daerah metaphisis yang
mengapur dan melebar.
Lues tarda : anak yang lahir tampak normal dan sehat, tetapi sebenarnya sedang terjadi
infeksi laten. Kurang lebih 8 tahun kemudian timbul gejala tuli sentral, kornea keruh,
gigi seri bergerigi. Ketiga gejala tersebut dikenal sebagai Trias Hutchinson. Bila anak
menjadi dewasa, timbul kelainan SSP seperti hemiplegi, tabes dorsalis, dimentia
paralitika, serta idiosi.
3) Diagnosa labolatorik

10

Bahan pemeriksaan berupa cairan jaringan lesi awal untuk uji mikroskopik. Serum
untuk uji serologik.

1. Pemeriksaan mikroskopik
Pada stadium I :
Bersihkan lesi dengan pinset dan kain kasa dengan NaCl, tekan lesi sampai keluar
serum Ritz yang jernih (bila berdarah diulang). Dibuat preparat basah untuk mikroskop
medan gelap. Disamping itu dibuat pula preparat basah dengan tinta cina atau preparat
kering dengan pengecatan Fontana.
Ada kemungkinan hasil mikroskopik negatif, bila telah diberi pengobatan atau pada lesi
diberi antiseptik atau lesi primer telah sembuh. Untuk keadaan ini bisa dilakukan
aspirasi kelenjar limfe yang membesar. Bila perlu serum Ritz dapat dihisap dengan
kapiler, ditutup dengan paraffin. Jangan disimpan di almari pendingin atau incubator.
Pada stadium II : stadium bubo
Bahan pemeriksaan dapat berupa kerokan lesi kulit atau bercak-bercak dimulut,
kondiloma divulva atau anus. Pemeriksaan mikroskopik harus dilakukan 3 kali berturutturut sebelum dinyatakan negatif.
2. Pemeriksaan serelogik
Pada infeksi T. pallidum terbentuk 3 antibodi :
Reagin (non Troponemal) : bereaksi dengan antigen yang terdiri dari otot jantung sapi,
diekstrasi dengan alcohol ditambah dengan kolestrol dan lesitin (kardioolipin). Reagin
dapat dideteksi dengan Tes Wasserman atau dengan tes flokulasi baik secara
makroskopik ataupun mikroskopik (VDRL). Reagin adalah campuran IgM dan IgA
terhadap beberapa antigen yang tersebar dalam jaringan normal, zat ini dijumpai dalam
tubuh penderita setelah 2 3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati dan dalam cairan
spinal setelah 4 8 minggu infeksi.
a. Uji flokulasi VDRL (Veneral Disease Research Laboratory)
Dasar pengujian : partikel antigen lipid (kardiolipin jantung sapi) tersebar rata dengan
serum normal, tetapi bila bereaksi dengan reagin akan terjadi gumpalan terutama setelah
digojog. Uji VDRL atau RPR akan menjadi negatif dalam 6 18 bulan setelah
pengobatan sifilis secara efektif.

11

b. Uji Fiksasi Komplemen : CF, Waserman, Kolmer


Dasar pengujian : serum yang berisi regain mengikat komplemen dengan adanya
kardiolipin. Perlu dipastikan bahwa serum tidak bersifat antikomplementer (tidak
merusak komplemen tampa adanya antigen).
Kedua pengujian tersebut dapat memberikan hasil secara kuantitatif, dengan pengeceran
serum secara seri.
Antibodi yang bereaksi dengan protein T. pallidum non patogen (strain Reiter).
Dapat diperiksa dengan Reiter Protein Complemen Fixation Test (RPCT).
Uji nontroponemal dapat memberikan hasil positif palsu sebagai akibat kesulitan teknis
atau karena biologik karena terjadinya regain pada bebagai penyakit antara lain
(malaria, lepra, campak, mononucleosis infeksiosa), atau karena vaksinasi, penyakit
pembuluh darah dan kolagen (Lupus erimatosus sistematik, poliartritis, penyakit
rematik)
Antibodi yang bereaksi dengan T. pallidum patogen (strain Nichols) dapat diperiksa
dengan :
a) T. pallidum Immobilitation Test (TPI)
Menggunakan T. pallidum hidup dari testis kelinci yang aktif bergerak. Apabila
ditambahkan pada serum penderita yang mengandung antibody divcampur dengan
komplemen, secara mikroskopik terlihat kuman berhenti bergerak.
b) T pallidum Flourescent Antibody test (TPFAT)
Uji ini menggunakan cara immunoflouresen tak langsung. Pada cara ini T.
pallidum mati ditambah serum penderita dan anti human gamma globulin yang telah
dilabel. Hasilnya sangat spesifik dan peka.
c) T. pallidum Hemaglutination Test (TPHA)
Sel darah merah yang disiapkan mampu mengabsorpsi treponema bila ditambah
serum yang mengandung antibody anti treponema akan menggumpal.
4) Immunitas
Penderita sifilis aktif, laten atau penderita frambosia akan menjadi resiten
terhadap superinfeksi T. pallidum.Tetapi jika sifilis dini atau frambosia diobati dengan
baik, maka penyakit ini dapat dibasmi dan individu kembali menjadi sangat peka.
Berbagai respon imun biasanya gagal dalam membasmi atau menfhentikan
perkembanganya.

12

5) Pengobatan
Penicillin merupakan obat pilihan dengan konsentrasi 0.003 unit/ml mempunyai
aktifitas treponemisidal. Pada sifilis yang kurang dari 1 tahun, kadar penicillin
dipertahankan selama 2 minggu dengan satu suntikan Benzathine Penicillin G 2.4 juta
unit i.m. Pada sifilis yang laten atau lebih lama, maka Benzathine Penicillin G 2.4 juta
diberikan 3 kali dengan interfal waktu satu minggu. Pada neurosifilis diberikan
Penicillin G dalam air sebanyak 20 juta unit secara i.v tiap hari untuk selama 2-3
minggu. Antibiotika lain seperti Tetracyclin atau Erythromycin kadang-kadang dapat
dipakai sebagai pengganti. Pemantauan yang terus menerus sangat penting. Pada
neurosifilis Treponema kadang-kadang masih hidup pada pengobatan diatas.
6) Epidemiologi, Pencegahan dan Pengawasan
Dewasa ini insiden penyakit sifilis penyakit seksual lain cenderung meningkat.
Penyakit sifilis umumnya ditularkan secara seksual, dengan insiden tertinggi pada
homoseksual. Penderita yang terinfeksi tetap menular selama 3 5 tahun dari sifilis
dini, masa selanjutnya biasanya tidak menular.
Pengawasan disini meliputi :
Pengobatan cepat & memadai terhadap kasus yang ditemukan.
Pemantauan sember infeksi dan pengawasan yang memadai.
Higiene seksual dan pencegahan pada waktu hubungan seksual; baik secara mekanik
(kondom) atau pengobatan (pemberian Penisilin setelah hubungan seksual).
Mengingat penyakit kelamin penularanya bersifat serentak, jika didapat adanya satu
jenis penyakit kelamin pada manusia, harus dipikirkan juga kemungkinan sifilis pada
penderita tersebut.
Treponema Penyebab Penyakit Yang Lain
Penyakit lain yang mentebabkan oleh Treponema lain ; memberikan uji
serologis positif untuk sifilis baik uji treponema ataupun non treponema, dan juga
timbul adanya imunitas silang. Semua termasuk penyakit non venereal, penularanya
secara kontak langsung dan penyebabnya tidak dapat diisolasi pada media buatan.
a. Treponema pallidum penyebab penyakit Bejel
Terdapat terutama di Afrika, Timur Tenggah dan Asia Tenggara, terutama pada
anak-anak menyebabkan lesi kulit yang sangat menular. Jarang terjadi komplikasi pada

13

organ dalam, tetapi kadang-kadang menimbulkan kelainan meningo-vaskiler. Diduga


penularan terjadi karena kontak dengan penderita, alat makan/minum atau lesi pabila
mammae pada saat lektasi, Penisilin merupakan obat pilihan.

b. Treponema pertenue penyebab Yaw (frambosia/patek)


Bersifat endemik, menahun, non venerik, terutama pada anak-anak di negara
tropik yang panas dan lembab. Penyebab penyakit ini adalah T. pertenue Lesi pertama,
berupa papula yang mengalami ulserasi, biasanya pada lengan dan kaki, dengan
penularan secara kontak lansung, terutama dengan lesi kulit basah, kuman masuk
melalui luka kulit yang tidak tampak.Penularan dapat pula secara mekanis melalui lalat
yang hinggap pada lesi basah kemudian hinggap pada kulit yang luka. Biasanya
terjadijaringan parut pada kulit. Jarang terjadi komplikasi pada system syaraf dan alat
dalam. Ada immunitas silang diantara penyakit frambosia dan sifilis, pengobatan
penicillin memberi hasil sangat baik.
Penyakit ini terdiri dari beberapa stadium, dengan masa tunas 3-4 minggu.
Stadium I : lesi primer ekstra genital, beupa papula merah kuning, tidak nyeri,
membesar menjadi ulkus granulomatus yang mengeluarkan cairan (mother jaw)
dikelilingi daerah yang meradang dan papula-papula kecil seperti buah frambus.
Kemudian mongering, ditutup deengan kerak hitam. Lesi basah ini nsangat interaktif,
biasanya dilengan dan kaki.
Stadium II : 6 minggu sampai 3 bulan setelah Mother jaw sembuh, timbul banyak
papula secara spontan seperti mula-mula pada bagian tubuh lainya, pada batas mukosa
dan kulit pada muka dan genitalia.
Stadium III : Lesi biasanya terbatas pada kulit, persendian dan tulang. Kadang-kadang
berupa nodul yang berulserasi dalam (gumma) dan kerusakan tulang (persendian),
membengkok sehingga tidak dapat menahan berat badan. Jarang terjadi kerusakan
kardiovaskuler dan neurologis. Penularan transplasental tidak dijumpai.
c. Treponema carateum penyebab penyakit Pinta
Penyakit yang disebabkan oleh oleh T. curateum bersifat endemic pada semua
golongan umur di Meksiko, Ameika tengah dan selatan, Filipina dan beberpa daerah
dikawasan Pasifik. Penyakit ini nampaknya terdapat secara terbatas pada golongan kulit

14

berwarna. Lesi pertama berupa papula non-ulserasi, kemudian berkembang sebagai lesi
kulit yang bersifat datar dan hiperpigmentasi. Setelah beberapa tahun akan terjadi
depigmentasi dan hiperkeratosis. Jarang diikuti kelainan syaraf dan kardiovaskuler.
Penularan bersifat non venereal baik dengan kontak langsung ataupun melalui vector
(lalat). Diagnosa dan pengobatan sama dengan penyakit sifilis.
Treponema Yang Hidup Di Rongga Mulut
Spirochaeta merupakan flora normal rongga mulut, khususnya terdapat didaerah
interproksiamal dan leher gigi. Bakteri ini hampir selalu ada pada orang dewasa dan
jarang pada bayi atau anak-anak yang belum, tumbuh giginya atau pada orang tua yang
tidak bergigi. Daerah interdental papil memungkinkan spirochaeta tumbuh baik.
Terjadinya resensi gusi dan saku gusi akan menyebabkan bertambah suburnya kuman
ini. Dalam sulkus gigi sehat kuman ini tidak patogen.
Spirochaeta didalam rongga mulut tidak dapat memfermentasikan karbohidrat
secara aktif. Bagi pertumbuhanya diperlukan oksigen rendah, sehingga saku gusi
merupakan lingkungan yang mendukung pertumbuhanya.
Jenis Spirochaeta yang sering dijumpai pada rongga mulut adalah Treponema anbigum,
Treponema

denticola,

Treponema

macrodentinum,

Treponema

microdentinum,

Treponema comandonii, Treponema vincentii. Pada keadaan tertentu kuman-kuman


tersebut dapat menimbulkan penyakit periodontal, walaupun kuman jenis lain dapat
pula berperan pada timbulnya penyakit tersebut.
Belum dapat dipastikan bagaimana spirochaeta dalam mulut dapat memasuki
jaringan, diperkirakan bakteri ini dapat menempel dan menembus sel-sel epitel pada
mukosa mulut. Spirochaeta dapat menghasilkan bahan-bahan toksik sebagai hasil
metabolismenya diantaranya ammonia, indol, H2S, asam butirat dan putresin.
Khususnya Treponema vincentii menghasilkan asetilglukosamidase yang dapat merusak
jaringan periodontal.
Mekanisme spirochaeta menimbulkan penyakit periodontal dengan berbagai
tahap :
1. Dengan cara invansi bakteri. Bakteri ini selalu dijumpai pada setiap tahap
penyakit periodontal. Dengan gerakan aktifnya kuman ini mendoromng bakteri
lain yang tidak bergerak masuk kedalam jaringan dan membentukbahan-bahan

15

toksik seperti ensim sisteindesulhidrase yang dapat membentuk H2S dicairan


gusi yang juga sebagai penyebab penyakit periodontal.
2. Dengan menghasilkan ensim esetilglukosa midase yang mampu merusak
jaringan dan sekaligus menyebar infeksi dan penyabab pendarahan pada kapiler
gusi.
3. Dengan menghasilkan endotoksin yang merupakan lipopolisakaridadan protein
kompleks yang terdapat pada didind bakteri dan dilepas saat bakteri lilies.
Endotoksin ini menyebabkan peradangan, nekrotik jaringan dan tulang karena
mampu berpenetrasi pada jaringan yang rusak. Jadi endotoksin merupakan
initiating factor pada terjadinya penyakit periodontal.
4. Bakteri ini dapat menghasilkan toksin lain bersama-sama dengan vibrio,
fusiform, veillonela dan beberapa bacteroides. Toksin dapat berupa : H2S,
putresin, ammonia, indol.
Terdapat peningkatan populasi spirochaeta pada gusi yang sakit dibanding gusi
normal. Juga pada gusi yang dalam lebih banyak ditemukan kuman ini disbanding saku
gusi yang dangkal. Artinya makin banyak populasi spirochaeta sejalan dengan makin
dalamnya saku gusi yang berkaitan makin parahnya penyakit periodontal. Mengingat
kuman ini mampu merusak dan menghancurkan jaringan, maka akibat yang paling
sering terjadi adalah gigi menjadi goyah dan lama kelamaan menjadi menjadi lepas
sehingga merugikan penderita.
2. Genus Borelia

Borelia adalah spirochaeta (lebih besar dan lebih panjang daripada Treponema),
bergerak aktif secara rotasi sepanjang sumbunya. Umumnya hidup komensal pada
mukosa mulut dan pada keadaan ganggrenous atau ulseratif dari mulut, tenggorokan
atau genital.
1) Borelia recurentis
Gambar 5. Borelia Recurentis

Gambar 4. Genus Borelia

16

Merupakan

penyebab

penyakit relapsing fever (febris


recurentis). Penyakit ini dapat desebabkan pula oleh Borrelia duttonii dan Borrelia
nouyi.
a. Morfologi dan Identifikasi
Bakteri ini berbentuk spiral, panjang 10-30 um dengan diameter 0.3 um, sangat
fleksibel, bergerak secara rotasi atau berliku-liku. Dapat diwarnai dengan pewarnaan
Giemsa, Wright, Gram atau dengan impregnasi perak.
b. Karakteristik Pertumbuhan
Kuman ini dapat tumbuh pada media cair yang mengandung darah, serum,
cairan asites yang mengandung darah dan ginjal kelinci dan telur berembrio lebih cepat
berkembang.
Pada suhu 40 C,baik dalam darah atau kultur, kuman tahan hidup sampai beberapa
bulan.
c. Struktur Antigen
Pada uji serologik terhadap penderita biasanya terdapat zat anti aglutinin, zat
anti ikatan komplemen dan zat anti litik dalam titer tinggi. Struktur antigen ini sering
berubah ubah sehingga terjadi berbagai variasi, diduga bahwa terjadinya relaps dari
penyakit ini disebabkan karena berkembangnya varian tersebut sehingga hospes harus
membentuk zat anti baru.
d. Patologi
Hasil otopsi penderita menunjukkan bahwa kuman banyak ditemukan di
limpa,hati, focus-fokus nekrotik parenkhim alat-alat lain, dalam lsi berdarah dari ginjal
dan dalam saluran pencernaan. Kadang-kadang pada penderita yang menunjukkan
gejala meningitis, kumannya dapat ditemukan dalam liquor dan jaringan otak.
e. Patogenesis dan Gejala Klinik

17

Setelah masa inkubasi 3-10hari timbul demam disertai menggigil yang


berlangsung antara 3-5 hari, kemudian panas turun penderita tampaktidak sakit, hanya
lemah. Kemudian setelah 4-10 hari timbul lagi demam dengan menggigil, sakit kepala
hebat dan rasa tidak enak badan. Hal demikian dapat terjadi 3-10 kali dengan derajat
kesakitan yang makin berkurang. Selama fase demam,terutama waktu panas tinggi
kuman banyak terdapat dalam darah, setelah panas turun kuman tidak ditemukan dalam
darah. Kuman dapat pula ditemukan dalam urine dalam jumlah sedikit.
f. Diagnosa Laboratorik
Bahan pemeriksaan berupa darah, diambil sewaktu terjadi demam tinggi.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, tampak kuman
diantara sel-sel darah merah.

Dapat pula digunakan hewan percobaan, darah

disuntikkan intraperitoneal pada tikus putih atau subkutan pada kera. Setelah 2-4 hari
diambil darahnya kemudan diwarnai dan diamati dibawah mikroskop. Selama fase
demam biasanya albuminuria positif, lekosit meninggi sampai 10.000-20.000.
g. Kekebalan
Sifat kekebalan terhadap kuman ini sangat pendek.
h. Pengobatan
Dengan penisilin, eritromisin atau tetrasiklin.

Evaluasi hasil klinik sulit

dilakukan karena adanya remisi spontan yang bervariasi.


i. Epidemiologi
Relapsing fever merupakan penyakit endemic pada banyak

tempat dunia.

Sebagai reservoir utama adalah hewan pengerat (rodensia) sebagai sumber infeksi
adalah kutu dari genus Ornithodorus.

Penyebaran insiden musiman penyakit ini

ditentukan oleh ekologi kutu di berbagai daerah. Berdasarkan vektornya, penyakit ini
dibagi dalam 2 golongan yakni: Tick borne relapsing fever, Loose borne relapsing
fever. Keduanya terdapat secara endemik.
1. Tick Borne Replapsing Fever : umumnya terjadi secara sporadic. Penularan pada
manusia terjadi melalui gigitan tick infektik, antara lain Ornithodorus parkeri, O.
hermsi, O rudis, dan lain-lain. Apabila kutu kepala menghisap darah penderita,
kutu akan terinfeksi setelah mengisap darah , 4-5 hari kemudian kutu akan dapat
merupakan sumber infeksi

baru bagi orang lain. Tick tetap infektif slama

18

hidupnya dan dapat menularkan kuman ini kepada keturunan berikutnya secara
tranovarial.
2. Loose Borne Replapsing Fever : umumnya terjadi secara epidemik, walaupun
kadang-kadang terjadi secara sporadic. Penularan pada manusia terjadi tidak
melalui gigitan kutu (Pediculus vestimenti corporis), tetapi melalui garukan
sehingga bagian infektif kutu masu melalui lesi garukan sehingga bagian infektif
kutu masuk malaui lesi garukan.
Epidemi penyakit ini dipengaruhi oleh jumlah populasi kutu kepala , kepadatan
penduduk, malnutrisi dan musim dingin. Pada daerah endemic infeksi pada manusia
dapat terjadi akibat berhubungan dengan darah atau jaringan yang berasal dari roden
yang terinfeksi. Angka kematian pada penyakit endemic rendah, tetapi pada endemic
dapat mencapai 30 %.
j. Pencegahan
Pencegahan didasarkan pada usaha menghindarai kutu atau kutu kepala dan
mnghilangkan kutu dengan menggunakan insektisida terhadap tick (sengkenit) dan kutu
manusia. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit ini.
2) Borrelia vincentii
Sering ditemukan bersama dengan kuman fusobacterium. Bacteriodes pada
eksudat pseudomembran tonsil/faring penyakit Vincent sangina, gingivitis ulceratif
akuta, abses paru, lesi ulceratif pada genital, ulkus tropikus (ulkus kulit menahun).
Borrelia vincentii dan Fusobacterium fusiforme merupakan penghuni normal dan hidup
secara simbiotik pada gusi sehat. Apabila terjadi kerusakan gusi karena trauma,
kekurangan vitamin C, infeksi oleh Herpes simpleks, infasi Streptococcus hemoliticus
atau bakteri, maka kedua kuman ini mnjadi patogen dan menyebabkan infeksi sekunder.
Jadi sumber penularan pada penyakit ini adalah factor endogen.
a. Biakan
Perlu pembebiakan secara obligat anaerob dalam media yang mengandung asites.
b. Diagnosa Laboratorik
Secara mikroskopik bahan pemeriksaan berupa hapusan ulkus dalam mulut
diwarnai dengan karbolfukhsin, kemudian dilihat dibawah mikroskop. Bila kedua jenis
19

kuman ditemukan cukup banyak, apalagi dengan jumlah lekosit yang tinggi, maka dapat
didiagnosa sebagai Vincents infection.
Biakan dilakukan hanya untuk mengetahui adanya Streptococcus hemoliticus dan
kuman difteri.
c. Pengobatan
Biasanya digunakan Penisilin atau Tetrasiklin.
3) Borrelia burdorferi

Merupakan penyebab penyakit lime (nama kota di Amerika) terutama dipantai


timur Amerika Serikat, juga di Eropa dan Autralia yang terjadi dimusim panas. Ditandai
dengan lesi melingkar dikulit kemudian berkembang meluas. Sering disertai sakit
kepala, demam, kaku duduk, mialgia, artalgia dan limadenopati. Beberapa bulan
selanjutnya gejala neurologik dan arthritis berkurang.
Penularan terjadi melalui ixodid tick. Pembentukan IgM terjadi pada 3-6 minggu
setelah serangan penyakit dan titernya berhubungan dengan aktivitas penyakit. Artritis
dan gangguan neurologik kemungkinan disebabkan oleh reaksi komplek antigenantibodi. Pemberian penisilin atau tetrasiklin secara dini memberikan respon yang baik
terhadap gejala yang timbul pada penyakit lyme.
FAMILIA LEPTOSPIRACEAE

20

1. Genus Leptospira

Genus Leptospira dibagi dalam 2 golongan, yakni :


1) Leptospira interrogans (strain parasit) : patogen bagi hewan dan manusia.
Terdapat lebih dari 100 tipe.
2) Leptospira biflexa (strain saprofit) : hidup dalam air, tidak menyebabkan sakit
pada hewan dan dapat tumbuh dalam media dalam serum.
a. Morfologi dan Identifikasi
Kuman ini mempunyai struktur yang fleksibel berupa benang-benag halus
berbentuk spiral dengan satu atau kedua ujungnya melengkung sehingga dapat
berbentuk tongkat, huruf C atau S. Panjangnya bervariasi antara 6-20 u, diameter 0.5 u.
Bentuk vegetative dapat sampai 40 u panjangnya. Bergerak secara rotasi kadang-kadang
meluncur atau bergerak seperti cambuk (whipping motion). Gerak ini harus dapat
dibedakan dengan gerak Brownian dari pseudo leptospira. Dapat diwarnai dengan
Giemsa, Anilin atau Impregnasi perak.

21

b. Karakteristik Pertumbuhan
Sumber utama tenaga kuman ini berasal dari oksidasi asam lema rantai panjang,
sedang kebutuhan nitrogen berasal dari garam ammonium.
Berkembang biak dengan pembelahan melintang. Tumbuh baik pada suhu 370 C. pH
7.2 dalam suasana aerob. Isolasi harus dalam media yang mengandung serum (kelinci,
marmut) antara lain agar pada semi solid Noguchi, Fletcher atau media cair dari
Vervoort, Stuart, Korthof.
Strain parasit tidak dapat tahan lama diluar tubuh hospes. Dalam media Vervoot pada
temperatur kamar, ditempat gelap tampa subkultur dapat bertahan hidup sampai
beberapa tahun. Pada agar semi solid Noguchi tetap virulen untukbeberapa tahun,
sensitive terhadap asam. Mati pada 500 C dalam 10 menit. Pada 700 C tahan bertahuntahun tampa kehilangan sifat virulen. Agak resisten terhadap desinfektan seperti :
streptomisin, tetrasikin, dan eritromisin.
c. Patogenesis dan Cara Penularan
Leptospira merupakan penyakit primer pada hewan (zoonosis) dan manusia
terinfeksi secara kebetulan. Hospes reservoir adalah hewan mengerat, kadang-kadang
anjing, babi, sapi atu kuda, dsb. Setiap serotipe mempunyai hospes predileksi tertentu,
misalnya :
Leptospira icterohaemorrhagiae, Ratus norwegius, Leptospira hebdomadis , Mocrotus,
Montabelli
Pada hewan kuman ini berada didalam tubuli kontorti ginjal tampa menimbulkan gejala
dan diekskresi bersama urinya. Penularan terjadi karena manusia menelan makanan/
minuman yang telah terkontaminasi dengan urine tikus infektif, atau berenang.

22

d. Gambaran Klinik
Sifat infeksi mringan/subklinis tampa ikterus, dapat berakibat fatal. Infeksi
Leptospira pada manusia menimbulkan gambaran klinik berupa : demam tinggi akut
disertai menggigil, sakit kepala, nyeri otot terutama punggung dan betis, konyungtivitis,
hepatospenomegali. Pada keadaan demam kuman dalam darah dapat menyebar kehepar
(menimbulkan nekrosis ikterus), ginjal (menimbulkan pendarahan dan nekrosis timbul
albuminuria), Susunan syaraf pusat (menimbulkan meningitis aseptika benigna) atau oto
dan kulit (menimbulkan rasa nyeri).
1) Diagnosa Laboratorik
Dalam minggu pertama penyakit sering kuman terdapat banyak didalam darh,
Oeptosperemia jarang terjadi setelah hari ke 8. Pada minggu ke 4-6 setelah gejala
pertama kuman terdapat dalam urine. Didalam urine asam kuman mengalami lisis
sehingga urine harus segera diperiksa dan semalam sebelumnya penderita diberi Na
bikarbonat. Pada fase permulaan kadang-kadang kuman dijumpai pada cairan spinal.
Sebagai penentu diagnosa perlu diamati adanya kenaikan titer zat anti selama sakit.
Pada minggu pertama antibody dalam serum meningkat, pada minggu ke 2-3 titer
meningkat sedangkan setelah minggu ke 3 titer antibody menurun lagi dan kadangkadang titer yang rendah masih terdapat dalm beberapa tahun.
Bahan Pemeriksaan
Bahan pemeriksaan dapat berupa :
1. Darah (minggu pertama)
Mikroskopik : 10 ml darah + 1 ml 1% Na oksalat, diputar 500 putaran/menit. Satu tetes
plasma diamati dibawah mikroskop medan gelap. Endapanya disuntikan pada marmot
secara intraperitoneal.
Biakan : darah atau endapan ditanam pada media Kortof.
Hewan percobaan: darah, plasma atau urine disuntikkan, setiap hari diperiksa cairan
peritoneal dibawah mikroskop medan gelap, bila hasilnya positif diambil jantung hewan
ditanam pada media Kortof.
2. Urine (pada minggu ke 2-3)

23

Mikroskopik: Urine diputar selama 3000 putaran/menit selama 10 menit. Endapanya


diperiksa dibawah mikroskop medan gelap.
Biakan : tidak dapat langsung dibiakkan karena urin berisi bermacam-macam kuman
sehingga pertumbuhan Leptospira akan tertkan. Pada urine alkalis disuntikan
intraperitoneal, bila positif diambil darah jantung dan ditanam pada media Korthof.
2) Diagnosa Serologik
Titer zat anti aglutinim dapat mencapai lebih dari 1/1000, maksimal pada
minggu ke 5-8 setelah infeksi.
1. Uji aglutinasi lisis dari Schuffuer dan Wolff. Serum penderita dalam beberapa
pengenceran dicampur dengan suspensi kuman, dieramkan pada 320 370 C
selama 3 jam, kemudian npada suhu kamar selama 1 jam. Diambil 1 tetes dari
setiap campuran diamati terjadinya aglutinasi dan lisis dibawah mikroskop
medan gelap.
2. Uji aglitinasi dari Broom : Prosedurnya sama dengan metode diatas tetapi
kuman dimatikan dahulu dengan formalin. Sebelum dibaca campuran tersebut
disimpan dalam almari pendingin selama semalam.
3. Metoda Flouresen Antibodi : Sangat baik untuk mendeteksi adanya leptospira
dalam urine atau jaringan.
Penilaian Titer Diagnostik :
Mengigat banyaknya serotip yang menimbulkan reaksi silang, maka penilaian
tetrasi serum tunggal harus berhati-hati, sebaiknya mengamati kenaikn titer dari
sepasang serum.
Pengobatan :
Pemberian antibiotika sebaiknya dilakukan pada stadium lanjut kurang
memuaskan. Antibiotika yang dapat dipilih adalah penisilin, tetrasiklin atau eritromisin.
e. Epidemiologi
Mengigat Leptospirosis merupakan penyakit primer pada hewan, maka
pencegahan utama adalah menghindarkan diri dari kontak dengan bahan infektif yng
berasal dari hospes reservoir. Orang yang sering terkena penyakit ini adalah mereka

24

yang sering kontak dengan air yang tercemar kotoran tikus antara lain petani, tukang
pembersih selokan, perenang.
Beberapa strain penyebab penyakit lain :
L. icterohaemorrhagiae

: menyebabkan Weill diease

hospes reservoir

: Rattus norvegicus, anjing, babi, kuda.

L. canicola

: menyebabkan Canicola fever.

hospes reservoir

: anjing, kuda, dan sapi.

L. pyrogenes

: menyebabkan febrile spirochaetosis

hospes reservoir

: Rattus brevicaudatus

L. hebbdomadis

: menyebabkan seven-day fever

hospes reservoir

: Microtus montebelloi, anjing, sapi

L. Pomona

: menyebabkan Swineherds disese

hospes reservoir

: babi, sapi, kuda

L. bataviae

: menyebabkan Indonesia Weis disease

hospes reservoir

: Rattus norvegicus, babi, kucing dan anjing

Rattus norvegicus merupakan maintenance carrier artinya persentasi isolasi dari urine
sama tingginya dengan persentase aglutinasi positif dari darah. Sangat berbahaya bagi
manusia, tetapi karena hidupnya selalu didalam selokan infeksi pada manusia jarang
terjadi. Sedangkan Rattus rattus diardi (tikus rumah) adalah suatu fleeting carrier artinya
persentase isolasi positif dari urin lebih kecil disbanding persentase aglutinasi positif,
tetapi karena tikus ini selau dekat dengan manusia maka dianggap sangat berbahaya
bagi manusia.

25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spirochetes (atau Spirochaeta) adalah bakteri gram-negatif, motil, berbentuk
ramping dan berlekuk-lekuk. Spirochaeta yaitu bakteri yang panjang dan juga tipis,
berbentuk pilinan yang panjangnya berkisar antara beberapa um sampai 500 um
Sel spirochetes tersusun atas protoplasma silinder yang ditutup dengan membran
dan dinding sel. Bagian endoflagela dan protoplasma silinder akan dibungkus dengan
berlapis-lapis membran (multilayer) yang bersifat fleksibel.
Membran ini disebut sebagai lapisan terluar.
Golongan kuman ini termasuk dalam orgo Spirochaetales yang dibagi kedalam 2
familia, yaitu Familia Spirochaetaceae dan Familia Leptospiraceae.
B. Saran
Makalah merupakan salah satu karya tulis yang dapat membantu para
pembacanya untuk mendapatkan informasi tertentu.
Untuk itu,bagi para pembaca sebaiknya membaca beberapa sumber atau literatur
guna perbandingan. Dikarenakan penulis masih dalam tahap belajar menuliskan
pembahasan ini maka sangat dibutuhkan kritikan dan saran untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas penulisan ini.

26

DAFTAR PUSTAKA
http://yvdhafkm09ump.blogspot.co.id/2012/05/spirochaeta.html
http://penuntunjalan28.blogspot.co.id/2016/04/bakteri-spirochaeta-pallidatreponema.html
http://science-student14.blogspot.co.id/2013/09/bakteri-spirocetachristispira.html

27

Anda mungkin juga menyukai