Anda di halaman 1dari 5

HIKMAH IDUL FITHRI DAN HALAL BI HALAL

Oleh: H.Abdussalam Masykur, Lc.MA.


Selesainya kita menjalankan Ibadah Puasa selama sebulan penuh, kita semua telah
Ber Iedul Fithri. Allah SWT memerintahkan kita untuk menyempurnakan puasa kita di
bulan Ramadhan dan bertakbir kepada-Nya sebagai upaya untuk melahirkan rasa syukur
kita kepada-Nya, ini sebagaimana tertuang di dalam firman-Nya: Wa litukmilul iddata
wa litukabbirullaha alaa maa hadaakum wa laallakum tasykuruun. Q.S.Al-Baqarah:
185. [Hendaklah kamu menyempurnakan hitungan piuasa kamu, dan hendaklah kamu
bertakbir kepada Allah, mudah-mudahkan kamu bersyukur kepada-Nya].
Secara makna Iedul Fithri adalah: kembali kepada Fithrah, kembali kepada
kesucian, kebersihan, keaslian penciptaan Allah dan juga kembali kepada agama Islam
yang bersih dan damai. Allah SWT berfirman:




Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.Q.S.Ar-Rum: 30
Iedul Fithri adalah

suatu ibadah untuk berhari raya sebagai

ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas segala kenikmatan
dan karunia serta hidayahnya, khususnya di Bulan Ramadhan, yaitu
dengan

menjalankann

shalat

iedul

fithri,

bertakbir,

bertahmid,

bertasbih dan bertahlil, memperkuat tali silatur rahim dan saling


memaafkan serta menjalin persaudaraan, saling mengunjungi dan
saling bantu membantu untuk berbuat baik, menyantuni anak-anak
yatim dan fuqara serta masaakiin [orang-orang miskin], termasuk di
dalamnya kebiasaan mudik pulang kampung untuk menengok sanak

saudara dan famili, mengadakan reoni dan halal bihalal selama untuk
kebaikan maka sangat di anjurkan dan di sunnahkan.
Tetapi yang perlu di ingat adalah bahwa dalam pelaksanaan itu
semua tidak boleh ada unsur kemaksiatan dan tidak boleh ada
pemborosan dan berfoya-foya, karena seluruh bentuk kegembiraan
dalam kehidupan seorang mukmin adalah sebagai bentuk rasa syukur
kepada

Allah

SWT

dan

untuk

memperkuat

persaudaraan

dan

keakraban diantara kita, tetapi tidak boleh ada kemaksiatan, karena


kecenderungan orang yang bergembira

terkadang lupa terhadap

rambu-rambu syariat untuk membedakan mana yang boleh dan mana


yang tidak boleh, maka yang ketaatan dan mana kemaksiatan.
Oleh karena itu kita tidak boleh terjebak pada istilahnya, tetapi
harus memperhatikan isi dan bagaimana pelaksanaan acaranya,
sehingga bersatu padu antara niyat dan amal, antara lahir dan bathin.
Dalam kata mutiara hikmah di katakan: Laisal ied man labisal jaded,
walaakin al-ied man taqwahu maziid [Hakekat Iedul Fithri bukanlah
memakai

baju

baru,

tetapi

hakikatnya

adalah

orang

yang

ketakwaannya bertambah].
Di dalam Hadits Riyadhul Shalihi di bab Taubat, Nabi saw
bersabda: Innallaha laa yandzuru ilaa shuwarikum walaa ajsaamikum,
walaakin yandzuru ilaa quluubikum wa amaalikum [Sesungguhnya
Allah SWT tidak melihar rupa dan fisik kamu, tetapi yang Allah
perhatikan adalah isi hati [niyat] dan amal kamu].
Dalam kaedah ilmu ushul fiqih di katakana: Al-Ghoyah laa
tubarriru al-wasiilah [Niyat yang baik tidak bisa menghalalkan segala
cara], artinya: Jika niyatnya baik, maka cara pelaksanaannya juga
harus baik dan sesuai dengan petunjuk dan redha Allah SWT. Bahkan
dalam membrantas kemungkaranpun haruslah dengan cara yuang
baik.
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: Apabila upaya
untuk

merubah

kemungkaran

itu

justru

akan

menimbulkan

kemungkaran yang lebih dahsyat maka harus di hentikan sementara,


sampai ada waktu yang tepat untuk itu. Karena itu, untuk menjamin
kelangsungan hidup ini agar tetap terhindar dari kerusakan dan
kerugian perlu ada empat hal yang wajib di lakukan, yaitu: Beriman,
beramal

saleh,

tawaashau

bil

haq

[saling

menasehati

dalam

kebenaran] dan tawashau bis shabr atau bil marhamah [saling


menasehati agar bersikap sabar dan lemah lembut], sebagaimana
firmann Allah SWT:


Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat

menasehati

supaya

mentaati

kebenaran

dan

nasehat

menasehati supaya menetapi kesabaran.Q.S.Al-Ashr: 1-3.


Adapun istilah-istilah yang muncul, seperti reoni atau halal bi
halal, pada dasarnya termasuk istilah-istilah baru, namun demikian
yang menjadi penting adalah tujuan dan maksudnya, kemudian
bagaimana pelaksanaannya, jika semuanya berjalan sesuai dengan
kebaikan dan syariat maka tidak masalah dan tidak di larang, bahkan
di anjurkan dan di sunnahkan, sebagaimana di dalam kedah di
katakana: Laisat al-ibrah bil asmaa, walaakin bil musammayaat
[Bukanlah yang menjadi ukuran adalah namanya, saja, tetapi juga
esensinya].
Dalam sebuah hadits di nyatakan oleh Rasulullah saw: Man
sarrahu an yunsaa fii umurihi wa an yubsatha fii rizqihi fal yashil
rahimahu [Barangsiapa ingin umurnya di panjangkan dan rezkinya
melimpah, maka perbanyaklah shilatur rahim]. Kemudian di dalam
hadits lainnya Nabi saw bersabda: Man kaana lahuu madzlamatun li
akhiihi falyastahlil fii dzalikal yaum [Barangsiapa yang mempunyai
kesalahan kepada saudaranya maka mintalah di halalkan (di maafkan)

atas kesalahannya pada hari itu]. Kemudian Hadits: Barangsiapa yang


bersalaman dengan sesame saudaranya, maka dosa-dosanya akan
gugyur di maafkan oleh Allah SWT]. Dan masih banyak lagi haditshadits tentang keutamaan bersilatur rahim, bersalam-salaman dan
berkunjung serta bermaaf-maafan.
Pada hakekatnya Halal bi halal di maksudkan untuk mewujudkan
hablun minallah dan hamlun minannaas, menyambung kekuatan
hubungan antara ibadah dan muamalah, karena sesuai dengan janji
SWT aabila kita mampu untuk melaksanakannya dengan benar, maka
kita akan terhindari dari kehinaan dan kemiskinan, terhindar dari
musibah dan bala serta suuul khaatimah. Allah SWT berfirman:





mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali
jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian)
dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah
dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka
kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan
yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas.Q.S.Ali Imran: 112
Halal bi halal juga di maksudkan untuk saling taaruf [mengenal]
dan berkunjung untuk menjalin keakraban dan kerukunan antar
keluarga, tetangga dan handai taulan untuk melakukan hal-hal yang
bermanfaat, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk social dan
beragama, karena itu ini termasuk kebutuhan primer bagi kita
semuanya, akan tetapi caranya bisa bermacam-macam, bisa dalam
bentuk berkunjung, bersilatur rahim , mudik kampung, reoni, halal bi

halal dan bahkan bisa konsolidasi untuk berjuang dan beramal saleh,
dan ini di lakukan kapan saja tidak terbatas oleh waktu dan ruang,
hanya saja karena memanfaatkan momentum iedul fithri, maka tidak
ada salahnya dan termasuk amrun mustahsan [suatu kebiasaan
yang baik] dan masuk dalam ibadah serta mendapat pahala yang
besar dari Allah SWT.
Semoga kita semua di maafkan oleh Allah SWT dan semoga
kerukunan kita dapat mengantarkan menuju kwalitas

amal kita di

dunia maupun di akhirat dan mengantarkan kita semua menuju AlFirdaus Al-Alaa [surga Firdaus yang Tinggi tempatnya], amiin.

Anda mungkin juga menyukai