Anda di halaman 1dari 146

Pengertian Keanekaragaman Hayati Dan Tingkatanya

Sudah kita ketahui bersama bahwasanya Keanekaragaman Hayati di Negri syurga ini, negri yang
tongkat kayu dan batu menjadi tanaman, yakni Indonesia. begitu tinggi keanekaragamannya baik itu
flora maupun Faunanya, hal ini tentu saja haruslah di manfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahtraan
masyarakat Indonesia dan juga masyarakat Dunia. Keanekaragaman hayati adalah istilah yang di
gunakan secara umum untuk derajat keanekaragaman sumberdaya alam hayati, meliputi jumlah
maupun frekuensi dari ekosistem, spesies, maupun gen di suatu daerah.

Pada dasarnya keanekaragaman melukiskan keadaan yang bermacam-macam terhadap suatu


benda yang terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal, ukutan, bentuk, tekstur maupun jumlah,
Sedangkan kata hayati itu sendiri berarti sesuatu yang hidup, jadi Keanekaragaman Hayati bisa di
artikan sebagai keanekaragaman atau keberagaman dari mahluk hidup yang bisa terjadi akibat
adanya Perbedan-perbedaan, di antaranya perbedaan bentuk, ukuran, warna, jumlah tekstur,
penampilan dan juga sifat-sifatnya.
Keanekaragaman Hayati terkadang sering di kenal dengan sebutan biodiversitas (bahasa Inggris:
biodiversity). Aspek yang berbeda dari keanekaragaman hayati semua memiliki pengaruh yang
sangat kuat antara satu dengan yang lainnya, Kita mulai akan memahami hubungan antara makhluk
hidup dan lingkungan mereka melalui artikel ini dan penjelasan di website genggaminternet.com.
Keanekaragaman juga dapat membantu kita dalam kehidupan kita sehari-hari. akan tetapi taukah
kamu jika gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia yang menumpuk di atmosfer akan
menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi keanekaragaman
hayati di seluruh Dunia.
Macam-Macam Keanekaragaman Hayati
Jika kita sudah membahas dan mulai memahami tentang Pengertian Keanekaragaman hayati, maka
sekarang kita akan melangkah ke pembahasan yang lebih Menarik lagi, yakni tentang Tingkatan-
tingkatan dalam Keanekaragaman, secara pengertianya keanekaragaman hayati dapat kita pilah
menjadi tiga bagian, yakni keanekaragaman gen (genetik), keanekaragaman spesies (jenis), dan
keanekaragaman ekosistem. Untuk penjelasan secara lengkapnya mengenai Ketiga tingkatan
tersebut silahkan menyimaknya di bawah ini.
1. Keanekaragaman Gen

Keanekaragaman gen merupakan variasi atau perbedaan gen yang terjadi dalam satu jenis atau
spesies makhluk hidup. Keanekaragaman gen dapat menyebabkan variasi antarindividu sejenis.
Contohnya Seperti keanekaragaman tanaman padi dan mangga, yang memiliki banyak sekali ragam
dan jenisnya, walaupun mereka sama-sama mangga ataupun sama-sama padi. Tanaman padi
terdapat beberapa macam atau varietas seperti IR, PB, kapuas, rojolele, dan sedani. Tanaman
mangga memiliki banyak varietas seperti arum manis, manalagi, gadung, dan golek.
Keanekaragaman mangga dan padi disebabkan oleh variasi gen, bagai mana kamu sudah mulai
faham sekarang bukan.?

Perbedaan ini mampu menyebabkan sifat yang tidak tampak (genotipe) dan sifat yang tampak
(fenotipe) pada setiap makhluk hidup menjadi berbeda. Variasi makhluk hidup dapat terjadi akibat
perkawinan sehingga susunan gen keterunannya berbeda dari susunan gen induknya. Selain itu,
variasi makhluk hidup dapat pula terjadi karena interaksi gen dengan lingkungan.
2. Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman Spesies merupakan keragaman yang dapat di temukan di suatu kelompok maupun
komunitas di suatu tempat tertentu, Perbedaan ini sangatlah mudah di bedakan karena dapat di lihat
dengan mata terbuka, hal ini karena perbedaan itu begitu ketara,

Sebagai contoh agar kita mudah dalam Memahaminya, Seperti keanekaragaman yang terjadi antara
kurma, sagu dan kelapa. Meskipun tumbuh-tumbuhan itu merupakan satu kelompok tumbuhan
palem-paleman,akan tetapi masing-masing memiliki fisik yang berbeda dan hidup di tempat yang
berbeda. Seperti kelapa tumbuh di pantai, kurma tumbuh di daerah kering dan sagu tumbuh di
pegunungan basah (rawah gambut).

Jika kita melihat lagi Contoh Keragaman yang ada pada binatang, karena contoh di atas merupakan
keragaman pada tumbuhan, nah contoh untuk binatang adalah : Kucing, Singa dan Harimau. Ketiga
hewan teramsuk dalam satu kelompok kucing. Akan tetapi singa, kucing dan harimau terdapat
perbedaan fisik yang sangat jauh, habitat dan tingkah lakunya.
3. Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman yang terjadi pada tingkat ekosistem merupakan akibat dari interaksi yang sangat
kompleks melalui komponen biotik dengan komponen abiotik.

Interaksi biotik

Interaksi biotik dapat terjadi pada makhluk hidup satu dengan makhluk hidup yang lainya(baik di
dalam jenisnya ataupun antar jenisnya) yang membentuk suatu komunitas. sedangkan Interaksi
Biotik.

Interaksi abiotik

interaksi abiotik dapat terjadi antara mahluk hidup dengan lingkungan fisik, yaitu suhu, cahaya dan
lingkungan kimiawi, antara lain, air, mineral dan keasaman .

Dengan adanya beranekaragamnya kondisi lingkungan dan keaneka ragaman hayati, maka
terbentuklah keanekaragaman ekosistem. yang mana Tiap-tiap ekosistem memiliki keanekaragaman
makhluk hidup tertentu pula. Cotohnya, ekosistem padang rumput, ekosistem pantai, ekosistem hutan
hujan trofik, dan ekosistem air laut. Tiap-tipa ekosistem mempunyai ciri fisik, kimiawi, dan biologis
tersendiri. Flora dan fauna yang terdapat dsalam ekosistem tertentu berbeda dengan flora dan fauna
yang terdapat didalam ekosistem yang lain.

Perubahan iklim Juga mempengaruhi suhu udara dan laut, panjang musim, permukaan air laut, pola
arus laut dan angin, tingkat curah hujan, serta hal-hal lainnya. Perubahan ini mempengaruhi habitat
dan perilaku banyak spesies yang berbeda. Banyak yang tidak akan mampu beradaptasi cukup cepat
dan dapat punah. Maka dari itu Mulai sekarang adalah menjadi Tugas manusia utuk bersama-sama
lebih sadar dan menjaga Lingkungan sekitar untuk Kebaikan bersama juga.

Dengan adanya artikel Pengertian Keanekaragaman Hayati ini semoga bisa membantu adik-adik
yang masih duduk di bangku sekolah bisa lebih mudah lagi belajarnya, Oleh karena itu alangkah
Bahagianya saya jika anda yang membaca ini mau membagikan artikel ini kepada teman-teman atau
siapa saja melalui media sosial, seperti facebook dan juga yang lainya, karena merupakan suatu
kebahagiaan yang tidak dapat di lukiskan ketika apa yang kita buat, apa yang kita tulis bisa
bermanfaat dan dapat membantu banyak orang, teirma kasih, kamu bisa juga membaca artikel
sebelumnya yang sudah saya bagikan pada kesempatan yang lalu yakni macam-macam jaringan
tumbuhan.

Keanekaragaman hayati
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel atau bagian dari artikel ini diterjemahkan dari Keanekaragaman


hayati di en.wikipedia.org. Isinya mungkin memiliki
ketidakakuratan. Selain itu beberapa bagian yang diterjemahkan
kemungkinan masih memerlukan penyempurnaan. Pengguna yang
mahir dengan bahasa yang bersangkutan dipersilakan untuk
menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat)

Terumbu karang adalah di antara yang paling beragam ekosistem di bumi.

Hutan hujan adalah contoh keanekaragaman hayati di planet ini, dan biasanya memiliki banyak
keanekaragaman spesies. Ini adalah Sungai Gambia di Senegal yang Niokolo-Koba National Park.

Keanekaragaman hayati adalah tingkat variasi bentuk kehidupan dalam,


mengingat ekosistem bioma spesies,, atau seluruh planet. Keanekaragaman hayati adalah
ukuran dari kesehatan ekosistem. Keanekaragaman hayati adalah sebagian fungsi dari iklim.
Pada habitat darat, s daerah tropis biasanya kaya sedangkan spesies dukungan daerah kutub s
lebih sedikit.

Perubahan lingkungan yang cepat biasanya menyebabkan kepunahan massal s. Salah satu
perkiraan adalah bahwa kurang dari 1% dari spesies yang ada di Bumi adalah yang masih
ada. [1]

Sejak kehidupan dimulai di bumi, lima kepunahan massal besar dan peristiwa kecil telah
menyebabkan beberapa tetes besar dan mendadak dalam keanekaragaman hayati. Para
eon Fanerozoikum (yang 540 juta tahun terakhir) ditandai pertumbuhan yang cepat dalam
keanekaragaman hayati melalui ledakan-Kambrium sebuah periode di mana
mayoritas filum multiseluler pertama muncul.[2] 400 juta tahun ke depan termasuk diulang,
kerugian besar keanekaragaman hayati diklasifikasikan sebagai kepunahan massal.
Dalam Karbon, kolaps hutan hujan menyebabkan kerugian besar dari kehidupan tanaman dan
hewan.[3]Peristiwa kepunahan Permian-Trias, 251 juta tahun lalu, adalah yang terburuk;.
Pemulihan vertebrata butuh waktu 30 juta tahun [4] Yang paling terakhir, peristiwa kepunahan
Cretaceous-Paleogen, terjadi 65 juta tahun lalu, dan sering menarik perhatian lebih dari yang
lain karena mengakibatkan kepunahan dinosaurus s.[5]

Periode sejak munculnya manusia telah menunjukkan pengurangan keanekaragaman hayati


yang sedang berlangsung dan kerugian atas keragaman genetik. Dinamakan kepunahan
Holocene, pengurangan ini disebabkan terutama oleh dampak manusia, terutama kerusakan
habitat. Sebaliknya, keanekaragaman hayati dampak kesehatan manusia dalam berbagai cara,
baik secara positif maupun negatif.[6]

PBB ditunjuk 2011-2020 sebagai Dekade PBB tentang Keanekaragaman Hayati.

Daftar isi

[sembunyikan]

1Etimologi

2Definisi

3Distribusi

o 3.1Latitudinal gradien

o 3.2Hotspot

4Evolusi.

o 4.1Evolusi diversifikasi

5Manusia manfaat

o 5.1Pertanian

o 5.2Kesehatan Manusia

o 5.3Bisnis dan industri

o 5.4Kenyamanan, budaya dan nilai estetika

o 5.5Ekologi jasa

6Jumlah spesies

7Spesies kehilangan harga

8Ancaman
o 8.1Perusakan habitat

o 8.2Diperkenalkan dan invasif spesies

8.2.1Genetik polusi

o 8.3Eksploitasi berlebihan

o 8.4Hibridisasi, genetik polusi / erosi dan keamanan pangan

o 8.5Perubahan iklim

o 8.6Manusia overpopulasi

9Kepunahan Holocene

10,

11Perlindungan dan pemulihan teknik

o 11.1Alokasi sumber daya

12Status hukum

o 12.1Internasional

o 12.2Nasional tingkat hukum

13Analytical batas

o 13.1Taksonomi dan ukuran hubungan

14Lihat pula

15Referensi

16Bacaan lebih lanjut

17Pranala luar

o 17.1Dokumen

o 17.2Alat-alat

o 17.3Materi pelatihan

o 17.4Sumber Informasi

Etimologi[sunting | sunting sumber]


Keragaman hayati adalah istilah yang digunakan pertama kali oleh ilmuwan satwa liar dan
pelestari Raymond F. Dasmann pada tahun 1968 meletakkan buku kesukaan Aneka
Negara [7] konservasi advokasi. Istilah ini banyak digunakan hanya setelah lebih dari satu
dekade, ketika pada 1980-an itu datang ke dalam penggunaan umum dalam ilmu pengetahuan
dan kebijakan lingkungan. Thomas Lovejoy, dalam kata pengantar buku Biologi
Konservasi, [8] memperkenalkan istilah untuk komunitas ilmiah. Sampai kemudian
"keanekaragaman alam" istilah itu biasa, yang diperkenalkan oleh Divisi Ilmu dari The Nature
Conservancy dalam studi 1975 yang penting, "Pelestarian Keanekaragaman Alam." Dengan
program 1980 Ilmu awal TNC dan kepalanya, Robert E. Jenkins,[9] Lovejoy dan ilmuwan
konservasi terkemuka lainnya pada saat di Amerika menganjurkan penggunaan
"keanekaragaman hayati".

Keanekaragaman hayati bentuk kontrak Istilah itu mungkin telah diciptakan oleh WG Rosen
pada tahun 1985 ketika merencanakan Forum Nasional 1986 Keanekaragaman Hayati yang
diselenggarakan oleh Dewan Riset Nasional (NRC). Ini pertama kali muncul dalam suatu
publikasi pada tahun 1988 ketika sociobiologist EO Wilson digunakan sebagai judul
prosiding [10] dari forum itu.[11]

Sejak periode ini istilah telah dicapai digunakan secara luas di kalangan ahli biologi, lingkungan,
pemimpin politik, dan warga masyarakat yang peduli.

Sebuah istilah yang sama di Amerika Serikat adalah "warisan alam." Ini mendahului orang lain
serta yang lebih diterima oleh khalayak yang lebih luas tertarik pada konservasi. Lebih luas dari
keanekaragaman hayati, itu termasuk geologi dan bentang alam.

Definisi[sunting | sunting sumber]

Sebuah contoh dari jamur dikumpulkan selama musim panas 2008 di hutan campuran Utara
Saskatchewan, dekat LaRonge adalah contoh mengenai keragaman jenis jamur. Di foto ini, ada juga daun
lumut dan lumut.
Keragaman istilah biologi atau keanekaragaman hayati dapat memiliki banyak interpretasi. Hal
ini paling sering digunakan untuk menggantikan istilah yang lebih jelas dan lama didirikan,
keragaman spesies dan kekayaan spesies. Ahli biologi paling sering mendefinisikan
keanekaragaman hayati sebagai "totalitas gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah". [12]
[13]
Sebuah keuntungan dari definisi ini adalah bahwa tampaknya untuk menggambarkan
keadaan paling dan menyajikan pandangan terpadu dari tiga tingkat tradisional di berbagai
biologis yang telah diidentifikasi:

keanekaragaman jenis

ekosistem keanekaragaman

Keanekaragaman genetik

Pada tahun 2003 Profesor Anthony Campbell di Cardiff University, Inggris dan Pusat Darwin,
Pembrokeshire, yang didefinisikan tingkat keempat: Keragaman Molekuler.[14]

Ini membangun bertingkat konsisten dengan Dasmann dan Lovejoy. Definisi eksplisit yang
konsisten dengan penafsiran ini pertama kali diberikan dalam makalah oleh Bruce A. Wilcox
ditugaskan oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam (IUCN)
untuk Konferensi Dunia 1982 Nasional Taman.[15] Definisi Wilcox adalah "Keanekaragaman
hayati adalah berbagai bentuk kehidupan ... di semua tingkat sistem biologis (yaitu, molekul,
organismic, populasi, spesies dan ekosistem) ...". Tahun 1992 PBB KTT Bumi didefinisikan
"keanekaragaman hayati" sebagai "variabilitas antara organisme hidup dari semua sumber,
termasuk, 'antara lain', darat, laut, dan ekosistem air lainnya, dan kompleks ekologi yang mereka
adalah bagian: ini termasuk keragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem ".
[16]
Definisi ini digunakan dalam Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati. [16]

Satu definisi buku teks adalah "variasi kehidupan di semua tingkat organisasi biologis". [17]

Genetika s mendefinisikannya sebagai keragaman gen dan organisme s. Mereka mempelajari


proses seperti mutasi s, transfer gen, dan dinamika genom yang menghasilkan evolusi. [15]

Mengukur keragaman di satu tingkat dalam kelompok organisme mungkin tidak tepat sesuai
dengan keragaman pada tingkat lainnya. Namun, tetrapod (vertebrata darat) taksonomi dan
keragaman ekologi menunjukkan korelasi yang sangat dekat. [18]

Distribusi[sunting | sunting sumber]


Sebuah hutan konifer di Pegunungan Alpen Swiss (Taman Nasional).

Keanekaragaman hayati tidak merata, melainkan sangat bervariasi di seluruh dunia maupun di
dalam daerah. Di antara faktor lain, keragaman makhluk hidup (biota) tergantung pada suhu,
curah hujan, ketinggian, geografi tanah s, dan kehadiran spesies lainnya. Studi tentang distribusi
spasial organisme s, spesies, dan ekosistem s, adalah ilmu biogeografi.

Keanekaragaman konsisten mengukur lebih tinggi di daerah tropis dan di daerah lokal lain
seperti Cape Provinsi flora dan lebih rendah di daerah kutub umumnya. Pada tahun 2006
banyak spesies secara resmi diklasifikasikan sebagai langka atau terancam punah atau
terancam, apalagi, para ilmuwan telah memperkirakan bahwa jutaan spesies yang lebih berisiko
yang belum secara resmi diakui. Sekitar 40 persen dari 40.177 spesies dinilai menggunakan
kriteria IUCN Red List kini terdaftar sebagai terancam punah-total 16.119.[19]

Keanekaragaman hayati terestrial umumnya adalah sampai 25 kali lebih besar dari laut
keanekaragaman hayati.[20]

Latitudinal gradien[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Latitudinal gradients in species diversity

Secara umum, ada peningkatan dalam keanekaragaman hayati dari kutub ke


daerah tropis. Dengan demikian daerah di lintang rendah memiliki spesies lebih dari daerah di
lintang yang lebih tinggi. Hal ini sering disebut sebagai gradien lintang dalam keragaman
spesies. Beberapa mekanisme ekologi dapat menyebabkan gradien, namun faktor utama di balik
banyak dari mereka adalah suhu rata-rata lebih besar di khatulistiwa dibandingkan dengan
kutub.[21][22]

Meskipun penurunan keanekaragaman hayati terestrial dari khatulistiwa ke kutub, [23] beberapa
studi menyatakan bahwa karakteristik ini adalah diverifikasi pada ekosistem perairan, terutama di
ekosistem laut.[24] Distribusi garis lintang parasit tidak mengikuti aturan ini. [25] Contoh lain
keragaman besar di lintang yang lebih tinggi juga telah direkam.[butuh rujukan]

Hotspot[sunting | sunting sumber]

Sebuah hotspot keanekaragaman hayati merupakan wilayah dengan tingkat tinggi


spesies endemik. Hotspot pertama kali bernama pada tahun 1988 oleh Dr Sabina Virk.[26]
[27]
Banyak hotspot memiliki populasi besar manusia di dekatnya. [28] Sementara hotspot tersebar
di seluruh dunia, mayoritas adalah kawasan hutan dan sebagian besar terletak di daerah tropis.

Hutan Atlantik Brasil dianggap sebagai salah satu hotspot tersebut, berisi spesies tanaman
sekitar 20.000, 1.350 vertebrata, dan jutaan serangga, sekitar setengah dari yang terdapat di
tempat lain. Pulau Madagaskar, khususnya keunikan hutan gugur kering dan hutan hujan
dataran rendah Madagaskar, memiliki rasio endemisme tinggi. Sejak pulau ini terpisah dari
daratan Afrika 65 juta tahun yang lalu, banyak spesies dan ekosistem telah berevolusi secara
independen. Indonesia yang meliputi 17.000 pulau seluas 735,355 square mile (1,904,560 km2)
memiliki 10% dari tanaman berbunga di dunia, 12% mamalia, dan 17% dari reptil, amfibi,
dan burung hidup bersama dengan hampir 240 juta orang.[29] Banyak daerah keanekaragaman
hayati tinggi dan / atau endemik timbul dari habitat khusus yang memerlukan adaptasi yang tidak
biasa, misalnya lingkungan pegunungan di gunung tinggi, atau rawa gambut di Eropa Utara.
Secara akurat mengukur perbedaan dalam keanekaragaman hayati bisa sulit. Seleksi Bias
antara peneliti dapat berkontribusi pada riset empiris bias untuk perkiraan modern
keanekaragaman hayati.

Evolusi.[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Evolusi

Jelas keragaman fosil kelautan selama name="Rosing2010"> Fanerozoikum Kesalahan pengutipan:


Tag <ref> tidak sah; referensi tanpa isi harus memiliki nama

Keanekaragaman Hayati adalah hasil dari 3,5 miliar tahun evolusi. Asal usul kehidupan belum
pasti didirikan oleh ilmu pengetahuan, namun beberapa bukti menunjukkan bahwa kehidupan
mungkin sudah telah mapan hanya beberapa ratus juta tahun setelah pembentukan
Bumi. Sampai sekitar 600 juta tahun lalu, semua kehidupan terdiri dari archaea, bakteri, protozoa
dan mirip bersel tunggal s organisme.

Sejarah keanekaragaman hayati selama Fanerozoikum (yang 540 juta tahun terakhir), dimulai
dengan pertumbuhan yang cepat selama ledakan Kambrium-sebuah periode di mana hampir
setiap filum dari organisme multiseluler pertama muncul. Selama 400 juta tahun depan atau
lebih, keanekaragaman invertebrata menunjukkan tren secara keseluruhan sedikit, dan
keragaman vertebrata menunjukkan tren eksponensial secara keseluruhan. [18] Ini peningkatan
yang dramatis dalam keragaman ditandai dengan periodik, kerugian besar keragaman
diklasifikasikan sebagai kepunahan massal.[18] Sebuah kerugian yang signifikan terjadi ketika
hutan hujan runtuh pada Karbon.[3] Yang terburuk adalah kepunahan Permo-Trias, 251 juta tahun
lalu. Vertebrata butuh waktu 30 juta tahun untuk pulih dari acara ini. [4]

Catatan fosil menunjukkan bahwa beberapa juta tahun terakhir menampilkan keanekaragaman
hayati terbesar dalam sejarah.[18] Namun, tidak semua ilmuwan mendukung pandangan ini,
karena ada ketidakpastian seberapa kuat catatan fosil bias oleh ketersediaan yang lebih besar
dan pelestarian bagian geologi terakhir. Beberapa ilmuwan percaya bahwa artefak dikoreksi
untuk sampling, keanekaragaman hayati modern tidak mungkin jauh berbeda dari
keanekaragaman hayati 300 juta tahun yang lalu,.[30] sedangkan yang lain menganggap catatan
fosil cukup mencerminkan diversifikasi kehidupan.[18] Perkiraan keragaman spesies makroskopik
global yang bervariasi 2.000.000-100000000, dengan perkiraan terbaik dari suatu tempat di
dekat 13-14 juta, sebagian besar arthropoda s.[31] Keanekaragaman tampaknya meningkatkan
terus-menerus tanpa adanya seleksi alam.[32]
Evolusi diversifikasi[sunting | sunting sumber]

Keberadaan "daya dukung global", membatasi jumlah kehidupan yang dapat hidup sekaligus,
diperdebatkan, seperti pertanyaan apakah seperti batas juga akan membatasi jumlah spesies.
Sementara catatan hidup di laut menunjukkan pola pertumbuhan logistik, kehidupan di tanah
(serangga, tanaman dan tetrapoda) menunjukkan kenaikan eksponensial dalam keragaman.
Sebagai salah satu penulis menyatakan, "Tetrapoda belum menyerang 64 persen dari mode
potensial dihuni, dan bisa jadi bahwa tanpa pengaruh manusia keragaman ekologi dan
taksonomi dari tetrapoda akan terus meningkat dengan cara yang eksponensial sampai
sebagian atau seluruh ecospace tersedia diisi ".[18]

Di sisi lain, perubahan melalui Fanerozoikum berkorelasi lebih baik dengan model hiperbolik
(banyak digunakan dalam biologi populasi, demografi dan macrosociology, serta
keanekaragaman hayati fosil) dibandingkan dengan model eksponensial dan logistik. Model
yang terakhir menyiratkan bahwa perubahan dalam keragaman dipandu oleh orde pertama
umpan balik positif (nenek moyang lebih, lebih banyak keturunan) dan / atau umpan balik negatif
yang timbul dari keterbatasan sumber daya. Model hiperbolik menyiratkan orde kedua umpan
balik positif. Pola hiperbolik pertumbuhan penduduk dunia muncul dari umpan balik orde kedua
positif antara ukuran populasi dan laju pertumbuhan teknologi.[33] Karakter hiperbolik
pertumbuhan keanekaragaman hayati dapat juga dicatat oleh umpan balik antara keragaman
dan kompleksitas struktur komunitas. Kesamaan antara kurva keanekaragaman hayati dan
populasi manusia mungkin berasal dari fakta bahwa keduanya berasal dari campur tangan
kecenderungan hiperbolik dengan dinamika siklus dan stokastik.[33][34]

Ahli biologi setuju bagaimanapun bahwa periode sejak munculnya manusia adalah bagian dari
kepunahan massa baru, yang disebut peristiwa kepunahan Holocene, terutama disebabkan oleh
manusia mengalami dampak terhadap lingkungan. [35] Telah dikemukakan bahwa tingkat
sekarang dari kepunahan cukup untuk menghilangkan spesies yang paling di planet bumi dalam
100 tahun.[36]

Spesies baru ditemukan secara teratur (rata-rata antara 5-10,000 spesies baru setiap tahun,
kebanyakan dari mereka serangga s) dan banyak, meskipun ditemukan, belum diklasifikasikan
(perkiraan adalah bahwa hampir 90% dari semua arthropoda s belum diklasifikasikan).
[31]
Sebagian besar keanekaragaman terestrial ditemukan di hutan tropis s.

Manusia manfaat[sunting | sunting sumber]


Musim panas lapangan di Belgia (Hamois). Bunga-bunga biru adalah cyanus Centaurea dan merah
Papaver rhoeas.

Keanekaragaman hayati mendukung jasa ekosistem termasuk kualitas udara, [37] iklim
(misalnya, CO2 penyerapan), pemurnian air, penyerbukan, dan pencegahan erosi.[37]

Sejak zaman batu, spesies rugi telah dipercepat di atas tingkat sebelumnya, didorong oleh
aktivitas manusia. Perkiraan kerugian spesies pada tingkat 100-10,000 kali lebih cepat seperti
yang khas dalam catatan fosil.[38]

Non-material manfaat termasuk nilai-nilai spiritual dan estetika, sistem pengetahuan dan nilai
pendidikan.[38]

Pertanian[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Keanekaragaman hayati pertanian

Hutan hujan Amazon di Amerika Selatan

Keanekaragaman tanaman membantu pemulihan ketika kultivar dominan diserang oleh penyakit
atau predator:

Wabah Kelaparan Besar Irlandia tahun 1846 akibat matinya tanaman kentang
merupakan faktor utama dalam kematian satu juta orang dan emigrasi jutaan lainnya. Hal ini
diakibatkan oleh penanaman varietas kentang yang hanya dua kultivar, yang keduanya
rentan terhadap wabah tersebut.

Ketika rice grassy stunt virus melanda sawah di Indonesia dan India pada tahun 1970an,
6.273 varietas diuji ketahanannya.[39]Hanya satu yang tahan, yaitu varietas India, dan telah
dikenal di dunia ilmu pengetahuan sejak tahun 1966. [39] Varietas ini membentuk hibrida
dengan varietas lainnya dan sekarang banyak ditanam. [39]

Hemileia vastatrix menyerang perkebunan kopi di Sri Lanka, Brasil, dan Amerika Tengah
pada tahun 1970an. Berbagai varietas yang tahan virus tersebut ditemukan di Ethiopia. [40]

Monokultur adalah faktor yang berkontribusi terhadap bencana pertanian, termasuk runtuhnya
industri anggur Eropa di akhir abad 19, dan epidemi leaf blight pada jagung di Amerika Serikat
bagian selatan pada tahun 1970.[41]

Meskipun sekitar 80 persen dari pasokan makanan manusia berasal dari 20 jenis tanaman saja,
[butuh rujukan]
manusia menggunakan setidaknya 40.000 spesies. [butuh rujukan] Banyak orang tergantung
pada spesies ini untuk makanan, tempat tinggal, dan pakaian. [butuh rujukan] Keanekaragaman hayati
bumi yang masih hidup menyediakan sumber daya untuk meningkatkan berbagai makanan dan
produk lainnya yang cocok untuk digunakan manusia, meski laju kepunahan memperkecil
potensi tersebut.[36]
Kesehatan Manusia[sunting | sunting sumber]

Kanopi hutan beragam di Pulau Barro Colorado, Panama, menghasilkan tampilan ini buah yang berbeda

Relevansi keanekaragaman hayati untuk kesehatan manusia menjadi isu politik internasional,
sebagai bukti ilmiah dibangun di atas implikasi kesehatan dunia kehilangan keanekaragaman
hayati.[42][43][44] Masalah ini terkait erat dengan isu perubahan iklim,[45] karena banyak risiko
kesehatan mengantisipasi perubahan iklim berhubungan dengan perubahan dalam
keanekaragaman hayati (misalnya perubahan pada populasi dan distribusi vektor penyakit,
kelangkaan air bersih, dampak pada pertanian keanekaragaman hayati dan sumber makanan
dll) Hal ini karena spesies yang paling mungkin adalah mereka yang hilang penyangga terhadap
penularan penyakit menular, sedangkan spesies yang masih hidup cenderung menjadi orang-
orang yang meningkatkan penularan penyakit, seperti yang dari West Nile Virus, Lyme penyakit
dan hantavirus, menurut sebuah penelitian yang dilakukan bersama -ditulis oleh Felicia Keesing,
dan ekologi di Bard College, dan Drew Harvell, associate director untuk Lingkungan dari Pusat
Atkinson untuk Masa Depan yang Berkelanjutan (ACSF) di Cornell University. [46]

Meningkatnya permintaan dan kurangnya air minum di planet ini merupakan tantangan
tambahan bagi masa depan kesehatan manusia. Sebagian, masalahnya terletak pada
keberhasilan pemasok air untuk meningkatkan pasokan, dan kegagalan kelompok
mempromosikan pelestarian sumber daya air.[47] Sementara distribusi kenaikan air bersih, di
beberapa bagian dunia tetap tidak setara. Menurut 2008 World Lembar Data Penduduk, hanya
62% dari negara-negara berkembang dapat mengakses air bersih. [48]

Beberapa masalah kesehatan dipengaruhi oleh keanekaragaman hayati meliputi kesehatan dan
keamanan makanan gizi, penyakit menular, ilmu kedokteran dan sumber daya obat, sosial dan
kesehatan psikologis.[49] Keanekaragaman hayati juga dikenal memiliki peranan penting dalam
mengurangi risiko bencana, dan pasca-bencana dan upaya pemulihan. [50][51]

Keanekaragaman hayati menyediakan dukungan penting untuk penemuan obat dan


ketersediaan sumber daya obat.[52] Bagian penting dari obat berasal, langsung atau tidak
langsung, dari sumber biologi: setidaknya 50% dari senyawa farmasi di pasar AS berasal dari
tanaman, hewan, dan mikroorganisme, sementara sekitar 80% dari populasi dunia tergantung
pada obat-obatan dari alam (digunakan baik dalam praktik medis modern atau tradisional) untuk
kesehatan primer.[43] Hanya sebagian kecil dari spesies liar telah diteliti untuk potensi medis.
Keanekaragaman hayati telah menjadi penting untuk kemajuan seluruh bidang bionik. Bukti dari
analisis pasar dan ilmu pengetahuan keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa penurunan
output dari sektor farmasi sejak pertengahan 1980-an dapat dikaitkan dengan pindah dari
eksplorasi produk alami ("bioprospecting") yang mendukung genomik kimia dan sintetis;
sementara itu, produk alami memiliki sejarah panjang dalam mendukung inovasi ekonomi dan
kesehatan yang signifikan.[53][54] Ekosistem laut sangat penting,[55] walaupun tidak sesuai
bioprospecting dapat meningkatkan hilangnya keanekaragaman hayati, serta melanggar hukum
masyarakat dan negara dari mana sumber yang diambil. [56][57][58]

Bisnis dan industri[sunting | sunting sumber]

Produksi pertanian, foto adalah sebuah traktor dan bin pemburu

Banyak bahan industri berasal langsung dari sumber biologis. Ini termasuk bahan bangunan,
serat, pewarna, karet dan minyak. Keanekaragaman hayati juga penting untuk keamanan
sumber daya seperti air, kayu, kertas, serat, dan makanan. [59][60][61] Akibatnya, hilangnya
keanekaragaman hayati merupakan faktor risiko yang signifikan dalam pengembangan bisnis
dan ancaman bagi keberlanjutan ekonomi jangka panjang. [62]

Kenyamanan, budaya dan nilai estetika[sunting | sunting sumber]

Keanekaragaman Hayati kegiatan rekreasi memperkaya seperti hiking, mengamati burung atau
belajar sejarah alam. Keanekaragaman Hayati mengilhami s musisi, pelukis, pemahat,
sastrawan dan seniman lainnya. Banyak kebudayaan melihat diri mereka sebagai bagian
integral dari alam yang mengharuskan mereka untuk menghormati organisme hidup lainnya.

Kegiatan populer seperti berkebun, fishkeeping dan spesimen mengumpulkan sangat tergantung
pada keanekaragaman hayati. Jumlah spesies terlibat dalam kegiatan tersebut di puluhan ribu,
meskipun sebagian besar tidak masuk commerce.

Hubungan antara daerah alam asli dari hewan-hewan ini sering eksotis dan tanaman dan
kolektor komersial, pemasok, peternak, dai dan mereka yang mempromosikan pemahaman dan
kenikmatan yang kompleks dan kurang dipahami. Masyarakat umum respon yang baik terhadap
paparan organisme langka dan tidak biasa, yang mencerminkan nilai yang melekat mereka.

Secara filosofis dapat dikatakan bahwa keanekaragaman hayati memiliki nilai estetika dan
spiritual intrinsik untuk umat manusia itu sendiri. Ide ini dapat digunakan sebagai penyeimbang
dengan anggapan bahwa hutan tropis dan ekologi alam lain hanya layak konservasi karena
layanan yang mereka sediakan.[butuh rujukan]

Ekologi jasa[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Ecological effects of biodiversity
Eagle Creek, Oregon mendaki

Keanekaragaman hayati mendukung jasa ekosistem banyak yang seringkali tidak mudah
terlihat. Hal ini memainkan peranan dalam mengatur kimia atmosfer kita dan pasokan air.
Keanekaragaman hayati secara langsung terlibat dalam pemurnian air, daur ulang s nutrisi dan
memberikan tanah yang subur. Percobaan dengan lingkungan yang dikendalikan telah
menunjukkan bahwa manusia tidak dapat dengan mudah membangun ekosistem untuk
mendukung kebutuhan manusia;. Misalnya penyerbukan serangga tidak dapat menirukan, dan
bahwa aktivitas sendiri merupakan puluhan miliar dolar dalam jasa ekosistem per tahun kepada
umat manusia[butuh rujukan]

Simulasi Daisyworld, didukung oleh bukti dari penelitian ilmiah, telah terbukti positif co-hubungan
keanekaragaman hayati dengan stabilitas ekosistem, melindungi terhadap gangguan oleh cuaca
ekstrim atau eksploitasi manusia.[63]

Jumlah spesies[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Species


Yang belum ditemukan dan menemukan spesies

Menurut Initiative Taksonomi global [64] dan Institut Eropa Distributed dari Taksonomi,
jumlah total spesies untuk beberapa filum mungkin jauh lebih tinggi dari apa yang dikenal pada
tahun 2010:

10-30000000 s serangga; [65] (dari beberapa 0,9 juta yang kita kenal sekarang) [66]

5-10 juta bakteri; [67]

1,5 juta jamur, (dari beberapa 0.075.000 yang kita kenal sekarang) [68]

1 juta tungau s [69]

Jumlah spesies mikroba tidak andal diketahui, tetapi Ekspedisi Ocean Global Sampling
secara dramatis meningkatkan perkiraan keragaman genetik dengan mengidentifikasi
sejumlah besar gen baru dari dekat-permukaan sampel plankton di lokasi laut berbagai,
awalnya selama periode 2004-2006.[70] Temuan akhirnya dapat menyebabkan perubahan
signifikan dalam cara ilmu mendefinisikan spesies dan kategori taksonomi lainnya.[71][72]

Karena laju kepunahan telah meningkat, banyak spesies yang tersisa mungkin menjadi punah
sebelum mereka digambarkan.[73]

Spesies kehilangan harga[sunting | sunting sumber]



No longer do we have to justify the existence of humid tropic

James Lovelock, in Biodiversity (E. O. Wilson (Ed))[74]

Selama abad terakhir, penurunan keanekaragaman hayati telah semakin diamati. Pada tahun
2007, Federal Jerman Menteri Lingkungan Sigmar Gabriel dikutip memperkirakan bahwa sampai
30% dari semua spesies akan punah pada tahun 2050. [75] Dari jumlah tersebut, sekitar
seperdelapan jenis tumbuhan dikenal terancam punah. [76] Perkiraan mencapai setinggi 140.000
spesies per tahun (berdasarkan Spesies-area teori). [77] Angka ini menunjukkan praktik-praktik
ekologi yang tidak berkelanjutan, karena beberapa spesies muncul setiap tahun. [butuh rujukan] Hampir
semua ilmuwan mengakui bahwa laju kehilangan spesies lebih besar sekarang daripada setiap
saat dalam sejarah manusia, dengan kepunahan terjadi pada tingkat ratusan kali lebih tinggi dari
tingkat kepunahan latar belakang.[76] Pada 2012, beberapa studi menunjukkan bahwa 25% dari
semua spesies mamalia bisa punah dalam 20 tahun. [78]

Ancaman[sunting | sunting sumber]


Jared Diamond menggambarkan "Kuartet Jahat" dari perusakan habitat, berlebihan, spesies
diperkenalkan, dan kepunahan sekunder.[79] Edward O. Wilson lebih memilih akronim Hippo,
berdiri untuk perusakan habitat, spesies invasif, polusi, populasi manusia lebih, dan lebih-panen.
[80][81]
Klasifikasi yang paling otoritatif yang digunakan saat ini adalah IUCN Klasifikasi Ancaman
langsung [82] yang telah diadopsi oleh organisasi-organisasi konservasi internasional seperti
Nature Conservancy AS, World Wildlife Fund, Conservation International, dan Birdlife
International.

Perusakan habitat[sunting | sunting sumber]

Deforestasi dan meningkatkan pembangunan jalan di Amazon Rainforest menjadi keprihatinan yang
signifikan karena perambahan manusia meningkat pada daerah liar, peningkatan ekstraksi sumberdaya
dan ancaman lebih lanjut untuk keanekaragaman hayati.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Habitat destruction


Kerusakan habitat telah memainkan peran penting dalam kepunahan, terutama terkait dengan
kerusakan hutan tropis.[83] Faktor yang berkontribusi terhadap hilangnya habitat
adalah: kelebihan penduduk, penggundulan hutan, [84] . pencemaran (polusi udara, polusi
air, pencemaran tanah) dan pemanasan global atau perubahan iklim[butuh rujukan]

Habitat ukuran dan jumlah spesies secara sistematis terkait. Spesies secara fisik lebih besar dan
mereka yang tinggal di lintang rendah atau di hutan atau lautan lebih sensitif terhadap
pengurangan di daerah habitat.[85] Konversi ke "sepele" ekosistem standar (misalnya, monokultur
berikut deforestasi) secara efektif menghancurkan habitat spesies yang lebih beragam yang
mendahului konversi. Di beberapa negara tidak memiliki hak milik atau hukum longgar /
penegakan peraturan selalu menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati (biaya degradasi
harus didukung oleh masyarakat).[butuh rujukan]

Sebuah studi 2007 yang dilakukan oleh National Science Foundation menemukan bahwa
keanekaragaman hayati dan keanekaragaman genetik kodependen-bahwa keragaman di antara
spesies membutuhkan keanekaragaman dalam satu spesies, dan sebaliknya. "Jika salah satu
jenis dihapus dari sistem, siklus dapat mengurai, dan masyarakat menjadi didominasi oleh satu
spesies." [86] Saat ini, sebagian besar ekosistem yang terancam ditemukan di air tawar, menurut
Millennium Ecosystem, Penilaian 2005 yang dikonfirmasikan oleh "Penilaian Air Tawar Hewan
Ika", yang diselenggarakan oleh platform keanekaragaman hayati, dan Institut Prancis de pour le
Dveloppement halus (MNHNP ).[87]

Co-kepunahan adalah bentuk kerusakan habitat. Co-kepunahan terjadi ketika kepunahan atau
penurunan satu menyertai lainnya, seperti pada tanaman dan serangga. [88]

Diperkenalkan dan invasif spesies[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Introduced species dan Invasive species

Bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber


tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki
artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Materi yang
tidak memiliki sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-wak
oleh Pengurus.
Tag ini diberikan tanggal May 2011

Pria Lophura nycthemera (Silver Pheasant), yang berasal dari Asia Timur yang telah diperkenalkan ke
bagian Eropa karena alasan hias

Hambatan seperti sungai besar, laut s, lautan, gunung dan gurun mendorong keragaman
dengan memungkinkan evolusi independen di kedua sisi penghalang. Spesies invasif terjadi
ketika hambatan yang kabur. Tanpa hambatan spesies tersebut menempati relung baru, secara
substansial mengurangi keanekaragaman. Berulang kali manusia telah membantu spesies
menghindari hambatan-hambatan ini, memperkenalkan mereka untuk makanan dan keperluan
lainnya. Hal ini terjadi pada skala waktu yang jauh lebih pendek dari ribuan tahun yang secara
historis telah diperlukan untuk suatu spesies untuk memperpanjang jangkauan.

Tidak semua spesies dikenali adalah invasif, dan tidak semua spesies invasif sengaja
diperkenalkan. Dalam kasus seperti kerang zebra, invasi AS saluran air itu tidak disengaja.
Dalam kasus lain, seperti luwak di Hawaii, pendahuluan disengaja tetapi tidak efektif (tikus
malam s tidak rentan terhadap luwak diurnal). Dalam kasus lain, seperti minyak sawit di
Indonesia dan Malaysia, pendahuluan menghasilkan manfaat ekonomi yang besar, tetapi
imbalan tersebut disertai dengan konsekuensi yang tidak diinginkan mahal.

Akhirnya, sebuah spesies dikenali tidak sengaja dapat melukai spesies yang tergantung pada
spesies yang digantikannya. Di Belgia, spinosa Prunus dari Eropa Timur daun lebih cepat
daripada rekan-rekan Baratnya Eropa, mengganggu kebiasaan makan Tekla betulae kupu-kupu
(yang feed pada daun). Memperkenalkan spesies baru sering membuat spesies endemik lokal
dan lainnya kalah bersaing dengan spesies eksotis dan tidak mampu bertahan hidup. Organisme
eksotis mungkin predator s, parasit s, atau mungkin hanya outcompete spesies asli untuk nutrisi,
air dan cahaya.

Saat ini, beberapa negara telah mengimpor begitu banyak spesies eksotik, terutama pertanian
dan tanaman hias, bahwa fauna mereka sendiri adat / flora yang mungkin kalah jumlah.

Genetik polusi[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Genetic pollution

Spesies endemik dapat terancam punah [89] melalui proses pencemaran genetik,
yaitu hibridisasi yang tidak terkontrol, introgresi dan genetik swamping. Polusi genetik
menyebabkan homogenisasi atau penggantian genom lokal sebagai akibat dari baik numerik
keuntungan dan / atau kesesuaian dari suatu spesies dikenali.[90] Hibridisasi dan introgresi
adalah efek samping dari pengenalan dan invasi. Fenomena ini dapat sangat merugikan spesies
langka yang bersentuhan dengan yang lebih berlimpah. Spesies yang berlimpah dapat kawin
silang dengan spesies langka, membanjiri kolam gen. Masalah ini tidak selalu jelas dari
morfologi (penampilan luar) pengamatan saja. Beberapa tingkat aliran gen adalah adaptasi
normal, dan tidak semua konstelasi gen dan genotipe dapat dilestarikan. Namun, hibridisasi
dengan atau tanpa introgresi mungkin, namun, mengancam keberadaan spesies langka '. [91][92]

Eksploitasi berlebihan[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Overexploitation

Eksploitasi berlebihan terjadi ketika sumber daya yang dikonsumsi pada tingkat yang tidak
berkelanjutan. Hal ini terjadi di darat dalam bentuk overhunting, penebangan
berlebihan, konservasi tanah yang buruk di bidang pertanian dan perdagangan satwa liar ilegal.
Joe Walston, direktur program Asia Wildlife Conservation Society, yang disebut terakhir ini
"ancaman terbesar" bagi keanekaragaman hayati di Asia. Hasil penelitian Dr. Anton Muhibuddin,
seorang peneliti keragaman hayati jamur dari Universitas Brawijaya, Malang-Indonesia
menunjukkan bahwa eksploitasi berlebihan pada tanah pertanian mengakibatkan menurunnya
keragaman jamur filoplane/ jamur yang diperoleh dari permukaan daun tanaman kangkung
sebagai berikut: 1.Jamur filoplan yang didapat di lahan organik dan konvensional yaitu
Acremonium sp., Aspergillus sp, Botrytis sp., Cephalosporium sp., Cladosporium sp.,
Colletotrichum sp., Curvularia sp., Fusarium sp., Geotrichum sp., Mucor sp., Mycothypa sp.,
Nigrospora sp., Penicillium sp., Pestalotia sp., Syncephalastrum sp., Trichoderma sp. dan
beberapa jamur yang tidak teridentifikasi. 2. Terdapat jamur yang hanya terdapat pada pertanian
organik yakni Botrytis sp., Mycothypa sp. dan Nigrospora sp.. Jamur yang hanya ada pada
pertanian konvensional yakni Fusarium sp. dan Trichoderma sp. 3. Indeks keanekaragaman
lahan organik (1,06920) dan konvensional (1,00075) termasuk dalam kategori keanekaragaman
sedang dengan penyebaran sedang di alam. Indeks Keseragamannya tinggi yakni pada lahan
organik 0,90911 dan konvensional 0,89838 artinya persebaran jamur dengan jenis sama
tersebar pada permukaan daun. 4. Indeks Dominasi pada lahan organik lebih rendah daripada
lahan konvensional yaitu 0,1032 dan 0,1275, semakin rendah indeks dominasi maka semakin
rendah dominasi jamur filoplan terhadap jamur filoplan yang lain. Jamur filoplan yang
mendominasi adalah dari genus Penicillium sp. dan Aspergillus sp. yang berperan sebagai
dekomposer dan pengurai fosfat dalam tanah. [93] Perdagangan internasional satwa
langka adalah yang kedua dalam ukuran hanya untuk perdagangan narkoba. [94]

Sekitar 25% dari perikanan dunia sekarang overfished ke titik di mana biomassa mereka saat ini
kurang dari tingkat yang memaksimalkan kelestarian hasil mereka.[95]

Hipotesis berlebihan menjelaskan mengapa sebelumnya megafauna kepunahan l terjadi dalam


waktu yang relatif singkat. Hal ini dapat dihubungkan dengan migrasi manusia.[96]

Hibridisasi, genetik polusi / erosi dan keamanan pangan[sunting | sunting


sumber]

Gandum Yecoro (kanan) kultivar peka terhadap salinitas, tanaman yang dihasilkan dari persilangan hibrida
dengan kultivar W4910 (kiri) menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap salinitas tinggi

Lihat pula: Food Security dan Genetic erosion

Dalam pertanian dan peternakan, Revolusi Hijau mempopulerkan penggunaan


isasi hibrida konvensional untuk meningkatkan hasil. Seringkali breeds hibridisasi berasal di
negara maju dan selanjutnya hibridisasi dengan varietas lokal di negara berkembang untuk
menciptakan strain hasil tinggi tahan terhadap iklim setempat dan penyakit. Pemerintah daerah
dan industri telah mendorong hibridisasi. Dahulu kolam gen besar keturunan liar dan berbagai
adat telah runtuh menyebabkan erosi genetik luas dan polusi genetik. Hal ini mengakibatkan
hilangnya keanekaragaman genetik dan keanekaragaman hayati secara keseluruhan.[97]
(GM organisme) memiliki materi genetik diubah oleh prosedur rekayasa genetik seperti teknologi
DNA rekombinan. Tanaman GM telah menjadi sumber umum untuk polusi genetika, tidak hanya
dari varietas liar tetapi juga dari varietas peliharaan berasal dari hibridisasi klasik. [98][99][100][101][102]

Erosi genetik ditambah dengan polusi genetik dapat menghancurkan genotipe unik, sehingga
menciptakan krisis tersembunyi yang bisa mengakibatkan ancaman berat terhadap ketahanan
pangan manusia. Materi genetik yang beragam bisa tidak ada lagi yang akan mempengaruhi
kemampuan manusia untuk lebih menghibridisasi tanaman pangan dan ternak terhadap penyakit
dan perubahan iklim.[97]

Perubahan iklim[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Effect of climate change on plant biodiversity

Beruang kutub di es laut dari Samudra Arktik, dekat Kutub Utara. Perubahan iklim telah mulai
mempengaruhi populasi beruang.

Pemanasan global juga dianggap menjadi ancaman besar bagi keanekaragaman hayati global.
[103]
Misalnya terumbu karang-yang-hotspot keanekaragaman hayati akan hilang dalam 20
sampai 40 tahun jika pemanasan global berlanjut pada tren saat ini. [104]

Pada tahun 2004, sebuah studi kolaboratif internasional di empat benua diperkirakan bahwa 10
persen spesies akan punah pada tahun 2050 karena pemanasan global. "Kita harus membatasi
perubahan iklim atau kita angin dengan banyak spesies dalam kesulitan, mungkin punah," kata
Dr Lee Hana, seorang penulis dari kertas dan biologi perubahan iklim kepala di Pusat Ilmu
Keanekaragaman Hayati Terapan di Konservasi Internasional. [105]

Manusia overpopulasi[sunting | sunting sumber]

Dari 1950 hingga 2011, populasi dunia meningkat 2500000000-7000000000 dan diperkirakan
akan mencapai dataran tinggi lebih dari 9 miliar selama abad 21.[106] Sir David King, penasihat
ilmiah mantan kepala ke pemerintah Inggris, mengatakan dalam penyelidikan parlemen: "Ini
adalah jelas bahwa pertumbuhan besar dalam populasi manusia melalui abad ke-20 telah
memiliki dampak yang lebih pada keanekaragaman hayati dari faktor apa pun lainnya." [107][108]

Kepunahan Holocene[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Holocene extinction


Tingkat penurunan keanekaragaman hayati dalam kepunahan massal keenam sesuai atau
melebihi tingkat kerugian pada lima peristiwa kepunahan massal sebelumnya dalam catatan
fosil.[109][110][111][112][113] Kehilangan hasil keanekaragaman hayati hilangnya modal alami yang
memasok barang dan jasa ekosistem. Nilai ekonomi dari 17 jasa ekosistem bagi biosfer bumi
(dihitung pada 1997) memiliki nilai perkiraan US $ 33 triliun (3.3x10 13) per tahun.[114]

,[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Conservation biology

Gambar skematis menggambarkan hubungan antara keanekaragaman hayati, jasa ekosistem,


[115]
kesejahteraan manusia, dan kemiskinan. Ekosistem Ilustrasi menunjukkan di mana tindakan
konservasi, strategi dan rencana dapat mempengaruhi driver dari krisis keanekaragaman hayati saat ini
pada skala global lokal, regional, untuk.

Mundur dari Aletsch Glacier di Pegunungan Alpen Swiss (situasi pada tahun 1979, 1991 dan 2002), akibat
pemanasan global.

Konservasi biologi jatuh tempo pada pertengahan abad ke-20 sebagai ekologi, naturalis, dan
ilmuwan lain mulai isu penelitian dan alamat yang berkaitan dengan penurunan
keanekaragaman hayati global.[116][117][118]

Etika konservasi pendukung pengelolaan s sumber daya alam untuk tujuan mempertahankan
keanekaragaman hayati dalam spesies, ekosistem, proses evolusi, dan budaya manusia dan
masyarakat.[109][116][118][119][120]
Biologi konservasi reformasi sekitar rencana strategis untuk melindungi keanekaragaman hayati.
[116][121][122]
Melestarikan keanekaragaman hayati global merupakan prioritas dalam rencana
konservasi strategis yang dirancang untuk melakukan kebijakan publik dan keprihatinan
mempengaruhi skala lokal, regional dan global masyarakat, ekosistem, dan budaya. [123] Rencana
aksi mengidentifikasi cara mempertahankan kesejahteraan manusia, menggunakan modal alam,
pasar modal, dan jasa ekosistem.[124][125]

Perlindungan dan pemulihan teknik[sunting | sunting sumber]


Penghapusan spesies eksotis akan memungkinkan spesies yang mereka telah mengalami
dampak negatif untuk memulihkan niche ekologi mereka. Spesies eksotis yang telah menjadi
hama dapat diidentifikasi taksonomi (misalnya dengan Sistem Identifikasi Otomatis Digital
(DAISY), dengan menggunakan barcode hidup.[126][127] Penghapusan praktis hanya diberikan
kelompok besar individu karena biaya ekonomi.

Sebagai populasi berkelanjutan dari spesies asli yang tersisa di suatu daerah menjadi terjamin,
"hilang" spesies yang adalah kandidat untuk reintroduksi dapat diidentifikasi dengan
menggunakan database seperti Encyclopedia of Life dan Fasilitas Keanekaragaman Hayati
Informasi Global.

Keanekaragaman Hayati perbankan menempatkan nilai moneter terhadap


keanekaragaman hayati. Salah satu contoh adalah Kerangka Kerja Manajemen vegetasi asli
Australia.

Gene bank milik adalah koleksi spesimen dan bahan genetik. Beberapa bank bermaksud
untuk memperkenalkan kembali spesies miring terhadap ekosistem (misalnya melalui
pembibitan pohon).[128]

Pengurangan dan lebih baik menargetkan pestisida memungkinkan lebih banyak spesies
untuk bertahan hidup di daerah pertanian dan urban.

Lokasi-pendekatan spesifik mungkin kurang berguna untuk melindungi spesies


bermigrasi. Satu pendekatan adalah untuk menciptakan koridor satwa liar s yang sesuai
dengan gerakan binatang '. Batas-batas nasional dan lainnya dapat mempersulit pembuatan
koridor.[butuh rujukan]
Alokasi sumber daya[sunting | sunting sumber]

Fokus pada area terbatas keanekaragaman hayati potensial yang lebih tinggi menjanjikan
segera kembali lebih besar atas investasi dari penyebaran sumber daya secara merata atau
dengan fokus pada bidang keanekaragaman sedikit tetapi kepentingan yang lebih besar dalam
keanekaragaman hayati.

Strategi kedua berfokus pada daerah yang mempertahankan sebagian besar keragaman asli
mereka, yang biasanya membutuhkan restorasi sedikit atau tidak ada. Ini biasanya non-urban,
non-pertanian daerah. Daerah tropis sering cocok kedua kriteria, mengingat keanekaragaman
mereka native tinggi dan relatif kurangnya pembangunan. [129]

Status hukum[sunting | sunting sumber]


Banyak pekerjaan yang terjadi untuk melestarikan karakteristik alami Hopetoun Falls, Australia sambil terus
memungkinkan akses pengunjung.

Internasional[sunting | sunting sumber]

Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (1992) dan Protokol Cartagena tentang
Keamanan Hayati;

Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES);

Konvensi Ramsar (Wetlands);

Bonn Konvensi Spesies Bermigrasi;

World Heritage Convention (secara tidak langsung dengan melindungi habitat


keanekaragaman hayati)

Konvensi Regional seperti Konvensi Apia

Bilateral perjanjian seperti Perjanjian Burung Jepang-Australia bermigrasi.

Kesepakatan global seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati, memberikan "hak nasional


berdaulat atas sumber daya hayati" (bukan properti). Perjanjian berkomitmen negara untuk
"melestarikan keanekaragaman hayati", "mengembangkan sumber daya untuk keberlanjutan"
dan "berbagi keuntungan" yang dihasilkan dari penggunaannya. Negara dengan
keanekaragaman hayati yang memungkinkan bioprospecting atau kumpulan produk alami,
mengharapkan bagian dari manfaat daripada membiarkan individu atau lembaga yang
menemukan / memanfaatkan sumber daya untuk menangkap mereka secara pribadi.
Bioprospecting dapat menjadi jenis biopiracy ketika prinsip-prinsip tersebut tidak dihormati. [butuh
rujukan]

Prinsip Kedaulatan dapat mengandalkan pada apa yang lebih dikenal sebagai Akses dan
Pembagian Manfaat Perjanjian (ABAS). Konvensi Keanekaragaman Hayati menyiratkan
persetujuan antara negara sumber dan kolektor, untuk membangun sumber daya yang akan
digunakan dan untuk apa, dan untuk menyelesaikan perjanjian wajar pada pembagian
keuntungan.

Nasional tingkat hukum[sunting | sunting sumber]

Keanekaragaman hayati diperhitungkan dalam beberapa keputusan politik dan hukum:


Hubungan antara hukum dan ekosistem yang sangat kuno dan memiliki konsekuensi
bagi keanekaragaman hayati. Hal ini terkait dengan hak milik pribadi dan publik. Hal ini
dapat menentukan perlindungan bagi ekosistem yang terancam, tetapi juga beberapa hak
dan kewajiban (misalnya, memancing dan hak berburu).[butuh rujukan]

Undang-Undang tentang spesies lebih baru. Ini mendefinisikan spesies yang harus
dilindungi karena mereka mungkin terancam punah. AS Endangered Species Act adalah
contoh dari upaya untuk mengatasi "hukum dan spesies" masalah.

Hukum mengenai kolam gen hanya sekitar seabad lamanya. [butuh rujukan] Domestikasi dan
metode pemuliaan tanaman bukanlah hal baru, namun kemajuan dalam rekayasa
genetik telah menyebabkan undang-undang ketat meliputi distribusi organisme rekayasa
genetika, gen paten dan paten proses.[130] Pemerintah berjuang untuk memutuskan apakah
akan fokus pada misalnya, gen, genom, atau organisme dan spesies. [butuh rujukan]

Seragam persetujuan untuk penggunaan keanekaragaman hayati sebagai standar hukum belum
tercapai, namun. Bosselman berpendapat bahwa keanekaragaman hayati tidak boleh digunakan
sebagai standar hukum, mengklaim bahwa daerah sisa ketidakpastian ilmiah menyebabkan
limbah administratif tidak dapat diterima dan litigasi meningkat tanpa mempromosikan tujuan
pelestarian.[131]

Analytical batas[sunting | sunting sumber]

Taksonomi dan ukuran hubungan[sunting | sunting sumber]

Kurang dari 1% dari semua spesies yang telah dijelaskan telah diteliti lebih dari sekadar
mencatat keberadaan mereka.[132] Sebagian besar spesies bumi adalah mikroba. Kontemporer
keanekaragaman hayati fisika "tegas terpaku pada dunia terlihat [makroskopik]". [133] Sebagai
contoh, kehidupan mikroba secara metabolik dan lingkungan lebih beragam dari kehidupan
multisel (lihat misalnya, extremophile). "Di pohon kehidupan, didasarkan pada analisis kecil-
subunit RNA ribosom, hidup terlihat terdiri dari ranting hampir tak terlihat. Hubungan terbalik dari
ukuran dan populasi berulang lebih tinggi pada tangga evolusi "ke pendekatan pertama, semua
spesies multisel di Bumi adalah serangga".[134] Tingkat kepunahan Serangga yang tinggi
mendukung hipotesis kepunahan Holocene.
TERBITAN SAYA PERTAMAKALINYA DI JURNAL..PERJANJIAN INTERNASIONAL BIDANG LH..

Feb 27
BIODIVERSITY & INTERNATIONAL LAW
UncategorizedAdd comments
Keanekaragaman Hayati Dalam Perkembangan Hukum Lingkungan Internasional

Andreas Pramudianto,SH

Peneliti di Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia

Pendahuluan

Keanekaragaman hayati merupakan salah satu potensi kekayaan sumberdaya alam hayati yang pada saat ini
menjadi masalah yang sangat menarik. Hal ini dikarenakan potensi keanekaragaman hayati merupakan salah
satu pendorong bagi berkembangnya bioteknologi.

Kekayaan sumberdaya alam hayati ini tergolong yang dapat diperbaharui (Renewable Resources), sehingga
dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara terus menerus sebagai salah satu komponen aset pembangunan
suatu negara. Namun banyak negara belum melihat potensi yang patut dikembangkan ini sebagai aset yang
bermanfaat

dan berguna bagi peningkatan ekonomi suatu negara. Karena diabaikannya dalam keikutsertaan sebagai bagian
dari konsep pembangunan nasional di banyak negara, tingkat penurunan dan perusakan keanekaragaman
hayati meningkat tajam.

Di lain pihak, beberapa negara sudah mulai memanfaatkan keanekaragaman hayati ini. Tapi hanya sebagian
kecil saja yang berhasil karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya seperti : keterbatasan riset, teknologi
yang belum memadai, dana yang belum diprioritaskan dan beberapa masalah lainnya. Keadaan ini menimbulkan
keinginan negara-negara di dunia untuk meningkatkan kerjasama internasional. Tujuan kerjasama ini tidak hanya
untuk memanfaatkan serta mengembangkan keanekaragaman hayati sebagai suatu kekayaan dunia, akan tetapi
juga melakukan tindakan konservasi agar tidak mengalami degradasi yang cepat. Dan hal yang terpenting
adalah diterapkannya konsep sustainable use yaitu penggunaan berkelanjutan terhadap sumber genetika
keanekaragaman hayati ini yang akan diwariskan pada generasi mendatang.
Ada tiga hal yang merupakan pokok utama dari perlunya suatu konservasi terhadap keanekaragaman hayati
yaitu : pentingnya dalam peran pembangunan berkelanjutan (sustainable development), memiliki fungsi yang
penting dalam biosfere dan kepentingan kehidupan umat manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Konsep hukum mengenai keanekaragaman hayati semakin tegas ketika dalam KTT Bumi 1992 (Earth Summit
92) telah berhasil direalisasikan menjadi produk hukum internasional dalam bentuk konvensi internasional.
Perkembangan baru ini masih belum selesai, karena konvensi ini masih harus diratifikasi minimal 30 negara
penandatangan yang merupakan syarat berlakunya konvensi ini. Baru pada tanggal 29 Desember 1993,
Mongolia menjadi negara ke 30 yang meratifikasi konvensi ini sehingga menjadi produk hukum internasional
yang berlaku secara efektif (enter into force).

KONSEP DASAR KEANEKARAGAMAN HAYATI

Keanekaragaman hayati (Biodiversity) dapat dikatakan sebagai suatu variasi atau perbedaan yang ada pada
organisme-organisme hidup dan lingkungan ekologi. Karena adanya variasi maka sering dikatakan
sebagai jumlah jenis yang ada. Maka makin besar jumlah jenis, makin tinggi tingkat keanekaragaman hayati.

Keanekaragaman hayati juga dapat dikatakan sebagai suatu istilah yang menekankan pada semua jenis spesies
tumbuhan, hewan dan mikroorganisme juga dengan ekosistimnya dimana mereka merupakan bagian yang tak
terpisahkan, termasuk jumlah dan frekuensi ekosistem, spesies dan gen yang saling berkaitan. Namun ini
semua, menurut Burhenne sebenarnya menyangkut 3 hal yang penting yaitu :

a. Keanekaragaman spesies (Species Diversity)

b. Keanekaragaman ekosistem (Ecosystem Diversity)

c. Keanekaragaman genetika (Genetic Diversity)

a. Keanekaragaman spesies (Species Diversity)

Terbentuk oleh adanya kesesuaian kandungan genetika yang mengatur sifat dari kebakaan dengan lingkungan
terhadap anggota jenis yang sama yang dalam hal ini memiliki kerangka dasar, komponen genetika khususnya
kromosom yang sama.

b. Keanekaragaman ekosistem (Ecosystem Diversity)

Merupakan suatu kesatuan lingkungan yang melibatkan unsur-unsur biotik, faktor fisik (iklim, tanah dan air) dan
faktor kimia (keasaman) yang saling berinteraksi.

Beberapa tipe (kelompok) keanekaragaman ekosistem antara lain :

a. Ekosistem bahari

Terdiri dari ekosistem laut dan ekosistem pantai

b. Ekosistem darat

Terdiri dari vegetasi dataran rendah, vegetasi pegunungan dan vegetasi munson.

c. Keanekaragaman genetika (Genetic Diversity)

Setiap kerangka dasar komponen genetika tersusun ribuan faktor kebakaan keturunan. Satu faktor pengatur
kebakaan disebut gen, suatu lingkungan yang memuat tumbuhan yang liar/sudah didomestikasi.

Konsep keanekaragaman hayati diatas, masih merupakan konsep dasar yang selama ini diketahui oleh para
pakar. Sehingga konsep ini sering digunakan dan merupakan konsep yang berlaku umum. Hal yang diperhatikan
adalah keterkaitan konsep ini dengan konsep lain seperti lahirnya jenis baru terjadi melalui proses evolusi
dengan terus menerus. Apabila laju terjadinya jenis baru lebih besar daripada laju kepunahan, jumlah jenis
bertambah maka keanekaragaman hayatipun naik. Hal yang sebaliknya akan terjadi penurunan.

PERKEMBANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM KONTEKS HUKUM INTERNASIONAL

Keanekaragaman hayati merupakan kekayaan yang terdapat dalam sumberdaya alam. Dalam hukum
internasional kekayaan sumberdaya alam sudah ada dalam konsep ini baik dalam bentuk hukum kebiasaan
maupun dalam perjanjian internasional. Beberapa pengaturan mengenai sumber-sumber kekayaan alam di laut
yang melewati batas negara telah lama diatur melalui hukum perjanjian. Namun beberapa perjanjian yang telah
disetujui oleh beberapa negara masih merupakan hukum internasional khusus atau hukum internasional regional
seperti : Konvensi Internasional mengenai Ikan Paus ( International Convention for the Regulation of
Whaling) yang berlaku pada tanggal 10 November 1948, Konvensi Jenewa mengenai perikanan (Convention on
Fishing and Conservation for Living Resources of The High Seas) yang berlaku pada tanggal 20 Maret 1966,
Konvensi mengenai perikanan di Laut Hitam (Convention Concerning Fishing in The Black Sea) yang
ditandatangani 7 Juli 1959. Konvensi mengenai sumberdaya alam yang berada di daratan telah diatur pula
dalam hukum perjanjian internasional seperti: Konvensi Internasional mengenai Lahan Basah (Convention of
Wetlands of International Important,Especially as Waterfowl Habitat) yang ditandatangani pada tanggal 2
Februari 1971.

Konvensi internasional maupun beberapa hukum kebiasaan internasional yang berlaku pada waktu itu,
nampaknya bertujuan untuk melindungi kekayaan sumberdaya alam yang ada di muka bumi ini, khususnya
spesies tertentu. Dengan dilindunginya spesies tersebut dari ancaman kepunahan maka tingkat
keanekaragaman hayati minimal dapat dipertahankan dari ancaman kepunahan.

Ternyata meningkatnya pembangunan di berbagai negara serta makin berkurangnya lahan tempat
tinggal (habitat) hewan serta tumbuhan telah menimbulkan konsekuensi adanya krisis keanekaragaman hayati.
Menurunnya jumlah spesies hingga kepunahan yang serius dari spesies jenis tertentu telah menuntut adanya
upaya mengatasi hal ini. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam kerangka ilmiah saja tapi harus melalui suatu
kerangka politik dan kerjasama internasional yang bersifat luas. Konperensi PBB mengenai Lingkungan Hidup
Manusia tahun 1972 yang mengeluarkan Deklarasi Stockhlom sebagai landasan global untuk kemudian
menghasilkan beberapa tindakan-tindakan yang perlu untuk mengatasi timbulnya degradasi lingkungan.
Tindakan yang paling penting dilaksanakan adalah para pihak diharuskan mulai mengaitkan masalah lingkungan
kedalam program pembangunan nasionalnya. Dengan adanya tindakan ini maka masalah lingkungan kini
menjadi masalah politik bagi suatu negara. Dalam konperensi ini juga dinyatakan bahwa sumberdaya alam
hayati yang merupakan bagian eksklusif dari suatu negara, adalah juga merupakan bagian dari dunia. Tema
konperensi yaitu One Earth One Man adalah merupakan upaya kampanye menyelamatkan bumi dari
kehancuran yang lebih parah. Akhirnya, untuk melaksanakan semua kegiatan ini para pihak peserta konperensi
telah menyetujui pendirian United Nations Environment Programme (UNEP)

Setelah dilaksanakannya konperensi ini, menipisnya sumberdaya alam khususnya krisis keanekaragaman hayati
justru semakin cepat. Untuk mengatasi hal ini maka UNEP bersama WWF (World Wildlife Fund) telah
menugaskan IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources Sekarang: The World
Conservation Union) untuk mengembangkan pemikiran dasar mengenai upaya konservasi. Usaha ini pada
akhirnya berhasil menghasilkan suatu dokumen yang dinamakan World Conservation Startegy. Di lain pihak,
pada tanggal 29 Oktober 1982 Majelis Umum PBB telah mengadopsi World Charter for Nature. Pada tahun 1983
dalam sidang Majelis Umum PBB telah disetujui pembentukan the World Commission on Environment and
Development atau Komisi Dunia mengenai Lingkungan dan Pembangunan yang juga dikenal dikenal sebagai
Komisi Bruntland, karena diketuai oleh Gro Harlem Brundtland (PM Norwegia). Komisi ini memiliki keanggotaan
dari berbagai tokoh yang memiliki reputasi internasional baik dari negara utara maupun selatan. Dalam
laporannya, komisi ini menyebutkan bahwa tingkat kepunahan spesies sudah sangat tinggi. Karena itu perlu
diambil tindakan-tindakan yang penting.

Upaya diatas nampaknya masih belum mencapai hasil yang memadai. Kemajuan teknologi di negara-negara
utara yang ternyata telah berhasil memanfaatkan keanekaragaman hayati, membuat negara-negara selatan
mulai memperhatikan masalah ini secara sungguh-sungguh. Walaupun diakui bahwa penggunaan bahan-bahan
plasma nuftah sudah dipakai di negara-negara selatan sejak lama namun caranya masih bersifat tradisionil atau
hanya menggunakan teknologi yang sederhana.

Untuk mengurangi hilangnya berbagai plasma nuftah yang ada, maka para ahli, wakil-wakil negara, industri
maupun LSM internasional dengan melalui Perserikatan Bangsa-bangsa telah membentuk suatu rancangan
konvensi mengenai keanekaragaman hayati. Rancangan Konvensi ini kemudian diajukan dalam Konperensi
PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conferences Environment and
Development) atau yang dikenal sebagai KTT Bumi 1992 yang pada akhirnya ditandatangani oleh lebih dari 150
kepala negara dan kepala pemerintahan.

LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN KONVENSI KEANEKARAGAMAN HAYATI

Konvensi keanekaragaman hayati merupakan konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa yang ditandatangani oleh
157 kepala negara atau wakil pemerintahan pada waktu diadakannya Konperensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth
Summit). KTT Bumi dengan dukungan Perserikatan Bangsa-bangsa ini diadakan antara tanggal 3-14 Juni di kota
Rio de Janerio, Brazil. Karena itu konvensi ini dikenal dengan nama United Nations Conventions on Biological
Diversity atau Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati.
Sebelum konvensi ini diajukan dalam KTT Bumi, telah diadakan 3 pertemuan penting yang membahas persiapan
konvensi ini. Ke tiga pertemuan tersebut diantaranya ada pertemuan yang bersifat tehnis dan pertemuan para
pakar yang diadakan antara bulan November 1988 dan Mei 1992. Pada tanggal 17 Juni 1987 Governing Council
mengeluarkan suatu keputusan No 14/17 yang berisi pembentukan Ad Hoc Working Group of Experts on
Biological Diversity. Dari hasil pembentukan kelompok kerja ahli, maka diadakan tiga sidang dalam masa antara
November 1988 dan Juli 1990. Melalui laporan akhir Ad Hoc Working Group of Experts, Governing Council No
15/34 tertanggal 25 Mei 1989 dibentuk Ad Hoc Working Group of Legal and Technical Experts. Kelompok kerja
yang dibentuk sementara ini memiliki kewenangan dalam merundingkan perangkat hukum internasional untuk
pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari.

Panitia Kerja Sementara ini telah menyelenggarakan sidang-sidang sebagai berikut :

a. First Session Ad Hoc Working Group of Legal and Technical Experts on Biological Diversity di Nairobi, Kenya.
Pertemuan pertama diselenggarakan antara tanggal 19 sampai dengan 23 November 1990.

b. Second Session Ad Hoc Working Group of Legal and Technical Experts on Biological Diversity di Nairobi,
Kenya antara tanggal 25 Pebruari sampai dengan 6 Maret 1991.

c. Third Session of International Negotiating Committee for a Convention on Biological Diversity di Madrid,
Spanyol. Pertemuan ini diselenggarakan pada tanggal 24 Juni sampai dengan 31 Juli 1991. Nama ini menjadi
masalah karena disebutkannya Third Session yang sebetulnya pertemuan ini pertama kali untuk membahas
rancangan hasil pertemuan di Nairobi.

Walaupun demikian sidang pada akhirnya menyetujui nama pertemuan tersebut. Dalam sidang ini disajikan dan
dibahas konsep (draft) Konvensi Keanekaragaman Hayati.

d. Fourth Session International Negotiating Committee for a Convention Biological Diversity (INC-CBD) di
Nairobi, Kenya pada tanggal 23 September sampai dengan 2 Oktober 1991.

e. Fifth Session INC-CBD di Jenewa, Swiss pada tanggal 25 November sampai dengan 4 Desember 1991.

f. Sixth Session INC-CBD di Nairobi, Kenya antara tanggal 6 sampai dengan tanggal 15 Februari 1992.

g. Sidang terakhir diadakan di Nairobi, Kenya pada tanggal 11 sampai dengan 22 Mei 1992. Pada sidang terakhir
ini disusun Nairobi Final Act of the Conference for the Adoption of the Agreed Text of the Convention on
Biological Diversity. Hampir semua negara diundang untuk berpartisipasi dalam pertemuan pengesahan teks
Konvensi yang telah disetujui. Selain negara-negara ini, ikut hadir pula Masyarakat Eropa dan beberapa badan-
badan dalam Perserikatan Bangsa-bangsa dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional sebagai
peninjau.

Sesudah pengesahan ini dikeluarkan Resolution Adopted by the Conference for the Adoption of the Agreed Text
of the Convention on Biological Diversity berjumlah 4 buah yang semuanya ini disahkan pada tanggal 22 Mei
1992. Keempat resolusi tersebut adalah :

1. Interim Financial Agreement.

2. International Cooperation for The Conservation of Biological Diversity and the Sustainable Use of its
Components Pending the Entry into Force of the Convention on Biological Diversity.

3. The Interrelationship between the Convention on Biological Diversity and the Promotion of Sustainable
Agriculture.

4. Tribute to the Government of the Republic of Kenya.

Selain itu dikeluarkan juga Declarations Made at the Time of Adoption of the Agreed Text of the Convention on
Biological Diversity, yang diantaranya berisi saran, keberatan, usul perubahan dan penyempurnaan.

Setelah berbagai persoalan yang menyangkut draft konvensi dapat dipersiapkan maka draft tersebut diajukan
dalam KTT Bumi yang kemudian ditandatangani oleh para wakil negara. Lebih dari 160 negara telah
menandatangani konvensi ini. Namun konvensi ini akan berlaku effektif setelah 90 hari dengan terpenuhinya
syarat ratifikasi. Syarat ratifikasi tersebut adalah negara ke 30 yang menandatangani konvensi ini. Pada tanggal
30 September Mongolia menjadi negara ke 30 yang menandatangani konvensi ini. Sehingga Konvensi
Keanekaragaman hayati ini berlaku efektif pada tanggal 29 Desember 1993, setelah 18 bulan sejak terbuka
untuk ditandatangani pada KTT Bumi 1992. Dibawah ini akan disebutkan negara-negara yang telah
menandatangani Konvensi ini hingga akhir Desember 1993.
Countries that have ratified the Biological Convention

(to 29 December 1993)

============================================

Antigua dan Barbuda Mexico

Armenia Monaco

Australia Mongolia

Bahama Nauru

Barbados Nepal

Belarus New Zealand

Belize Norway

Burkina Faso PNG

Canada Phillipines

China Portugal

Cook Islands Saint Kitts and Nevis

Czech Republic Saint Lucia (accedence)

Denmark Seychelles

Ecuador Spain

Fiji Sweden

Germany Tunisia

Guinea Uganda

Japan (Acceptance) Uruguay

Maldives Vanatau

Marshall Island Zambia

Mauritius

Sumber : UNEP, 1993

Sejak Konvensi ini telah memenuhi syarat ratifikasi, beberapa negara kemudian menyusul untuk meratifikasi
konvensi ini sehingga pada akhir tahun 1993 dari daftar diatas telah 42 negara meratifikasi dengan 2 negara
melakukan acceptance dan accedance.

Pada tanggal 11-15 Oktober 1993 Intergovernmental Committee on the Convention on Biological
Diversity (ICCBD) telah mengadakan pertemuan, yang bertujuan untuk mempersiapkan pertemuan I para pihak
penandatangan konvensi. Pertemuan ini mendiskusikan kebijakan, kelembagaan serta membuat beberapa
rekomendasi.

ISI KONVENSI KEANEKARAGAMAN HAYATI


Konsep-konsep mengenai keanekaragaman hayati yang telah ada perlu direalisasikan dalam bentuk hukum
yang dapat ditaati oleh negara-negara di dunia. Hal ini karena keanekaragaman hayati sudah merupakan
kekayaan dunia yang bermanfaat bagi proses kehidupan di bumi yang juga kelak akan diwariskan bagi generasi
mendatang. Seperti umumnya suatu konvensi internasional, Konvensi Keanekaragaman hayati ini memiliki
bagian-bagian yang dapat disingkat.

Bagian-bagian tersebut adalah :

a. Batang Tubuh

Yang terdiri atas Mukadimah (Preambule) dan 42 Pasal.

yaitu :

Pasal 1 : berisi tujuan konvensi

Pasal 2 : pemakaian istilah

Pasal 3 : asas konvensi

Pasal 4 : kerangka hukum

Pasal 5 : kerangka kerjasama

Pasal 6 : upaya umum pelestarian dan

pendayagunaan berkelanjutan

Pasal 7 : identifikasi dan pemantauan

Pasal 8 : pelestarian in-situ

Pasal 9 : pelestarian ex-situ

Pasal 10 : pendayagunaan berkelanjutan dari komponen keanekaragaman hayati

Pasal 11 : upaya intensif

Pasal 12 : penelitian dan pelatihan

Pasal 13 : pendidikan masyarakat dan peningkatan kesadaran

Pasal 14 : analisis dampak dan meminimisasi dampak negatif

Pasal 15 : akses pada sumber genetika

Pasal 16 : akses dan alih teknologi

Pasal 17 : pertukaran informasi

Pasal 18 : kerjasama teknik dan ilmiah

Pasal 19 : penanganan bioteknologi dan persebaran keuntungannya

Pasal 20 : sumber pendanaan

Pasal 21 : mekanisme pendanaan

Pasal 22 : hubungan dengan konvensi internasional lainnya

Pasal 23 : konperensi para pihak

Pasal 24 : sekretariat
Pasal 25 : badan penunjang untuk nasihat-nasihat ilmiah teknis dan teknologi

Pasal 26 : laporan para pihak

Pasal 27 : penyelesaian perselisihan

Pasal 28 : pengesahan protokol

Pasal 29 : perubahan konvensi atau protokol

Pasal 30 : pengesahan dan perubahan lampiran

Pasal 31 : hak suara

Pasal 32 : hubungan antara konvensi dan protokolnya

Pasal 33 : penandatangan

Pasal 34 : ratifikasi, penerimaan atau persetujuan

Pasal 35 : keikutsertaan

Pasal 36 : berlakunya konvensi

Pasal 37 : reservasi

Pasal 38 : pengunduran diri

Pasal 39 : pengaturan pendanaan sementara

Pasal 40 : pengaturan sekretariat sementara

Pasal 41 : depositary

Pasal 42 : teks asli

b. Lampiran (Annexes)

Lampiran I : Identification and Monitoring

Lampiran II : Part I Arbritation

Dibagi menjadi 17 Pasal

Part II Conciliation

Dibagi menjadi 6 Pasal

c. Daftar Negara Penandatangan pada masa Konferensi dari tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992.

Konvensi keanekaragaman hayati ini mengatur banyak persoalan di hampir seluruh bidang seperti politik, sosial,
biologi,ekonomi, hukum, hingga masalah teknologi. Namun demikian hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
dan memperlancar operasionalisasi konvensi ini.

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Bahkan Indonesia
dikatakan sebagai salah satu megabiodeversity country di dunia. Lebih dari 15 hingga 25 % total
keanekaragaman hayati ada di Indonesia. Dari jumlah tersebut Indonesia memiliki pula jenis spesies yang tidak
dimiliki oleh negara lain. Dibawah ini beberapa data penting mengenai banyaknya jenis mamalia, reptilia serta
unggas yang dimiliki oleh 10 negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Mammals Birds Reptiles

=============================================

Indonesia 515 Colombia 1,721 Mexico 717

Mexico 449 Peru 1,701 Australia 686

Brazil 428 Brazil 1,622 Indonesia 511

Zaire 409 Indonesia 1,534 India 383

China 394 Ecuador 1,447 Colombia 383

Peru 361 Venezuela 1,275 Ecuador 345

Colombia 359 Bolivia 1,250 Peru 297

India 350 India 1,200 Malaysia 294

Uganda 311 Malaysia 1,200 Thailand 282

Tanzania 310 China 1,195 PNG 282

============================================

Sumber : McNeely et al 1990.

Data diatas menunjukkan bahwa Indonesia memiliki spesies mamalia terbesar di dunia. Selain itu untuk jenis
reptil berada di urutan ke tiga dan jenis unggas khususnya burung berada di urutan ke empat. Jumlah tersebut
ternyata dari tahun ke tahun mengalami penurunan bahkan cenderung menuju kepunahan.

Kondisi alam Indonesia sangat menguntungkan bagi kehidupan beratus-ratus spesies tumbuhan dan hewan
karena iklim di wilayah ini telah membentuk berbagai tipe habitat. Banyaknya wilayah hutan tropik serta rawa-
rawa, mangrove, pantai berkarang serta jenis-jenis habitat lainnya, merupakan ciri yang jarang dimiliki negara
lain. Di bawah ini akan disajikan data mengenai beberapa tipe habitat darat yang dimilikki oleh Indonesia.

Habitat Type Original Percent Precent

Area (km2) remaining protected

=============================================

Forest on limestone 135,793 39.3 4.1

Freshwater swamp forest 103,054 46.8 5.2

Heath forest 91,660 28.6 1.2

Ironwood forest 3,420 34.2 8.2

Lowland rainforest 896,157 57.5 4.9

Montane forest 206,233 77.1 21.2

Peatswamp 219,252 78.8 6.5

Semievergreen forest 150,877 28.3 2.0

Tropical pine forest 3,215 60.0 15.6

Mangrove 50,800 43.9 11.2


Forest on ultrabasics 8,299 46.9 0.4

Monsoon forest 24,192 39.0 4.4

Beach vegetation 390 39.7 2.5

Alpine 2,170 100.0 34.1

TOTAL 1,895,512 55.8 6.6

Sumber : KLH, 1992

Dari data diatas nampak bahwa tipe habitat yang terluas adalah Lowland Rainforest atau hutan yang berada di
dataran rendah. Padahal tipe habitat ini memiliki kerentanan yang sangat lemah. Tingginya risiko akibat
kerusakan sangat besar mengingat populasi manusia sebagian besar berada di dataran rendah. Proyek
pembangunan dapat merusak wilayah ini seperti peruntukkan untuk perluasan kota, jalan, daerah pemukiman
dll.

Data diatas juga menunjukkan bahwa wilayah habitat yang dilindungi hanya 6.6 % saja dari total yang ada.
Sehingga perlu diperluas areal wilayah perlindungan agar tidak semakin mengecil.

PENGATURAN HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEANE-KARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA

Pemerintah kolonial Belanda sejak dahulu menyadari bahwa Hindia Belanda memiliki kekayaan berbagai jenis
tumbuhan serta hewan yang unik. Karena itu mereka berusaha memanfaatkan apa yang ada di Hindia Belanda.
Namun demikian mereka tetap melakukan usaha konservasi, hanya terbatas pada jenis-jenis spesies yang
menguntungkan secara ekonomis. Usaha pemerintah kolonial Belanda dalam melakukan konservasi ini ternyata
dipengaruhi oleh gerakan konservasi di negeri Belanda.

Beberapa peraturan setingkat undang-undang di masa ini antara lain :

a. Parelvisscherijz Sponsen Viscserchijz Ordonnantie, Staablaad No.157 tahun 1916. Berisi ketentuan-ketentuan
mengenai pengambilan mutiara serta bunga karang di wilayah perairan Hindia Belanda.

b. Visscherrij Ordonnantie, Staablaad No. 396 Tahun 1920.

Berisi peraturan mengenai perikanan yang bertujuan untuk melindungi jenis dan keadaan ikan.

c. Dieren Bescharmings Ordonnantie, Staablaad No. 134 tahun 1931 yang dikenal sebagai Ordonansi
Perlindungan Binatang Liar.

d. Jacht Ordonnantie, Staablaad No. 133 tahun 1931 tentang peraturan perburuan.

e. Jacht Ordonnantie Java en Madura, Staablaad No. 733 Tahun 1939 yang dikenal dengan Undang-undang
Perburuan di Jawa dan Madura.

f. Natuur Beschamings Ordonnantie, Staatblaad No. 167 Tahun 1941 atau disebut dengan nama Ordonansi
tentang Perlindungan Alam 1941.

Setelah jaman kemerdekaan peraturan-peraturan di atas masih berlaku. Undang-undang Dasar 1945 sebagai
sumber hukum memberikan landasan hukum bagi pemanfaatan kekayaan alam bagi kepentingan seluruh rakyat
Indonesia. Pasal 33 (3) menyatakan :

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tap MPR No II/MPR/1993 Bab IV Pembangunan Lima Tahun
Ke 6 bidang Ekonomi bagian 18 mengenai Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa :

Konservasi kawasan hutan nasional termasuk flora dan faunanya serta keunikan alam terus ditingkatkan untuk
melindungi keanekaragaman plasma nuftah, jenis spesies dan ekosistem. Penelitian dan
Dari GBHN diatas nampak bahwa arah pembangunan di Indonesia tetap memperhatikan pentingnya
keanekaragaman hayati dengan penekanan pada perlindungan kawasan yang kaya akan keanekaragaman
hayati. Dalam usaha melindungi keanekaragaman hayati tersebut beberapa undang-undang yang berkaitan
dengan masalah ini antara lain :

a. Undang-undang No 2 Tahun 1961 tentang pengeluaran dan pemasukkan tanaman dan bibit tanaman (TLN
No.2147)

b. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan (LN. 1967 N0. 8)

c. Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (LN. 1967
No. 10)

d. Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (LN.1973 No.1)

d. Undang-undang No. 4 Tahun 1982 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup.

e. Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

f. Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.

g. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional.

h. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam.

i. Undang-undang No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman

j. Undang-undang No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

k. Undang-undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

l. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Keanekaragaman

Hayati. UU ini merupakan ratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati yang ditandatangani dalam KTT Bumi di
Rio De Janerio.

Undang-undang yang dikeluarkan diatas, tidak semuanya menyinggung secara langsung keanekaragaman
hayati. Namun berbagai jenis spesies yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi sangat
bergantung pada perlindungan dari undang-undang diatas. Terhindarnya ancaman bahaya ekspor impor spesies
yang tak terkendali, pencegahan kerusakan habitat, kondisi lingkungan yang baik, penunjukkan kawasan yang
dilindungi serta penempatan tata ruang yang sesuai dan terkendali, sangat membantu dalam menaikkan tingkat
keanekaragaman hayati. Dalam proses pembangunan saat ini perlindungan semakin penting mengingat
keanekaragaman hayati sangat mudah rusak dan tergolong rapuh (fragil) dari gangguan manusia yang
menggunakan serta mengeksploitasi secara berlebihan.

Proyek pembangunan di Indonesia hendaknya juga harus memperhatikan keberadaan wilayah yang kaya akan
keanekaragaman hayati ini. Jika hal ini diabaikan maka dalam sekejap suatu proyek pembangunan dapat
menghancurkan ribuan spesies yang jelas hal ini akan merugikan.

BEBERAPA SARAN DAN REKOMENDASI

1) Keanekaragaman hayati merupakan aset nasional suatu bangsa yang sangat potensial dalam
mengembangkan berbagai bidang seperti ecotourisme, biotechnology, agrobisnis, dan berbagai bidang lainnya
yang berkaitan dengan pengembangan sumber-sumber keanekaragaman hayati. Namun semuanya ini
diharapkan tidak dieksploitasikan secara besar-besaran tapi haruslah digunakan secara
berkelanjutan (sustainable use) demi generasi mendatang.

2) Perlu didorong dan ditingkatkan pengembangan pengetahuan keanekaragaman hayati dari berbagai disiplin
ilmu seperti sosiologi, politik, ekonomi, hukum, teknik, pertanian dan berbagai bidang ilmu lain yang berkaitan
dengan hal ini.

3) Perlunya kesadaran masyarakat akan pentingnya keanekaragaman hayati harus ditingkatkan.

Perlindungan terhadap masyarakat asli yang bergantung pada keanekaragaman hayati adalah penting karena
keterkaitan keduanya kadang-kadang tidak terpisahkan dan saling membutuhkan. Masyarakat asli membutuhkan
sumber daya alam disekitarnya sebagai bagian dari kebutuhan hidup sehari-hari dan karena itu mereka juga
mengkonservasi agar sumber daya alam tersebut tidak punah. Kebutuhan yang mereka ambil sebatas
pemenuhan sehari-hari, sehingga rusaknya keanekaragaman hayati yang ada berarti hilangnya sumber untuk
pemenuhan kebutuhan mereka.

4) Berkaitan dengan perkembangan bioteknologi, pemanfaatan sumber genetika terhadap berbagai jenis spesies
ternyata berkembang dengan pesat. Bahkan kecenderungan dipatenkannya bahan-bahan hasil bioteknologi
semakin gencar. Hal ini sempat menjadi bahan perdebatan dalam pertemuan GATT putaran Uruguay.

Karena itu Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi serta telah
meratifikasi Konvensi Keanekaragaman hayati, memiliki hak dan kewajiban dalam mengembangkan serta
mendorong pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai bagian dari peningkatan pertumbuhan ekonomi
negara dan masyarakat.

5) Hukum internasional harus menjadi bagian penting dari kerjasama internasional dalam menjaga kelestarian
keanekaragaman hayati. Sumber-sumber hukum internasional hendaknya dapat berkembang dan mampu
diterapkan dalam menghadapi kasus-kasus yang akan terjadi berkenaan dengan keanekaragaman hayati.
Nampaknya masalah ini menuntut pengembangan norma dan hukum internasional sebagai kerangka
pengaturan kerjasama global yang diharapkan mampu sebagai pelindung bagi pihak yang lemah. Elisabeth
Dowdesel, Direktur Eksekutif UNEP menyatakan bahwa berlakunya konvensi keanekaragaman hayati
merupakan suatu perkembangan baru dalam hukum internasional dan hubungan internasional yang berkenaan
dengan lingkungan dan pembangunan. Dari pernyataan ini menunjukkan juga peran PBB melalui United
Nations Environment Programme (UNEP) turut mendorong pengembangan hukum internasional secara progresif
seperti yang diamanatkan dalam Pasal 13 1(a) Piagam PBB. Dengan diberlakukannya Konvensi PBB mengenai
Keanekaragaman Hayati ini sebagai suatu produk hukum internasional yang baru, maka PBB sebagai lembaga
internasional telah memainkan peran yang penting dalam upaya penyelamatan planet bumi dari kerusakan
lingkungan global.

6) Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati, harus mulai memikirkan sejauh mana aset yang ada ini
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Keanekaragaman hayati harus merupakan bagian dari proses
pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan dengan pemanfaatan komiditi tanaman yang laku di pasaran
internasional dan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan (suistainable development). Sehingga
diharapkan akan mampu bersaing dalam pasar global era GATT Pasca Uruguay Round yang menuju
perdagangan bebas dunia (Global Free Trade Era), dimana Indonesia merupakan

negara potensial dalam memasok sumber genetik global.

7) Indonesia juga diharapkan melengkapi serta memperkuat perangkat hukum serta kelembagaan yang
berkaitan dengan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati. Selain itu penegakkan hukum serta
mengefektifkan institusi yang terkait merupakan upaya untuk melindungi sekaligus memanfaatkan potensi
keanekaragaman hayati yang dimilikinya.

8) Dalam menghadapi perkembangan pesat bioteknologi, perlu dibuat protokol keamanan hayati (Biosafety
Protokol) sebagai kelanjutan pengaturan dari pasal 2 Konvensi Keanekaragaman Hayati. Hal ini diperlukan untuk
mencegah terjadinya proses mutasi gen yang dapat mengacaukan sistem ekologis alami. Dampak dari rekayasa
genetika yang bersifat negatif belum terlihat jelas, tapi upaya preventif harus segara dilakukan mengingat bahaya
pengeksploitasian dan pemerkosaan gen sedang dikembangkan oleh pihak-pihak tertentu.

DAFTAR BACAAN

A.

Birnie, Patricia W & Boyle, Alan E, International Law and The Environment, Oxford University Press, London,
1992

Danusaputro, Munadjat, Environmental Legislation and Administration in Indonesia, Alumni, Bandung, 1981

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Perlindungan Lingkungan : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1991

ICBP, Putting Biodeversity on The Map, Priority Areas for Global Conservation, ICBP, Cambridge, 1992

Mac Kinnon, Kathy, Alam Asli Indonesia, Yayasan Hijau-PT Gramedia, Jakarta, 1986

McNeely, Jeffrey A, Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992
Ministry of State for Population and Environment, Indonesian Country Study on Biological Diversity, Jakarta,
1991

Pramudianto, Andreas, Bioteknologi: Propsek Cerah Atau Suram Bagi Indonesia ? Buletin BKPSL No 88, Forum
Komunikasi antar Pusat Studi lingkungan, Jakarta, Agustus 1994

Prawoto H, Sekilas Mengenai Keanekaragaman Hayati, Majalah Persaki, 1993

Shiva, Vandana, Dari Bio Imperialisme ke Demokrasi, PT Gramedia-Konphalindo, Jakarta, 1994

United Nations, The Global Partnership for Environment and development, A Guide to Agenda 21, UNCED,
Geneva, April 1992

WECD, Our Common Future, Diterjemahkan: Hari Depan Kita Bersama, PT Gramedia, Jakarta, 1988

WWF, Dictionary of Environment and Development, Earthscan Publication, London, 1991

B.

Teks Naskah United Nations Convention on Biological Diversity

Rancangan Undang-undang mengenai pengesahan Konvensi keanekaragaman hayati

Ketetapan MPR NO II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara

Surat Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1993 tentang Bunga dan Satwa Nasional

Ramsar Journal 3 April 1992

UNEP Newsletter Asia Pasifik October-Desember 1993 Vol 10 No. 4

UNEP IE/PAC, Industri and Environment, Vol 16 October-Desember 1993

Trade and the Environment, TE 005, 17 February 1994

Dokumen usulan Protokol Keamanan Hayati (Biosafety Protocol), Konphalindo,1994.

(Dimuat di Jurnal Pro Justitia Tahun 1994)

APS/94

Mengapa Indonesia disebut Negara Mega Biodiversity? - Indonesia disebut sebagai


negara mega biodiversity karena termasuk negara dengan keanekaragaman hayati
terkaya di dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dari
berbagai penelitian menyebutkan bahwa > 10% kehidupan jenis mahkluk hidup di muka
bumi ini ada di Indonesia, sedangkan luas daratan Indonesia hanya < 1/75 dari seluruh
luas daratan di dunia. Keadaan ini menempatkan Indonesia sebagai satu di antara 7
negara mega biodiversity, dengan luas hutan tropis terbesar ketiga setelah Brasil
(Amerika Selatan) dan Zaire (Afrika).

Indonesia disebut sebagai negara mega biodiversity karena Indonesia memiliki


keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat kaya. Hal ini disebabkan
karena Indonesia memiliki letak geografis yang diapit oleh dua bio-geografis yang kaya,
yaitu:

1. Indonesia terletak di antara 2 benua, yaitu benua Asia dan benua Australia

2. Indonesia terletak di antara 2 samudera, yaitu samudera Hindia dan samudera


Pasifik

3. Indonesia terletak di antara 2 paparan atau sirkum, yaitu sirkum Mediterania dan
paparan Pasifik.

Alasan lain bahwa Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati adalah bahwa
Indonesia:

1. berada di daerah khatulistiwa yang beriklim tropis sehingga mendapat curah


hujan, sinar matahari, dan penyerapan air laut yang tinggi sepanjang tahun

2. kebutuhan utama manusia, hewan, dan tumbuhan adalah cahaya matahari dan
air. Indonesia memiliki posisi yang amat menguntungkan

3. sumber daya alam yang melimpah dan terjaga dengan baik, menyebabkan
makhluk hidup dapat berkembang dengan baik dan memiliki tempat ekosistem
ideal untuk kehidupannya.

4. karena tumbuhan dapat tumbuh dengan subur, sehingga makhluk hidup lainnya
juga dapat tumbuh dengan baik.

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati karena letak antara bumi Indonesia
dengan matahari sangat menguntungkan, sehingga makhluk hidup dapat tumbuh dan
berkembang biak dengan baik.

Wilayah Indonesia memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi sehingga oleh
beberapa pihak wilayah ekologi Indonesia disebut dengan istilah negara mega
biodiversity atau negara dengan keanekaragaman mahluk hidup yang tinggi.

Bedasarkan penelitian bahwa 10% tumbuhan, 12% mamalia, 16% reptil, 17% burung,
dan 25% ikan yang ada di dunia hidup di Indonesia, padahal luas Indonesia hanya 1,3
% dari luas Bumi.

Negara mega diversity adalah negara-negara yang memiliki keanekaragaman hayati


terkaya di dunia. Sekelompok negara-negara ini menampung sebagian besar
keanekaragaman spesies yang ada di muka bumi, karena itu dianggap sangat kaya
akan keanekaragaman hayati. Pusat Pengawasan Keonservasi Dunia (World
Conservation Monitoring Centre), sebuah badan dalam Program Lingkungan Hidup
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Environment Programme), telah
mengidentifikasi 17 negara mega diversity, yang kebanyakan berlokasi di kawasan
tropis, yaitu:

1. Australia
2. Brasil

3. Republik Rakyat Tiongkok

4. Kolombia

5. Republik Demokratik Kongo

6. Ekuador

7. India

8. Indonesia

9. Madagaskar

10. Malaysia

11. Meksiko

12. Papua Nugini

13. Peru

14. Filipina

15. Afrika Selatan

16. Amerika Serikat

17. Venezuela
WILAYAH FLORA DAN FAUNA BARAT TIPE
ASIATIS
PULAU SUMATERA

1. Nangroe Aceh Darussalam


Flora : Bunga Cempaka

Fauna :Burung Murai

2. Sumatera Utara
Flora : Bunga Kenanga

Fauna : Beo Nias

3. Riau
Flora : Nibung

Fauna : Burung Tokhtor Sumatera

4. Kepulauan Riau

Flora : Daun Sirih

Fauna : Ikan Kakap Putih

5. Jambi
Flora : Pinang Merah

Fauna : Harimau Sumatera

6. Sumatera Barat
Flora : Pohon Andalas

Fauna : Kuau Besar

7. Bengkulu

Flora : Suweg Raksasa/Bunga Bangkai

Fauna : Beruang Madu


8. Sumatera Selatan

Flora : Buah Duku

Fauna : Ikan Belida

9. Bangka-Belitung
Flora : Jeruk Kunci

Fauna : Mentilin/Tarsius Siau

10. Lampung
Flora : Bunga Ashar

Fauna : Gajah Lampung

PULAU JAWA

1. Banten

Flora : Kokoleceran
Fauna : Badak Jawa

2. DKI Jakarta

Flora : Salak Condet

Fauna : Elang Bondol

3. Jawa Barat
Flora : Gandaria

Fauna : Macan Tutul

4. Jawa Tengah

Flora : Bunga Kantil

Fauna : Burung Kepondang

5. DI Jogjakarta
Flora : Pohon Burahol

Fauna : Burung Perkutut

6. Jawa Timur
Flora : Bunga Sedap Malam

Fauna : Ayam Bekisar

PULAU KALIMANTAN

1. Kalimantan Barat
Flora : Tengkawan Tungkul

Fauna : Burung Enggang Gading

2. Kalimantan Tengah
Flora : Tenggaring

Fauna : Burung Kuau Melayu

3. Kalimantan Timur
Flora : Anggrek Hitam

Fauna : Pesut Air Tawar

4. Kalimantan Selatan

Flora : Kasturi

Fauna : Kera Bekantan


WILAYAH FLORA DAN FAUNA TENGAH TIPE
PERALIHAN
PULAU BALI

Bali

Flora : Pohon Majegau

Fauna : Jalak Bali

NUSA TENGGARA

1. Nusa Tenggara Barat


Flora : Ajan Kelicun

Fauna : Rusa Timor

2. Nusa Tenggara Timur


Flora : Cendana

Fauna : Komodo

PULAU SULAWESI

1. Sulawesi Selatan

Flora : Buah Lontar


Fauna : Burung Rangkong

2. Gorontalo

Flora : Gaupasa

Fauna : Ikan Bulalao

3. Sulawesi Barat
Flora : Cempaka Hutan Kasar

Fauna : Mandar Dengkur

4. Sulawesi Tengah
Flora : Kayu Eboni

Fauna : Burung Maleo

5. Sulawesi Tenggara

Flora : Anggrek Serat

Fauna : Anoa

WILAYAH FLORA DAN FAUNA TIMUR TIPE


AUSTRALIS
KEPULAUAN MALUKU

1. Maluku
Flora : Anggrek Larat

Fauna : Burung Nuri Raja

2. Maluku Utara
Flora : Cengkeh

Fauna : Bidadari Halmahera

PULAU PAPUA

1. Papua Barat

Flora : Buah Merah


Fauna : Cendrawasih Merah

2. Papua

Flora : Matoa

Fauna : Cendrawasih 12 Kawat

Persebaran flora di indonesia bagian barat, tengah, dan timur terbentuk pada jaman
es. Pada waktu itu daratan yang masih menyatu kemudian mengalami retakan dan berpisah.
Peristiwa itu berlangsung selama jutaan tahun yang lalu dan terbentuklah kepualauan di
Indonesia. Setiap pulau memiliki beragam jenis flora atau tumbuhan yang berbeda-beda.
Raflesia Arnoldi endemik dari Sumatra

Flora dibagian barat ini terdiri dari hutan hujan tropis. Mengapa demikian? Apakah ada yang
tahu? Karena di bagian barat ini curah hujannya tinggi. Berbeda dengan di bagian tengah
yang curah hujannya lebih sedikit.

Berikut ini ciri-ciri persebaran flora di indonesia bagian barat:


1. Memiliki kawasan mangrove atau hutan bakau yang banyak di sekitar pantai.
2. Jenis tumbuhannya sangat beragam atau heterogen.
3. Disetiap tahunnya hutan selalu hijau.
4. Kayu di dalam hutannya memiliki kaya manfaat seperti kayu jati, kayu mahoni, dan jenis
kayu lainnya yang teksturnya sangat keras dan baik untuk bangunan gedung maupun rumah.
5. Tumbuhan di hutan banyak yang memiliki ketinggian 60 meter.
Wilayah flora bagian barat adalah pulau kalimantan, pulau bali,
Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">pulau jawa, dan pulau sumatra. Jenis flora
yang ada di ketiga pulau tersebut sama seperti contoh bunga Raflesia Arnoldi yang ditemukan di
Sumatra ternyata di Jawa juga ada. Nama bungan bangkai di pulau jawa terkenal dengan nama
bunga Sluweg. Bentuk ukurannya cenderung lebih kecil daripada di Sumatra. Demikian juga di
kalimantan juga ada.
Jenis tumbuhan lain di bagian barat seperti kantong semar dan kayu meranti.

Persebaran flora di indonesia bagian tengah.


Flora bagian tengah meliputi pulau Sulawesi dan kepulauan Nusa Tenggara. Dibagian tengah
ini jenis hutannya seragam atau hutan homogen yang artinya didominasi oleh satu jenis
tumbuhan. Seperti kita ketahui di wilayah Nusa Tenggara banyak ditumbuhu oleh sabana dan
stepa. Kalau di wilayah bagian tengah seperti Nusa Tenggara memiliki curah hujannya
sedikit. Sehingga kalau pada musim kemarau kita sering menjumpai di daerah sana banyak
mengalami kekeringan. Selain itu masih banyak pegunungan kapur.
Jenis tumbuhan yang ada di hutan flora bagian tengah adalah pinus, cemara, dan palma.

Persebaran flora di indonesia bagian timur.


Wilayah flora bagian timur mencakup pulau Maluku dan Papua. Ciri-ciri flora bagian timur
adalah:
1. Memiliki kemiripan dengan flora benua Australia.
2. Ketinggian pohonnya lebih rendah daripada flora bagian barat.
3. Banyak tanaman semak belukar.
4. Pepohonannya masih jarang
Jenis flora yang khas dari bagian timur adalah pohon matoa (sejenis rambutan dari Papua)
dan tanaman ficus famili beringin.
Demikian penjelasan persebaran flora di indonesia bagian barat, tengah, dan timur.

Flora di Indonesia bagian Barat, Timur dan


Tengah
Advertisement

Menurut sejarah dahulu kala dunia ini hanya terdapat satu benua yaitu pengea. Kemudian karena
adanya proses tektonik dari dalam perut bumi yang menyebabkan pergerakan lempeng bumi di
bagian lapisan atmosfer dan kemudian berdampak pada pergesera daratan yang ada di atasnya.
Benua yang tadinya satu kemudian bergeser dan menjadi bentuk benua seperti keadaan yang bisa
dilihat saat ini. daerah Indonesia bagian barat dulunya menyatu dengan daratan asia dan wilayah
Indonesia bagian timur berada satu dengan benua Australia. Oleh karena itu flora dan fauna yang ada
di wilayah Indonesia bagian barat hampir sama dengan yang ada di benua asia dan flora fauna yang
ada di wilayah Indonesia bagian timur hampir sama dengan yang ada di benua Australia.

Persebaran flora

Persebaran flora (dunia tumbuhan) di Indonesia juga terbagi menjadi tiga wilayah yaitu bagian barat,
timur dan tengah atau peralihan. Setiap wilayah memiliki karakterisktik masing-masing yang khas dan
berbeda satu sama lainnya. Keadaan flora dan fauna yang di lindungi di Indonesia saat ini jumlahnya
sudah semakin menyusut karena adanya eksploitasi hutan yang dilakukan oleh manusia. Menurut ahli
biologi dari belanda Van Steenis di Indonesia setidaknya terdapat kurang lebih 4000 jenis pohon,
1500 jenis tumbuhan pakis-pakisan dan terdapat 5000 jenis bunga anggrek. Bukan itu saja bahkan
van steenis mengelompokan terdapat kurang lebih 25.000 jenis tanaman yang memiliki bunga dan
kurang lebih 1,700 tumbuhan yang tidak memiliki bunga.

Flora di Indonesia mencapai 10% dari yang ada di dunia, lumut dan ganggang yang ada di Indonesia
mencapai 35.000 jenis. 40% dari flora di Indonesia merupakan flora endemik yang hanya bisa
ditemukan di Indonesia saja dengan total jenisnya sebanyak 202 dan 59 diantaranya berada di pulau
Kalimantan. Vegetasi anggrek merupakan vegetasi yang terbesar di dalam flora ini. Dengan fakta ini
menjadikan Indonesia merupakan negara yang memiliki jenis Flora di Indonesia bagian Barat, Timur
dan Tengah :

1. Flora di wilayah bagian Barat (Paparan Sunda)

Jika di Kalimantan terdapat 59 jenis flora endemik maka di paparan sahul ini terdapat 10 jenis
tumbuhan endemik yang hanya bisa tumbuh di daerah paparan sahul saja. wilayah paparan sahul
meliputi pulau Kalimantan, sumatera dan jawa yang memiliki hutan hujan tropis terbesar dan terluas di
dunia. flora di paparan sunda terbagi menjadi tiga macam yaitu flora endemik seperti bunga bangkai
atau raflesia arnoldi yang hanya terdapat di wilayah Bengkulu, jambi, dan sumatera selatan serta
bunga anggrek tien Suharto yang hanya ada di wilayah sumatera utara. Selanjutnya flora khas
paparan sunda adalah pada bagian pantai timur di dominasi hutan mangrove dan rawa gambut.
Kemudian flora di bagian pantai barat didominasi oleh meranti-merantian, rawa gambut, kemuning,
rotan dan hutan rawa air tawar. (baca : ciri ciri hutan hujan tropis)

2. Flora di wilayah bagian Timur (Paparan Sahul)

Flora atau tumbuhan sahul yang ada di wilayah Indonesia bagian timur atau bisa juga disebut dengan
flora australis. Mengapa disebut dengan flora australis? Hal ini dikarenakan seperti yang sudah
dibicarakan sebelumnya bahwa wilayah Indonesia bagian timur dahulu menyatu dengan benua
australia sehingga jenis floranya juga hampir sama. Wilayah flora sahul meliputi daerah pulau papua
dan beberapa pulau-pulau kecil disekitarnya.

Hutan sahul memiliki ciri-ciri seperti sama dengan hutan Australia wilayah utara dengan beribu-ribu
jenis tumbuhan dengan daunnya yang lebat dan hijau, ketinggian pohon di wilayah ini bisa mencapai
50 meter tingginya.Karena lebatnya daun pohon di hutan sahul membuat sinar matahari tidak
menembus tanah sehingga kelembapan dan memiliki ciri ciri air tanah yang baik dan membuat tanah
subur dengan organisme yang ada di dalamnya. Karena hal ini pula terdapat banyak tumbuhan
merambat atau epifit.

Pohon-pohon yang menghasilkan kualitas kayu yang sangat berkualitas tumbuh di hutan ini seperti :

Pohon besi, cemara, merbau, jati dan eben hitam.

Di daerah pesisir pantai terdapat hutan mangrove yang sangat lebat dan sangat bagus untuk
keamanan pantai. Sedangkan di daerah rawa terdapat pohon sagu yang merupakan makanan pokok
daerah papua.

Tumbuhan endemik di daerah tersebut diantaranya adalah pohon Rhododendron. Secara


garis umum jenis flora yang ada di parapan sahul meliputi pohon sagu, hutan hujan tropic dan jenis
pemetia pinnata.

Sponsors Link
3. Flora daerah tengah atau peralihan

Seperti dengan namanya flora ini terletak di wilayah tengah atau peralihan dari wilayah timur dan
barat. Wilayah yang termasuk di dalamnya adalah wilayah pulau Sulawesi, Maluku dan nusa
tenggara. Di pulau Sulawesi setidaknya terdapat 4.222 jenis flora yang memiliki karakteristik yang
hampir mirip dengan yang ada di Flipina, Maluku, nusa tenggara, dan jawa. Flora di bagian peralihan
ini jika terdapat di pantai akan mirip dengan yang ada di papua namun untuk flora yang berada di
gurun sangat mirip dengan yang ada di Kalimantan.

Jenis flora endemik di wilayah ini adalah kayu ebonu atau yang biasa dikenal dengan kayu besi di
pulau Sulawesi. Saat ini kayu eboni atau kayu besi masuk dalam jajaran flora yang dilindungi karena
sudah terancam punah keberadaannya. Kualitas kayu yang kuat dan awet membuatnya memiliki
harga mahal.

Perbedaan Flora Wilayah Paparan Sahul dan Paparan Sunda


Berikut perbedaan flora yang tumbuh di daerah Paparan Sahul dan Paparan sunda yang memiliki
berbagai macam perbedaan yang tidak di miliki di masing-masing wilayah tersebut.

Berikut adalah penjelasannya :

1. Flora Paparan Sunda

2. Flora di wilayah Paparan Sahul

Sedikit jenis tumbuhan matoa (Pometia Pinnata)

Terdapat berbagai jenis tumbuhan yang sejenis dengan nangka (Arcotapus ssp)

Tidak ada hutan kayu putih atau eucalyptus

Tidak ada tumbuhan jenis sagu

Terdapat berbagai jenis rotan

Sangat banyak tumbuhan jenis meranti-merantian

Setelah kita mengetahui mengenai perbedaan Paparan Sunda dan Paparan Sahul, kita akan
menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi persebaran flora di Indonesia, yaitu faktor fisik atau
biotic.

Berikut adalah penjelasan mengenai faktor fisik dan faktor abiotik :

1. Faktor fisik
Ada faktor fisik yang mempengaruhi flora yang hidup di bumi, beberapa faktor fisik yang memerlukan
adaptasi dengan lingkungan dimana flora tersebut hidup dan berkembang biak.

Berikut adalah penjelasan dari faktor fisik yang mempengaruhi flora :

Sponsors Link

Iklim Faktor iklim sangat erat kaitannya dengan suhu udara dan jumlah curah hujan yang
ada di daerah tersebut. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi biasanya akan memiliki hutan yang
lebat dengan pohon menjulang tinggi dan berdaun hijau. Karena lebatnya daun ini, sinar matahari
sukar menembus tanah mengakibatakan kelembapan tanah yang baik untuk pertumbuhan tumbuhan
kecil seperti jamur dan bunga-bunga. Untuk daerah yang memiliki tingkat curah hujan rendah tidak
memiliki hutan yang lebat melainkan tanahnya akan kering sehingga tumbuhan yang dapat hidup
hanya sedikit saja. contohnya di daerah nusa tenggara yang curah hujan rendah tidak terdapat hutan
lebat. (baca : manfaat curah hujan yang tinggi)

Suhu udara Suhu udara sangat berpengaruh pada tumbuh kembang tumbuh-tumbuhan itu
sendiri. Semakin tinggi suatu tempat maka akan semakin rendah suhu udaranya begitu pula
sebaliknya. jadi, tanaman akan tumbuh saat suhu udaranya sesuai dengan perkembangannya.
Misalnya pohon teh akan tumbuh subur pada suhu udara dingin sedangkan semangka akan tumbuh
subur pada tempat yang suhu udaranya tinggi.

Tanah dan relief Jenis jenis tanah dan relief ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan
flora itu sendiri. Misalnya tekstur tanah yang kasar dan merupakan tanah kapur hanya bisa ditumbuhi
tumbuhan tertentu yang kuat sepert pohon jati, pinus dan lainnya.

Air Air merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan flora karena
merupakan jenis jenis sumber daya alam utama makanan flora selain sinar matahari. Berdasarkan
kebutuhan air yang dibutuhkan oleh tanaman akan dibedakan menjadi 3 golongan yaitu:

Xerofita Merupakan tumbuh-tumbuhan yang bisa tumbuh di daerah yang panas dan kering
atau kandungan air di dalam tanahnya sedikit. Contoh, kaktus yang hidup di gurun.

Hidrofita Merupakan tumbuhan yang dapat hidup di daerah yang banyak air atau basah
bahkan hidup diatas air. Contohnya saja teratai dan enceng gondok.

Mesofita Adalah tumbuhan yang dapat hidup di daerah yang sedang tidak terlalu banyak
airnya namun juga tidak sedikit seperti di hutan tropis.

Geologi Faktor yang satu ini berkaitan dengan pembentukan bumi karena adanya
pergeseran lempeng atau paparan. Seperti misalnya paparan sahul dan pulau Australia masih
memiliki jenis flora yang hampir sama dan flora bagian sumatera dengan Kalimantan memiliki
kemiripan 50%. (baca : manfaat letak geologis)

2. Faktor biotik

Persebaran flora dan fauna di Indonesia maupun di dunia juga sangat dipengaruhi oleh faktor biotik.
Faktor biotik di sini adalah hewan dan manusia, hewan mampu berperan dalam persebaran flora
karena membawa biji flora dan membawanya ke tempat lain sehingga biji tumbuhan tersebut bisa
tumbuh di tempat lain. Sedangkan untuk manusia perannya sangat besar karena manusia mampu
memindahkan tumbuhan dengan cepat dan dengan jumlah yang besar. Misalnya saja di daerah
perkotaan tidak ada tumbuhan tertentu kemudian manusia membawa bibitnya dan kemudian
menanamnya di kota sehingga tumbuhan tersebut dapat tumbuh. Manusia juga bisa mengubah ruang
publik untuk kehidupan lingkungan dengan mengubahnya menjadi lebih Baik atau justru merusaknya.

1. FAUNA INDONESIA
Wilayah Indonesia memiliki kekayaan fauna yang sangat beragam. Keragaman
fauna ini karena berbagai hal :
1. Terletak di daerah tropis, sehingga mempunyai hutan hujan tropis
(trophical rain forest) yang kaya akan tumbuhan dan hewan hutan tropis.
2. Terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia
3. Merupakan negara kepulauan, hal ini menyebabkan setiap pulau
memungkinkan tumbuh dan dan menyebarnya hewan dan tumbuhan khas tertentu
sesuai dengan kondisi alamnya.
4. Indonesia terletak di dua kawasan persebaran fauna dunia, yaitu Australis
dan Oriental.
Karena berbagai kondisi tersebut maka wilayah Indonesia kaya akan
keanekaragaman fauna. Berbagai jenis fauna yang meliputi :
1. Mamalia (lebih dari 500 jenis)
2. Kupu-kupu (lebih dari 100 jenis)
3. Reptil (lebih dari 600 jenis)
4. Burung (lebih dari 1.500 jenis)
5. Amfibi (lebih dari 250 jenis)
Persebaran fauna dikelompokkan dalam 3 wilayah geografis yaitu fauna Indonesia
Barat, fauna Indonesia Tengah dan fauna Indonesia Timur.

Fauna yang terdapat di wilayah Indonesia Barat bertipe Asiatis, di wilayah


Indonesia Tengah merupakan fauna khas/fauna asli Indonesia sedangkan wilayah
fauna Indonesia Timur bertipe Australis.
Berikut ini adalah beberapa fauna Indonesia
1.1 KOMODO
Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis,
adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores,
Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli
pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo
merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya
yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan
meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait
dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju
metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki
posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan
reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat
komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya
IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan.
Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan
sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk
melindungi mereka.
1.2 ORANG UTAN
Orang utan (atau orang hutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera
besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang
Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau
Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia . Mereka biasa tinggal di
pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup
pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran
rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di
atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo, orangutan
dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut , sedangkan
kerabatnya di Sumatra dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000
m dpl. hidup di hutan tropika Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan dan
Sumatra.
1.3 HARIMAU SUMATERA
Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris
sumatrae merupakan satu dari lima subspisies harimau (Panthera tigris) di dunia
yang masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk satwa langka yang juga
merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih dipunyai Indonesia
setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa
(Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera,
Indonesia. Populasinya di alam liar diperkirakan tinggal 400500 ekor. Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai
satwa yang terancam punah.
Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang
dikenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-
65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew
Kitchener, The Natural History of Wild Cats). Harimau kemudian berkembang
di kawasan timur Asia di China dan Siberia sebelum berpecah dua, salah satunya
bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau
Caspian. Sebagian lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan pergunungan
barat, dan seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan Indonesia, sebagiannya lagi
terus bergerak ke barat hingga ke India (Hemmer,1987).
Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika permukaan air laut meningkat pada
6.000 hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan
tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini
mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan subspisies harimau lainnya dan sangat
mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
1.4 BADAK JAWA
Badak Jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota
famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk
ke genus yang sama dengan badak India dan memiliki kulit bermosaik yang
menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,13,2 m dan tinggi 1,41,7 m.
Badak ini lebih kecil daripada badak India dan lebih dekat dalam besar tubuh
dengan badak Hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih
kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar.
Meski disebut Badak Jawa, binatang ini tidak terbatas hidup di pulau Jawa saja,
tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok.
Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang
ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan
adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional
Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya
berada di Taman Nasional CaTien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih
dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak Jawa diakibatkan
oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan
tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap.
Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang
terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga
menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi
pemulihan.Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi
badak Jawa masih berada pada resiko diburu, peka terhadap penyakit dan
menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam
berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua
bagi badak Jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti
tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa
akan langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi
dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.
Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional
Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.
Badak Jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di
hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir
besar. Badak Jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-
mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok terkadang dapat
berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa
tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak Jawa biasanya
menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu.
Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena
kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam.
Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan
tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak
lainnya.
1.5 BADAK SUMATERA
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu spesies badak
yang dipunyai Indonesia selain badak jawa (Rhinocerus sondaicus). Badak
sumatera (Sumatran rhino) juga merupakan spesies badak terkecil di dunia
merupakan satu dari 5 spesies badak yang masih mampu bertahan dari kepunahan
selain badak jawa, badak india, badak hitam afrika, dan badak putih afrika.
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) seperti saudara dekatnya, badak
jawa, semakin langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan populasi badak
bercula dua ini tidak mencapai 200 ekor. Wajar jika IUCN Redlist kemudian
memasukkan badak sumatera (Sumatran rhino) dalam daftar status
konservasi critically endangered (kritis; CE).
Badak sumatera dalam bahasa Inggris disebut sebagai Sumatran rhino. Sering kali
juga disebut sebagai hairy rhino lantaran memiliki rambut terbanyak ketimbang
jenis badak lainnya. Badak Sumatera dalam bahasa latin disebur
sebagai Dicerorhinus sumatrensis.
Ciri-ciri dan Habitat Badak Sumatera. Badak sumatera memiliki dua cula dengan
panjang cula depan berkisar antara 25-80 cm dan cula belakang lebih pendek
sekitar 10 cm. Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) mempunyai panjang
tubuh antara 2-3 meter dengan berat antara 600-950 kg. Tinggi satwa langka ini
berkisar antara 120-135 cm.
Habitat badak sumatera meliputi hutan rawa dataran rendah hingga hutan
perbukitan meskipun umumnya binatang langka ini menyukai hutan bervegetasi
lebat. Satwa langka bercula dua ini lebih sering terlihat di hutan-hutan sekunder
dataran rendah yang memiliki air, tempat berteduh, dan sumber makanan yang
tumbuh rendah. Makanan utama badak sumatera meliputi buah (terutama mangga
liar dan fikus), dedaunan, ranting-ranting kecil, dan kulit kayu.
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan satwa penjelajah yang
hidup dalam kelompok-kelompok kecil meskipun umumnya hidup secara soliter
(menyendiri).Pada cuaca yang cerah sering turun ke daerah dataran rendah, untuk
mencari tempat yang kering. Pada cuaca panas ditemukan berada di hutan-hutan
di atas bukit dekat air terjun.
1.6 GAJAH SUMATERA
Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) adalah yang paling kecil dari ketiga
subspesies dari Gajah Asia, dan merupakan endemic untuk Pulau Sumatra.
Sebelum terjadi perusakan besar-besaran pada habitatnya, gajah secara luas
tersebar di seluruh Sumatra pada ekosistem yang beragam, Gajah Sumatra
ditemukan sampai hutan primer pada ketinggian di atas 1,750 m di Gunung Kerinci
Barat Sumatra (Freywyssling, 1933 dalam Satiapillai. 2007).
Habitat yang paling disukai adalah hutan dataran rendah, dari berbagai ekosistem
di daerah jelajahnya. Di masa lalu, ketika habitatnya belum rusak, gajah
mengadakan migrasi luas. Pergerakan ini pada umumnya mengikuti aliran sungai.
Gajah berpindah dari daerah gunung ke dataran rendah pantai selama musim
kering dan naik ke bukit satu kali ketika hujan datang (Van Heurn, 1929; Pieters,
1938 dalam Satiapillai. 2007).
Gajah sumatera mempunyai ciri badan lebih gemuk dan lebar. Pada ujung belalai
memiliki satu bibir. Berbeda dengan Gajah Afrika, Gajah Sumatera memiliki 5
kuku pada kaki depan dan 4 kuku di kaki belakang. Berat gajah sumatera dewasa
mencapai 3.500-5000 kilogram, lebih kecil dari Gajah Afrika.
Gajah Sumatera dewasa dalam sehari membutuhkan makanan hingga 150 kilogram
dan 180 liter air. Dari jumlah itu, hanya sekitar 40% saja yang mampu diserap oleh
pencernaannya. Untuk memenuhi nafsu makan ini Gajah Sumatera melakukan
perjalanan hingga 20 km perharinya. Dengan kondisi hutan yang semakin
berkurang akibat pembalakan liar dan kebakaran hutan, tidak heran jika nafsu
makan dan daya jelajah bintang berbelalai ini sering terjadi konflik dengan
manusia.
Sebagaimana spesies gajah asia lainnya, Gajah Sumatera tidur sambil berdiri.
Selama tidur, telinganya selalu dikipas-kipaskan. Ia mampu mendeteksi
keberadaan sumber air dalam radius 5 kilometer. Gajah Sumatera, mengalami
masa kawin pada usia 10-12 tahun. Dan akan melahirkan anak 4 tahun sekali
dengan masa mengandung hingga 22 bulan.
1.6 LUTUNG JAWA
Lutung Jawa atau dalam bahasa latin disebut dengan Trachypithecus auratus
merupakan salah satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies
lutung lainnya, lutung jawa yang bisa disebut juga lutung budeng mempunyai
ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm, dengan ekor yang panjangnya mencapai 80
cm.
Lutung jawa atau lutung budeng terdiri atas dua subspesies yaitu Trachypithecus
auratus auratus dan Trachypithecus auratus
mauritius. Subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled Langur Ebony)
bisa didapati di Jawa Timur, Bali, Lombok, Palau Sempu dan Nusa Barung.
Sedangkan subspesies yang kedua, Trachypithecus auratus mauritius (Jawa Barat
Ebony Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan Banten.
1.7 ANOA
Anoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna
identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas
dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran
rendah (Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang
dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi,
Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih
bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan
dagingnya.
Baik Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) maupun Anoa Dataran Rendah
(Bubalus depressicornis) sejak tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam
binatang dengan status konservasi Terancam Punah (Endangered; EN) atau tiga
tingkat di bawah status Punah.
Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke
belakang serta meruncing dan agak memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat
dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan
mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan melawan dengan
menggunakan tanduknya.
1.8 BEKANTAN
Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis kera
berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan
satu dari dua spesies dalam genustunggal kera Nasalis.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung.
Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini
mungkin disebabkan olehseleksi alam . Kera betina lebih memilih jantan dengan
hidung besar sebagai pasangannya. panjang dan besar yang hanya ditemukan di
spesies jantan
Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai
75cm dengan berat mencapai 24kg. Kera betina berukuran 60cm dengan berat
12kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan
mengkonsumsi makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan
memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna.
Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa danhutan pantai di
pulauKalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan
hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera.
Bekantan juga dapat berenang dengan baik, kadang-kadang terlihat berenang dari
satu pulau ke pulau lain.
Bekantan merupakan maskotfauna provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus
berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan populasi habitatnya, bekantan
dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List. Spesies ini
didaftarkan dalam CITES Appendix I.
1.9 TARSIUS SULAWESI (TARSIUS SPECTRUM )
Tarsius tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu) adalah suatu jenis primata kecil,
memiliki tubuh berwarna coklat kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata
besar dengan telinga menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar.
Nama Tarsius diambil karena ciri fisik tubuh mereka yang istimewa, yaitu tulang
tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki mereka sehingga
mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon
lainnya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada
bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang
panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki
cakar yang digunakan untuk grooming.
Yang paling istimewa dari Tarsius adalah matanya yang besar. Ukuran matanya
lebih besar jika dibandingkan besar otaknya sendiri. Mata ini dapat digunakan
untuk melihat dengan tajam dalam kegelapan tetapi sebaliknya, hewan ini hampir
tidak bisa melihat pada siang hari. Kepala Tarsius dapat memutar hampir 180
derajat baik ke arah kanan maupun ke arah kiri, seperti burung hantu. Telinga
mereka juga dapat digerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa
Tarsius adalah makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan
tidur pada siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa
mereka yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan terkadang
reptil kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi
Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu,
Selayar, dan Peleng. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi
Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan balao
cengke atau tikus jongkok jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.
1.10 KANGGURU PAPUA
Kangguru, spisies yang mempunyai ciri khas kantung di perutnya (Marsupialia).
Kanguru Papua ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan
Kanguru Australia. Sayang Kanguru yang terdiri atas Kanguru tanah dan Kanguru
pohon ini mulai langka sehingga termasuk satwa Indonesia yang di lindungi dari
kepunahan.
Kangguru Papua terdiri atas dua genus yaitu dendrolagus (Kanguru Pohon)
dan thylogale (Kanguru Tanah). Kanguru pohon sebagian besar masa hidupnya
ada di pohon. Sekalipun begitu satwa tersebut juga sering turun ke tanah, misalnya
bila sedang mencari air minum. Moncong kanguru pohon bentuknya lebih runcing
jika dibandingkan dengan moncong kanguru darat. Ekornya agak panjang dan
bulat, berbulu lebat dari pangkal sampai ekornya. Sedangkan pada kanguru darat
kedua kaki depannya lebih pendek dari pada kaki belakangnya, Cakarnya pun lebih
kecil. Moncongnya agak tumpul dan tidak berbulu. Ekornya makin meruncing ke
ujung, bulunya tidak begitu lebat.
A. Kangguru Tanah (lau-lau atau paunaro):
Thylogale brunii (Dusky Pademelon)

merupakan jenis kangguru terkecil yang ada di dunia. Beratnya antara 3-6
kilogram, tetapi ada juga yang 10 kilogram. Panjang tubuhnya sekitar 90
sentimeter dengan lebar sekitar 50 sentimeter. Satwa langka yang dilindungi ini
adalah hewan endemik Papua, dan hanya terdapat di Papua di kawasan dataran
rendah di hutan-hutan di wilayah Selatan Papua, dan Papua Niugini. Di
Indonesia Thylogale brunii terdapat antara lain di Taman Nasional Wasur
(Kabupaten Merauke) dan Taman Nasional Gunung Lorentz (Mimika).
Thylogale stigmata (red-legged pademelon)

merupakan jenis yang hidup di daerah pantai selatan Papua. Thylogale


stigmata mempunyai warna kulit tubuh lebih cerah yaitu kuning kecokelatan.
Thylogale brownii (Browns pademelon)
Selain di Papua, binatang ini juga terdapat di Papua New Guinea.
B. Kangguru pohon (lau-lau):
Dendrolagus pulcherrimus

(Kanguru Pohon Mantel Emas) merupakan sejenis kanguru pohon yang hanya
ditemukan di hutan pegunungan pulau Irian. Spesies ini memiliki rambut-rambut
halus pendek berwarna coklat muda. Leher, pipi dan kakinya berwarna
kekuningan. Sisi bawah perut berwarna lebih pucat dengan dua garis keemasan
dipunggungnya. Ekor panjang dan tidak prehensil dengan lingkaran-lingkaran
terang.
Penampilan Kanguru-pohon Mantel-emas serupa dengan Kanguru pohon Hias.
Perbedaannya adalah Kanguru-pohon Mantel-emas memiliki warna muka lebih
terang atau merah-muda, pundak keemasan, telinga putih dan berukuran lebih
kecil dari Kanguru-pohon Hias. Beberapa ahli menempatkan Kanguru-pohon
Mantel-emas sebagai subspesies dari Kanguru-pohon Hias.
Kanguru-pohon Mantel-emas merupakan salah satu jenis kanguru-pohon yang
paling terancam kepunahan diantara semua kanguru pohon. Spesies ini telah
punah di sebagian besar daerah habitat aslinya
Dendrolagus goodfellowi
(disebut Kanguru Pohon Goodfellow atau kanguru pohon hias atau Goodfellows
Tree-kangaroo) merupakan jenis kanguru pohon yang paling sering ditemui. Kulit
tubuhnya berwarna cokelat sawo matang dan banyak terdapat di hutan hujan di
pulau Papua
Dendrolagus mbaiso (disebut sebagai Kanguru Pohon Mbaiso atau Dingiso)
kanguru ini ditemukan di hutan montane yang tinggi dan subalpine semak belukar
di Puncak Sudirman. Kanguru pohon ini mempunyai bulu hitam dengan kombinasi
putih di bagian dadanya.
Dengrolagus dorianus

atau disebut sebagai Kangguru Pohon Ndomea atau Dorias Tree-kangaroo.


Dendrolagus ursinus
(disebut Vogelkop Tree-kangaroo atau Kanguru Pohon Nemena) merupakan
kanguru pohon yang paling awal terklasifikasikan. Mempunyai telinga panjang dan
ekor panjang dan hitam. Dendrolagus inustus disebut juga sebagai Kanguru Pohon
Wakera atau Grizzled Tree-kangaroo.
Dendrolagus stellarum

disebut juga sebagai Seris Tree-kangaroo. Kanguru pohon ini terdapat di


Tembagapura.
1.11 BURUNG MERAK HIJAU
Merak Hijau (Green Peafowl) yang dalam bahasa ilmiah disebut Pavu
muticus adalah salah satu dari tiga spesies merak yang terdapat di dunia. Satwa
yang terdapat di Cina, Vietnam dan Indonesia ini mempunyai bulu-bulu yang
indah. Apalagi Merak Hijau jantan yang memiliki ekor panjang yang mampu
mengembang bagai kipas.
Merak Hijau (Pavu muticus) mempunyai bulu yang indah yang berwarna hijau
keemasan. Burung jantan dewasa berukuran sangat besar, dengan penutup ekor
yang sangat panjang. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak. Burung betina
berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengilap,
berwarna hijau keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Mukanya
memiliki aksen warna hitam di sekitar mata dan warna kuning cerah di sekitar
kupingnya.
Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu ekornya di depan burung
betina. Bulu-bulu penutup ekor dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk
mata. Burung betina menetaskan tiga sampai enam telur setelah mengeraminya
pada tumpukan daun dan ranting di atas tanah selama satu bulan. Anaknya akan
terus berdekatan dengan induknya hingga musim kawin berikutnya, walaupun
sudah bisa terbang pada usia yang masih sangat muda.
Dalam urusan makan, burung Merak Hijau doyan aneka biji-bijian, pucuk rumput
dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba,
cacing dan kadal kecil.
Populasi Merak Hijau tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput
di Republik Rakyat Cina, Vietnam, Myanmar dan Jawa, Indonesia. Sebelumnya
Merak Hijau ditemukan juga di India, Bangladesh dan Malaysia, namun sekarang
telah punah di sana. Meskipun berukuran besar, burung indah, langka, dan
dilindungi ini bisa terbang.
Di Indonesia, Merak Hijau hanya terdapat di Pulau Jawa. Habitatnya mulai dari
dataran rendah hingga tempat-tempat yang tinggi. Salah satunya yang masih bisa
ditemui berada di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Selain itu
diperkirakan juga masih terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman
Nasional Meru Betiri.
Populasi Merak Hijau terus berkurang. Ini diakibatkan oleh rusaknya habitat dan
perburuan liar. Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya
ataupun diperdagangkan sebagai bintang peliharaan. Untuk menghindari
kepunahan burung langka ini dilindungi undang-undang. Di Pulau Jawa kini
jumlah Merak Hijau (Pavu muticus) diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor.
1.12 BURUNG CENDRAWASIH
Cendrawasih atau paradisoaeidae apoda, minor, cicinnurus regius, dan seleudicis
melanoleuca merupakan burung khas dari Papua. Dari 43 spesies burung surga
ini, 35 di antaranya bisa ditemukan di Papua.
Burung Cendrawasih yang dianggap sebagai burung surga.
Kekhasan burung ini terdapat pada bulu indahnya. Dan bulu indah ini hanya
dimiliki oleh burung cendrawasih jantan saja. Umumnya warna-warna bulu
burung ini sangat cerah dengan kombinasi hitam, cokelat, kemerahan, oranye,
kuning, putih, biru, hijau dan ungu.
Burung ini biasanya hidup di hutan yang lebat atau di dataran rendah. Ia memiliki
kebiasaan bermain di pagi hari saat matahari mulai menampakkan cahaya di ufuk
timur.
Cendrawasih jantan memakai bulu lehernya yang menawan untuk menarik lawan
jenis. Tarian cendrawasih jantan amat memukau. Sambil bernyanyi di atas dahan,
pejantan ini bergoyang-goyang ke berbagai arah. Kadang malah bergantung
terbalik bertumpu pada dahan.
Oleh masyarakat di Papua, burung cendrawasih dipercaya sebagai titisan bidadari
tak berkaki atau Apoda, burung yang cantik tetapi tak berkaki, karena mereka
berjalan atau hanya bertengger di dahan pohon saja.
Burung Cendrawasih ini dulu populasinya cukup banyak di hutan Papua, tapi
karena terus diburu, akhirnya populasi burung ini menurun tajam dan semakin
sulit ditemui. Bukan hanya diburu, tetapi habitat berkembangbiaknya pun semakin
sempit karena banyak penebangan hutan.
1.13 BURUNG JALAK BALI
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) atau disebut juga Curik Bali adalah sejenis
burung sedang dengan panjang lebih kurang 25 cm. Burung pengicau berwarna
putih ini merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Pulau
Bali bagian barat. Burung ini juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau
Bali yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991,
satwa yang masuk kategori kritis (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN
dan nyaris punah di habitat aslinya ini dinobatkan sebagai fauna identitas (maskot)
provinsi Bali.
Jalak Bali ditemukan pertama kali oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung
berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret 1911. Nama ilmiah Jalak Bali
(Leucopsar rothschildi) dinamakan sesuai dengan nama Walter Rothschild pakar
hewan berkebangsaan Inggris yang pertama kali mendiskripsikan spesies pada
tahun 1912.
Burung Jalak Bali ini mudah dikenali dengan ciri-ciri khusus, di antaranya
memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan
sayapnya yang berwarna hitam. Jalak Bali memiliki pipi yang tidak ditumbuhi
bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Antara burung
jantan dan betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa yang secara hidupan liar (di
habitat aslinya) populasinya amat langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan
jumlah spesies ini yang masih mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar
belasan ekor saja.
Karena itu, Jalak Bali memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah
Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa
liar yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum untuk
menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa Jalak Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali hasil
penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).Dalam konvensi
perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada
Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk
diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for Conservation of Natur
and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam kategori kritis (Critically
Endangered) yang merupakan status konservasi yang diberikan
terhadap spesies yang memiliki risiko besar akan menjadi punah di alam liar atau
akan sepenuhnya punah dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di habitat aslinya disebabkan oleh
deforestasi (penggundulan hutan) dan perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999,
sebanyak 39 ekor Jalak Bali yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional
Bali Barat, di rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan
satwa yang terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan, telah didirikan pusat penangkaran yang salah
satunya berada di Buleleng, Bali sejak 1995. Selain itu sebagian besar kebun
binatang di seluruh dunia juga menjalankan program penangkaran Jalak Bali.
Tetapi tetap muncul sebuah tanya di hati saya; mungkinkah beberapa tahun ke
depan kita hanya akan menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik sangkar-
sangkar kebun binatang.
1.14 BURUNG ENGGANG
Enggang (Allo, Ruai/Arue sebutan bagi orang dayak) adalah jenis burung yang ada
di pulau Borneo. Burung enggang memiliki ukuran tubuh cukup besar, yaitu
sekitar 100 cm. Ada sekitar 8 jenis burung enggang dengan warna tubuh perpaduan
antara hitam dan putih, sedangkan warna paruhnya merupakan perpaduan warna
kuning, jingga dan merah. Ciri khas dari burung ini adalah adanya cula paruh
(casque) yang tumbuh di atas paruhnya. Burung yang makanannya buah ara ini
mempunyai tingkah laku bersarang yang khusus.
Burung enggang mempunyai kebiasaan hidup berpasang-pasangan dan cara
bertelurnya merupakan suatu daya tarik tersendiri.Pada awal masa bertelur
burung jantan membuat lubang yang terletak tinggi pada batang pohon untuk
tempat bersarang dan bertelurnya burung betina.kemudian burung jantan
memberi makan burung betinanya melalui sebuah lubang kecil selama masa
inkubasi, dan berlanjut sampai anak mereka tumbuh menjadi burung muda.
Mengapa burung Enggang ini di jadikan sebagai simbol oleh suku dayak? Burung
ini menyimbolkan suku dayak layaknya burung Merpati menyimbolkan kesucian
dan keabadian dalam keagamaan Kristiani. Karena itu pula, burung enggang ini
dijadikan sebagai contoh kehidupan bagi orang dayak untuk bermasyarakat agar
selalu mencintai dan mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak mereka
hingga menjadi seorang dayak yang mandiri dan dewasa. Namun sekarang ini
burung enggang merupakan burung langka yang sudah sangat sulit di temui di
hutan borneo, ini dikarenakan pengerusakan hutan borneo yang terus-menerus
terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal logging maupun untuk dijadikan
lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib burung enggang ini sekarang sama seperti
nasib suku Dayak di borneo yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri.
Sekarang burung ini hanya sebagai simbol dan hanya dapat dilihat dalam suatu
rekaman gambar yang menunjukkan masa kejayaannya dimasa lampau.
Burung ini hanya dapat dilihat sebagai simbol yang dilukiskan berupa motif seperti
pada gambar ini. Kasihan sekali nasib mereka. Sebagian yang tersisa darinya hanya
sebuah gambar dan segelintir bagian paruh dan bulu yang tetap di simpan rapi oleh
masyarakat suku dayak.
1.15 BURUNG KUAU
Burung kuau, burung yang sangat indah dan mempesona. Dia bukanlah burung
merak. Karena keindahannya burung ini menjadi maskot propinsi Sumatera Barat.
Tapi populasinya di alam sangat memprihatin. Beberapa strain species kuau ini
ada di pulau kalimantan dan peninsular malaya, perbedaannya ada di warna dan
corak bulunya. Di kalimantan bulu ekornya menjadi salah satu aksesoris baju
tradisional selain bulu burung enggang.
Burung ini mudah sekali dikenal karena memilki bentuk tubuh yang indah dan
spesifik. Tubuh yang jantan lebih besar dan berbulu dengan corak yang lebih
menarik daripada yang betina. Berat yang jantan dapat mencapai sekitar 11,5 kg
dan panjang tubuhnya sampai ujung ekor mendekati 2 meter. Hal ini disebabkan
oleh dua lembar bulu ekornya bagian tengah mencolok sekali panjangnya.
Umumnya bulu tubuh berwarna dasar kecoklatan dengan bundaran-bundaran
berwarna cerah serta berbintik-bintik keabu-abuan.
Kulit di sekitar kepala dan leher pada yang jantan biasanya tidak ditumuhi bulu
dan berwarna kebiruan. Pada bagian occipital (bagian belkang kepala) betina
mempunyai bulu jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar
lobang hidung berwarna kehitaman. Iris mata berwarna merah. Warna kaki
kemerahan dan tidak mempunyai taji/susuh.
Suara burung ini sangat lantang sehingga dapat terdengar dari kejauhan lebih dari
satu mil. Suara yang jantan dapat dibedakan karena mempunyai interval
pengulangan yang pendek. Sedangkan yang betina suaranya mempunyai
pengulangan dengan interval semakin cepat dan yang terakhir suaranya panjang
sekali. Burung ini mempunyai suara tanda bhaya yang cirinya pendek, tajam dan
merupakan alunan yang parau.
Burung ini suka hidup di kawasan hutan, mulai dari dataran rendah sampai pada
ketinggian sekitar 1.000 m dpl. Penyebaran burung ini adalah di Sumatera dan
Kalimantan. Juga terdapat di Asia Tenggara. Makanannya terdiri dari buah-buahan
yang jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga. Burung ini juga
suka mencari sumber air untuk minum sekitar jam sebelas siang.
Burung ini bertelur yang biasanya berjumlah dua butir, warna telurnya krem atau
kuning keputihan dengan bercak-bercak kecil diseluruh permukaan. Ukurannya
sekitar 66 x 47 mm. Telur ini dierami oleh betina selama kurang lebih 25 hari. Anak
burung ini akan mencapai tingkat dewasa kurang lebih dalam satu tahun.
1.16 BURUNG ELANG JAWA

Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan salah satu spesies elang
berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap
identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992,
burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya
menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada pertengahan
tahun 2005 di sekitar air tiga raksadi Gunung Muria Jawa Tengah. Sayang, sampai
sekarang saya belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk yang kedua
kali.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan
panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung.
Ukuran tubuh dewasa (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70
sentimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap
pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis
hitam.
Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus
cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan
perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi,
berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata.
Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini
mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam
nadanya.
Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh,
kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya
gagah dan berwibawa. Kesan jantan itulah yang barangkali mengilhami 12 negara
menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia
bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis
garuda
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan
Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam
punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang
Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur
perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari
IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau Genting (Collar et
al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993
tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa
sebagai wakil satwa langka dirgantara.
Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-
wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan
dataran rendah dengan pegunungan.
Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat minimnya
ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global dan
dampak pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar,
Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung
Halimun.
Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung
Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di
Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan
Wilis.
1.17 BURUNG KASUARI

Kasuari merupakan sebangsa burung yang mempunyai ukuran tubuh sangat besar
dan tidak mampu terbang. Kasuari yang merupakan binatang yang dilindungi di
Indonesia dan juga menjadi fauna identitas provinsi Papua Barat terdiri atas tiga
jenis (spesies). Ketiga spesies Kasuari yaitu Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius
unappendiculatus), Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius), dan Kasuari
Kerdil (Casuarius bennetti).
Burung Kasuari merupakan burung besar yang indah menawan. Namun dibalik
keindahan burung Kasuari mempunyai sifat yang agresif dan cenderung galak jika
diganggu. Burung bergrnus Casuarius ini sangat galak dan pemarah dan tidak
segan-segan mengejar korban atau para pengganggunya. Karenanya di kebun
binatangpun, Kasuari tidak dibiarkan berkeliaran bebas. Bahkan konon, The
Guinnes Book of Records memasukkan burung Kasuari sebagai burung paling
berbahaya di dunia. Meski untuk rekor ini saya belum dapat melakukan verifikasi
ke situs The Guinness Book of Records.
Kasuari merupakan burung endemik yang hanya hidup di pulau Papua dan
sekitarnya, kecuali Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) yang dapat juga
ditemukan di benua Australia bagian timur laut. Dalam bahasa Inggris, Kasuari
Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) disebut (Southern Cassowary), Kasuari
Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) disebut (Northern Cassowary)
dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) disebut sebagai (Dwarf Cassowary).
Ciri-ciri dan Tingkah Laku. Burung Kasuari mempunyai ukuran tubuh yang
berukuran sangat besar, kecuali Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) yang ukuran
tubuhnya lebih kecil. Burung Kasuari tidak dapat terbang. Burung kasuari dewasa
mempunyai tinggi mencapai 170 cm, dan memiliki bulu berwarna hitam yang keras
dan kaku.

Di atas kepalanya Kasuari memiliki tanduk yang tinggi berwarna kecokelatan.


Burung betina serupa dengan burung jantan, dan biasanya berukuran lebih besar
dan lebih dominan.
Kaki burung Kasuari sangat panjang dan kuat. Kaki ini menjadi senjata utama
burung langka dan dilindungi ini. Kaki burung Kasuari mampu menendang dan
merobohkan musuh-musuhnya, termasuk manusia, hanya dengan sekali
tendangan. Mungkin karena tendangan dan agresifitasnya ini tidak berlebihan jika
kemudian The Guinness Book of Records menganugerahinya sebagai burung paling
berbahaya di dunia.
Pada Kasuari Gelambir Ganda terdapat dua buah gelambir berwarna merah pada
lehernya dengan kulit leher berwarna biru.. Sedangkan pada Kasuari Gelambir
Tunggal (Casuarius unappendiculatus), sesuai namanya hanya mempunyai satu
gelambir.
Burung Kasuari yang termasuk satwa yang dilindungi dari keounahan ini
memakan buah-buahan yang jatuh dari pohonnya. Burung Kasuari biasa hidup
sendiri, dan berpasangan hanya pada saat musim kawin saja. Anak burung dierami
oleh Kasuari jantan.

Kasuari Kerdil
Meskipun Kasuari memiliki tubuh yang besar, namun ternyata tidak banyak yang
diketahui tentang burung endemik papua ini. Apalagi untuk spesies Kasuari
Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius
bennetti).
Habitat dan Penyebaran. Burung Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius
unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) merupakan satwa
endemik pulau Papua (Indonesia dan Papua New Guinea), sedangkan Kasuari
Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) selain di pulau Papua juga terdapat di
pulau Seram (Maluku, Indonesia) dan Australian bagian timur laut. Burung
Kasuari mempunyai habitat di daerah hutan dataran rendah termasuk di daerah
rawa-rawa.
1.18 BURUNG MALEO
Burung Maleo atau Macrocephalon Maleo, merupakan burung endemik yang hanya
bisa dijumpai di Kepulauan Sulawesi. Burung ini bisa ditemukan di hutan
pegunungan dan hutan pantai, di Sulawesi Tengah.
Sepintas penampilan burung ini biasa saja, selain jambul di kepalanya, burung ini
mirip dengan ayam. Dari penampilannya, sulit dibedakan antara burung jantan
dan betina.
Daya tarik burung Maleo justru pada telurnya, yang ukurannya lima kali lebih
besar dari telur ayam. Inilah yang menyebabkan telur burung Maleo banyak diburu
orang. Sehingga kelestariannya terancam.
Telur burung Maleo memang memiliki nilai ekonomis, yang lebih tinggi
dibandingkan telur ayam, karena bentuknya yang lebih besar. Harganya di pasar
gelap bisa mencapai 50 ribu rupiah per butir.
Burung Maleo sebenarnya dapat bertelur dua kali dalam sebulan. Namun setiap
bertelur, hanya satu telur yang dihasilkan.
Sang induk meletakkan telurnya di dalam lubang yang berpasir, yang dekat dengan
sumber air panas. Oleh karena itu, habitat asli burung ini berada di sekitar sumber
air panas, yang tanahnya berpasir.
Dari hasil riset The Nature Conservancy, sebuah LSM internasional yang bergerak
dalam konservasi lingkungan, dari sepuluh habitat burung Maleo di Taman
Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, kini hanya tinggal 4 habitat saja. Sisanya
telah rusak dan punah.
Penyebab utama terancamnya kelestarian burung Maleo tidak hanya telurnya
diambil manusia, tetapi juga ganggan dari predator alaminya, yakni biawak dan
tikus hutan.
Selain itu, pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, dan kebakaran hutan juga
menjadi penyebab rusaknya habitat asli burung Maleo. Salah satu habitat burung
Maleo yang masih dapat dijumpai di kawasan Sulawesi Tengah adalah di Saluki,
kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
Untuk mencapai Saluki, dapat ditempuh dengan menggunakan mobil hingga Desa
Tuva, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Donggala.
Desa ini berjarak sekitar 45 kilometer arah selatan dari Kota Palu, ibukota
Sulawesi Tengah. Selepas dari Desa Tuva, perjalanan dilanjutkan dengan
menggunakan sepeda motor sejauh 4 kilo meter.
Di Balai Taman Nasional Lore Lindu di Saluki inilah dilakukan upaya pelestarian
terhadap burung Maleo. Lokasi penangkaran terletak di kawasan habitat aslinya,
karena hanya di tempat semacam inilah burung maleo dapat berkembang biak.
Di lokasi ini terdapat sembilan kandang penangkaran. Telur burung Maleo
disimpan di dalam lubang tanah yang berpasir di dalam kandang, dan akan
menetas sendiri dalam waktu 76 hingga 90 hari.
Penangkaran burung Maleo ini turut melibatkan masyarakat sekitar. Salah seorang
diantaranya adalah Ambo Tuo.
Kakek tiga orang cucu berusia 60 tahun ini, bersama 10 orang warga lainnya secara
sukarela membantu polisi hutan menjaga kelestarian burung Maleo. Di 9 tempat
penangkaran di Saluki ini terdapat sekitar 178 ekor burung Maleo.
Sementara di seluruh Taman Nasional Lore Lindu, jumlah populasi burung Maleo
diperkirakan mencapai 500 ekor.
Menurut Herman Sasia, koordinator lapangan pelestarian burung Maleo Balai
Taman Nasional Lore Lindu, gangguan terbesar dalam melestarikan burung Maleo
datang dari predator alamnya, yakni biawak. Selain itu tangan jahil manusia yang
mengambil telur burung Maleo.
Kawasan Saluki di Taman Nasional Lore Lindu ini merupakan salah satu tempat
penangkaran burung Maleo, yang bisa dijadikan model bagi penyelamatan burung
langka.
Kerjasama antara petugas dan warga setempat terbukti mampu menjaga
kelestarian burung Maleo.
1.19 BURUNG KAKAK TUA RAJA
Burung Kakatua Raja (Probosciger aterrimus) adalah sejenis burung Kakatua
berwarna hitam dan berukuran besar, dengan panjang sekitar 60cm. Burung ini
memiliki kulit pipi berwarna merah dan paruh besar berwarna kehitaman. Di
kepalanya terdapat jambul besar yang dapat ditegakkan. Burung betina serupa
dengan burung jantan.
Kakatua Raja adalah satu-satunya burung di marga tunggal Probosciger. Daerah
sebaran burung ini adalah di pulau Irian dan Australia bagian utara. Pakan burung
Kakatua Raja terdiri dari biji-bijian. Paruh burung Kakatua Raja tidak dapat
tertutup rapat, dikarenakan ukuran paruh bagian atas dan bagian bawah yang
berbeda. Dan ini berguna untuk menahan dan membuka biji-bijian untuk
dikonsumsi.
1.20 HELMETED HORNBILL
Burung ini ditemukan di Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan wilayah
Sumatera. Bulu-bulu burung ini dominan berwarna hitam. Satu-satunya warna
lain pada bulu adalah putih di antara perut dan ekor burung. Burung enggang
gading umumnya memiliki kepala dan keriput pada tenggorokan yang berwarna
merah pada burung jantan dan biru pada burung betina. Kepala burung seberat
sepuluh persen dari 5,9-6,8 pon berat badannya.
1.21 KUPU KUPU DI INDONESIA
Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa negeri kita adalah seonggok tanah
surga yang dilemparkan ke bumi.
Sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai makhluk hidup di dunia ini.
Tidak terkecuali jenis serangga seperti Kupu-kupu. Bahkan diantaranya hanya
terdapat di Indonesia.
Ratusan jenis kupu-kupu hidup di Indonesia.
Menurut sebuah catatan di dunia terdapat sekitar 20.000 spesies Kupu-kupu.
Indonesia adalah negara pemilik kupu-kupu terbanyak di dunia setelah Brazil.
Indonesia memiliki sekitar 2.500 jenis kupu-kupu.
Sedangkan Brazil di hutan belantara Amazon, memiliki jenis terbanyak yaitu
sekitar 3.000 jenis kupu-kupu.
Trogonoptera brookiana

Trogonoptera brookiana

Trogonoptera brookiana

Trogonoptera brookiana
Keindahan kupu-kupu dapat kita lihat dari berbagai macam bentuk sayapnya yang
indah.
Bahkan beberapa jenis kupu-kupu di Indonesia menjadi endemik bagi suatu
daerah.Sehingga tidak akan ditemui di belahan dunia manapun seperti
Trogonoptera brookiana yang dikenal sebagai kupu-kupu raja Brooke hanya
dijumpai di Sumatera dan Kalimantan.
Sedangkan seperti Cethosia myrina.
Kupu-kupu ini dikenal sebagai kupu-kupu sayap renda yang hanya dijumpai di
Sulawesi.

Cethosia myrina

Cethosia myrina
Tingkat endemisitas yang tinggi terlihat jelas sekali pada kupu-kupu Indonesia,
yang mencapai lebih dari 35 persen dari total jumlah jenis yang menduduki
peringkat pertama di dunia.
Peru, Brasil, dan negara-negara lain di Amerika Selatan hanya memiliki tingkat
endemisitas kupu-kupu kurang dari 10 persen dari total jumlah jenisnya.
Artinya, keunikan kupu-kupu Indonesia jauh melebihi negara-negara mana pun di
dunia.
Sulawesi adalah pulau yang memiliki keunikan kupu-kupu tertinggi di Indonesia.
Dari 557 jenis yang ada di sana, sebanyak 239 jenis (lebih dari 40 persen)
merupakan jenis yang hanya dapat dijumpai di kawasan itu, contohnya Papilio
blumei.

Papilio blumei

Papilio blumei
Dari sekian banyak jenis kupu-kupu di Indonesia, ada 19 jenis yang telah
dimasukkan ke dalam daftar jenis satwa yang dilindungi di Indonesia,
yaitu Cethosia myrina yang dikenal sebagai kupu-kupu sayap renda dan hanya
dijumpai di Sulawesi,
Trogonoptera brookiana yang dikenal sebagai kupu-kupu raja Brooke yang
dijumpai di Sumatera dan Kalimantan.

Ornithoptera croesus

Ornithoptera goliath procus

Ornithoptera paradisea
Ornithoptera Priamus poseidon
16 jenis kupu-kupu dari marga Ornithoptera atau kupu-kupu sayap burung
dijumpai di Maluku dan Papua.
11 jenis kupu-kupu dari marga Troides yang dikenal sebagai kupu-kupu raja
(contohnya Troides hypolitus).
Kebanyakan dijumpai di Indonesia bagian barat dan Sulawesi, serta beberapa jenis
berada di Maluku dan Papua.
Kupu-kupu sayap burung Ornithoptera aesacus yang hanya ditemukan di Pulau Obi
(Maluku Utara).
Kupu-kupu sayap burung Ornithoptera croesus yang hanya ditemukan di pulau-
pulau di Maluku Utara.
60 Spesies Kupu-kupu terdapat di Lampung.

Troides hypolitus

Troides hypolitus

33 Binatang Khas Seluruh Propinsi di Indonesia

33 BINATANG KHAS SELURUH PROPINSI DI INDONESIA

1. CEUMPALA KUNENG (Trichixos pyrropygus) KHAS NANGGROE


ACEH DARUSSALAM
Ceumpala Kuneng atau kucica ekor kuning adalah seekor spesies burung dalam
keluarga Muscicapidae. Burung ini dapat ditemukan di Brunei, Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Habitat alaminya yaitu di hutan dataran rendah yang lembab dan rawa-rawa di daerah subtropis atau
tropis. Burung ini merupakan fauna daerah Aceh yang dikenal dengan nama cmpala
kunng dalam bahasa Aceh. Saat ini burung ini berstatus hampir terancam. Burung ini tersebar di
Semenanjung Thailand, Semenanjung Malaya, Brunei dan Indonesia. Di Indonesia burung ini hanya
ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Burung ini berukuran sedang (21 cm), berekor panjang hitam
dan jingga. Jantan menyerupai kucica hutan tetapi ekornya yang merah karat jauh lebih pendek, lebih
banyak berwarna abu-abu gelap daripada hitam, alis pendek putih dan tunggir merah karat. Betina
lebih coklat dan tidak punya alis putih. Burung remaja lebih coklat berbintik-bintik kuning merah karat.
Iris coklat; paruh hitam; kaki hitam. Kicauannya tidak semerdu kucica hutan. Seri panjang terdiri dari
siulan merdu, nada tunggal dan ganda, pi-uuu, meningkat dan menurun bergantian secara tidak
tetap. Burung yang tidak umum dijumpai di kerimbunan hutan primer dan sekunder dataran rendah
sampai ketinggian 1200 m diatas permukaan laut. Lebih menyukai hutan lembab rimbun termasuk
hutan rawa.

2. BEO NIAS (Gracula religiosa robusta) KHAS SUMATERA UTARA


Beo nias merupakan salah satu subspesies (anak jenis) burung beo yang hanya terdapat
(endemik) di pulau Nias, Sumatera Utara. Beo nias yang mempunyai ukuran paling besar
dibandingkan subspesies beo lainnya paling populer dan banyak diminati oleh para penggemar
burung beo lantaran kepandaiannya dalam menirukan berbagai macam suara termasuk ucapan
manusia. Beo Nias ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Sumatera Utara. Subspesies beo yang
mempunyai nama latin Gracula religiosa robusta ini sering disebut juga sebagai Ciong atau Tiong.
Dalam bahasa Inggris, burung endemik ini biasa disebut Common Hill Myna.Ciri dan Tingkah Laku
Beo Nias. Beo nias (Gracula religiosa robusta) termasuk burung berukuran sedang dengan panjang
tubuh sekitar 40 cm. Ukuran beo nias lebih besar dari pada jenis beo lainnya. Bagian kepala burung
beo nias berbulu pendek. Sepanjang cuping telinga beo nias menyatu di belakang kepala yang
bentuknya menggelambir ke arah leher. Gelambir cuping telinga ini berwarna kuning mencolok. Di
bagian kepala beo nias juga terdapat sepasang pial yang berwarna kuning dan terdapat di sisi kepala.
Iris mata burung endemik ini berwarna coklat gelap. Paruhnya runcing berwarna kuning agak oranye.
Hampir seluruh badan beo nias tertutup bulu yang berwarna hitam pekat, kecuali pada bagian sayap
yang berbulu putih. Kaki burung endemik nias ini berwarna kuning dengan jari-jari berjumlah empat.
Tiga jari di antaranya menghadap ke depan, sedangkan sisanya menghadap ke belakang. Habitat
dan Persebaran. Burung beo nias (Gracula religiosa robusta) merupakan satwa endemik Sumatera
Utara yang hanya bisa dijumpai di Pulau Nias dan sekitarnya seperti Pulau Babi, Pulau Tuangku,
Pulau Simo dan Pulau Bangkaru.

3. KUAU RAJA (Argusianus argus) KHAS SUMATERA BARAT


Kuau Raja atau dalam nama ilmiahnya Argusianus argus adalah salah satu burung yang
terdapat di dalam suku Phasianidae. Kuau Raja mempunyai bulu berwarna coklat kemerahan dan
kulit kepala berwarna biru. Burung jantan dewasa berukuran sangat besar, panjangnya dapat
mencapai 200 cm. Di atas kepalanya terdapat jambul dan bulu tengkuk berwarna kehitaman. Burung
jantan dewasa juga memiliki bulu sayap dan ekor yang sangat panjang, dihiasi dengan bintik-bintik
besar menyerupai mata serangga atau oceli. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan,
panjangnya sekitar 75 cm, dengan jambul kepala berwarna kecoklatan. Bulu ekor dan sayap betina
tidak sepanjang burung jantan, dan hanya dihiasi dengan sedikit oceli. Populasi Kuau Raja tersebar
di Asia Tenggara. Spesies ini ditemukan di hutan tropis Sumatra, Borneo dan Semenanjung
Malaysia. Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu sayap dan ekornya di depan burung
betina. Bulu-bulu sayapnya dibuka membentuk kipas, memamerkan "ratusan mata" di depan
pasangannya. Nama binomial spesies ini diberikan oleh Carolus Linnaeus, berdasarkan dari raksasa
bermata seratus bernama Argus di mitologi Yunani. Burung betina menetaskan hanya dua telur saja.

4. SERINDIT (Loriculus galgulus) KHAS RIAU


Serindit melayu atau dalam nama ilmiahnya Loriculus galgulus adalah sejenis burung yang
terdapat di dalam genus burung serindit Loriculus. Burung ini berukuran kecil, dengan panjang
mencapai 12 cm. Bulunya didominasi oleh warna hijau dengan bulu ekor berwarna merah. Burung
jantan dan betina serupa. Burung serindit jantan memiliki bercak kepala berwarna biru dan bercak
tenggorokan berwarna merah. Burung betina berwarna lebih kusam dibanding jantan. Populasi
Serindit melayu tersebar di hutan dataran rendah, dari permukaan laut sampai ketinggian 1.300 m di
negara Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.Serindit Melayu hidup dalam kelompok.
Burung ini memiliki kebiasaan aktif memanjat dan berjalan daripada terbang. Saat istirahat, burung
serindit menggantungkan badan ke bawah. Pakannya terdiri dari sayuran hijau, buah-buahan, padi-
padian dan aneka serangga kecil. Burung betina biasanya menetaskan antara tiga sampai empat
butir telur yang dierami sekitar 18 sampai 20 hari.

5. IKAN KAKAP (Lutjanus sanguineus) KHAS KEPULAUAN RIAU


Ikan kakap adalah ikan laut dasaran yang hidup secara berkelompok di dasar-dasar karang
atau terumbu karang. Mempunyai ciri tubuh yang bulat pipih dengan sirip memanjang sepanjang
punggung. Jenis ikan kakap yang banyak ditemui di Indonesia adalah jenis Kakap merah (L.
campechanus) beberapa jenis yang lain yang juga banyak ditemui adalah Kakap kuning, Kakap
hitam dan kakap merah. Ikan ini umumnya memangsa ikan-ikan kecil, udang. Bila kita memancing,
biasanya umpan-umpan itu yang biasa digunakan. Walau kadang juga dengan umpan jig, suka
terpancing. Bentuk tubuhnya bulat pipih memanjang dengan mempunyai sirip di bagian punggung. Di
bawah perut juga terdapat sirip. Di bagian dekat anal juga terdapat sirip analnya. Sebagai penguasa
karang, ikan kakap dilengkapi dengan gigi untuk mengoyak mangsanya. Ketika ada makanan apa
saja yang hanyut langsung disergapnya. Ikan-ikan yang paling besar di kawasannya selalu berada
paling depan untuk memburu makanan.

6. HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) KHAS JAMBI


Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat
aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan
hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically
endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN.
Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatera.
Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa
subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari. Harimau
Sumatera adalah subspesiesharimau terkecil. Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap di
antara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang
kala dempet. Harimau Sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke buntut atau
sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140 kg,
sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78
inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau Sumatera lebih tipis
daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang paling gelap dari
seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Subspesies ini juga punya
lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya
yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan
mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila
binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika
melahirkan. Harimau Sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup
di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat
yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya
tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor
lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau Sumatera mengalami ancaman
kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut
dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan
komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang
semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan
manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan
atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia.

7. IKAN BELIDA (Chitala lopis) KHAS SUMATERA SELATAN

Ikan lopis atau ikan Belida merupakan jenis ikan sungai yang tergolong
dalam suku Notopteridae (ikan berpunggung pisau). Ikan ini lebih populer dengan nama
ikan belida/belido, yang diambil dari nama salah satu sungai di Sumatera Selatan yang menjadi
habitatnya. Orang Banjar menyebutnya ikan pipih. Jenis ini dapat ditemui
di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung Malaya, meskipun sekarang sudah sulit ditangkap
karena rusaknya mutu sungai dan penangkapan. Ikan ini merupakan bahan baku untuk
sejenis kerupuk khas dari Palembang yang dikenal sebagai kemplang. Dulu lopis juga dipakai untuk
pembuatan pempek namun sekarang diganti dengan tenggiri. Tampilannya yang unik juga
membuatnya dipelihara di akuarium sebagai ikan hias. Karena berpotensi ekonomi dan terancam
punah, lembaga penelitian berusaha menyusun teknologi budidayanya. Hingga 2005, Balai Budidaya
Air Tawar Mandiangin, di Kalimantan Selatan telah mencoba membudidayakan, menangkarkan serta
memperbanyak benih ikan belida. Ikan belida ini sesungguhnya bukan milik khas orang Palembang,
karena sebarannya cukup luas mulai dari India, Thailand, Malaysia, Brunei, dan Kalimantan. Dalam
bahasa Inggris ikan ini dinamakan clown knife fish. Diberi atribut clown karena di badan ikan ada
corak bulat-bulat menyerupai pakaian badut, dan disebut knife fish karena bentuk tubuhnya yang
panjang pipih menyerupai pisau. Di Surabaya, ikan yang sudah sangat langka ini dinamakan ikan
peso/ikan pisau. Di India, ikan ini dinamakan chitala chitala.Menurut legenda orang Palembang, ikan
ini dinamakan belida, karena dia tergolong ikan yang pandai bersilat lidah.

8. MENTILIN (Tarsius bancanus) KHAS BANGKA BELITUNG


Tarsius bancanus atau Mentilin merupakan salah satu
spesies tarsius. Primata endemik Sumatera dan Kalimantan, Indonesia ini ditetapkan sebagai Fauna
identitas provinsi Bangka Belitung. Tarsius bancanus dalam bahasa Inggris sering disebut
sebagai Horsfields Tarsier atau Western Tarsier. Tarsius bancanus atau Horsfields
Tarsier mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti jenis-jenis tarsius lainnya. Panjang tubuhnya sekitar
12-15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram (jantan) dan 117 gram (betina). Bulu tubuh Tarsius
bancanus berwarna coklat kemerahan hingga abu-abu kecoklatan. Tarsius bancanus tersebar di
Indonesia (pulau Kalimantan, Sumatera, dan pulau-pulau sekitar seperti Bangka, Belitung, dan
Karimata), Malaysia (Sabah dan Serawak) dan Brunei Darussalam.

Terdapat 4 (empat) subspesies Tarsius bancanus, yaitu:

Tarsius bancanus bancanus

Tarsius bancanus borneanus

Tarsius bancanus natunensis

Tarsius bancanus saltator

9. BERUANG MADU (Helarctos malayanus) KHAS BENGKULU


Beruang madu termasuk famili ursidae dan merupakan jenis paling kecil dari kedelapan
jenis beruang yang ada di dunia. Beruang ini adalah fauna khas provinsi Bengkulu sekaligus dipakai
sebagai simbol dari provinsi tersebut. Beruang madu juga merupakan maskot dari kota Balikpapan.
Beruang madu di Balikpapan dikonservasi di sebuah hutan lindung bernama Hutan Lindung Sungai
Wain.Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50-65 kg. Bulu
beruang madu cenderung pendek, berkilau dan pada umumnya hitam, matanya
berwarna cokelat atau biru,selain itu hidungnya relatif lebar tetapi tidak terlalu moncong.
Jenis bulu beruang madu adalah yang paling pendek dan halus dibandingkan beruang lainnya,
berwarna hitam kelam atau hitam kecoklatan, di bawah bulu lehernya terdapat tanda yang unik
berwarna oranye yang dipercaya menggambarkan matahari terbit. Berbeda dengan beruang madu
dewasa, bayi beruang madu yang baru lahir memiliki bulu yang lebih lembut, tipis dan bersinar.
Karena hidupnya di pepohonan maka telapak kaki beruang ini tidak berbulu sehingga ia dapat
bergerak dengan kecepatan hingga 48 kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat.
Beruang madu hidup di hutan-hutan primer, hutan sekunder dan sering juga di lahan-lahan pertanian,
mereka biasanya berada di pohon pada ketinggian 2-7 meter dari tanah, dan suka mematahkan
cabang-cabang pohon atau membuatnya melengkung untuk membuat sarang. Habitat beruang madu
terdapat di daerah hujan tropis Asia Tenggara. Penyebarannya terdapat di
pulau Borneo, Sumatera, Indocina, Cina Selatan, Burma, serta Semenanjung malaya. Oleh karena
itulah, jenis ini tidak memerlukan masa hibernasi seperti beruang lain yang tinggal di wilayah
empat musim. Beruang madu di masa lalu diketahui tersebar hampir di seluruh benua Asia, namun
sekarang menjadi semakin jarang akibat kehilangan dan fragmentasi habitat.

10. GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) KHAS


LAMPUNG
Gajah Sumatera adalah subspesies dari gajah Asia yang hanya berhabitat di pulau
Sumatera. Gajah Sumatera berpostur lebih kecil daripada subspesies gajah India. Populasinya
semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat terancam. Sekitar 2000-2700 ekor gajah
Sumatera yang tersisa di alam liar berdasarkan survei tahun 2000. Sebanyak 65% populasi gajah
Sumatera lenyap akibat dibunuh manusia dan 30% kemungkinan diracuni manusia. Sekitar 83%
habitat gajah Sumatera telah menjadi wilayah perkebunan akibat perambahan yang agresif untuk
perkebunan. Gajah sumatera adalah mamalia terbesar di Indonesia, beratnya mencapai 6 ton dan
tumbuh setinggi 3,5 m pada bahu. Periode kehamilan untuk bayi gajah adalah 22 bulan dengan umur
rata-rata sampai 70 tahun. Herbivora raksasa ini sangat cerdas dan memiliki otak yang lebih besar
dibandingkan dengan mamalia darat lain. Telinga yang cukup besar membantu gajah mendengar
dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh seperti darah panas dingin ketika mengalir di
bawah permukaan telinga. Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air, dan memiliki
tambahan dapat memegang (menggenggam) di ujungnya yang digunakan seperti jari untuk meraup.

11. BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus) KHAS BANTEN


Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota
famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang
sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki
panjang 3,1-3,2 m dan tinggi 1,4-1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat
dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih
kecil daripada cula spesies badak lainnya. Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang
paling banyak menyebar. Meski disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau
Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies
ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan
tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40 -
50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di
alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak
lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan
untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga
sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh
kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia
Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.
Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada
pada resiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya
terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua
bagi badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan
gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah. Selain itu,
karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka
populasinya semakin terdesak. Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman
Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.

Terdapat tiga subspesies, yang hanya dua subspesies yang masih ada, sementara satu
subspesies telah punah:

Rhinoceros sondaicus sondaicus, tipe subspesies yang diketahui sebagai badak Jawa Indonesia' yang
pernah hidup di Pulau Jawa dan Sumatra. Kini populasinya hanya sekitar 40-50 di Taman Nasional
Ujung Kulon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa. Satu peneliti mengusulkan bahwa badak jawa
di Sumatra masuk ke dalam subspesies yang berbeda, R.s. floweri, tetapi hal ini tidak diterima secara
luas.

Rhinoceros sondaicus annamiticus, diketahui sebagai Badak Jawa Vietnamatau Badak Vietnam, yang
pernah hidup di sepanjang Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand dan Malaysia. Annamiticus berasal
dari deretan pegunungan Annam di Asia Tenggara, bagian dari tempat hidup spesies ini. Kini
populasinya diperkirakan lebih sedikit dari 12, hidup di hutan daratan rendah di Taman Nasional Cat
Tien, Vietnam. Analisis genetika memberi kesan bahwa dua subspesies yang masih ada memiliki
leluhur yang sama antara 300.000 dan 2 juta tahun yang lalu.

Rhinoceros sondaicus inermis, diketahui sebagai Badak jawa india, pernah hidup
di Benggala sampai Burma (Myanmar), tetapi dianggap punah pada dasawarsa awal tahun 1900-
an. Inermis berarti tanpa cula, karena karakteristik badak ini adalah cula kecil pada badak jantan, dan
tak ada cula pada betina. Spesimen spesies ini adalah betina yang tidak memiliki cula. Situasi politik
di Burma mencegah taksiran spesies ini di negara itu, tetapi keselamatannya dianggap tak dapat
dipercaya.

12. ELANG BONDOL (Haliastur indus) KHAS DKI JAKARTA


Elang bondol atau dalam nama ilmiahnya adalah Haliastur Indus adalah spesies dari genus
dari Haliastur. Burung Elang Bondol berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang.
Elang bondol yang remaja berkarakter seluruh tubuh kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna
berubah putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun
ketiga. Ujung ekor bundar.Iris coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, kaki dan tungkai kuning
suram. Ketika dewasa, karakter tubuhnya adalah kepala, leher, dada putih. Sayap, punggung, ekor
dan perut coklat terang. Kontras dengan bulu primer yang hitam. Makanannya adalah hampir semua
binatang, hidup atau mati. Di perairan, makanannya berupa kepiting dan di daratan memakan
anak ayam, serangga dan mamalia kecil. Sarang berukuran besar, dari ranting pada puncak pohon.
Telur berwarna putih, sedikit berbintik merah, jumlah 2-3 butir. Berkembang biak pada bulan Januari -
Agustus dan Mei - Juli. India, Cina selatan, Asia tenggara, Indonesia, Australia. Di Indonesia,
penyebarannya ada di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua.
Sedangkan di Indonesia dan India, dapat ditemukan di daerah pedalaman. Di Kalimantan sendiri,
elang bondol dapat ditemui di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Keberadaan elang bondol disana
melimpah.

13. MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas) KHAS


JAWA BARAT
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) atau macan kumbang adalah salah satu
subspesies dari macan tutul yang hanya ditemukan di hutan tropis, pegunungan dan kawasan
konservasi Pulau Jawa, Indonesia. Ia memiliki dua variasi: berwarna terang dan hitam (macan
kumbang). Macan tutul jawa adalah satwa indentitas Provinsi Jawa Barat. Dibandingkan dengan
macan tutul lainnya, macan tutul jawa berukuran paling kecil, dan mempunyai indra penglihatan dan
penciuman yang tajam. Subspesies ini pada umumnya memiliki bulu seperti warna sayap kumbang
yang hitam mengkilap dengan bintik-bintik gelap berbentuk kembangan yang hanya terlihat di bawah
cahaya terang. Bulu hitam Macan Kumbang sangat membantu dalam beradaptasi dengan habitat
hutan yang lebat dan gelap. Macan Kumbang betina serupa, dan berukuran lebih kecil dari jantan.
Hewan ini soliter, kecuali pada musim berbiak. Ia lebih aktif berburu mangsa di malam hari.
Mangsanya yang terdiri dari aneka hewan lebih kecil biasanya diletakkan di atas pohon. Macan tutul
merupakan satu-satunya kucing besar yang masih tersisa di Pulau Jawa. Frekuensi tipe hitam
(kumbang) relatif tinggi. Warna hitam ini terjadi akibat satu alel resesif yang dimiliki hewan ini.
Sebagian besar populasi macan tutul dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
meskipun di semua taman nasional di Jawa dilaporkan pernah ditemukan hewan ini, mulai dari Ujung
Kulon hingga Baluran. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan, penangkapan liar, serta daerah dan
populasi dimana hewan ini ditemukan sangat terbatas, macan tutul jawa dievaluasikan sebagai Kritis
sejak 2007 di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix I. Satwa ini dilindungi di
Indonesia, yang tercantum di dalam UU No.5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999.

14. KEPODANG EMAS (Oriolus chinensis) KHAS JAWA


TENGAH
Kepodang emas adalah burung berkicau (Passeriformes) yang mempunyai bulu yang indah
dan juga terkenal sebagai burung pesolek yang selalu tampil cantik, rapi dan bersih termasuk dalam
membuat sarang. Kepodang merupakan salah satu jenis burung yang sulit dibedakan
antara jantan dan betinanyaberdasarkan bentuk fisiknya. Burung kepodang termasuk jenis burung
kurungan karena dibeli oleh masyarakat sebagai penghias rumah, oleh karenanya burung ini masuk
dalam komoditas perdagangan yang membuat populasinya semakin kecil. Burung kepodang berasal
dari daratan China dan penyebarannya mulai dari India, Asia Tenggara, kepulauan Philipina,
termasuk Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Burung ini hidup di hutan-hutan terutama di daerah tropis dan sedikit di daerah sub tropis dan
biasanya hidup berpasangan . Di pulau Jawa dan Bali burung kepodang sering disebut dengan
kepodang emas. Burung kepodang berukuran relatif sedang, panjang mulai ujung ekor hingga paruh
berkisar 25 cm. Burung ini berwarna hitam dan kuning dengan strip hitam melewati mata dan
tengkuk, bulu terbang sebagian besar hitam. Tubuh bagian bawah keputih-putihan dengan burik
hitam, iris merah, bentuk paruhmeruncing dan sedikit melengkung ke bawah, ukuran panjang paruh
kurang lebih 3 cm, kaki hitam. Burung ini menghuni hutan terbuka, hutan mangrove, hutan pantai, di
tempat-tempat tersebut dapat dikenali dengan kepakan sayapnya yang kuat, perlahan, mencolok dan
terbangnya menggelombang.
15. PERKUTUT (Geopelia striata) KHAS DI YOGYAKARTA

Perkutut Jawa (Geopelia striata, familia Columbidae) adalah sejenis burungberukuran kecil,
berwarna abu-abu yang banyak dipelihara orang karena keindahan suaranya. Dalam
tradisi Indonesia, terutama Jawa, hingga keadaannya di alam mulai terancam. Perkutut masih
berkerabat dekat dengan Tekukur Biasa, Dederuk Jawa, dan merpati. Burung perkutut bertubuh kecil.
Panjangnya berkisar antara 20-25 cm. Kepalanya membulat kecil, berwarna abu-abu. Paruhnya
panjang meruncing dengan berwarna biru keabu-abuan. Mata burung perkutut bulat dengan iris
berwarna abu-abu kebiru-biruan. Lehernya agak panjang dan ditumbuhi bulu-bulu halus. Bulu
disekitar dada dan leher membentuk pola garis melintang berwarna hitam dan putih. Bulu yang
menutupi badan perkutut berwarna kecokelatan. Pada bulu sayap terdapat garis melintang berwarna
cokelat tua. Bulu ekornya yang juga berwarna cokelat agak panjang. Jari-jari perkutut berjumlah 8
dengan kuku-kuku yang runcing. Jadi jumlah jari sebelah kaki adalah 4. Tiga dari empat jarinya ada di
depan dan sebuah jari di belakang. Jari-jari perkutut berguna untuk bertengger.
16. AYAM BEKISAR (Gallus varius) KHAS JAWA TIMUR

Ayam bekisar atau ayam hutan hijau (bahasa Latin = Gallus varius) adalah nama
sejenis burung yang termasuk kelompok unggas dari suku Phasianidae, yakni keluarga
ayam, puyuh, merak, dan sempidan. Ayam hutan diyakini sebagai nenek moyang sebagian ayam
peliharaan yang ada di Nusantara. Ayam ini disebut dengan berbagai nama di berbagai tempat,
seperti canghegar atau cangehgar (Sd.), ayam alas (Jw.), ajem allas atau tarattah (Md.). Memiliki
nama ilmiah Gallus varius (Shaw, 1798), ayam ini dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Green
Junglefowl, Javan Junglefowl, Forktail, atau Green Javanese Junglefowl, merujuk pada warna dan
asal tempatnya. Ayam yang menyukai daerah terbuka dan berpadang rumput, tepi hutan dan daerah
dengan bukit-bukit rendah dekat pantai. Ayam-hutan Hijau diketahui menyebar terbatas di Jawa dan
kepulauan Nusa Tenggara termasuk Bali. Di Jawa Barat tercatat hidup hingga ketinggian 1.500 m
diatas permukaan laut, di Jawa Timur hingga 3.000 m diatas permukaan laut dan di Lombok hingga
2.400 m diatas permukaan laut. Pagi dan sore ayam ini biasa mencari makanan di tempat-tempat
terbuka dan berumput, sedangkan pada siang hari yang terik berlindung di bawah naungan tajuk
hutan. Ayam-hutan Hijau memakan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga,
serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing, kodok dan kadal kecil. Ayam ini kerap
terlihat dalam kelompok, 2-7 ekor atau lebih, mencari makanan di rerumputan di dekat
kumpulan ungulata besar seperti kerbau, sapi atau banteng. Selain memburu serangga yang terusik
oleh hewan-hewan besar itu, Ayam-hutan Hijau diketahui senang membongkar dan mengais-ngais
kotoran herbivora tersebut untuk mencari biji-bijian yang belum tercerna, atau serangga yang
memakan kotoran itu. Pada malam hari, kelompok ayam hutan ini tidur tak berjauhan di
rumpun bambu, perdu-perduan, atau daun-daun palem hutan pada ketinggian 1,5-4 m di atas tanah.
Ayam hutan hijau berbiak antara bulan Oktober-Nopember di Jawa Barat dan sekitar Maret-Juli di
Jawa Timur. Sarang dibuat secara sederhana di atas tanah berlapis rumput, dalam lindungan semak
atau rumput tinggi. Telur 3-4 butir berwarna keputih-putihan. Tak seperti keturunannya ayam
kampung, Ayam-hutan Hijau pandai terbang. Anak ayam hutan ini telah mampu terbang menghindari
bahaya dalam beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa mampu terbang seketika dan vertikal ke
cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m atau lebih. Terbang mendatar, Ayam hutan Hijau
mampu terbang lurus hingga beberapa ratus meter; bahkan diyakini mampu terbang dari pulau ke
pulau yang berdekatan melintasi laut. Ayam hutan hijau adalah kerabat dekat leluhur ayam
peliharaan, ayam hutan merah (Gallus gallus). Ayam hutan merah yang menyebar luas mulai
dari Himalaya, Tiongkok selatan, Asia Tenggara, hingga ke Sumatra dan Jawa. Pada pihak lain,
ayam-hutan hijau tersebar di Jawa, Bali dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Ayam hutan dari
Jawa Timur dikenal sebagai sumber tetua untuk menghasilkan ayam bekisar. Bekisar adalah
persilangan antara ayam hutan hijau dengan ayam kampung. Bekisar dikembangkan orang untuk
menghasilkan ayam hias yang indah bulunya, dan terutama untuk mendapatkan ayam dengan kokok
yang khas. Karena suaranya, ayam bekisar dapat mencapai harga yang sangat mahal. Bekisar juga
menjadi lambang fauna daerah Jawa Timur.

17. JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) KHAS BALI


Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah sejenis burung pengicauberukuran sedang, dengan
panjang lebih kurang 25cm, dari suku Sturnidae. Jalak Bali memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya
memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna
hitam. Bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-
abuan. Burung jantan dan betina serupa. Endemik Indonesia, Jalak Bali hanya ditemukan di hutan
bagian barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada
tahun 1991 dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini
dilindungi undang-undang. Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak
Bali dinamakan menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang
pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Jenis ini aktif
mencari makan di antara pohon dan tumbuhan bawah di hutan. Utamanya di daerah ekoton yaitu
antara kawasan berhutan dan padang rumput yang luas, serta di sepanjang hutan pinggiran sungai.
Umumnya hidup dalam kelompok kecil atau berpasangan. Jalak bali merupakan burung yang jarang
mencari makan di atas permukaan tanah namun, saat musim kering ia akan turun ke tanah untuk
mencari avertebrata. Karena penampilannya yang indah dan elok, jalak Bali menjadi salah satu
burung yang paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya
habitat hutan, serta daerah burung ini ditemukan sangat terbatas menyebabkan populasi burung ini
cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat. Untuk mencegah hal ini sampai terjadi,
sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran jalak Bali.
Ancaman utama yang dihadapi burung yang pertama kali dideskripsikan tahun 1912 ini adalah
adanya perubahan habitat alami di sepanjang barat laut pantai Bali. Ancaman lainnya adalah
penangkapan yang tidak terkendali (ilegal) untuk memenuhi pasokan pasar dunia sebagai hewan
peliharaan. Populasinya yang sangat sedikit di alam, membuat IUCN menetapkan statusnya Kritis
(Critically Endangered/CR).

18. RUSA TIMOR (Cervus timorensis) KHAS NUSA TENGGARA


BARAT
Rusa Timor atau Rusa Sunda Sambar (Rusa timorensis) adalah rusa asli
pulau Jawa, Bali dan Timor (bersama dengan Timor Leste). Ini juga merupakan spesies dikenali di
Irian Jaya, Kalimantan (Kalimantan), Kepulauan Sunda Kecil,
Maluku, Sulawesi, Australia, Mauritius, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Papua
Nugini dan Runion. Ini menempati habitat yang sama dengan yang ada pada Chitalof India
membuka hutan kering dan campuran gugur, taman, dan sabana. Ini adalah kerabat dekat yang lebih
besar Rusa Sambar . Hal ini cukup diburu di Australia timur.Rusa ini telah membentuk populasi di
daerah terpencil pulau, mungkin dibawa ke sana oleh nelayan Indonesia. Mereka beradaptasi dengan
baik, hidup nyaman di semak kering Australia seperti yang mereka lakukan di tanah air tropis
mereka. Sifat ini ditunjukkan dengan baik lebih seringnya ditemukan di
pinggiran Wollongong dan Sydney dan khususnya di Royal National Park. Ini menunjukkan terus
meningkat kuatnya populasinya. Rusa timor (Cervus timorensis) yang ditetapkan menjadi fauna
identitas Nusa Tenggara Barat, mempunyai bulu berwarna coklat kemerah-merahan hingga abu-abu
kecoklatan dengan bagian bawah perut dan ekor berwarna putih. Rusa timor dewasa mempunyai
panjang badan berkisar antara 195-210 cm dengan tinggi badan mencapai antara 91-110 cm. Rusa
timor (Cervus timorensis) mempunyai berat badan antara 103-115 kg walaupun rusa timor yang
berada dipenangkaran mampu memiliki bobot sekitar 140 kg. Ukuran rusa timor ini meskipun kalah
besar dari sambar (Cervus unicolor) namun dibandingkan dengan rusa jenis lainnya seperti rusa
bawean, dan menjangan, ukuran tubuh rusa timor lebih besar.
Subspesies Rusa Timor. Whitehead (Schroder dalam Nugroho, 1992; Semiadi, 2002)
membagi jenis rusa timor (Cervus timorensis) menjadi 8 subspesies (anak jenis), yaitu:

Cervus timorensis russa (Mul.&Schl., 1844) biasa ditemukan di Pulau Jawa.

Cervus timorensis florensis (Heude, 1896) biasa ditemukan Pulau Lombok dan Pulau Flores.

Cervus timorensis timorensis (Martens, 1936) biasa ditemukan P. Timor, P. Rate, P. Semau, P.
Kambing, P. Alor, dan P. Pantai.

Cervus timorensis djonga (Bemmel, 1949) biasa ditemukan P. Muna dan P. Buton.

Cervus timorensis molucensis (Q.&G.,1896) biasa ditemukan Kep. Maluku, P. Halmahera, P. Banda,
dan P. Seram.

Cervus timorensis macassaricus (Heude, 1896) biasa ditemukan P. Sulawesi.

Cervus timorensis renschi (Sody, 1933).

Cervus timorensis laronesietes (Bemmel, 1949)

19. KOMODO (Varanus komodoensis) KHAS NUSA


TENGGARA TIMUR
Komodo atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis),
adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang,
dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan
nama setempat ora. Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo
merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini
berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-
hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau
tempat hidup komodo, dan lajumetabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini
menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup. Komodo
ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan
membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat
aktivitas manusia dan karenanya IUCNmemasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap
kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan
sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka. Di alam
bebas, komodo dewasa biasanya memiliki berat sekitar 70 kg, namun komodo yang dipelihara di
penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada
memiliki panjang sebesar 3,13 m dan berat sekitar 166 kg, termasuk berat makanan yang belum
dicerna di dalam perutnya. Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun
bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii). Komodo
memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam
sepanjang sekitar 2,5 cm yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah
karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan.
Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di
mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan
lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata,
sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun dan memiliki potongan kecil kuning pada
tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar
belakang hitam. Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini
mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini
agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun
tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya
untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan
indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu
navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke
kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4-9,5
km. Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak
memiliki sekat rongga badan. Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit
ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan. Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya
diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang
sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan
atau lebih. Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang
meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini
terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak
untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak. Komodo
secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau
lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada
ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif pada siang hari,
walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri,
berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari
cepat hingga 20 km per jam pada jarak yang pendek berenang dengan sangat baik dan mampu
menyelam sedalam 4,5 m serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat.
Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki
belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo
lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya
memanjat pohon. Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1-3 m dengan tungkai
depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo
dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi
selanjutnya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama
bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk
atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran
hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk
menyergap rusa. Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan
bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal
dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka
akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut
kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada
luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah
mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan
komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa
menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan
beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa
yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura,
dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo. Di samping mengandung
bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya lebih dari 28 bakteri Gram-
negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut
menyebabkan septikemia pada korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa
dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu
minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah
bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus
laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian
dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan
manusia.

20. ENGGANG GADING (Rhinoplax vigil) KHAS KALIMANTAN


BARAT

Enggang Gading atau Rangkong Gading (Buceros/rhinoplax vigil) adalah burung berukuran
besar dari keluarga Bucerotidae. Burung dini ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera,
dan Kalimantan. Burung ini juga menjadi maskotProvinsi Kalimantan Barat, dan termasuk dalam
jenis fauna yang dilindungi undang-undang. Dalam budaya Kalimantan, burung Rangkong gading
(tingan) merupakan simbol "Alam Atas" yaitu alam kedewataan yang bersifat "maskulin". Di Pulau
Kalimantan, burung Rangkong gading dipakai sebagai lambang daerah atau simbol organisasi seperti
di lambang negeri Sarawak, lambang provinsi Kalimantan Barat, satwa identitas provinsi Kalimantan
Barat, simbol Universitas Lambung Mangkuratdan sebagainya. Burung Rangkong (Enggang) adalah
burung yang terdiri dari 57 spesies yang tersebar di Asia dan Afrika. 14 diantaranya terdapat di
Indonesia. Di antara enggang, jenis enggang gading adalah yang terbesar ukurannya, baik kepala,
paruh dan tanduknya yang menutupi bagian dahinya. Enggang gading adalah salah satu dari 14 jenis
burung rangkong yang ada di Indonesia dan menjadi maskot provinsi Kalimantan Barat. Karena
jumlahnya yang semakin sedikit burung ini termasuk dalam jenis fauna yang dilindungi undang-
undang. Burung Enggang Gading diwujudkan dalam bentuk ukiran pada Budaya Dayak, sedangkan
dalam budaya Banjar, burung Enggang Gading diukir dalam bentuk tersamar (didistilir)
karena Budaya Banjar tumbuh di bawah pengaruh agama Islam yang melarang adanya
ukiran makhluk bernyawa. Enggang Gading juga merupakan simbol budaya suku Naga di India timur.
Binatang yang dilindungi ini pada usia mudanya mempunyai paruh dan mahkota berwarna putih.
Seiring usianya, paruh dan mahkotanya akan berubah warna menjadi oranye dan merah, ini akibat
dari seringnya enggang menggesekkan paruh ke kelenjar penghasil warna oranye merah yang
terletak di bawah ekornya. Burung ini menyukai daun Ara sebagai makanan favoritnya, tapi tidak
jarang juga makan serangga, tikus, kadal bahkan burung kecil. Burung enggang biasa bertengger di
pohon yang tinggi, sebelum terbang Enggang memberikan tanda dengan mengeluarkan suara gak
yang keras. Ketika sudah mengudara kepakan sayap enggang mengeluarkan suara yang dramatik.
Burung ini hidup berkelompok sekitar 2 sampai 10 ekor tiap pohon. Terkadang burung terbang
bersama dalam jumlah antara 20-30 ekor. Suara enggang ini sangat khas dan nyaring sekali seakan-
akan memanggil sekawanannya di balik pohon yang rindang. Musim telurnya dari bulan April sampai
Juli dan anak-anak burung yang lebih besar membantu burung jantan dewasa menyediakan makan
bagi burung betina dan anak-anaknya yang baru menetas. Namun sekarang ini burung enggang
merupakan burung langka yang sudah sangat sulit di temui di hutan Kalimantan, ini dikarenakan
pengerusakan hutan borneo yang terus-menerus terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal
logging maupun untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib burung enggang ini sekarang
sama seperti nasib suku Dayak di borneo yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Hal ini juga
diperparah dengan maraknya perburuan yang dilakukan masyarakat sekitar. Harga persatu kepala
burung Enggang dihargai Rp. 2,5 juta. Karena harganya yang mahal banyak warga pedalaman
berlomba berburu burung tersebut dihutan.

21. KUAU KERDIL KALIMANTAN (Polyplectron


schleiermacheri) KHAS KALIMANTAN TENGAH
Kuau-kerdil Kalimantan, Polyplectron schleiermacheri, adalah jenis kuau-kerdil berukuran
sedang yang berhabitat di hutan hujan dataran rendah Pulau Kalimantan. Kuau ini adalah jenis kuau
merak yang paling langka dan sudah jarang ditemui. Cirinya adalah ukuran tubuhnya yang maksimal
dapat tumbuh sampai 50 cm dengan bintik-bintik pada tubuhnya. Kuau merak Kalimantan masih
berkerabat dengan kuau-kerdil Malaya dan kuau-kerdil Palawan. Beberapa ilmuwan menganggap
jenis ini merupakan subspesies dari kuau-kerdil Malaya. Berukuran sedang (jantan 42 cm, betina 38
cm). Pada sayap dan ekor, terdapat tanda bintik metalik berbentuk seperti mata (hijau pada jantan,
biru pada betina). Jantan: jambul hijau metalik, dada hijau keunguan mengkilap, tenggorokan dan
bercak dada putih. Betina: lebih suram dan lebih biru. Keduanya: pipi dan tenggorokan kuning pucat,
kontras dengan bulu lainnya. Iris kuning, paruh kehijauan gelap, kulit muka gundul dan merah, kaki
dan tungkai hitam (jantan dengan dua taji). Burung pemalu yang jarang ditemui, hanya diketahui di
tempat-tempat yang terpencar di hutan dataran rendah sampai ketinggian 1100 m. Hidup di hutan
primer. Bertengger di pohon, tetapi berjalan diam-diam di lantai hutan sepanjang siang. Jantan
bersuara serta memainkan sayap dan ekornya, tetapi tidak punya tempat menetap.

22. BEKANTAN (Nasalis larvatus) KHAS KALIMANTAN


SELATAN
Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis monyet berhidung
panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari
dua spesies dalam genus tunggal monyet Nasalis. Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari
monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi
dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan
oleh seleksi alam. Monyet betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya.
Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai monyet Belanda. Dalam bahasa Brunei (kxd)
disebut bangkatan. Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75
cm dengan berat mencapai 24 kg. Monyet betina berukuran 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini
juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengonsumsi makanannya. Selain
buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas
pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Borneo (Kalimantan,
Sabah, Serawak dan Brunai). Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup
dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 monyet. Sistem sosial bekantan
pada dasarnya adalah One-male group, yaitu satu kelompok terdiri dari satu jantan dewasa,
beberapa betina dewasa dan anak-anaknya. Selain itu juga terdapat kelompok all-male, yang terdiri
dari beberapa bekantan jantan. Jantan yang menginjak remaja akan keluar dari kelompok one-male
dan bergabung dengan kelompok all-male. Hal itu dimungkinkan sebagai strategi bekantan untuk
menghindari terjadinya inbreeding. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, kadang-kadang
terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain. Untuk menunjang kemampuan berenangnya, pada
sela-sela jari kaki bekantan terdapat selaputnya. Selain mahir berenang bekantan juga bisa
menyelam dalam beberapa detik, sehingga pada hidungnya juga dilengkapi semacam katup.
Bekantan merupakan maskot fauna provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan dari hilangnya habitat
hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan populasi
habitatnya, bekantan dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List. Spesies ini
didaftarkan dalam CITES Appendix I.

23. PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris) KHAS


KALIMANTAN TIMUR

Tidak ada catatan fosil. Pesut pertama kali dideskripsikan oleh Sir Richard Owen tahun 1866
berdasarkan satu spesiemen yang ditemukan tahun 1852, di pelabuhan Vishakhapatnum di pantai
timur India. Pesut adalah satalh satu spesies dari genus Orcaella. Kadang-kadang pesut terdaftar
dalam beragam famili yang terdiri dari ia sendiri dan pada Monodontidae dan
dalam Delphinapteridae. Sekarang ada persetujuan bahwa pesut termasuk famili Delphinidae. Secara
genetis, pesut berhubungan dekat dengan paus pembunuh. Nama spesies brevirostris berasal dari
bahasa Latin yang berarti berparuh pendek. Tahun 2005, analisis genetik menunjukkan bahwa lumba-
lumba sirip pendek Australia merupakan spesies kedua dari genus Orcaella. Seluruh tubuh berwarna
kelabu hingga biru tua, bagian bawahnya berwarna lebih pucat. Tidak ada pola yang khas. Sirip
punggung kecil dan membulat di tengah punggung. Dahinya tinggi dan membulat; tidak bermoncong.
Sirip tangan lebar membulat. Spesies di Kalimantan yang mirip adalah Porpoise tak
bersirip, Neophocaena phocaenoides, mirip tapi tidak punya sirip punggung: lumba-lumba
bungkuk, Sausa chinensis, lebih besar, moncong lebih panjang dan sirip punggung lebih besar.
Dalam berbagai bahasa Orcaella brevirostris (nama Latin) adalah: Inggris: Irrawaddy dolphin, Dialek
lokal Chilika: Baslnyya Magaratau Bhuasuni Magar (lumba-lumba penghasil
minyak), Oriya: Khem dan Khera, Perancis: Orcelle, Spanyol: Delfn del Irrawaddy, Jerman:Irrawadi
Delphin, Burma: Labai, Indonesia: Pesut, Melayu: Lumbalumba, Khmer: Phsout, Lao: Phaka and Fili
pino: Lampasut. Dalam bahasa Thai, salah satu namanya adalah pa loma hooa baht, karena
kepalanya yang membundar dianggap menyerupai mangkuk rahib Budhha, hooa baht. Penampilan
pesut mirip dengan beluga, meski lebih berkerabat dengan orka. Spesies ini
mempunyai melon(jaringan berlemak dan berminyak di kepala). Moncongnya tidak khas. Sirip
punggung yang terletak dua pertiga posterior di punggung, pendek, tumpul, dan segitiga. Sirip tangan
panjang dan lebar. Secara keseluruhan ia berwarna cerah, namun lebih putih di bawah tubuh
daripada di punggung. Pesut dewasa beratnya lebih dari 130 kg dan panjangnya 2,3 m psaat
dewasa. Panjang maksimum yang tercatat adalah jantan 2,75 m dari Thailand.

24. JULANG SULAWESI (Aceros cassidix) KHAS SULAWESI


SELATAN
Julang sulawesi (Aceros cassidix) adalah spesies burung rangkong dalam famili Bucerotidae.
Burung ini endemik di Sulawesi. Di daerah Minahasa. burung ini dikenal dengan nama Burung
Taong. Burung ini memiliki warna mencolok mata, dengan warna tubuh hitam, paruh kuning emas,
dan warna merah mencolok di atas paruhnya, ekor berwarna putih, warna biru di sekitar mata, kaki
kehitaman dan warna leher biru. Berukuran sangat besar (104 cm), berekor putih dan paruh
bertanduk. Jantan: tanduk merah tua; kepala, leher dan dada bungalan merah-karat. Betina: kepala
dan leher hitam, tanduk kuning lebih kecil. Panjang tubuh dapat mencapai 100 cm pada jantan, dan
88 cm pada betina. Julang Sulawesi memiliki tanduk (casque) yang besar di atas paruh, berwarna
merah pada jantan dan kuning pada betina. Paruh berwarna kuning dan memiliki kantung biru pada
tenggorokan. Julang sulawesi menghuni hutan primer dan hutan rawa. Terkadang ditemukan di hutan
sekunder yang tinggi dan petak hutan yang tersisa dengan lahan pertanian yang luas. Terkadang pula
mengunjungi hutan bakau. Julang Sulawesi biasa terbang di atas dan sekeliling tajuk dalam
kelompok-kelompok kecil yang terpisah, namun terkadang berkelompok sampai lima puluh individu
atau lebih. Ketika terbang sayapnya berbunyi berisik seperti mesin uap. Julang sulawesi adalah
spesies endemik di Pulau Sulawesi dan beberapa pulau satelit. Burung yng umum dijumpai,
menghuni hutan primer dan hutan rawa. Kadang di hutan sekunder yang tinggi dan petak-petak hutan
yang tersisa dalam lahan budidaya yang luas, juga mengunjungi hutan mangrove. Dari permukaan
laut sampai ketinggian 1100 m kadang sampai 1800 m. Makanannya antara lain buuah-buahan,
serangga, juga telur dan anakan burung. Biasanya mencari makanan di tajuk atas pohon. Musim
berbiak pada Juni-September. Bersarang pada lubang/ceruk pohon yang besar. Selama mengerami
telur, betina tidak keluar dari sarang, makanan disediakan oleh jantan. Biasanya hanya membesarkan
satu ekor anakan.Sulawesi seperti Pulau Lembeh, Kepulauan Togian, Pulau Muna dan Pulau Butung.

25. MANDAR DENGKUR (Aramidopsis plateni) KHAS


SULAWESI BARAT
Mandar dengkur (bahasa Latin: Aramidopsis plateni) adalah burung endemik Sulawesi dan
merupakan fauna identitas provinsi Sulawesi Barat. Burung ini rentan terhadap kepunahan. Tinggi
burung ini adalah 29 cm, paruhnya agak panjang, muka dan bagian bawahnya berwarna abu-
abu; tenggorokan keputih-putihan; sisi perut berpalang hitam dan putih dan paruhnya berwarna
kemerahan. Bunyi burung mandar dengkur adalah lebih terdengar mendengkur tenang selama 1-2
detik, termasuk suara singkat wheez yang diikuti cepat oleh suara dengkur ee-orrrr yang berlarut-
larut, panjang, yang dengan mudah bisa salah dikenali sebagai suara babi liar. Juga suara napas
yang singkat dan redam. Hidup berpasangan atau berkelompok dalam jumlah kecil. Sangat mencolok
ketika terbang, dengan kepakan sayap yang cepat dan kuat diselingi gerakan melayang serta saling
meneriaki. Bila sedang bersuara dari tempat bertengger, jambul ditegakkan lalu diturunkan. Jenis ini
tertekan dengan ledakan populasi yang mengejutkan selama 10-15 tahun terakhir, akibat
penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan burung dalam sangkar, dan sekarang langka
akibat kegiatan ini. Menghuni hutan primer dan sekunder yang tinggi dan tepi hutan; juga hutan
monsun (Nusa Tenggara), hutan yang tinggi bersemak, semak yang pohonnya jarang dan lahan
budidaya yang pohonnya jarang. Mandar dengkur adalah pemakan segala atau omnivora, akan tetapi
burung ini lebih sering memakan tumbuhan. Habitat mandar dengkur adalah hutan primer dan hutan
sekunder berpohon tinggi di dataran rendah hingga ketinggian 1300 m diatas permukaan laut.
26. ANOA (Bubalus depressicornis) KHAS SULAWESI
TENGGARA

Anoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus
quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang
tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan kerbau dan memiliki berat 150-300 kg.
Anak anoa akan dilahirkan sekali setahun. Kedua spesies tersebut dapat ditemukan
di Sulawesi, Indonesia. Sejak tahun 1960-an berada dalam status terancam punah. Diperkirakan saat
ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil
kulitnya, tanduknya dan dagingnya. Anoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa,
Anoa de Montana, Anoa de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle's Anoa. Sedangkan Anoa
Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.
Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta
meruncing dan agak memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya
anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan
melawan dengan menggunakan tanduknya. Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering
disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi pendek serta lebih kecil
ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut
sebagai Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines. Anoa yang menjadi fauna
identitas provinsi Sulawesi tenggara ini lebih sulit ditemukan dibandingkan anoa pegunungan. Anoa
dataran rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk
dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi). Panjang tubuhnya sekitar 150
cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk anoa dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat
tubuh anoa dataran rendah mencapai 300 kg. Anoa dataran rendah dapat hidup hingga mencapai
usia 30 tahun yang matang secara seksual pada umur 2-3 tahun. Anoa betina melahirkan satu bayi
dalam setiap masa kehamilan. Masa kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan. Anak anoa akan
mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga
tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa dataran
rendah hidup dihabitat mulai dari hutan pantai sampai dengan hutan dataran tinggi dengan ketinggian
1000 m diatas permukaan laut. Anoa menyukai daerah hutan ditepi sungai atau danau mengingat
satwa langka yang dilindungi ini selain membutuhkan air untuk minum juga gemar berendam ketika
sinar matahari menyengat. Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi)sering disebut juga sebagai
Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaa. Dalam
bahasa latin anoa pegunungan disebut Bubalus quarlesi. Anoa pegunungan mempunyai ukuran
tubuh yang lebih ramping dibandingkan anoa datarn rendah. Panjang tubuhnya sekitar 122-153 cm
dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh
dewasa sekitar 150 kg. Anoa pegunungan berusia antara 20-25 tahun yang matang secara seksual
saat berusia 2-3 tahun. Seperti anoa dataran rendah, anoa ini hanya melahirkan satu bayi dalam
setiap masa kehamilan yang berkisar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia
dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat
bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran
tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 m diatas permukaan laut meskipun terkadang anoa jenis ini
terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolismenya.
Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari. Anoa sering
berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar
pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. Tanduk anoa digunakan untuk menyibak semak-semak
atau menggali tanah Benjolan permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi,
sedangkan pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan dalam
upaya untuk melukai lawan. Ketika bersemangat, anoa pegunungan mengeluarkan suara
moo. Populasi dan Konservasi. Anoa semakin hari semakin langka dan sulit ditemukan. Bahkan
dalam beberapa tahun terakhir anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) yang menjadi maskot
provinsi Sulawesi Tenggara tidak pernah terlihat lagi. Karena itu sejak tahun 1986, IUCN Redlist
memasukkan kedua jenis anoa ini dalam status konservasi endangered (Terancam Punah). Selain
itu CITES juga memasukkan kedua satwa langka ini dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh
diperjual belikan. Pemerintah Indonesia juga memasukkan anoa sebagai salah satu satwa yang
dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Beberapa daerah yang masih terdapat satwa langka yang
dilindungi ini antaranya adalah Cagar Alam Gunung Lambusango, Taman Nasional Lore-Lindu dan
TN Rawa Aopa Watumohai (beberapa pihak menduga sudah punah). Anoa sebenarnya tida
mempunyai musuh (predator) alami. Ancaman kepunahan satwa endemik Sulawesi ini lebih
disebabkan oleh deforestasi hutan (pembukaan lahan pertanian dan pemukiman) dan perburuan
yang dilakukan manusia untuk mengambil daging, kulit, dan tanduknya.
27. MALEO SENKAWOR (Macrocephalon maleo) KHAS
SULAWESI TENGAH

Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon maleo adalah
sejenis burung gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55 cm, dan merupakan satu-
satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Yang unik dari maleo adalah, saat baru
menetas anak burung maleo sudah bisa terbang. Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram
hingga 270 gram per butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali
lipat dari ukuran telur ayam. Namun saat ini mulai terancam punah karena habitat yang semakin
sempit dan telur-telurnya yang diambil oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya kurang dari 10.000 ekor
saat ini. Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah
kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas
kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya
betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan. Tidak semua tempat
di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini, ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang
memliki sejarah geologi yang berhubungan dengan lempeng pasifik
atau Australasia. Populasi hewan endemikIndonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran
rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daerah Kabupaten Sigi (Desa
Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten Banggai. Populasi maleo di Sulawesi mengalami penurunan
sebesar 90% semenjak tahun 1950-an. Berdasarkan pantauan di Tanjung Matop, Tolitoli, Sulawesi
Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun ke tahun karena dikonsumsi dan juga
telur-telur yang terus diburu oleh warga. Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah
sekitar pantai gunung berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan
telurnya yang berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur ayam. Setelah menetas, anak
Maleo menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke dalam hutan. Berbeda dengan
anak unggas pada umumnya yang pada sayapnya masih berupa bulu-bulu halus, kemampuan sayap
pada anak maleo sudah seperti unggas dewasa, sehingga ia bisa terbang, hal ini dikarenakan nutrisi
yang terkandung di dalam telur maleo lima kali lipat dari telur biasa, anak maleo harus mencari
makan sendiri dan menghindari hewan pemangsa, seperti ular, kadal, kucing, babi hutan dan burung
elang.

28. IKAN BULALAO (Liza dussumieri) KHAS GORONTALO


Ikan Bulalao (Liza dussumieri) adalah spesies ikan berhabitat di air laut. Ikan ini mirip dengan
ikan Belanak (Valamugil seheli) yang merupakan kerabat satu familia, yaitu Mugilidae. Ikan ini
berbentuk kecil memanjang. Ikan Bulalao banyak ditemukan di kawasan Samudra Pasifik. Alternatif
kata bahasa Inggris untuk ikan Bulalao adalah dussumier mullet.

29. TANGKASI (Tarsius tarsier) KHAS SULAWESI UTARA

Tangkasi atau yang bahasa ilmiahnya Tarsius tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu/Monyet
Hantu) adalah suatu jenis primata kecil, memiliki tubuh berwarna coklat kemerahan dengan warna
kulit kelabu, bermata besar dengan telinga menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar.
Nama Tarsius diambil karena ciri fisik tubuh mereka yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang
memanjang, yang membentuk pergelangan kaki mereka sehingga mereka dapat melompat sejauh 3
meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang
tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang
panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar yang digunakan
untuk grooming. Yang paling istimewa dari Tarsius adalah matanya yang besar. Ukuran matanya lebih
besar jika dibandingkan besar otaknya sendiri. Mata ini dapat digunakan untuk melihat dengan tajam
dalam kegelapan tetapi sebaliknya, hewan ini hampir tidak bisa melihat pada siang hari. Kepala
Tarsius dapat memutar hampir 180 derajat baik ke arah kanan maupun ke arah kiri, seperti burung
hantu. Telinga mereka juga dapat digerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa. Tarsius adalah
makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Oleh sebab
itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga seperti
kecoa, jangkrik, dan kadang-kadang reptil kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-
hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti
Suwu, Selayar, dan Peleng. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina. Di Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan
"balao cengke" atau "tikus jongkok" jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia. Tarsius menghabiskan
sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon daerah teritori mereka
dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat dari pohon ke pohon. Hewan ini
bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Tarsius tidak dapat
berjalan di atas tanah, mereka melompat ketika berada di tanah.

30. BIDADARI HALMAHERA (Semioptera wallacii) KHAS


MALUKU UTARA
Burung Bidadari halmahera, Semioptera wallacii adalah jenis cendrawasihberukuran sedang,
sekitar 28 cm, berwarna cokelat-zaitun. Cendrawasih ini merupakan satu-satunya anggota
genus Semioptera. Burung jantan bermahkota warna ungu dan ungu-pucat mengkilat dan warna
pelindung dadanya hijau zamrud. Cirinya yang paling mencolok adalah dua pasang bulu putih yang
panjang yang keluar menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan atau diturunkan sesuai
keinginan burung ini. Burung betinanya yang kurang menarik berwarna cokelat zaitun dan berukuran
lebih kecil serta punya ekor lebih panjang dibandingkan burung jantan. George Robert Gray dari
Museum Inggris menamai jenis ini untuk menghormati Alfred Russel Wallace, seorang naturalis
Inggris dan pengarang buku The Malay Archipelago, orang Eropa pertama yang menemukan burung
ini pada tahun 1858. Burung Bidadari halmahera adalah burung endemik kepulauan Malukudan
merupakan jenis burung cenderawasih sejati yang tersebar paling barat. Makanannya terdiri dari
serangga, artropoda, dan buah-buahan. Burung jantan bersifat poligami. Mereka berkumpul dan
menampilkan tarian udara yang indah, meluncur dengan sayapnya dan mengembangkan bulu
pelindung dadanya yang berwarna hijau mencolok sementara bulu putih panjangnya di punggungnya
dikibar-kibarkan. Karena umum ditemukan di rentang habitatnya yang terbatas, burung Bidadari
Halmahera dievaluasi beresiko rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES
Appendix II.

31. NURI RAJA AMBON (Alisterus amboinensis) KHAS


MALUKU
Nuri-raja ambon (Alisterus amboinensis), adalah burung nuri yang endemikyang ada di Pulau
Paleng, Maluku dan Papua Barat di Indonesia. Terkadang, burung ini mengarah sebagai Nuri-raja
Ambon atau Nuri-raja Amboina, tetapi sebutan-sebutan tersebut bersifat menyesatkan, karena burung
ini juga ditemukan di banyai pulau lainnya selain terdapat di Ambon. Burung Nuri Raja Ambon sering
disebut Nuri Raja saja. Hewan ini dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Moluccan King-
parrot, Ambon King Parrot, atau Amboina King Parrot. Sedangkan dalam bahasa latin burng endemik
Maluku ini disebut Alisterus amboinensis. Nuri Raja atau Amboina King Parrot (Alisterus
amboinensis) merupakan satu dari 3 anggota King Parrot (Genus: Alisterus) selain Nuri Raja Papua
atau Papuan King Parrot (Alisterus chloropterus) dan Nuri Raja Australia atau Australian King
Parrot (Alisterus scapularis). Penampilan jantan dan betina kelihatan sama, dengan kepala dan
bagian atas badan yang didominasi dengan warna merah, sayap hijau (biru pada satu subspesies),
dan punggung dan ekor biru. Enam subspesies diakui, tetapi hanya beberapa ini yang biasa
pada avikultur. Di alam liar, burung ini mendiami hutan hujan dan memakan buah-buahan, biji-bijian
dan kuncup. Ukuran mereka 35 cm. Ekornya panjang dan lebar. Kepala dan tubuh bagian bawah
berwarna merah. Sayap mereka berwarna seluruhnya hijau gelap. Jantan dan betina mirip. Burung
yang masih muda: terdapat mantel hijau, dan lingkar mata berwarna putih. Suara nuri-raja ambon
mirip dengan suara panggilan Nuri-raja Sayap-kuning. Dapat ditemukan sampai ketinggian 1200 m.
Berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bertengger pada tajuk yang rimbun. Memakan buah-
buahan termasuk buah Lithocarpus dan buah-buahan keras lainnya.
32. CENDERAWASIH MERAH (Paradisaea rubra) KHAS PAPUA
BARAT

Cendrawasih merah atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea rubra adalah sejenis burung
pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33 cm, dari marga Paradisaea. Burung ini
berwarna kuning dan coklat, dan berparuh kuning. Burung jantan dewasa berukuran sekitar 72 cm
yang termasuk bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian
sisi perutnya, bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan diekornya terdapat dua buah tali yang
panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung
jantan, dengan muka berwarna coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan. Endemik Indonesia,
Cendrawasih merah hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di
kabupaten Raja Ampat, provinsi Irian Jaya Barat. Cendrawasih merah adalah poligami spesies.
Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya.
Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung
betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Merah terdiri dari
buah-buahan dan aneka serangga. Beberapa jenis cendrawasih yang dapat ditemui di Indonesia,
yakni cendrawasih gagak (Lycocorax pyrrhopterus), cendrawasih panji (Pteridophora alberti),
cendrawasih kerah (Lophorina superba), cendrawasih paruh-sabit kurikuri (Epimachus fastuosus),
cendrawasih botak (Cicinnurus respublica), cendrawasih raja (Cicinnurus regius), cendrawasih belah
rotan (Cicinnurus magnificus), cendrawasih bidadari halmahera (Semioptera wallacii), cendrawasih
mati kawat (Seleucidis melanoleuca), cendrawasih kuning kecil (Paradisaea minor), cendrawasih
kuning besar (Paradisaea apoda), cendrawasih raggiana (Paradisaea raggiana), cendrawasih merah
(Paradisaea rubra). Cendrawasih merah bersifat poligami spesies. Burung jantan akan memikat
pasangannya dengan ritual tarian dengan memamerkan bulu-bulu hiasannya. Musim kawin burung
cendrawasih merah terjadi pada bulan Mei hingga Agustus. Saat musim kawin, paling banyak 3-4
jantan akan memperebutkan satu betina. Padahal, di waktu normal 1-2 jantan hanya memperebutkan
satu betina. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah
dimana burung ini ditemukan sangat terbatas, Cendrawasih Merah dievaluasikan sebagai beresiko
hampir terancam di dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.

33. CENDERAWASIH 12 KAWAT (Seleucidis melanoleucus)


KHAS PAPUA

Cenderawasih 12 kawat (Cenderawasih mati-kawat) atau dalam nama ilmiahnya Seleucidis


melanoleucus adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33 cm, dari
genus tunggal Seleucidis. Burung cendrawasih 12 kawat adalah burung yang sangat mempesona.
Tidak heran kalau dijuluki burung dewata, burung yang seindah burung surga. Burung ini mempunyai
nilai budaya yang tinggi, karena selalu digunakan dalam upacara-upacara adat. Burung jantan
dewasa mempunyai bulu berwarna hitam mengilap, pada bagian sisi perutnya dihiasi bulu-bulu
berwarna kuning dan duabelas kawat berwarna hitam. Burung ini berparuh panjang lancip berwarna
hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung betina berwarna coklat, berukuran lebih kecil dari
burung jantan dan tanpa dihiasi bulu-bulu berwarna kuning ataupun keduabelas kawat di sisi
perutnya. Cenderawasih 12 kawat ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Irian. Seperti
kebanyakan spesies burung lainnya di suku Paradisaeidae, Cenderawasih Mati-kawat
adalah poligami spesies. Habitatnya adalah hutan hujan dataran rendah dekat pesisir dan hutan
sepanjang sungai-sungai di dataran rendah, terutama di hutan sagu dan pandanus. Pada umumnya
hidup di dalam hutan pamah di Irian Jaya. Pada waktu tidak terbang, burung-burung ini bertengger
pada dahan pepohonan. Penyebaran burung ini adalah di Salawati, Irian dan Papua New Guinea.
Burung jantan memikat pasangan dengan menggunakan keduabelas kawat pada ritual tariannya.
Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung
betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cenderawasih Mati-kawat
terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga. Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan
sering ditemukan di habitatnya. Cenderawasih Mati-kawat dievaluasikan sebagai Beresiko Rendah di
dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Fauna di Indonesia beranekaragam dan tersebar luas di seluruh wilayah kepulauan


Indonesia. Menurut catatan para ahli zoologi, kawasan Indonesia ditempati hampir
sekitar 2.827 jenis fauna vertebrata non ikan. Dari jumlah tersebut 848 jenis
merupakan jenis fauna endemik (jenis fauna yang hanya terdapat di Indonesia).
Bahkan, Indonesia meruapakan negara kedua di dunia setelah Brasil yang memiliki
keanekaragaman hayati.
Berdasarkan tinjauan zoologi (ilmu tentang hewan), tipe fauna di Indonesia dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
Fauna Tipe Indonesai Barat
Fauna tipe Indonesia barat ini juga disebut fauna tipe Asiatis, karena tipe fauna
disini mempunyai kesamaan dengan fauna Asia. Daerah-daerah persebaran fauna
Indonesia bagian barat ini sama dengan daerah persebaran flora Indonesia barat,
wilayahnya meliputi pulau-pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan pulau-pulau
kecil di sekitarnya. Batas persebaran fauna Asiatis bagian timur juga sama dengan
batas persebaran flora Asiatis, yaitu garis Wallace.
Fauna tipe Indonesia barat atau Asiatis ini memiliki ciri-ciri tertentu yang
membedakan dengan fauna tipe lainnya.
Ciri-ciri fauna tipe Indonesia barat
- Adanya binatang menyusui berbadan besar, seperti gajah, kerbau, sapi, dan lain-lain.
- Banyak dijumpai berbagai jenis kera
- Banyak terdapat ikan air tawar
- Jenis-jenis burung tidak banyak macamnya
- Banyak ikan berbetuk lebar dan warnanya sesuai dengan warna airnya.
Contoh fauna tipe Indonesia barat
Beberapa contoh jenis fauna Indonesia bagian barat yaitu: gajah, harimau Sumatera,
badak bercula satu, badak Sumatera, tapir, anjing hutan, musang, banteng, orang
utan, aneka monyet, aneka burung dengan ukuran tubuh relatif kecil, burung hantu,
ikan lemuyu, ikan bawal, selar, ikan kembung, ikan layang, ikan ekor kuning, dan lain-
lain.

Fauna Tipe Indonesia Tengah


<="" ins="" data-adsbygoogle-status="done" style="width: 600px; height: 280px; display:
inline-block;">

Tipe fauna Indonesia bagian tengah ini disebut juga fauna peralihan atau fauna
Australis-Asiatis. Daerah persebarannya di antara garis Wallace dan garis Webber.
Pulau dan kepulauan yang termasuk daerah persebaran fauna Indonesia tengah ini
sama dengan daerah persebaran flora Indonesia tengah.
Jenis fauna atau hewan pada daerah ini ada yang bersifat endemis (hanya dijumpai di
daerah itu saja), ada juga yang berasal dari daerah lain.
Contoh fauna tipe Indonesia tengah
Fauna atau hewan-hewan yang termasuk dalam fauna Indonesia tengah antara lain:
babi rusa, anoa, burung maleo, komodo, dan lain-lain.

Fauna Tipe Indonesia Timur


Fauna Indonesia Timur disebut juga sebagai fauna tipe Australis, sebab
banyakmempunyai kesamaan dengan fauna di Australia. Daerah penyebaran fauna tipe
Indonesia Timur ini berada mulai dari garis Webber ke timur sampai batas Provinsi
Papua dengan negara Papua Nugini.
Ciri-ciri fauna tipe Indonesia timur
- Banyak binatang menyusui berukuran kecil
- Banyak dijumpai binatang berkantung
- Jenis burung memiliki bulu berwarna-warni
- Terdapat sedikit jenis kera
- Ikan air tawar jenisnya sangat sedikit
- Ikan laut kebanyakan memiliki bentuk bulat memanjang.
Contoh fauna tipe Indonesia timur
Burung cendrawasih, burung merak, burung kasuari, burung nuri, burung kakaktua,
kanguru, Anseranas semi palmata (sejenis angsa yang hanya terdapat di Merauke saja),
kanguru pohon (Dendralogus ursinus), Gouravictor (sejenis merak dengan mahkota),
babi duri moncong panjang, dan lain sebagainya.

Kondisi Fauna Indonesia pada Masa Prasejarah


Kondisi hewan pada zaman Prasejarah pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan
kondisi saat ini. Hewan-hewan masa Praserajah seperti kera, gajah, kerbau liar, badak,
banteng, dan babi rusa sudah ada sejak zaman itu. Sebagian dari hewan-hewan
tersebut menjadi hewan buruan sebagai sumber makanan manusia prasejarah.
Sebagian hewan punah karena ditangkap dan dimakan manusia. Sedangkan sebagian
yang lain masih hidup karena kemampuannya membebaskan dari berbagai gangguan
serta dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya.

Keanekaragaman fauna di Indonesia tentunya perlu kita jaga kelestariannya. Jika


tidak, maka fauna tersebut akan terancam punah. Bangsa Indonesia tentu akan
mengalami banyak kerugian karena fauna tersebut memiliki fungsi dan peran masing-
masing pada kelangsungan ekosistem. Di samping itu, manfaat bagi manusia juga akan
hilang jika flora dan fauna tersebut punah.

Anda mungkin juga menyukai