UNI EROPA
LAPORAN PRAKTIKUM
(S1)
Oleh :
BANDUNG
2016
1
2
3
4
Daftar Riwayat Hidup Penulis
Kewarganegaraan : Indonesia
Email : magisjenatal@gmail.com
Pekerjeaan : Wiraswasta
PENDIDIKAN FORMAL
5
6
7
8
ABSTRAK
Penelitian ini membahas krisis finansial Uni Eropa yang terjadi di tahun 2009 hingga
sekarang, pada awalnya bermula dari krisis Amerika Serikat yang kemudian berdampak pada
seluruh regional dunia tak terkecuali Uni Eropa. Krisis di Uni Eropa berawal dari Negara Yunani.
Krisis di Yunani sebenarnya telah terdeteksi sejak 2008 ketika hutang Yunani sangat tinggi
daripada PDB nya, pertumbuhan ekonomi Yunani pun sangat kecil, sehingga Negara ini
terancam bangkrut. Kemudian berdampak ke Negara lain seperti Portugal, Irlandia bahkan Italia
dan Spanyol. Hal ini tentu berdampak pada kestabilan Ekonomi Uni Eropa sehingga Uni Eropa
sebagai institusi regional Eropa bergerak untuk membantu dan membenahi Krisis yang terjadi di
Negara anggotanya. Uni Eropa tidak ingin krisis Yunani dan Negara lain di Eropa semakin
meluas. Karena dampak krisis ekonomi Yunani dan Negara lain ini semakin nyata dan ancaman
kebangkrutan dan keruntuhan Uni Eropa semakin bergema.
Kerangka pemikiran yang dipakai dalam penelitian ini mulai dengan konsepsi Ekonomi
Internasional, Kerjasama Internasional, Organisasi Internasional, Politik dan Kebijakan Luar
Negeri, Regionalisme, serta Krisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, yang mana menggambarkan bagaimana krisis ekonomi di Yunani serta penyebab dan
dampak yang berakibat kepada stabilitas ekonomi di Uni Eropa.
ABSTRACT
This study discusses about the financial crisis that occurred in the European Union in
2009 until now, it originally began from the United States crisis which then affected the whole
world, and no exception, European Union regional. The crisis in the European Union came from
Greece. The crisis in Greece has actually been detected since 2008 when the Greek debt was very
high than its GDP, growth of the Greek economy is very small, so the country is threatened with
bankruptcy. Subsequently leading to other countries such as Portugal, Ireland and even Italy and
Spain. This certainly affects the economic stability of the European Union so that the European
Union as a regional institution moves to help and fix the crisis in its member States. The
European Union does not want the Greek crisis and other countries in Europe to expand. Due to
9
the impact of the economic crisis of Greece and other countries is increasingly real and the threat
of bankruptcy and the collapse of the European Union gained ground.
The framework that is used in this study begins with the conception of International
Economics, International Cooperation, International Organizations, Politics and Foreign Policy,
Regionalism, and Crisis. The method that is used in this research is descriptive method, which
illustrates how the economic crisis in Greece occured and also causes and impacts to the
economic stability in the European Union.
DAFTAR ISI
Abstrak .....................................................................................................................................vii
Abstract ....................................................................................................................................vii
BAB I .......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................1
BAB II ..................................................................................................................................22
YUNANI DAN KRISIS EKONOMI .................................................................................22
2.1 Yunani dan Krisis Akibat Hutang ..................................................................................22
2.2Bagaimana keadaan ekonomi UE setelah krisis Yunani (2009-sekarang) ......................27
2.2.1 Dampak Krisis Yunani Terhadap Perekonomian Italia .........................................30
2.2.2 Dampak Krisis Yunani Terhadap Perekonomian Spanyol ....................................32
2.2.3 Dampak Krisis Yunani Terhadap Perekonomian Perancis ...................................33
2.2.4 Implikasi Krisis Terhadap Uni Eropa ...................................................................34
2.3 Peran Uni Eropa dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Yunani .........................................35
2.3.1 Economic Adjustment Programme .......................................................................37
2.3.1.1 Penerapan Economic Adjustment Programme dalam Mengatasi
Krisis Ekonomi Yunani .......................................................................................42
2.3.2 The European Financial Stability Facility ............................................................43
2.3.2.1 Penerapan The European Financial Stability Facility dalam Mengatasi
Krisis Ekonomi Yunani .......................................................................................44
2.3.3 The Stability and Growth Pack .............................................................................45
2.3.3.1 Penerapan The Stability and Growth Pack dalam Mengatasi
Krisis Ekonomi Yunani .......................................................................................46
2.4 Analisa Peranan Uni Eropa dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Yunani .........................47
2.5 Dampak Krisis Yunani Terhadap Stabilitas Uni Eropa ..................................................50
2.5.1 Turunnya Nilai Tukar Euro dan Terancamnya Eksistensi Euro ............................54
2.5.2 Keluarnya Yunani dan Tetapnya Yunani di Uni Eropa dan Pengaruhnya Kepada
Negara lain .....................................................................................................................56
2.5.3 Tingkat kepercayaan Negara - Negara Uni Eropa Terhadap Uni Eropa ...............58
KESIMPULAN ......................................................................................................................60
Bab I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Penelitian
Yunani merupakan negara berkembang dengan standar kehidupan yang tinggi. Industri-
industri utama Yunani adalah pariwisata, perkapalan, produk industri, pemrosesan makanan dan
tembakau, tekstil, kimia, produk baja, pertambangan dan perminyakan. Pertumbuhan GDP, rata-
rata, sejak tahun 1990-an lebih tinggi daripada rata-rata negara anggota Uni Eropa.
Krisis ekonomi pada tahun 2008 telah menjadikan Yunani sebagai sorotan dunia
internasional dan sempat diisukan bahwa Yunani akan keluar dari organisasi kawasan Eropa (Uni
Eropa) yang telah terintegrasi secara ekonomi dikarenakan tidak mampu menangani krisis
finansial serta tidak mampu membayar hutang yang dimilikinya. Yunani memilik hutang
mencapai 177 persen dari produk domestik bruto, atau PDB sebesar 360 miliar atau sekitar Rp
5.000 triliun pada tahun 20152. Banyaknya utang yang harus di bayar oleh Yunani merupakan
akumulasi defisit yang telah lama terjadi dari tahun 1974. Gelombang hutang Yunani dimulai
pada tahun 1974. Saat itu Yunani memasuki babak baru pemerintahan dari junta militer menjadi
sosialis. Dengan adanya pemerintahan baru ini, Yunani butuh banyak bantuan dana guna
pembangunan infrastrukturnya. Dana utang juga banyak tersedot untuk alokasi biaya subsidi,
1 Rizky Musafir. Faktor-Faktor Penghambat Uni Eropa Dalam Usaha Perbaikan Ekonomi dan Politik
Yunani. Diakses melalui http://repository.upnyk.ac.id/1562/1/SUMMARY.pdf, pada tanggal 1 Desember
2016, pkl. 20.04 WIB.
2
2 Angga aliya, Total Utang Yunani Rp 5.000 Triliun, http://www.detik.com/finance/berita-
ekonomi-bisnis/d-2956341/total-utang-yunani-rp-5000-triliun-ini-para-pemberinya , diakses
16 Desember 2016.
dana pensiun, gaji PNS, Selain itu, buruknya kinerja birokrasi dan administrasi pajak, serta
pemborosan anggaran, membuat Yunani harus berhutang untuk menutupi kebutuhan belanja
Krisis yang dialami oleh Yunani menyebar dan mempengaruhi keadaan ekonomi Uni
Eropa. Portugal, Irlandia, Italia, dan Spanyol merupakan negara yang terkena dampak langsung
dari krisis Yunani. Baik Yunani dan kreditur Troika selaku pihak yang membantu Yunani dalam
mengatasi krisis telah mengupayakan dan mencoba berbagai kebijakan untuk mengatasi krisis
yang tengah dialami oleh Yunnai tetapi belum membuahkan hasil seperti yang diharapakan. Lynn
dalam buku BUST Greece, the Euro, and the Sovereign Debt Crisis (2011) menuliskan bahwa
belum terselesaikannya krisis di zona Eropa dikarenakan terlambatnya para petinggipetinggi di
zona Eropa dalam menyadari kondisi keuangan Yunani yang sudah tidak mampu membayar
jatuh tempo utangnya. Hal lain adalah keengganan negara-negara dengan perekonomian kuat
seperti Jerman untuk menolong Yunani pada awal krisis utang ini terjadi. Ketika krisis meletus
pada tahun 2008, kondisi Yunani sudah demikian parah sehingga menyebabkan kepanikan
terhadap pasar. Hal ini sebagaimana ditulis Lynn The Euro-zones leaders had ignored the crisis
brewing in Greece foryear after year. When it broke into the open, they tried to pretend it wasnt
their problem, then blamed everyone else, and once it threatened to overwhelm them, allowed
themselves to be rushed into a solution, while it may fixed the immidiate crisis, was only storing
up even worse problems a little further down the road.3
Kelalaian ini menandakan dua hal. Pertama, bahwa peraturan berlandaskan perjanjian
Stability and Growth pada 2003 telah gagal mengawasi prilaku negara negara anggota Uni
Eropa dan gagal dalam menerapkan sanksi. Minimnya pengawasan pada akhirnya menghasilkan
tingginya utang Yunani dan Italia pada awal krisis ini terjadi.Kedua, tidak adanya solidaritas
negara-negara anggota Uni Eropa diawal krisis ini terjadi. Sehingga Uni Eropa dianggap tidak
mempunyai legitimasi yang mumpuni untuk mengawasi negara-negara anggotanya. Hal ini
3
3 Mattew Lynn, BUST Greece, the Euro, and the Sovereign Debt Crisis, Bloomberg:
John Wiley & Sons, 2010, hal. 10
diperparah dengan pada waktu krisis terjadi tidak adanya mekanisme dalam penanganan krisis
ekonomi yang terjadi untuk menyelamatkan negara-negara di zona Eropa, sehingga krisis ini
menyerang Eropa secara tiba-tiba tanpa ada petunjuk bagaimana mengatasinya 4.
4 Zsolt Darvas, The euro crisis: ten roots, but fewer solutions ,Policy Contributions
759, Bruegel, 2012, hal. 2
3
6 Voxeurop, Interview : Paul Krugman The Euro is a shaky consturtion,
http://www.voxeurop.eu/en/content/article/2648061-paul-krugman-euro-shaky-construction,
diakses pada 07 Desember 2016.
Grauwe (2009) bahwa keengganan negara negara anggota menyerahkan kompetensi nasional
dalam hal kebijakan fiskal mengimplikasikan bahwa zona Eropa dikonstruksi diatas sebuah
kesatuan moneter namun keputusankeputusan ekonomi dan fiskal masih berada ditataran
nasional seperti yang ditulis dalam bukunya
Economics of Monetary Union bahwa The Euro Area is thus different from other
unions, which have a fiscal federal structure, in that fiscal competence remain largely at
national level7
Pernyataan D Grauwe (2009) ini dikutip dari tulisan Catania (2011) berjudul Preventing
another Euro Area Crisis: EU Economic Governance Six Pack a case of too little, too late.
Di dalam tulisan ini, Catania (2011) menjelaskan lebih dalam mengenai kesalahan Uni Eropa
dengan tidak menghiraukan kebijakan fiskal kawasan. Dikarenakan kurangnya keselarasan
antara kebijakan ekonomi dan kebijakan fiskal, perekonomian dikawasan itu cenderung
mengalami dua konflik yakni keinginan untuk menjaga fleksibilitas kebijakan nasional,
sedangkan pada saat yang bersamaan kebutuhan untuk menjaga koordinasi dan kedisiplinan
fiskal kawasan.8
Pandangan ahli lainnya, berpendapat bahwa krisis Yunani sulit untuk diselesaikan
dikarenakan integrasi ekonomi dan politik di Uni Eropa sangat tergantung dari kerja sama antara
Jerman dan Prancis sebagai dua negara kuat di Uni Eropa. Seperti yang ditulis oleh Glomb
(2011),
Pendapat ini telah terbukti dengan gagalnya perjanjian konstitusi Eropa di Roma pada 29
Oktober 2004 dikarenakan Perancis melakukan referendum berkaitan dalam masalah ini
akhirnya konstitusi Eropa pun tidak terwujud (Tempo 2005). Yunani adalah negara yang
demokratis dan dikembangkan dengan ekonomi maju berpendapatan tinggi, kualitas hidup yang
tinggi, dan standar hidup yang sangat tinggi. Yunani adalah anggota kesepuluh yang bergabung
dengan Uni Eropa dan bergabung menjadi salah satu negara Eurozone sejak tahun 200110.
Berlandaskan segenap permasalahan yang telah dijelaskan, dapat dilihat bahwa krisis yang
melanda negara-negara Euro Zone, khususnya Yunani memiliki dampak atau efek yang
signifikan dan berskala regional, terlebih dampaknya terhadap stabilitas ekonomi Kawasan.
Jika saja Yunani tidak bergabung Uni Eropa negara ini diperkirakan dapat meningkatkan
ekonomi dengan lebih banyak mencetak mata uangnya, Drachma. Hal ini akan menurunkan nilai
Drachma di pasar internasional, membuat nilai ekspor Yunani lebih kompetitif. Langkah ini juga
diperkirakan akan menurunkan suku bunga domestik, mendorong investasi domestik dan
mempermudah Yunani melunasi hutang mereka.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis menetapkan judul penelitian sebagai
berikut.
6
1. 2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas serta terkait dengan judul skripsi yang peneliti
ambil, permasalahan yang muncul dalam tema penelitian, dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:
1. 3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis berfokus pada latar belakang terjadinya krisis Negara
Yunani yang menyebabkan instabilitas ekonomi Uni Eropa. Lalu menjabarkan dampak-dampak
yang ditimbulkan krisis Yunani terhadap stabilitas ekonomi Uni Eropa. Penulis juga
memfokuskan untuk membahas terjadinya krisis Negara Yunani pada periode Tahun 2009 sampai
sekarang.Tahun 2009 merupakan tahun dimana krisis ekonomi Yunani mulai mengancam
kestabilan ekonomi global, khususnya regional (zona Eropa).
1. 4 Perumusan Masalah
7
1. 5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan jawaban akan masalah yang telah
dituangkan dalam identifikasi masalah penelitian, tentang krisis Yunani serta dampaknya
terhadap stabilitas ekonomi Uni Eropa, yang diantaranya sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pembelajaran kepada Negara - Negara lain agar tidak terjadi krisis
serupa
2. Sebagai upaya pencegahan sebelum terjadinya krisis di bidang ekonomi bagi
Negara ataupun kawasan lain
3. Sebagai peringatan bagi Negara - Negara lain di dunia bahwa krisis ekonomi
dapat terjadi kepada Negara mana saja.
4. Untuk melihat persiapan sebuah Negara dalam mensiasati sebuah konflik
ekonomi sebelum terjadinya krisis berkelanjutan.
8
1. 6 Kerangka Pemikiran
Sebagai pedoman untuk mempermudah dalam menganalisis Krisis yang tengah dialami
oleh Yunani dan impilkasinya terhadap stabilitas ekonomi Uni Eropa khususnya Euro Zone,
maka penulis menggunakan suatu kerangka teoritis yang di dalamnya berisi teori-teori serta
pandangan para pakar yang memiliki korelasi dan sesuai dengan permasalahan yang diangkat.
krisis telah membawa Yunani ke ambang kegagalan sebagai sebuah negara. Dimana krisis
sendiri menurut Three Distinc School, yang memaparkan bahwa krisis memiliki karakteristik
fundamentalis ;
Krisis fundamentalist dengan istilahnya yaitu rational panic, bahwa krisis tersebut ialah sesuatu
yang tidak dapat diantisipasi yang diikuti oleh penyesuaian nilai tukar yang terlampau besar.
Selanjutnya ada yang disebut dengan hubungan keuangan antara satu Negara dengan Negara
lain. Hal ini didukung oleh teori regionalisme yang sarat akan efek domino."11
Hal itu sejalan dengan kondisi krisis yang melanda, dengan Yunani sebagai pemicunya,
memberikan dampak yang membuat seluruh negara di kawasan tersebut turut mengalami krisis
dikaranekan kebijakan single curency, dimana jika ada negara yang mengguanakan mata uang
Euro mengalamai krisi ini sudah tentu berdampak pada negara lain yang mengguanakan mata
uang yang sama. Mau tidak mau Eropa harus bahu-membahu menangani krisis ini bersama-
sama, tetapi ketika Uni Eropa telah menyadari krisis yang terjadi itu sudah terlambat dan krisis
Economy-nya juga turut memaparkan krisis yang terjadi di Yunani dan Eropa saat ini. Keduanya
menyampaikan bahwa :
Krisis akan tercipta apabila terjadi sesuatu yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan
politik, kemudian ditambah dengan adanya krisis keuangan di Negara lain yang diduga oleh
para investor akan terjadi juga di Negara lainnya, serta adanya manipulasi pasar oleh
spekulan-spekulan besar, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya depresiasi nilai
tukar secara mendadak. Hal inilah yang menyebabkan kehancuran dalam neraca
pembayaran sehingga mengakibatkan terjadinya krisis.
Teori tersebut memperkuat eksplanasi terhadap krisis yang dialami, dimana Yunani
melakukan kecurangan dalam proses administrasi saat negara tersebut mengajukan keanggotaan
Uni Eropa. Ketika kecurangan tersebut diketahui public dan Uni Eropa sendiri, semuanya sudah
terlambat, ketika Yunani sudah di dalam krisis karena kegagalan pasar dan pembangunan
ekonomi domestiknya.
Berkaitan dengan kerjasama yang dilakukan oleh Yunani dan Uni Eropa, serta kerjasama
yang dilakukan keduanya dengan organisasi atau negara lain dalam rangka menyelesaikan krisis
ekonomi di zona eropa, penulis menyertakan konsep atau teori kerjasama internasional sebagai
acuan.
Hubungan dan kerjasama internasional muncul karena keadaan dan kebutuhan masing-
masing negara yang berbeda, sedangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki pun juga tidaklah
sama. Hal ini menjadikan negara membutuhkan kemampuan yang negara lain atau actor
diadakan satu pengaturan agar berjalan dengan tertib dan manfaatnya dapat dimaksimalkan
sehingga tumbuh rasa persahabatan dan saling pengertian antar aktor hubungan internasional
yang bekerjasama.
berikut :
a) Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai atau tujuan saling bertemu dan dapat
menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dipenuhi oleh semua pihak sekaligus.
b) Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara
lainnya akan membantu negara itu untuk mencapai kepentingan dan nilai-nilainya.
c) Persetujuan atau masalah-masalah tertentu antara dua negara atau lebih dalam rangka
memanfaatkan persamaan kepentingan atau benturan kepentingan.
d) Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi dimasa depan yang dilakukan untuk
melaksanakan persetujuan.
e) Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan setiap pihak.12
Disamping itu, kerjasama internasional bukan saja dilakukan antar negara secara
individual, tetapi juga dilakukan antar negara yang bernaung dalam organisasi atau lembaga
internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya hubungan interdependensi dan
Mencermati Tujuan utama kerjasama internasional yang dilakukan oleh Yunani dalam
penelitian ini adalah untuk mengatasi krisis ekonomi negaranya, yang tidak mampu Yunani
12 K.J Holsti. Politik IInternasional, kerangka Untuk Analisis, Jilid II. Terjemahan M. Tahrir Azhari.
Jakarta : Erlangga. 1988. Hlm. 652-653.
11
anggota terlibat. Tanpa adanya penghargaan, tidak mungkin akan dicapai suatu kerjasama seperti
yang diharapkan. Kedua, adanya keputusan bersama dalam mengatasi setiap persoalan yang
timbul. Untuk mencapai keputusan bersama, diperlukan komunikasi dan konsultasi secara
berkesinambungan. Frekuensi komunikasi dan konsultasi harus lebih tinggi dari pada
komitmen.14
hanya terletak pada identifikasi sasaran-sasaran bersama dan metode untuk mencapainya, tetapi
terletak pada pencapaian sasaran itu. Kerjasama akan diusahakan apabila manfaat yang diperoleh
kesejahteraan dan penyelesaian masalah (konflik atau krisis) diantara dua atau lebih negara yang
terkait.
Dalam penelitian ini, Uni Eropa dan Yunani memiliki tujuan dan harapan yang sama,
yaitu mengatasi krisis ekonomi yang telah terjadi di zona eropa, khususnya negara Yunani sendiri
12
14 Sjamsumar Dam dan Riswandi. Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan dan Masa Depan.
Jakarta : Ghalia Indonesia. 1995. Hlm 15-16.
yang menjadi negara dengan krisis paling parah. Keduanya baik itu Uni Eropa dan Yunani
bersama menggunakan berbagai cara yang sesuai dengan kapabilitas dan otoritasnya untuk
Penulis menyertakan teori pembuatan kebijakan yang merupakan Premis Minor (Premis
Implementatif), yang dalam penelitian ini merupakan kebijakan Uni Eropa dalam menyelesaikan krisis
Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk
mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu
bangsa pada waktu itu ditentutkan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi
kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai
macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral. Begitupula
dengan kebijakan luar negeri Yunani yang memutuskan untuk bergabung dengan Uni Eropa serta
melakukan kerjasama internasional dengan negara-negara anggotanya, merupakan bentuk Yunani dalam
diantaranya adalah :
menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran yang
spesifik;
menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional yang berkaitan dengan
tujuan kebijakan luar negeri;
menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki;
mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam
menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
melaksanakan tindakan yang diperlukan;
secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung dalam
13
menjangjau tujuan atau hasil yang dikehendaki.15
15 Ibid.
Uni Eropa yang dalam permasalahan yang penulis angkat, yang merupakan organisasi
regional, memiliki hak dan kewajiban serta otoritas dalam menyelesaikan konflik (tujuan
bersama) yang berkaitan dengan negara anggota organisasinya, hal itu penulis angkat
berlandaskan acuan yang diungkapkan oleh Teuku May Rudy, mengenai organisasi
Uni Eropa adalah sebuah IGO (International Governmental Organization) yang pada
dasarnya negara-negara anggotanya telah menyerahkan sebagian kedaulatan mereka kepada Uni
Eropa, sehingga UE dikatakan Supranational IGO. Bahkan UE telah menjadi salah satu dari
tujuan-tujuan yang diungkapkan melalui penyatuan kebijakan politik, ekonomi, sosial, luar
Peranan organisasi internasional menurut Clive Archer (1983: 136-137) adalah sebagai
Instrumen (alat/sarana), yaitu untuk mencapai kesepakatan, menekan intensitas konflik (jika ada)
dan menyelaraskan tindakan.
Arena (forum/wadah), yaitu untuk berhimpun berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan
keputusan secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-perjanjian internasional
(convention, treaty, protocol, agreement dan lain sebagainya).
Pelaku (aktor), bahwa organisasi interasional juga bisa merupakan aktor yang autonomous dan
bertindak dalam kapasitasnya sendiri sebagai organisasi internasional dan bukan lagi sekedar
pelaksanaan kepentingan anggota-anggotanya.
14
Untuk fungsi dari organisasi internasional, menurut Clive Archer (1983: 152-169) ada
sembilan fungsi dari organisasi internasional yakni sebagai berikut (T. May Rudy, 2005: 29) :
Artikulasi dan agregasi kepentingan nasional negara-negara anggota;
Menghasilkan norma-norma (rejim);
Rekrutmen;
Sosialisasi;
Pembuatan keputusan (rule making);
Penerapan keputusan (rule application);
Penilaian/penyelarasan keputusan (rule adjunstion);
Tempat memperoleh informasi;
Operasionalisasi; antara lain pelayanan teknis, penyedia bantuan.
Selain itu Robert Keohane dan Joseph Nye berpendapat bahwa hubungan antar negara
barat dicorakan oleh Interdependensi Kompleks.
Ketika terdapat derajat interdependensi yang tinggi negara-negara akan membentuk institusi-
institusi internasional untuk menghadapi masalah-masalah bersama. Institusi tersebut
memajukan kerjasama lintas batas-batas internasional dengan menyediakan informasi dan
mengurangi biaya. Institusi-institusi tersebut dapat berupa organisasi internasional formal atau
dapat berupa serangkaian persetujuan yang agak formal yang menghadapi aktivitas-aktifitas atau
isu bersama.16
Uni Eropa menjadi organisasi yang mewadahi kepentingan nasional negara-negara zona
eropa yang pada dasarnya memiliki karakteristik regionalisme, kepentingan-kepentingan tersebut
bisa kemudian diterjemahkan menjadi kerjasama antar negara anggota dan perjanjian-perjanjian
yang memberikan manfaat untuk negara-negara terkait. Namun sebelum hal itu terjadi,
organisasi regional seperti Uni Eropa jelas mengadopsi teori regionalism dalam
pembentukannya.
Fenomena globalisasi di satu sisi menjadikan dunia menjadi lebih kecil dan
memungkinkan terjadinya penyatuan wilayah baik dalam arti geografi, ekonomi, politik dan
budaya. Menurut Louis Cantori dan Steven Spiegel dalam Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, medefinisikan kawasan sebagai berikut :
15
16 Robert Jacson dan Georg Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. 2005. Hlm. 63-64.
Kawasan adalah dua atau lebih negara yang saling berinteraksi dan memiliki kedekatan geografis,
kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterkaitan sosial, sejarah dan perasaan identitas yang seringkali
meningkat disebabkan adanya aksi dan tindakan dari negara-negara di luar kawasan.
Lebih jauh, mereka membagi subordinate system ke dalam tiga bagian, yaitu core sector
(negara inti kawasan), peripheral sector (negara pinggiran kawasan) dan intrusive system (negara
eksternal kawasan yang dapat berpartisipasi dalam interaksi kawasan). Mereka juga menyatakan,
setidaknya ada empat variabel yang mempengaruhi terjadinya interaksi antara negara dalam
kawasan, yaitu sifat dan kohesivitas aktor yang akan menentukan tingkat interaksi diantara
mereka, sifat komunikasi dalam kawasan, tingkat power yang dimiliki aktor kawasan dan
struktur hubungan antar aktor dalam kawasan.
Menurut Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani dalam
Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa terdapat tiga tahap penting dalam
proses pertumbuhan regionalisme, yaitu :
Tahap pertama disebut sebagai pre-regional stage dimana beberapa negara bersepakat untuk
membentuk interaksi social bersama dalam suatu unit geografis tertentu. Tahap kedua adalah upaya-
upaya bersama untuk menciptakan saluran-saluran formal dan informal untuk menggalang kerjasama
regional yang tertata dan sistematis. Tahap terakhir adala output dari proses regionalisasi dimana
pembentukan indentitas bersama, kapasitas institusional dan legitimasi telah mencapai tingkat yang
sangat tinggi sehingga eksistensi regional mereka diakui secara internasional.
R. Stubbs dan G. Underhill yang dikutip oleh Perwita dan Yani dalam Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional memberikan uraian tentang tiga elemen utama regionalisme. Elemen
yang pertama yaitu, kesejarahan 16
masalah-masalah bersama yang dihadapi sekelompok negara
dalam sebuah lingkungan geografis. Elemen ini akan mempengaruhi derajat interaksi antar aktor
negara di suatu kawasan. Semakin tinggi kesamaan sejarah dan masalah yang dihadapi maka
akan semakin tinggi pula derajat interaksinya. Dikarenakan kesamaan sejarah dan masalah yang
dihadapi akan mendorong terciptanya kesadaran regional dan identitas yang sama (regional
awarness and identity).
Kedua, adanya keterkaitan yang sangat erat di antara mereka terhadap suatu batas
kawasan atau dimensi ruang dalam interaksi mereka (spatial dimension of regionalism).
Ketiga, terdapatnya kebutuhan bagi mereka untuk menciptakan organisasi yang dapat
membentuk kerangka legal dan institusional untuk mengatur interaksi diantara mereka dan
menyediakan aturan main dalam kawasan. Elemen ini pula yang akan mendorong terciptanya
derajat institusionalisasi di sebuah kawasan.
Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk mencapai tujuan
bersama adalah salah satu tujuan utama mengemukanya regionalisme. Dengan membentuk
organisasi regional, maka negara-negara tersebut telah menggalang bentuk kerjasama intra-
regional. Bentuk tertinggi dari kerjasama ini adalah integrasi ekonomi. Bentuk integrasi ini
terbagi kedalam dua tingkat, tingkat pertama disebut sebagai integrasi dangkal (shallow
integration) yang hanya mengacu pada upaya regional untuk mengurangi atau menghapuskan
kendala-kendala perdagangan. Sedangkan bentuk kedua berupa integrasi dalam (deep
integration) yang bertujuan untuk mencapai kesatuan ekonomi dan fiscal secara menyeluruh (full
economic and monetary union).
Bentuk kedua adalah hubungan bi-regional (dua kawasan) dan transregional (antar
kawasan). APEC yang terbentuk 17
1989 yang merupakan hasil dari bentuk trans-regional yang
meliputi kawasan Asia Pasifik, Amerika Utara dan Selatan. Kemudian adanya ASEM (Asia
Europe Meeting) yang merupakan bentuk dari bi-regional Asia dan Eropa. Lalu adanya
kerjasama antara Eropa dengan Amerika Latin yang tergabung dalam European-Latin America
Summit yang dibentuk pada 1999, serta The Africa-EU Summit antara negara-negara di Afrika
dengan Eropa.
Bentuk ketiga adalah hubungan antara kelompok regional dengan single power.
Hubungan ini merupakan bentuk campuran yang menyerupai hubungan antar kawasan. Namun
dalam banyak kasus hubungan semacam ini kerapkali memakai peranan dominan dalam
kerjasamanya. Misalnya, mengenai peran AS yang begitu menonjol dan cenderung dominan di
Eropa dan kadang mengganggu hubungan trans-atlantik AS dengan beberapa negara Uni Eropa.17
Selain itu, ketika suatu negara yang telah terintegrasikan dalam suatu regionalisme,
bahkan jika sudah terintegrasi dalam bentuk organisasi regional, akan saling memiliki
keterkaitan. Apabila suatu negara mengalami konflik atau krisis, maka dampak yang akan
diterima bukan hanya berlaku untuk satu negara bermasalah saja, tetapi akan mencakup
keseluruhan negara-negara di region atau kawasan tersebut. Ketika Yunani mengalami krisis
finansial sampai saat ini, maka dampak yang dirasakan bukan hanya bagi Yunani saja, namun
juga bagi seluruh negara yang terdapat di zona eropa dan anggota Uni Eropa.
Krisis ekonomi Yunani yang memiliki dampak domino terhadap negara-negara eropa
merupakan sebuah resiko yang harus ditanggung oleh seluruh negara kawasan eropa, termasuk
Uni Eropa di dalamnya. Hal itu dikarenakan integrasi ekonomi yang telah penulis sampaikan
pada paparan teori regionalism sebelumnya.
Tingkat analisis dalam penelitian ini menggunakan analisa induksionis, yang unit
eksplanasinya (variabel bebas), yaitu krisis Yunani (negara), terhadap unit analisis (variabel
terikat), yaitu kestabilan ekonomi di Uni Eropa (sistem/regional).
Pada penelitian ini, penulis akan menguraikan suatu kondisi dimana Uni Eropa bersama
Yunani dan negara-negara eropa lainnya yang terkait bersinergi untuk menyelesaikan krisis
ekonomi Yunani yang dapat memberikan dampak negative terhadap perekonomian regional
(zona eropa).
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Studi
Kepustakaan (Library Research), yang mana peneliti berusaha untuk mencari data melalui
pengamatan atau observasi tidak langsung dengan membaca buku, laporan (jurnal), surat kabar,
website dan artikel untuk memperoleh pengertian, pengetahuan dan data yang berkaitan dengan
bahasan penelitian.
19
a. Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan Jl. Lengkong Besar No. 68, Bandung
b. Perpustakaan FISIP Universitas Padjajaran Jl. Bukit Dago Utara No. 25, Bandung
Bab II
Regionalisme pada awalnya lebih berlandaskan pada motif yang lebih bersifat politis,
karena pasca Perang Dunia II negara-negara di dunia memandang security sebagai sesuatu yang
sangat penting. Sehingga dibutuhkan suatu collective security yang dapat menjamin keamanan
mereka. Pada era perang dingin, regionalisme terbentuk akibat adanya dua blok yang saling
berseteru yaitu blok barat dan blok timur. Selain itu, terbentuk pula Gerakan Non-Blok (GNB)
yang tidak memihak pada salah satu blok tersebut18.
Salah satu kawasan yang dianggap sebagai regionalisme baru yang berhasil di dunia
adalah kawasan Eropa. Dimana negara-negara Eropa telah berhasil menerapkan pasar bebas yang
mengurangi hambatan tarif barang dan jasa, serta menyetujui satu mata uang yang sama di
kawasan yaitu mata uang Euro. Yang akhirnya mendorong kawasan ini menuju tahap yang
20
19 ibid
21
dimana negara-negara Eropa terintegrasi dalam bidang ekonomi dan di wadahi oleh suatu
organisasi kawasan yang disebut Uni Eropa.
Akan tetapi krisis finansial yang dialami oleh Yunani pada akhir tahun 2009
menyebabkan permasalahan pada stabilitas ekonomi Eropa. Dimana krisis yang dialami oleh
Yunani menyebar dan mempengaruhi keadaan ekonomi beberapa negara anggota Uni Eropa.
Portugal, Irlandia, Italia, dan Spanyol merupakan negara yang terkena dampak langsung dari
krisis Yunani. Yunani adalah sebuah negara transkontinental yang berlokasi di tenggara benua
Eropa dengan populasi penduduk pada tahun 2015 sekitar 11 juta jiwa 20. Athena adalah ibu kota
negara dan kota terbesar, diikuti Thessaloniki sebagai kota terbesar kedua setelah Athena.
Yunani adalah negara yang demokratis dan dikembangkan dengan ekonomi maju
berpendapatan tinggi, kualitas hidup yang tinggi, dan standar hidup yang sangat tinggi. Yunani
adalah anggota kesepuluh yang bergabung dengan Uni Eropa dan bergabung menjadi salah satu
negara Eurozone sejak tahun 200121. Yunani juga merupakan anggota dari berbagai lembaga-
lembaga internasional lainnya, termasuk Dewan Uni Eropa, North Atlantic Treaty Organization
(NATO), Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), World Trade
Organization (WTO), Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE), dan
Organisation Internationale de La Francophonie (OIF).22 Yunani memiliki warisan budaya yang
unik seperti indusri pariwisata dan sektor perkapalan terkemuka dan memiliki keunggulan
20 Nelson M, Rebecca ,Greeces Debt Crisis: Overview, Policy Responses, and Implications,
Congressional Research Service: 2010.
21 Pau Blustein, 2015. Laid Low: The IMF, the Euro Zone and the First Rescue of
Greece, CIGI Paper Series,
https://www.cigionline.org/sites/default/files/cigi_paper_no.61web.pdf . Diakses pada
tanggal 16 November 2016.
22 Ronald Janssen, 2010. Greece and the IMF: Who Exactly is Being Saved?. Washington,
DC: CEPR, http://www.cepr.net/documents/publications/greece-imf-2010-07.pdf. Diakses
pada tanggal 16 November 2016.
22
geostrategi yang diklasifikasikan sebagai Middle power. Hal ini merupakan sumber
perekonomian yang terbesar di kawasan Balkan, dimana wilayah ini adalah wilayah penting
untuk menarik investor asing.
Yunani merupakan negara mediteranian pertama yang bergabung dengan Uni Eropa, ia
mendapat status Associate Member pada tahun 1962 dan mendapat keanggotaan penuh pada
tahun 1981. Untuk melamar menjadi anggota Uni Eropa, Yunani harus memenuhi tiga kritera.
Kriteria-kriteria tersebut diantaranya adalah;
1. Kriteria Wilayah, negara yang bisa bergabung dengan Uni Eropa adalah negara yang berada di
kawasan atau wilayah Eropa.
2. Kriteria Politik, negara yang bisa bergabung dengan Uni Eropa harus berada dalam kondisi
politik yang stabil.
3. Kriteria Ekonomi, negara yang bisa bergabung dengan Uni Eropa harus memiliki kemampuan
ekonomi sehinga tidak mengganggu stabilitas Uni Eropa.
Pada awal bergabungnya, Yunani hanya bisa memenuhi Kriteria Wilayah dan Kriteria
Politik. Namun setelah terjadi kudeta pada pemerintah demokratis yang terjadi pada tahun 1967,
satu- satunya yang tersisa adalah Kriteria Wilayah. Lalu setelah lama berjuang, akhirnya tahun
1981 Yunani berhasil mendapatkan keanggotaan penuh Uni Eropa. Namun perjuangan Yunani
tidak berhenti disitu saja. saat bergabung Yunani masih mengalami kesulitan beradaptasi dengan
kompetisi pasar industri Eropa Utara yang sudah lebih maju dan lebih mapan. Akibatnya terjadi
penurunan GNP (Gross National Product) per kapita yakni dari 58% GNP per kapita rata rata
negara di Uni Eropa pada tahun 1980 menjadi 52% pada tahu 1991.
Antara tahun 1980-1990an Yunani memiliki hutang yang besar terkait dengan defisit
anggaran. Sehingga ketika Maastricht Treaty (Perjanjian Uni Eropa), pada 7 Februari 1992
Yunani menjadi satu satunya anggota masyarakat Eropa (Europe Community) yang tidak dapat
memenuhi kriterianya.23 Ketika Yunani bergabung dangan Uni Eropa dan mengganti mata uang
23 Dimitris Dalakoglou, 2012. The Crisis Before The Crisis, Social Justice,
https://www.academia.edu/3073023/The_Crisis_Before_The_Crisis.html, diakses pada
tanggal 16 November 2016
23
menjadi Euro pada tahun 2001, keadaan ekonomi negara ini diprediksi akan terus tumbuh dan
diikuti dengan ledakan ekonomi namun prediksi ini seketika berubah ketika krisis keuangan
menerpa pada tahun 2008. Kala itu semua negara di Eropa mengalami resesi namun karena
Yunani merupakan salah satu negara yang paling miskin dengan hutang bertumpuk, negara itu
yang paling menderita dan mengalami dampaknya.
Yunani memilik hutangmencapai 177 persen dari produk domestik bruto, atau PDB
sebesar 360 miliar atau sekitar Rp 5.000 triliun pada tahun 2015 24. Banyaknya utang yang
harus di bayar oleh Yunani merupakan akumulasi defisit yang telah lama terjadi dari tahun
1974.Gelombang hutang Yunani dimulai pada tahun 1947. Saat itu Yunani memasuki babak baru
pemerintahan dari junta militer menjadi sosialis. Dengan adanya pemerintahan baru ini, Yunani
butuh banyak bantuan dana guna pembangunan infrastrukturnya. Dana utang juga banyak
tersedot untuk alokasi biaya subsidi, dana pensiun, gaji PNS, Selain itu, buruknya kinerja
birokrasidan administrasi pajak, serta pemborosan anggaran, membuat Yunani harus berhutang
untuk menutupi kebutuhan belanja negara yang terus membengkak. yang menyebabkan
permasalahan Yunani menjadi semakin kompleks.
Keanggotaan Yunani di Uni Eropa dan Eurozone pada awalnya tidak diterima begitu saja.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti berada di wilayah Eropa, berada dalam
kondisi politik yang stabil, dan memiliki kemampuan ekonomi sehingga tidak akan mengganggu
stabilitas Uni Eropa. Meskipun Yunani tidak memiliki ekonomi yang mapan, namun Yunani terus
berusaha untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Pada saat awal bergabung dengan Uni Eropa, Yunani mengalami kesulitan untuk
beradaptasi dengan kompetisi pasar industri Eropa Utara yang sudah lebih maju dan mapan.Pada
saat akan bergabung dengan Euro Zone, Yunani tidak memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam perjanjian Maastricht karena inflasi, defisit anggaran, utang, dan suku bunga yang tinggi
dan dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas zona euro 25. Namun, pada Januari 2002 Yunani
resmimenjadi anggota Euro Zone karena dianggap memenuhi persyaratan. Besarnya utang
Yunani yang terus menumpuk tetapi tetap tidak mendapat perhatian atau peringatan dari Uni
Eropa, sampai akhirnya pada tahun 2010 diketahui bahwa Yunani telah memalsukan dan
mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari utang pemerintah.
25 Terdapat empat kriteria utama untuk bergabung dalam euro zone, yaitu:
a Inflasi tidak boleh lebih dari 1,5% lebih tinggi daripada rata-rata tiga negara anggota
dengan inflasi terendah di Uni Eropa;
b Rasio defisit pemerintah tahunan dengan produk domestik bruto (PDB) tidak boleh
lebih dari 3% pada akhir tahun fiskal selanjutnya dan rasio utangpemerintah bruto
dengan PDB tidak boleh lebih dari 60% pada akhir tahun fiskal selanjutnya;
d Tingkat suku bunga jangka panjang nominal tidak boleh lebih dari 2% lebih tinggi
daripada di tiga negara anggota yang mengalami inflasi terendah.
Resesi global yang terjadi pada tahun 2008 sangat berdampak terhadap persatuan negara-negara
maju di kawasan Eropa (Uni Eropa), terutama negara yang tergabung dalam eurozone, pertama
terjadi krisis finansial dinegara Yunani yang kemudian merambat kepada negara-negara yang
mengguanakan mata uang Euro. Portugal, Irlandia, italia, dan spanyol merupakan negara yang
terkena dampak langsung dari krisis yunani.
Efek dari krisis yunani terhadap Uni Eropa berdampak pada melemahnya kepercayaan
publik dunia, terutama investor, terhadap kesuksesan integrasi Uni Eropa dan nilai mata uang
Euro. Yakni mata uang yang dipakai di negara-negara uni eropa lainnya yang tergabung dalam
Euro zone.krisis di Yunani juga berefek pada turunnya nilai euro terhadap dolar Amerika. Hal ini
merupakan Domino Effectyang dirasakan oleh Uni Eropa dari krisis yang berawal dari negara
pinggiran kawasan Eropayakni Yunani27.
Kondisi perekonomian UE pasca terjadi krisis Yunani sampai saat ini mendapat tekanan yang
berat terutama dari sektor keuangan pemerintah yaitu berupa defisit anggaran yang relatif
melebar dan beban hutang yang meningkat.Lebih lanjut, penggunaan hutang yang tidak efisien
dan tidak terarah semakin memberi tekanan terhadap anggaran pemerintah. Tekanan fiskal
tersebut berdampak pada melemahnya ketahanan ekonomi beberapa negara Eropa serta
berkurangnya kesempatan kerja.
Defisit fiskal beberapa negara Eropa jauh melebihi 3,0 persen per PDB. Pada tahun 2010
pelebaran defisit fiskal terjadi pada negara Irlandia yang mencapai 32,4 persen PDB lebih tinggi
dibandingkan tahun 2009 (defisit 14,3 persen PDB). Sedangkan defisit fiskal negara Yunani dan
Portugal pada tahun 2010 menurun menjadi 10,5 persen PDB dan 9,1 persen PDB dari
sebelumnya sebesar 15,4 persen PDB dan 10,1 persen PDB di tahun 2009.
Defisit yang besar serta penggunaan hutang yang tidak efisien dan tidak terarah semakin
menambah beban hutang beberapa negara Eropa hingga lebih dari setengah PDB. Negara
Yunani, Irlandia, dan Portugal memiliki hutang per PDB yang lebih tinggi dari tahun 2009 yaitu
masing-masing sebesar 144,9 persen, 96,2 persen, dan 93,0 persen. Hutang pemerintah per PDB
Negara lapisan kedua yaitu Italia dan Spanyol masing-masing mencapai 119,0 persen dan 60,1
persen lebih tinggi dibandingkan hutang negara-negara tersebut di tahun 2009 yaitu sebesar
116,1 persen dan 53,3 persen. Demikian pula kondisi hutang negara penopang Eropa yaitu
Jerman dan Perancis memiliki hutang per PDB yang relatif tinggi yaitu sebesar 83,2 persen dan
81,7 persen pada tahun 2010.
Sejak awal krisis keuangan melanda Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 2008telah
terjadi kenaikan angka tingkat pengangguran di Eropa. Tingkat pengangguran mencapai dua digit
terutama pada negara-negara lapisan pertama yang terkena krisis. Tingkat pengangguran di
Yunani mencapai 18,3 persen pada bulan Agustus 2011 atau bertambah sebesar 10,6 persen poin
sejak awal krisis tahun 2008. Sementara itu, Spanyol juga menghadapi kondisi serupa dimana
pada bulan Oktober 2011 tingkat pengangguran mencapai 22,8 persen, 11,5 persen poin lebih
tinggi dibandingkan tahun 2008. Angka pengangguran di Jerman yang sempat meningkat pada
tahun 2009 sebagai imbas krisis keuangan pada tahun 2008 dapat diturunkan kembali hingga
mencapai 5,5 persen pada bulan Oktober 201128.
Negara-negara Eurozone yang juga mengalami kondisi relatif sama seperti Yunani (defisit
anggaran dan hutang publik pemerintah yang sangat besar) antara lain Irlandia, Portugal,
Spanyol, dan Italia. Menurut laporan tahunan Komisi Eropa yang dikeluarkan di Brussels,
Belgia, 12 September 2011, negara-negara tersebut menghadapi potensi krisis utang lebih
parah29.
Menurut laporan tahunan dari Komisi Eropa, rasio utang publik terhadap PDB di 17
negara Eurozone terus meroket setelah krisis ekonomi global 2008-2009. Untuk tahun 2011,
rasio itu diperkirakan mencapai hampir 88 persen dan akan bertambah menjadi 88,7 persen dari
PDB pada tahun 2012. Krisis ekonomi kawasan eurozone yang dipicu oleh besarnya utang
pemerintah sebenarnya mulai mengakar sejak tahun 2000, dimana rasio utang pemerintah Negara
- negara di kawasan Eropa meningkat secara signifikan. Rasio utang Yunani yang pada tahun
2000 hanya sebesar 77% dari PDB nya, pada tahun 2012 mencapai 170%. Nilai ini diprediksi
IMF akan tumbuh menjadi diatas 180% pada tahun 2013.
Meningkatnya utang negara ini terjadi karena defisit anggaran yang terus berlanjut.
Kondisi ini jelas bertentangan dengan aturan Maastricht Treaty, dimana dinyatakan dalam aturan
ini bahwa utang negara tidak boleh lebih dari 60% dari PDB dan defisit maksimal adalah sebesar
3% dari PDB. Teorinya, jika melewati angka itu, tentunya akan menciptakan ketidakstabilan
ekonomi di kawasan Uni Eropa
Krisis yang melanda Yunani akhirnya menyebar ke negara eurozone lainnya yang terjadi
akibat keterikatan mereka dalam penggunaan mata uang Euro. Negara berikutnya ynag terkena
imbas dari krisis Yunani adalah Irlandia.Utang Pemerintah di Irlandia terakhir dilaporkan adalah
123,30%. Negara selanjutnya adalah Portugal. Negara Portugal memenuhi syarat untuk menjadi
anggota Uni Ekonomi dan Moneter (EMU) pada tahun 1998 sehingga mulai menggunakan euro
pada 1 Januari 200230. Utang Pemerintah Portugal terakhir dilaporkan pada 93% dari PDB
negara itu. Dari tahun 1990 - 2010, rata-rata utang pemerintah Portugal terhadap PDB adalah
60,32%31. Selanjutnya adalah negara Spanyol.Perekonomian Spanyol mulai melambat pada akhir
tahun 2007 dan masuk ke dalam resesi pada awal 2009. Menurunnya pertumbuhan ekonomi
Spanyol terlihat dengan penurunan sektor konstruksi secara signifikan di tengah tingginya
pasokan perumahan dan anjloknya belanja konsumen, sementara ekspor sebenarnya telah mulai
tumbuh.Lima belas tahun belakangan ini, pertumbuhan PDBnya di atas rata-rata. Utang
Pemerintah di Spanyol terakhir dilaporkan pada 92,1% dari PDB negara itu. Berikut penulis
uraikan rentetan krisis yang melanda negara negara Eurozone yang diakibatkan oleh efek
domino dari krisis yang dialami Yunani.
Italia merupakan salah satu negara yang dikenal baik atas sektor ekonomi bisnis yang
inovatif dan berpengaruh atas sektor pertanian yang berkarakter industrial dan memiliki daya
saing tinggi.
negara yang sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi Italia juga sangat rendah dimana pada tahun
2011 hanya sekitar 0,8%33.
Hal selanjutnya yang dapat dilihat sebagai contagion effect dari krisis Yunani di negara
Italia adalah tingkat pengangguran.Tingkat pengangguran dapat memperlihatkan gambaran
perekonomian suatu negara yang buruk.Tingkat pengangguran merupakan indikator yang biasa
digunakan oleh pelaku pasar valuta asing untuk menganalisis kesehatan perekonomian suatu
negara. Hal ini akan berdampak pada besarnya peluang untuk berinvestasi di negara tersebut.
Dalam hal tingkat pengangguran, dilaporkan bahwa tingkat pengangguran di Italia terakhir
adalah 13%.Dari tahun 1983-2010, tingkat pengangguran Italia rata-rata 9%.34
Selanjutnya dapat dilihat dari jumlah belanja konsumen di negara tersebut. Krisis yang
terjadi tentunya akan berdampak pada penurunan tingkat belanja konsumen akibat
ketidakstabilan ekonomi di negara tersebut. Hal itulah yang terjadi di negara Italia.Jumlah
belanja konsumen negara Italia menurun tiap tahunnya akibat dampak domino krisis Eurozone.
Pada tahun 2011 jumlah belanja konsumen negara Italia adalah sekitar 24,5 triliun, tahun 2012
sekitar 23,5 triliun, tahun 2013 adalah sekitar 23 triliun, dan awal tahun 2014 adalah sekitar
22,5 triliun. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 1
triliun, tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 0,5 triliun dan tahun 2014 juga terjadi penurunan
yang sama yaitu sebesar 0,5 triliun.
Meskipun banyak capaian - capaian penting, saat ini Italia mengalami permasalahan
dalam pengembangan perekonomiannya. Utang publik Italia berada pada angka 118,4% dari
PDB pada tahun 2011 , menempati rasio utang ke-2 setelah Yunani sebesar 130,2%. Selain itu,
krisis global yang terjadi di kawasan Erops juga ikut memperburuk kondisi pasar tenaga kerja di
Italia, dengan meningkatnya pengangguran dari kisaran 12,3% hingga 12,8% dengan tingkat
penggangguran tertinggi pada Desember 2013 sebesar 12,8%. Tingkat pengangguran tersebut
banyak di isi oleh kaum pemuda yang berusia antara 15-24 tahun. Dengan masih tingginya
tingkat pengangguran di kalangan usia produktif dapat mengakibatkan produktivitas ekonomi di
negara Italia berkurang.
Berawal dari Yunani pada tahun 2009, krisis finansial terus berdampak pada Negara-
negara euro zonelainnya, yakni Irlandia dan Portugal. Kemudian juga mempengaruhi sistem
finansial Spanyol dan Italia yang merupakan ekonomi keempat dan ketiga terbesar dieuro zone.
Selain karena faktor keterkaitan finansial, kondisi tersebut juga terjadi karena faktor mata uang
tunggal (Euro) yang mereka gunakan. Dengan menggunakan mata uang bersama negara-negara
tersebut kehilangan kekuasaannya untuk mendevaluasi nilai mata uangnya ketika terjadi
penurunan aktivitas ekonomi.Kondisi finansial Spanyol semakin melemah hingga berdampak
pada resesi ekonomi.Situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran yang besar tidak hanya di pihak
pemerintah Spanyol tetapi juga Uni Eropa karena dampak yang ditimbulkan telah berpengaruh
pada level regional. Apabila hal tersebut tidak ditangani dengan baik maka dapat mengancam
ketahanan ekonomi Uni Eropa dan nilai mata uang Euro.
Krisis finansial yang dialami Spanyol semakin memburuk hingga berdampak pada
stabilitas nilai mata uang euro dan aspek ekonomi Spanyol seperti resesi ekonomi yang
berkepanjangan.Dengan jatuhnya pasar perumahan di Spanyol, hal ini berpengaruh pada sektor
perbankan dan industri konstruksi yang banyak berperan saat terjadi booming sektor perumahan
di Spanyol hingga tahun 2008. Industri konstruksi kala itu menanggung banyak tenaga kerja
yakni sebesar 13% dari total lapangan pekerjaan di Spanyol. Sehingga jatuhnya pasar perumahan
memicu peningkatan jumlah pengangguran di Spanyol. Pada kuartal terakhir 2012 pengangguran
di Spanyol mencapai 26% dari total angkatan kerja atau sebesar 5,97 juta orang, dan ini adalah
yang tertinggi di Uni Eropa.
Ukuran ekonomi Spanyol yang besar serta fakta bahwa krisis finansial Spanyol tidak
mampu ditangani oleh pemerintah Spanyol sendiri sedangkan dampaknya telah mencapai level
31
regional contohnya nilai mata uang euro yang sering mengalami fluktuasi negatif telah
mendorong Uni Eropa sebagai organisasi pemerintah internasional yang membawahinya
mengambil berbagai tindakan dalam rangaka membantu menangani krisis tersebut. Karena Uni
Eropa terbentuk melalui integrasi regionalisme terutama di bidang ekonomi dan politik, sehingga
apa yang terjadi pada negara anggotanya dalam kondisi baik ataupun buruk berpotensi
mempengaruhi kawasan Uni Eropa secara umum. Tentu Uni Eropa tidak ingin apabila krisis
finansial Spanyol semakin berdampak luas pada kawasan dan melemahkan eksistensi Uni Eropa
serta mata uang euro.Hal inilah yang mendorong Uni Eropa melakukan berbagai upaya untuk
membantu menangani krisis finansial Spanyol.
32
Tidak berbeda jauh dengan Spanyol, Perancis yang juga dikenal sebagai negara pemilik
ekonomi yang ampuh pun juga terkena dampak dari krisis yang berkepanjangan di Eropa.
Walaupun dikenal sebagai negara yang telah mampu mengembangkan perekonomian yang
mapan dengan memadukan unsur modern serta alam dalam produktivitasnya, akan tetapi
Perancis juga tidak mampu mengelak dari terpaan krisis yang melanda Eropa. Berdasarkan
laporan Kementerian Tenaga Kerja Perancis, jumlah pengangguran selama 29 bulan
pemerintahan Hollande telah meningkat lebih dari 500 ribu orang. Selain itu, hutang Perancis
juga meningkat menjadi 158,9 miliar euro. Dampak krisis juga merambat ke arah menurunnya
daya beli warga Perancis selama kepemimpinan Hollande dan pertumbuhan ekonomi 0,5 persen
pada tahun 201435.
Fase kritis merupakan kata yang cukup sesuai dengan keadaan Perancis saat terkena
dampak krisis. Karena itu, pemerintah Perancis diminta segera melakukan reformasi guna
mengatasi tingkat pengangguran yang tinggi dan stagnasi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi Perancis bahkan terjebak dalam stagnasi karena faktanya hanya tumbuh nol persen
selama dua kuartal terakhir di tahun2014. Tak hanya itu, negara ekonomi terbesar kedua di euro
zone tersebut kini kesulitan menyelesaikan masalah fiskalnya. Prancis terperosok dalam
pemulihan ekonomi yang lambat dan keras, disusul dengan peringatan dari gubernur bank sentral
pada September 2014 yang menyebutkan bahwa Presiden Prancis, Francois Hollande, tidak
punya harapan untuk mencapai target pertumbuhan 1,0 persen untuk 201436. Untuk mengatasi hal
ini tentu saja langkah yang diambil oleh UE tidak berbeda jauh dengan negara-negara lain yang
terkena dampak krisis. Suntikan dana merupakan langkah yang dinilai cukup ampuh dalam
mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi di Perancis.
34
Krisis yang melanda Yunani juga memberikan ancaman besar terhadap kesatuan Uni
Eropa, khususnya di Eurozone. Dengan ekonomi Yunani yang sungguh membebani negara-
negara anggota lainnya, kemungkinan terciptanya perpecahan akan lebih besar. Masalah ini
disebabkan karena ada beberapa negara-negara yang pada kenyataannya tidak memenuhi syarat
untuk masuk ke dalam Eurozone, namun bergabung dengan Uni Eropa dengan alasan
politis.Sebagai contoh Turki yang pendapatannya jauh dibawah Rumania juga ingin bergabung
ke UE37. Kehadiran negara-negara tersebut tentunyaakan menjadi beban bagi negara-negara
dengan ekonomi yang lebih baik, seperti Jerman.
Pada dasarnya krisis ini tidak lepas dari perilaku yang disebabkan oleh kebijakan
pengambilan utang untuk membiayai proyek pemerintah, manipulasi akunting, serta sistem
pengawasan pajak yang lemah juga bisa dikatakan akar dari persoalan di Yunani. Di sisi lain,
kekuatan ekonomi Yunani yang tidak mendukung sangat tergantung dari proyek pemerintah.
Tidaklah mudah dalam menangani kasus Yunani, karena tekanan waktu ditambah reaksi negatif
rakyat menyebabkan kesulitan bagi Pemerintah Yunani sekarang.
Hal yang cukup bertolak belakang saat ini adalah UE disatu sisi bertujuan untuk
menyebarkan kesejahteraan melalui UE itu sendiri. Kebebasan pasar sangat diutamakan.
Kemudian apakah hal ini merupakan kesalahan dari kapitalisme? Bukan suatu hal yang mudah
untuk menjawab itu semua. Uni Eropa memang awalnya dibentuk untuk mendistribusikan
kesejahteraan antar negara anggota. Distribusi kesejahteraan ini dilakukan melalui kerjasama
ekonomi yang kuat antar negara anggota. Namun kenyataannya krisis yang dialami oleh Uni
Eropa pada saat ini malah menunjukkan bahwa ada ketimpangan kesejahteraan yang terjadi di
antara negara anggota Uni Eropa.
Menilik masalah yang dihadapi Yunani mengenai Krisis Ekonomi yang terjadi di Yunani
berhasil memunculkan spekulasi bahwa Yunani akan keluar dari keanggotaan Eurozone (Zona
Eropa). Akan tetapi, Uni Eropa berhasil menepis spekulasi tersebut dan menyelamatkan Yunani
melalui pemberian bailout (dana pinjaman) demi mempertahankan eksistensi Yunani dalam
keanggotaan Eurozone (Zona Eropa). Namun kontribusi Yunani bagi PDB Eurozone (Zona
Eropa) sebenarnya sangat kecil, yaitu hanya sebesar 2%. Ketika terjadi pemilihan umum Yunani
pada tahun 2010, Uni Eropa tegang menunggu hasil, apakah partai yang pro-Uni Eropa atau
partai Euro-skeptis yang memenangkan suara rakyat, karena perdana menteri Yunani yang
terpilih akan sangat menentukan masa depan Yunani dan Uni Eropa.
Alasan utama Uni Eropa menyelamatkan Yunani adalah karena Krisis Ekonomi Yunani
telah berhasil mengancam stabilitas Uni Eropa dan menyebabkan kerentanan pada pemulihan
ekonomi Eropa secara keseluruhan setelah terjadinya krisis finansial global pada tahun 2008.
Sepanjang terjadinya Krisis Ekonomi Yunani, nilai Euro terhadap Dollar terus mengalami
depresiasi. Salah satu peranan dari Uni Eropa memberikan bantuan penyelamatan bagi Yunani
adalah untuk menghindari efek domino akibat Krisis Ekonomi Yunani ke negara-negara lain
anggota Eurozone (Zona Eropa), khususnya negara-negara yang sedang berada di posisi ekonomi
yang sulit seperti Irlandia, Italia, Portugal, dan Spanyol. Injeksi bailout (dana pinjaman) yang
diberikan Uni Eropa tidak hanya bertujuan untuk meringankan beban Yunani, melainkan juga
untuk menahan Irlandia, Italia, Portugal, dan Spanyol dari kejatuhan perekonomian. Dengan
memberikan bailout (dana pinjaman) kepada Yunani akan menjaga likuiditas Yunani, sehingga
dapat memberikan waktu kepada Irlandia, Italia, Portugal, dan Spanyol untuk merekapitalisasi
perbankan dan memangkas defisit.
Melihat dampak buruk yang telah dan yang akan ditimbulkan oleh terjadinya krisis
ekonomi Yunani, Uni Eropa tentunya terdorong untuk segera mengatasi krisis ekonomi yang
mengancam eksistensi regionalnya tersebut. Hal yang mendorong Uni Eropa adalah:
Adanya kesadaran (awareness) dari Uni Eropa akan tanggung jawab moralnya sebagai
organisasi regional yang telah menyatukan 28 negara di kawasan benua Eropa dalam satu mata
uang tunggal yakni euro terkecuali bagi beberapa negara yang belum mau bergabung (negara
non zona euro). Situasi ini dipahami oleh Uni Eropa, dan lembaga-lembaga keuangan untuk ikut
36
terlibat dalam masalah krisis ekonomi tersebut.Uni Eropa bertanggung jawab bagi negara
anggotanya sebagai satu kesatuan.
Apalagi setelah dibentuknya European Central Bank (Bank Sentral Eropa) dalam tubuh
Uni Eropa yang memiliki tanggung jawab dalam masalah moneter negara zona euro serta adanya
bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh ECB, IMF dan Uni Eropa melalui Economic
Adjustment Programme (Program Penghematan Ekonomi), The European Financial Stability
Facility dan The Stability and GrowPact yang merupakan bentuk program Uni Eropa yang
diterapkan untuk perekonomian yunani. Alasan kenapa Uni Eropa dan lembaga lainnya memilih
untuk tidak membiarkan Yunani sebagai takar krisis ekonomi zona Eropa bangkrut adalah karena
mereka telah terlibat jauh dan banyak lembaga keuangan Eropa turut menggelontorkan dananya.
Jika Yunani tidak diselamatkan maka akan terjadi reaksi berantai dan turut meruntuhkan negara-
negara lainnya di kawasan.38
Pada 9 Mei 2010, pemerintah Yunani, European Commission (Komisi Eropa), ECB, dan
IMF sepakat untuk melaksanakan Economic Adjustment Programme (Program Penghematan
Ekonomi) sebagai timbal balik atas bantuan ekonomi yang diberikan oleh Negara-negara
anggota Eurozone (Zona Eropa) dan IMF kepada Yunani, yaitu sebesar 110 milyar euro untuk
jangka waktu tiga tahun. Pemberlakukan EAP dituang dalam nota kesepahaman, yaitu
Memorandum of Economic and Financial Policies (Nota Kebijakan Ekonomi dan Keuangan)
yang menjelaskan secara detail kebijakan-kebijakan apa saja yang harus diterapkan oleh
pemerintah Yunani.
Yunani adalah negara pertama dalam keanggotaan Eurozone (Zona Eropa) yang meminta
bantuan dan menandatangani nota kesepahaman dengan EuropeanCommission (Komisi Eropa)
dan ECB dalam rangka mencegah kejatuhan perekonomian akibat krisis. Penerapan EAP akan
dievaluasi secara periodikal oleh Uni Eropa dan Uni Eropa berhak memberikan rekomendasi
reformasi struktural kepada pemerintah Yunani. European Commission (Komisi Eropa) dan ECB
akan bertanggungjawab secara penuh untuk mengawasi implementasi kesepakatan-kesepakatan
yang tertuang dalam memorandum.
Bantuan ini diklaim oleh Uni Eropa bukan sebagai bailout (dana pinjaman) langsung,
melainkan merupakan mekanisme pendanaan yang dapat menjadi pengaman ketika kondisi
perekonomian Yunani memburuk. Setiap negara anggota Eurozone (Zona Eropa) memberikan
kontribusinya pada paket pinjaman yang diberikan kepada Yunani berdasarkan rasio kontribusi
tiap negara untuk ECB. Suku bunga dari pinjaman yang diberikan Uni Eropa sebesar 5% lebih
rendah dari bunga yang diberikan pinjaman bank swasta. Program bantuan ini dapat dikatakan
sebagai bentuk dominasi atau pengaruh Uni Eropa sebagai institusi neoliberal yang mendesak
Yunani untuk menerima dan memprioritaskan bantuan yang diberikan oleh Uni Eropa, karena
mengingat Yunani adalah anggota Uni Eropa dan Uni Eropa telah berusaha memberikan
kemudahan bagi Yunani untuk menyelesaikan krisis yang tengah terjadi.
Di dalam tabel di bawah ini dijelaskan pengalokasian dana pinjaman (bailout) yang
diterima Yunani sebesar 110 miliar Euro yang diberikan pada bulan Mei 2010 sampai Juni 2013
dengan rincian dana sebagai berikut:
Tabel 1.1
Sumber: Eurostat
Tabel 1.2
Euro)
IMF - 30
Satu minggu setelah Uni Eropa menyetujui pemberian bailout (dana pinjaman) kepada
Yunani, ECB melunucrkan Securities Market Program (Program Pasar Keamanan), yaitu
kebijakan untuk membeli surat hutang publik dan privat dari negara-negara bermasalah,
termasuk Yunani untuk mengatasi memburuknya krisis hutang. ECB membeli 74 milyar euro
obligasi, dimana 55%- nya adalah obligasi Yunani.Selain itu, menteri-menteri keuangan negara
anggota sepakat untuk membentuk mekanisme penyelamatan komprehensif untuk melindungi
stabilitas finansial Eropa. Akhirnya terbentuk European FinancialStabilisation Mechanism
(EFSM) dan Fasilitas Stabilisasi Keuangan Eropa (European Financial Stability Facility/EFSF),
dengan total bantuan yang disediakan 750 milyar euro, 500 milyar dari Uni Eropa dan 250
milyar dari IMF.39
Sebagai balasan atas pemberian bantuan bailout (dana pinjaman), Uni Eropa
mengharapkan pemerintah Yunani mengambil beberapa kebijakan penghematan atau austerity
measures untuk mengurangi defisit dan menghindari kebangkrutan. Sebelum Uni Eropa
memberikan bantuan bailout (dana pinjaman) kepada Yunani, pemerintah Yunani telah
mengambil beberapa kebijakan penghematan untuk mengurangi tingkat defisit menjadi 5%
melalui mengurangi pengeluaran publik sebesar 9 milyar euro dan menambahkan pendapatan
sebesar 4 milyar euro.
Secara garis besar, Economic Adjustment Programme yang dilakukan memiliki dua
tujuan, yaitu untuk memulihkan sustainabilitas keadaan fiskal Yunani dan meningkatkan daya
saing dari perekonomian Yunani. Program yang akan dilaksanakan dibuat secara struktural untuk
menciptakan perubahan yang drastis namun bertahap. Tujuan utama dari Economic Adjustment
Programme (Program Penghematan Ekonomi) adalah untuk mengoreksi ketidakseimbangan
fiskal dan mengembalikan kepercayaan pasar. Untuk mendorong perekonomian, dibutuhkan
Economic Adjustment Programme (Program Penghematan Ekonomi) yang kuat dan
berkelanjutan, sehingga mampu memperbaiki ketidakseimbangan fiskal, mengurangi hutang
dalam jangka waktu menengah, menjaga stabilitas sektor perbankan, dan mengembalikan daya
saing.
Pada KTT zona Euro yang diselenggarakan pada 26 Oktober 2011, Kepala Negara zona
Euro atau Pemerintah menyetujui program bantuan keuangan kedua untuk Yunani.Rincian
Program ini disetujui oleh Eurogroup pada tanggal 21 Februari 2012.Tawaran publik untuk PSI
42
diluncurkan oleh Republik Hellenic pada 24 Februari dan ditutup pada 8 Maret. Pada 9 Maret,
diumumkan bahwa pemegang obligasi memegang 85.8% dari hukum obligasi, Yunani setuju
untuk pertukaran obligasi. Pada pengaktifan Collevtive Action Clauses untuk menaik tingkat
partisipasi 95,7%. Hal ini menghasilkan penurunan nilai nominal dalam utang Yunani oleh
investor swasta menjadi 53,5%, hal tersebut sesuai dengan pengurangan stok utang untuk Yunani
sekitar 107 Miliar. Tujuannya adalah untuk mengamankan penurunan utang Yunani terhadap
PDB dengan tujuan mencapai 120% pada tahun 2020. Karena tingkat dari utang Yunani
diperkirakan akan jatuh di bawah 120% dari PDB pada tahun 2020, mencapai 117%.
2.3.2.1 Penerapan The European Financial Stability Facility dalam Mengatasi Krisis
Ekonomi Yunani
Pada tanggal 14 Maret 2012, Menteri Keuangan zona euro menyetujui pembiayaan
Second Economic Adjustment Programme untuk Yunani. Menteri Keuangan anggota Negara
zona euro dan IMF berkomitmen jumlah yang belum dicairkan dari program pertama Greek
Loan Facility (GLK/Fasilitas Pinjaman Yunani) plus tambahan 130 miliar untuk tahun 2012-
14. Sedangkan pembiayaan program pertama didasarkan pada pinjaman bilateral, disepakati
bahwa di samping anggota Negara zona Euro program kedua akan dibiayai oleh Fasilitas
Stabilitas Keuangan Eropa atau The European Financial Stability Facility (EFSF), yang telah
beroperasi penuh sejak Agustus 2010. Secara total, bantuan dana program kedua yang
dikeluarkan sekitar 164,5 miliar sampai akhir 201440. Dari jumlah ini, komitmen zona Euro
memberikan bantuan sebesar 144,7 miliar yang akan diberikan melalui EFSF, sedangkan IMF
memberikan kontribusi sebesar 19,8 miliar. Selain itu, ketika meluncurkan program kedua yang
telah disepakati bahwa harus ada keterlibatan Private Sector Initiative (PSI) untuk meningkatkan
keberlanjutan utang Yunani.Partisipasi yang tinggi membuat kontribusi yang signifikan terhadap
tujuan ini untuk menawarkan pertukaran utang Yunani di musim semi 2012. Dari total 205,6
miliar obligasi berhak menerima penawaran pertukaran, sekitar 197 miliar, atau 95,7% yang
telah ditukar41. Pembebasan pencairan bantuan keuangan didasarkan pada ketaatan kriteria
kinerja kuantitatif dan evaluasi positif dari kemajuan yang dibuat sehubungan dengan kriteria
kebijakan yang rinci dalam Keputusan Dewan 2011/734/Uni Eropa 12 Juli 2011 (sebagaimana
yang telah diubah pada November 2011, 13 Maret dan 4 Desember 2012) dan menetapkan
Memorandum of Understanding The Economic PolicyConditionally yang ditandatangani pada 7
Desember 2012.42
Merancang The Stability and Growth Pact (Pakta Pertumbuhan dan Stabilitas) atau SGP
yang merupakan sebuah perangkat aturan untuk mendukung Anggota Negara untuk
mempertahankan suara publik dalam hal finansial. SGP memiliki dua bagian, pertama sebagai
Divisi Pencegahan yang akan memberikan peringatan awal untuk pengurangan yang ekstrim.
Sedangkan divisi kedua sebagai pengoreksi pemerintah mengenai Excessive Deficit Procedure
(Prosedur Defisit Berlebihan) yang akan merekomendasikan isu baru mengenai defisit anggaran
sebuah negara kepada dewan untuk kemudian memberikan sanksi untuk Negara Anggota
tersebut.
The Stability and Growth Pact (Pakta Pertumbuhan dan Stabilitas) atau SGP memiliki
tujuan utama sebagai berikut:
a. Memperbolehkan Divisi Pengoreksi SGP untuk mengambil peranan yang lebih besar
dalam mengatur hal-hal diantara defisit dan hutang, lebih spesifik lagi pada negara-
negara dengan jumlah hutang paling tinggi (dimana hutang publiknya mencapai 60% dari
jumlah GDP).
b. Mempercepat EDP dan membuat sanksi kepada Negara Anggota yang melanggar
persyaratan yang dibuat oleh komisi.
c. Meningkatkan kerangkat target dana nasional, membicarakan perhitungan dan isu
statistik sebaik melakukan praktiknya.
Untuk terus menjaga stabilitas finansial dalam pengadopsian euro, dengan menjadikan
Convergence Criteria (Kriteria Konvergensi) sebagai dasar, negaranegara anggota Eurozone
(Zona Eropa) meratifikasi Stability and Growth Pact (Pakta Pertumbuhan dan Stabilitas) sebagai
panduan dalam menjaga perekonomian. SGP diciptakan untuk menjadi pedoman pembiayaan
publik yang baik, mencegah negara anggota menerapkan kebijakan fiskal yang tidak
berkelanjutan, dan mendorong negara anggota untuk disiplin dalam hal penganggaran.
Dikarenakan Uni Eropa tidak bisa mengintervensi negara anggota dalam hal kebijakan fiskal,
maka SGP dibuat sebagai dasar bagi negara anggota untuk disiplin dalam hal penerapan
kebijakan fiskal, sehingga kebijakan moneter yang diciptakan oleh ECB dapat berkoordinasi
dengan baik dengan kebijakan fiskal nasional negara-negara anggota.
2.3.3.1 Penerapan The Stability and Growth Pact dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Yunani
Kebijakan moneter muncul sebagai kebijakan utama yang di conductoleh ECB untuk
mengatur stabilitas harga di kawasan Eurozone. Kebijakan moneter ECB menjadi sangat
signifikan karena keberadaan common monetary policy, yang berarti kebijakan moneter yang
dikeluarkan oleh ECB harus diaplikasikan oleh 18 negara pengguna Euro tanpa
kecuali.Kebebasan negara-negara Eurozone hanya dalam mengatur kebijakan
fiskalnya.Penelitian ini melihat bahwa tingginya rasio utang Yunani ini didukung oleh kebijakan
moneter ECB dan juga faktor domestik Yunani sendiri.Banyaknya likuiditas yang beredar di
pasar keuangan sebagai implikasi dari kebijakan fullallotment oleh ECB membuat permintaan
terhadap likuiditas terus meningkat.Permintaan ini kemudian menghasilkan tingginya keinginan
untuk melakukan kredit. Kebijakan tingkat suku bunga yang rendah juga mendorong tingginya
keinginan akan kredit, terutama di Yunani. Yang menjadi masalah adalah, kecenderungan akan
45
utang ini tidak dibarengi oleh kemampuan Yunani membayar utang, sebab Yunani seperti
skvontas mia trpa kapki gali lubang tutup lubang karena membiayai defisitnya dengan
utang.Hal ini disebut juga dengan twin crisis. Peminjaman kredit murah terhadap Yunani juga
menyalahi SGP yang mengatur tentang tingkat defisit yang harus dipenuhi suatu negara agar
diperbolehkan untuk melakukan kredit.
Banyak sumber yang berpendapat berbeda dalam hal ini; ada sumber yang mengatakan
bahwa Yunani masih memodifikasi data ekonominya sehingga ECB tidak mengetahui tingkat
defisit Yunani yang sesungguhnya, ada pula sumber yang mengatakan bahwa fungsi regulasi dan
pengawasan ECB memang lemah dalam hal ini. Terlepas dari fakta manapun yang benar,
kebijakan akan kredit murah ini sudah berbahaya karena rentan akan bubble economy; alokasi
akan kredit tidak jelas akan dialirkan kemana. Selain itu, jaminan yang diberikan atas kredit oleh
Yunani juga seharusnya mencerminkan bagaimana kualitas dari keadaan finansial dan ekonomi
Yunani.
2.4 Analisa Peranan Uni Eropa dalam Mengatasi Krisis Ekonomi .Yunani
Uni Eropa atau European Union (EU) sebagai Organisasi Internasional yang menangani
bantuan pangan telah melakukan peranannya dalam mengatasi krisis ekonomi Yunani melalui
program-program krisis ekonomi Yunani yang diawali denga First Economic Adjustment
Programme (EAP), Second EconomicAdjustment Programme serta The Stability and Growth
Pact.
Upaya yang dilakukan Uni Eropa sesuai dengan tujuan dan fungi utama Uni Eropa yaitu
Untuk mencegah konflik, Mengintegrasikan anggota-anggotanya dalam satu wadah kebijakan
bersama serta memperbaiki taraf hidup negara yang dalam kategori perekonomiannya rendah di
kawasan Eropa. Namun dalam kondisi saat ini yang melanda zona eropa, krisis ekonomi
merupakan sebuah bencana yang sangat besar dan dapat berdampak pada setiap kawasan
dikarenakan integrasi dan kebijakan bersama dalam penggunaan mata uang tunggal euro.
Dalam hal ini Uni Eropa, Bank Sentral Eropa serta IMF telah membentuk sebuah
kesepakatan bersama berdasarkan Memorandum of Economic and Financial Policies, sebagai
upaya kesepakatan untuk mengatasi krisis ekonomi Yunani melalui program-programnya, salah
46
satunya ialah First Economic Adjustment Programme dan dilanjutkan kembali pada tahapan
berikutnya melalui Second Economic Adjustment Programme serta The Stability and Growth
Pact yang dibawah kebijakan moneter dan fiskal European Central Bank (ECB).
Dalam tiga kategori peranan, maka Uni Eropa atau European Union (EU) sebagai
Organisasi Internasional (Intergovernmental Organizations-IGO) dapat dikatakan sebagai:
1. Instrumen, Uni Eropa digunakan untuk membantu pemerintah Yunani dalam mengatasi
permasalahan krisis ekonomi, Dalam hal mengatasi Krisis Ekonomi Yunani, Uni Eropa
juga lebih banyak mengambil peran dibanding pemerintah Yunani. Pemerintah Yunani
secara tidak langsung menjadi instrumen untuk menerapkan kebijakan yang diambil oleh
Uni Eropa, yang tertuang dalam First Economic Adjustment Programme dan dilanjutkan
kembali pada tahapan berikutnya melalui Second Economic AdjustmentProgramme serta
The Stability and Growth Pact yang dibawah kebijakan moneter dan fiskal European
Central Bank (ECB). Ada beberapa alasan di balik kegigihan pemerintah Yunani dan Uni
Eropa dalam menerapkan program-program Uni Eropa. Salah satunya adalah konsistensi
dengan agenda neoliberal yang mengatur bahwa fungsi pasar tanpa adanya intervensi dari
negara akan menjadi lebih baik. Programprogram untuk mengatasi krisis ekonomi Yunani
yang diterapkan sesuai dengan unsur-unsur yang didukung oleh perspektif
neoliberalisme, yaitu pro-liberalisasi, pro-efisiensi, dan pro-privatisasi. Hal ini dapat
terlihat dari kebijakan-kebijakan yang diambil untuk mengatasi Krisis Ekonomi.
2. Arena, Yunani sebagai anggota Uni Eropa atau European Union (EU) menjadikan
Organisasi Internasional tersebut sebagi tempat atau wadah untuk membicarakan dan
menggalang kerjasama mengenai permasalahan Krisis Ekonomi, Ketergantungan pada
institusi internasional liberal yang pro-liberalisasi, pro-efisiensi, dan pro-privatisasi ini
adalah hal yang ingin dicapai oleh para neoliberalis dan hal ini terlihat jelas sekali pada
penerapan First Economic Adjustment Programme dan dilanjutkan kembali pada tahapan
berikutnya melalui Second Economic Adjustment Programme serta The Stability and
Growth Pact yang dibawah kebijakan moneter dan fiscal European Central Bank (ECB)
sebagai bentuk interaksi antara pemerintah Yunani dan Uni Eropa dalam mengatasi Krisis
Ekonomi Yunani. Ketergantungan pada instrumen neoliberal inilah yang membuat negara
pada akhirnya hanya akan terjebak pada lingkaran neoliberal.
47
Krisis finansial global pada tahun 2008 telah membawa dampak yang sangat besar
kepada negara-negara di dunia. Krisis ini pada dasarnya dimulai dari Amerika 43, krisis ini
menyebar dengan cepat ke kawasan dan negara-negara lainnya di dunia. Salah satu contoh
kawasan yang memiliki dampak signifikan dari krisis tersebut adalah Uni Eropa (UE) dengan
beberapa negara didalamnya, seperti Irlandia, Portugal, Italia, Spanyol dan Yunani44 .
43 Krisis 2008 yang lebih dikenal dengan Supreme Mortage di mana bisnis
perumahan Amerika Serikat disorot akibat banyaknya penipuan pembelian yang
dilakukan investor Amerika.
44 Krisis Masa Depan Yunani dan Uni Eropa di Zona Euro diambil dari :
http://indonesiabicara.weebly.com/rangkuman1/krisis-masa-depan-yunani-dan-uni-eropa-di-
zona-euro, diakses pada Selasa 28 November 2016, Pukul 20.00
48
Bukan hanya Yunani saja yang tengah dilanda prahara permasalahan ekonomi, namun
Irlandia pun juga mengalami hal yang serupa. Walaupun keadaan ekonomi Irlandia juga
tergolong buruk, akan tetapi keadaan ekonomi nya masih jauh diatas Yunani. Diketahui juga
bahwa timbal balik obligasi yang ada di Irlandia juga mengalami kerugian, dimana hal ini berarti
seluruh keuangan Irlandia mengalami defisit. Defisit anggaran Pemerintah Irlandia akan
mencapai 32 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mereka pada tahun 2010. Angka
defisit ini menjadi yang tertinggi di kawasan Eropa45 . Permasalahan ini juga bukan hanya
mengancam Irlandia saja, sebab permasalahan di dalam Uni Eropa seperti efek domino yang siap
jatuh dan beruntun kapan saja. Untuk mencari jalan keluarnya maka Uni Eropa menyiapkan
beberapa cara seperti Jerman dan Perancis yang telah menyiapkan dana Euro nya untuk
menyeimbangkan resiko tak terduga seperti salah satu contoh tindakan bankir Irlandia yang
curang. Cara lain yang diusulkan oleh Uni Eropa dalah dengan cara perbankan dan pemegang
saham di Irlandia turut serta secara finansial untuk kegiatan atau aksi penyelamatan keuangan.
Melihat kondisi yang ada, bantuan yang diberikan Uni Eropa sebenarnya belum seutuhnya dapat
membantu Irlandia untuk terbebas dari krisis. Pada dasarnya salah satu hal yang juga patut
diperhitungkan untuk menyelamatkan ekonomi Irlandia khususnya adalah dengan cara
penghematan selama bertahun-tahun.
Negara selanjutnya adalah Portugal. Negara Portugal memenuhi syarat untuk menjadi
anggota Uni Ekonomi dan Moneter (UEM) pada tahun 1998 sehingga mulai menggunakan
Euro pada 1 Januari 2002 46. Utang Pemerintah Portugal terakhir dilaporkan pada 93% dari
PDB negara itu. Dari tahun 1990-2010, rata-rata utang pemerintah Portugal terhadap PDB
adalah 60,32%47 .
Berawal dari Yunani pada tahun 2009, krisis finansial terus berdampak pada negara-
negara Eurozone lainnya, yakni Irlandia dan Portugal. Kemudian juga mempengaruhi sistem
finansial Spanyol dan Italia yang merupakan ekonomi keempat dan ketiga terbesar di Eurozone.
Selain karena faktor keterkaitan finansial, kondisi tersebut juga terjadi karena faktor mata uang
tunggal (Euro) yang mereka gunakan. Dengan menggunakan mata uang bersama negara-negara
tersebut kehilangan kekuasaannya untuk mendevaluasi nilai mata uangnya ketika terjadi
penurunan aktivitas ekonomi. Kondisi finansial Spanyol semakin melemah hingga berdampak
pada resesi ekonomi. Situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran yang besar tidak hanya di
pihak pemerintah Spanyol tetapi juga Uni Eropa karena dampak yang ditimbulkan telah
berpengaruh pada level regional. Apabila hal tersebut tidak ditangani dengan baik maka dapat
mengancam ketahanan ekonomi Uni Eropa dan nilai mata uang Euro.
Kelima negara Eurozone tersebut rata-rata memiliki utang pemerintah yang melebihi
50% dari total jumlah PDB-nya. Antara lain Yunani dengan rasio utang tertinggi yakni 150% per
PDB dan Spanyol 80% per PDB pada 2012. Rasio utang pemerintah Spanyol termasuk yang
terendah di Zona Euro, namun Spanyol memiliki utang swasta terutama utang swasta eksternal
(external private debt) yang tinggi yakni 170% per PDB. Hal ini turut menjadikan Spanyol
sebagai negara yang banyak terpengaruh krisis finansial Zona Euro. Ditambah pula pasca
jatuhnya pasar perumahan (housing market) di Spanyol pada tahun 2008 semakin melemahkan
sistem finansial Spanyol. Krisis finansial yang dialami Spanyol semakin memburuk hingga
berdampak pada stabilitas nilai mata uang Euro dan aspek ekonomi Spanyol seperti resesi
ekonomi yang berkepanjangan. Dengan jatuhnya pasar perumahan di Spanyol, hal ini
berpengaruh pada sektor perbankan dan industri konstruksi yang banyak berperan saat terjadi
booming sektor perumahan di Spanyol hingga tahun 2008. Industri konstruksi kala itu
menanggung banyak tenaga kerja yakni sebesar 13% dari total lapangan pekerjaan di Spanyol.
Sehingga jatuhnya pasar perumahan memicu peningkatan jumlah pengangguran di Spanyol.
Pada kuartal terakhir 2012 pengangguran di Spanyol mencapai 26% dari total angkatan kerja
atau sebesar 5,97 juta orang48, dan ini adalah yang tertinggi di Uni Eropa.
Ukuran ekonomi Spanyol yang besar serta fakta bahwa krisis finansial Spanyol tidak
mampu ditangani oleh pemerintah Spanyol sendiri sedangkan dampaknya telah mencapai level
regional contohnya nilai mata uang Euro yang sering mengalami fluktuasi negatif telah
mendorong Uni Eropa sebagai organisasi pemerintah internasional yang membawahinya
mengambil berbagai tindakan dalam rangaka membantu menangani krisis tersebut. Karena Uni
Eropa terbentuk melalui integrasi regionalisme terutama di bidang ekonomi dan politik, sehingga
apa yang terjadi pada negara anggotanya dalam kondisi baik ataupun buruk berpotensi
mempengaruhi kawasan Uni Eropa secara umum. Tentu Uni Eropa tidak ingin apabila krisis
finansial Spanyol semakin berdampak luas pada kawasan dan melemahkan eksistensi Uni Eropa
serta mata uang Euro. Hal inilah yang mendorong Uni Eropa melakukan berbagai upaya untuk
membantu menangani krisis finansial Spanyol.
Pada dasarnya permasalahan yang dihadapi oleh Spanyol tidak lepas dari
ditandatanganinya the Maastricht Treaty pada 1992. Perjanjian tersebut berisikan tentang
pembentukan European Union dan juga menyepakati penyatuan mata uang yaitu Euro. Maka
dari itu, permasalahan yang terjadi di Spanyol merupakan runtutan kejadian yang terjadi di
beberapa negara Uni Eropa. Pada akhirnya pemerintah Spanyol membutuhkan suntikan bantuan
dari pihak Uni Eropa. Hal ini bertujuan untuk membantu Bank Spanyol tidak menghadapi
bailout. Dengan begitu dana talangan akan mengalir dan perekonomian Spanyol bisa membaik
dengan program bantuan yang diberikan oleh Uni Eropa.
Negara lain yang ikut merasakan dampak dari domino krisis eurozone adalah Italia.
Perekonomian Italia sebagian besar didorong oleh barang manufaktur konsumsi berkualitas
tinggi yang diproduksi oleh badan usaha kecil dan menengah, dimana sebagian besar berupa
http://ekbis.sindonews.com/read/714335/35/krisis-ekonomi-spanyol-kesulitan-atasi-
pengangguran-1359986765, Diakses pada Rabu 1 desember 2016, Pukul 09.00
51
industri rumah tangga. Namun, utang negaranya terus meningkat sejak 2007 dan telah
mencapai angka 120% dari PDB pada 2011. Rasio utang Italia mencapai $ 2 triliun sehingga
masuk kategori too big to fail yaitu skala utang yang terlalu besar, masih di atas Yunani yang
memiliki utang sekitar $ 330 miliar. Untuk menutupi utang tersebut, Perdana Menteri Italia,
Berlusconi, melakukan peminjaman selama sepuluh tahun kepada IMF dengan biaya pinjaman
yang menyentuh rekor baru 6,71 % 49. Dalam segi rasio utang, utang pemerintah Italia terakhir
dilaporkan menembus angka 119% dari PDB negara itu. Dari tahun 1988-2010, rata-rata utang
pemerintah Italia terhadap PDB adalah 108,59%50 . Selain utang negara yang sangat tinggi,
pertumbuhan ekonomi Italia juga sangat rendah dimana pada tahun 2011 hanya sekitar 0,8% 51.
Hal selanjutnya yang dapat dilihat dari dampak domino krisis eurozone di negara Italia adalah
tingkat pengangguran. Dalam hal tingkat pengangguran, dilaporkan bahwa tingkat pengangguran
di Italia terakhir adalah 13%. Dari tahun 1983-2010, tingkat pengangguran Italia rata-rata
9%52.
Dari beberapa pemaparan diatas dalam dikatakan bahwa krisis Uni Eropa yang dimulai
dari krisis Yunani berdampak nyata pada keutuhan ekonomi Uni Eropa. Dapat dilihat bahwa
krisis Yunani memberikan efek domino kepada Negara Negara Eurozone. Dimulai dari Yunani
kemudian merambat ke Negara Negara Eurozone lainnya seperti Irlandia, Portugal, Spanyol,
bahkan Italia. Kriteria efek domino yang dimaksud dapat dilihat dari rasio hutang, angka
pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi. Ke empat Negara tersebut memiliki rasio hutang
yang tinggi, angka pengangguran yang tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang sedikit. Hal ini
dapat berdampak pada stabilitas Uni Eropa.
Bab III
Kesimpulan
Yunani merupakan salah satu negara Eurozone dengang pengeluaran terbesar jika
dibandingkan dengan negara anggota Eurozone yang lain. Akan tetapi, pengeluaran dalam
jumlah yang besar tidak diiringi dengan pemasukan yang besar. Akibatnya, neraca anggaran
Yunani selalu mengalami ketidakseimbangan.
Berawal dari Yunani pada tahun 2009, krisis finansial terus berdampak pada negara-
negara Eurozone lainnya, yakni Irlandia dan Portugal. Kemudian juga mempengaruhi sistem
finansial Spanyol dan Italia yang merupakan ekonomi keempat dan ketiga terbesar di Eurozone.
Selain karena faktor keterkaitan finansial, kondisi tersebut juga terjadi karena faktor mata uang
tunggal (Euro) yang mereka gunakan. Dengan menggunakan mata uang bersama negara-negara
tersebut kehilangan kekuasaannya untuk mendevaluasi nilai mata uangnya ketika terjadi
penurunan aktivitas ekonomi. Kondisi finansial semakin melemah hingga berdampak pada resesi
ekonomi. Situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran yang besar bagi Uni Eropa karena dampak
yang ditimbulkan telah berpengaruh pada level regional.
Krisis ekonomi di zona Eropa sulit untuk diselesaikan karena pada dasarnya Uni Eropa
merupakan sebuah integrasi regional yang berangkat dari integrasi ekonomi. Integrasi ekonomi
hanya bisa terjadi jika didasarkan pada kondisikondisi saling menguntungkan. Sedangkan krisis
ekonomi negara-negara di Uni Eropa tidak dapat diselesaikan ditengah kondisi integrasi
ekonominya yang terus meningkat justru disebabkan oleh benturan kepentingan nasional diantara
negara-negara utama di Uni Eropa seperti Jerman, Perancis dan Inggris sebelum keluar dari Uni
Eropa.
Setiap upaya Uni Eropa dalam menyelesaikan krisis yang terjadi harus melalui proses
negosiasi negara-negara anggota. Hal ini karena sifat Uni Eropa yang intergorvermental.
47
Dalam hal ini negara-negara besar seperti Jerman, Prancis dan Inggris mempunyai posisinya
masing-masing. Bahkan Yunani sebagai negara yang dalam kondisi kritis menunjukan sikap
tidak patuhnya terhadap otoritas Uni Eropa dengan memunculkan agenda referendum mengenai
persetujuan menerima dana talangan dari ESFS (Reuters 2011). Krisis di Zona Eropa
48
49
menunjukan sebuah realitas dari kelemahan integrasi ekonomi seperti Uni Eropa bahwa
negara-negara yang mempunyai power kuat seperti Jerman atau Prancis mengalami sebuah
kondisi yang berbeda. Hal ini terlihat dari pengaruh mereka dalam mengambil kebijakan-
kebijakan yang berimplikasi kawasan.
Namun dalam hal ini Uni Eropa sebagai organisasi internasional memiliki tanggungjawab
yang besar dalam mengatasi krisis ekonomi Yunani agar tidak semakin meluas dan menimpa
seluruh negara Uni Eropa, serta menjaga stabilitas ekonomi kawasan Eropa khususnya negara-
negar Eurozone. Dalam hal ini Uni Eropa memiliki peranan untuk mengeluarkan Yunani dalam
zona krisis, peranan yang dilakukan oleh Uni Eropa dalam mengatasi krisis ekonomi Yunani,
diawali dengan langkah-langkah yang diterapkan oleh Uni Eropa, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Uni Eropa memiliki berbagai macam program dalam mengatasi krisis ekonomi untuk Negara-
negara anggotanya. Dalam hal ini Uni Eropa menerapkan beberapa langkah dalam mengatasi
krisis ekonomi Yunani seperti:
a. Economic Adjustment Programme Sebuah program yang dirancang oleh Pemerintah
Yunani, European Commission, ECB dan IMF sebagai bentuk kesepakatan dari
timbak balik bantuan yang diberikan untuk Pemerintah Yunani dalam mengatasi krisis
ekonomi.
50
kreditur, seperti Jerman dan Perancis, yang notabene kedua negara ini adalah negara penting
yang mendominasi politik dan ekonomi Uni Eropa. Dengan adanya EAP, sebagai kebijakan yang
kuat dan berkelanjutan ini, diharapkan perekonomian Yunani akan lebih baik dibanding
sebelumnya. Oleh karena itu, untuk mengimplementasikan program ini dan mencapai tujuan,
segala elemen kebijakan fiskal, finansial, dan struktural akan digunakan. Dalam hal reformasi
kebijakan fiskal, pengaturan pemasukan dan pengeluaran menjadi penopang dari langkah untuk
memperbaiki fiskal dan merestorasi daya saing, termasuk di dalamnya adalah menaikkan
berbagai pajak dan mengurangi dana jaminan sosial. Dalam reformasi kebijakan finansial,
pemerintah Yunani mendirikan badan independen Financial Stability Fund (Dana Stabilitas
Keuangan) di bawah koordinasi langsung dengan Troika (UE, ECB dan IMF). Dalam hal
kebijakan struktural, pemerintah Yunani berusaha untuk memodernisasi administrasi publik,
memperkuat pasar tenaga kerja dan kebijakan pendapatan, memperbaiki lingkungan bisnis dan
mendorong pasar yang kompetitif, serta memanajemen ulang badan usaha milik negara.
Uni Eropa perlu menciptakan sinkronisasi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal
untuk menciptakan integrasi ekonomi dan moneter yang sehat. Kebijakan moneter tunggal
sbaiknya tidak hanya disesuaikan untuk kondisi perekonomian negara besar dengan kebijakan
fiskal yang kuat, melainkan juga perlu menyesuaikan dengan kondisi perekonomian negara
dengan kebijakan fiskal lemah seperti Yunani. Uni Eropa dituntut perlu segera memperbaiki
sistem ekonominya, termasuk memberi solusi bagi negara anggota ketika menghadapi
kemerosotan ekonomi dan tekanan akibat resesi.
Uni Eropa juga perlu memaksimalisasi fungsi sistem dan mekanisme yang sudah ada,
seperti Stability and Growth Pact (SGP), European Financial Stability Facility (EFSF) dan
Economic Adjustment Programme (EAP). Serta dibutuhkan sikap tegas dalam menindak negara-
negara anggotanya yang melanggar Stability and Growth Pact (SGP). Negara pertama yang
melanggar SGP sebenarnya adalah Jerman, lalu disusul Perancis, dan akhirnya tindakan kedua
negara tersebut ditiru oleh negaranegara periferi anggota Eurozone karena negaranegara periferi
melihat bahwa tidak ada sanksi tegas ketika melanggar SGP, akibatnya muncul lah krisis
berkepanjangan seperti saat ini.
52
DAFTAR PUSTAKA
Pasiouras, Fotios (2012). Greek Banking: From the Pre-Euro Reforms to the Financial
Crisis and Beyond.
Akram, Muhammad, Liaqat Ali, Hafsa Noreen dan Monazza Karamat. 2011. The Greek
Sovereign Debt Crisis: Antecedents, Consequences and Reforms Capacity, Journal of
Economics and Behavioral Studies Vol. 2, No. 6, Juni.
Blustein, Paul (7 April 2015), Laid Low: The IMF, the Euro Zone and the First Rescue of
Greece (PDF), CIGI Papers Series, CIGI, diakses tanggal 15 November 2016.
53
Dalakoglou, Dimitris (2012). "The crisis before the crisis". Social Justice 39 (1): 2442.
Diakses tanggal 15 November 2016.
Janssen, Ronald (July 2010). "Greece and the IMF: Who Exactly is Being Saved?".
Washington, DC: CEPR. Diakses tanggal 11 November 2013.
ECB, The European Central Bank,The Eurosystem, The European System of Central
Bank, diakses dari http://www.ecb.int/pub/pdf/other/escb_en_weben.pdf
IMF Country Report: Ireland, 2010, diakses dari situs resmi IMF
(www.imf.org)
IMF Country Report: Portugal, 2010, diakses dari situs resmi IMF
(www.imf.org)
54
IMF Country Report: Spain, 2010, diakses dari situs resmi IMF
(www.imf.org)