Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pengukuran geodesi dilakukan di atas bumi fisis yang bentuknya tidak
beraturan. Untuk memudahkan dalam perhitungan data hasil pengukuran, bumi
dimodelkan dalam suatu model bumi matematis. Datum merupakan sekumpulan
parameter yang mendefinisikan suatu sistem koordinat dan menyatakan posisinya
terhadap permukaan bumi. Datum ini menggunakan model bumi matematis yaitu
elipsoid. Pendefinisian datum geodetik (global) dapat direalisasikan dengan jaring
titik kontrol (fiducial points) yang tersebar di permukaan bumi seperti ITRS
(International Terrestrial Reference System) yang direalisasikan dengan ITRF
(International Terrestrial Reference Frame). ITRF telah dimutakhirkan secara
periodik selama 20 tahun. Dari pemutakhiran ini didapatkan 12 versi ITRF yaitu dari
ITRF 1988 sampai ITRF 2008. Variasi yang ditemui antar versi ITRF
mengindikasikan konsistensi dan kehandalan sistem dan kerangka acuan yang
dikembangkan. Transformasi koordinat diperlukan untuk mengintegrasikan titik-titik
yang berada pada versi ITRF yang berbeda.
IERS (International Earth Rotation Service) telah mengeluarkan parameter-
parameter transformasi antar versi ITRF yang terdiri dari parameter translasi, rotasi,
skala, serta kecepatan masing-masing parameter. Parameter ini bersifat global dan
dapat digunakan dalam perhitungan transformasi datum. Sementara itu, untuk
melakukan transformasi datum di suatu wilayah, seharusnya tidak menggunakan
parameter global karena kondisi dan dinamika di setiap wilayah berbeda-beda,
tergantung pergerakan lempeng tektonik dan dinamika bumi yang terjadi di wilayah
tersebut. Hal ini menimbulkan perbedaan nilai parameter transformasi di masing-
masing wilayah. Penelitian ini menggunakan titik sekutu CORS BPN DIY yang
tersebar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Wilayah ini dipilih karena
merupakan wilayah ring of fire, sehingga Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
dinamika yang tinggi sebagai akibat dari adanya aktivitas dan pergerakan lempeng
2

tektonik. Pada tahun 2006, terjadi gempa tektonik dengan skala yang besar di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Bencana alam tahun 2006 ini dapat mempengaruhi posisi dan
kestabilan titik-titik yang ada di wilayah DIY. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan ITRF 2008 dan ITRF 2005 dalam pengolahan data pengamatan CORS
dan perhitungan transformasi datum.
Proses transformasi datum bisa dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
adalah Lauf, Molodensky-Badekas, Bursa Wolf dan Affine. Penelitian ini
menggunakan metode Molodensky-Badekas karena metode ini mempertimbangkan
elemen tinggi dengan memasukkan koordinat pendekatan titik berat dalam proses
hitungan. Selain itu, metode Molodensky-Badekas mengasumsikan bahwa nilai
translasi, rotasi, dan faktor skala dari transformasi antar datum bernilai kecil. Untuk
itu, penelitian ini akan membahas tentang perbandingan antara nilai tujuh parameter
transformasi datum dari ITRF 2008 ke ITRF 2005 metode Molodensky-Badekas
dengan nilai tujuh parameter transformasi global yang dikeluarkan oleh IERS.

I.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian kondisi yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka
permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah apakah nilai tujuh parameter
transformasi datum dari ITRF 2008 ke ITRF 2005 metode Molodensky-Badekas
berbeda secara signifikan dengan parameter global yang dikeluarkan oleh IERS?

I.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan dan menguji tingkat
signifikansi perbedaan nilai tujuh parameter transformasi datum dari ITRF 2008 ke
ITRF 2005 metode Molodensky-Badekas dengan parameter global yang dikeluarkan
oleh IERS.
3

I.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diambil dengan adanya penelitian ini adalah hasil hitungan
yang berupa nilai tujuh parameter transformasi datum dari ITRF 2008 ke ITRF 2005
dapat digunakan untuk proses hitungan transformasi koordinat di Kota Yogyakarta.
Hal ini mengingat Kota Yogyakarta merupakan area didalam jaring CORS BPN DIY
sesuai dengan jaring stasiun pengamatan pada lampiran C. Selain itu, tingkat
signifikansi perbedaan antara nilai tujuh parameter hasil hitungan dengan parameter
global memberikan informasi tingkat perbedaan nilai tujuh parameter hasil hitungan
dan parameter global yang dikeluarkan oleh IERS.

I.5. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. CORS yang digunakan sebagai titik ikat dalam penelitian ini adalah CORS
BPN-DIY yang berjumlah 4 (empat) buah dan tersebar di setiap kantor
BPN D.I.Yogyakarta yaitu Kantor BPN Kabupaten Bantul, Kabupaten
Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman.
2. Data yang digunakan adalah data pengamatan CORS selama 24 jam pada
doy (day of year) 100, 120, 121, 171, dan 213 tahun 2013.
3. Data pengamatan empat CORS BPN DIY diolah dengan perangkat lunak
ilmiah GAMIT/GLOBK Versi 10.5.
4. Stasiun IGS yang digunakan untuk pengikatan berjumlah 7 stasiun yaitu
BAKO, COCO, DARW, DGAR, CUSV, PIMO, dan GUAM.
5. Tujuh parameter transformasi global dari ITRF 2008 ke ITRF 2005 yang
dikeluarkan oleh IERS menggunakan epoch 2005,0.
6. Perhitungan tujuh parameter transformasi datum dari ITRF 2008 ke ITRF
2005 menggunakan hitung kuadrat terkecil metode kombinasi.

I.6. Tinjauan Pustaka


Penelitian telah dilakukan oleh Yoga (2011) dengan tujuan untuk
membandingkan realisasi ITRF yang digunakan untuk pengikatan titik base station
di Bendungan Sermo, Kulon Progo. Penelitian ini menggunakan data 14 x 24 jam
4

pada epoch 2008,147 dan epoch 2008,182 dengan diikatkan pada ITRF 1997, ITRF
2000, ITRF 2005, dan ITRF 2008. Pengolahan data pengamatan base station ini
dengan menggunakan software GAMIT/GLOBK dan diikatkan ke 7 stasiun IGS,
yaitu KUNM, PIMO, GUAM, TOW2, KARR, DGAR, dan BAN2. Hasil yang
diperoleh dari penelitian Yoga adalah realisasi ITRF 2008 menghasilkan nilai
ketelitian koordinat terkecil dibandingkan dengan ITRF 1997, ITRF 2000, dan ITRF
2005. Ketelitian kecepatan pada realisasi ITRF 2008 memiliki nilai paling kecil
dibandingkan dengan ITRF 1997, ITRF 2000, dan ITRF 2005.
Penelitian juga dilakukan oleh Handayani (2011) dengan tujuan menghitung
transformasi datum dari UTM Bessel 1841 ke UTM WGS 1984 di titik-titik sumur
bor PT.Pertamina. Proses transformasi ini menggunakan metode Molondensky-
Badekas dan proses hitungan dilakukan dengan perangkat lunak Matlab dan
Microsoft Excel. Hasil penelitian ini adalah titik sekutu yang memberikan ketelitian
yang baik merupakan titik-titik yang terdistribusi merata dan mewakili titik yang
akan ditransformasi. Hasil transformasi yang baik dapat ditunjukkan dari nilai
varians yang kecil dan residu kurang dari 1 meter.
Penelitian dilakukan oleh Sunantyo dan Basuki (2013) yang bertujuan untuk
mendefinisikan koordinat jaring kerangka geodetik aktif di Kantor Pertanahan
Kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul Kanwil DIY BPN RI ke
dalam ITRF. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengamatan
CORS BPN DIY yang berjumlah 4 stasiun pada doy 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 tahun
2012. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software GAMIT/GLOBK
versi 10.40. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah koordinat geodetik dan
UTM dari masing-masing CORS BPN DIY serta masing-masing ketelitian koordinat
kartesi 3 dimensi yang dapat dilihat dari nilai simpangan bakunya. Koordinat
geodetik CORS Bantul adalah 7o 53 43,74182 LS, 110o 20 46,90248 BT dan
tinggi geometrik 78,4463 m. CORS Gunung Kidul 7o 57 42,8888988 LS, 110o 36
3,10896 BT dan tinggi geometrik 205,8177 m. CORS Kulon Progo 7o 50
47,33394 LS, 110o 10 4,58688 BT dan tinggi geometrik 59,6208 m. Sedangkan
CORS Sleman 7o 42 25,179138 LS, 110o 20 50, 86284 BT dan tinggi geometrik
256,7821 m. Sedangkan untuk koordinat UTM CORS Bantul adalah 9127200,087 m
Northing dan 427949,8595 m Easting, CORS Gunung Kidul adalah 9119891,434 m
5

Northing dan 456011,0805 m Easting, CORS Kulon Progo adalah 9132582,843 m


Northing dan 408270,6571 m Easting, CORS Sleman adalah 9148039,21 m Northing
dan 428038,9109 m Easting. Untuk ketelitian koordinat kartesi 3 dimensi, sumbu X
dari 1,61 mm sampai 1,92 mm, untuk sumbu Ydari 2,83 mm sampai 3,54 mm, dan
untuk sumbu Z dari 1 mm sampai 1,17 mm.
Penelitian juga dilakukan oleh Fadly (2014) yang bertujuan untuk membuat
program aplikasi berbasis GUI yang teruji untuk menghitung parameter transformasi
dan transformasi koordinat antar datum 3D. Penelitian ini menggunakan data
koordinat ITRF 2000, ITRF 2005, dan ITRF 2008 dan kecepatan pergeserannya yang
diunduh dari website http://itrf.ensg.ign.fr/ITRF_solutions/index.php dan empat belas
parameter global yang dikeluarkan IERS dari ITRF05 ke ITRF00 dan ITRF08 ke
ITRF05. Perangkat lunak yang digunakan untuk membuat program aplikasi adalah
Visual Basic 6.0. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan untuk menguji hasil
hitungan program aplikasi adalah Microsoft Excel 2007. Penelitian ini menggunakan
metode transformasi tujuh parameter Bursa-wolf, tujuh parameter Molodensky-
badekas, dan empat belas parameter metode Helmert. Hasil dari penelitian ini adalah
program aplikasi yang dibuat telah teruji memiliki hitungan yang benar sehingga
dapat digunakan untuk menghitung parameter transformasi dan transformasi
koordinat antar datum 3D.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yoga (2011) adalah penelitian ini
bertujuan untuk menghitung nilai transformasi dari ITRF 2008 ke ITRF 2005
sedangkan penelitian yoga bertujuan untuk membandingkan realisasi ITRF 1997,
ITRF 2000, ITRF 2005 dan ITRF 2008. Selain itu, penelitian ini juga berbeda pada
lokasi penelitian, peneliti menggunakan CORS BPN DIY sedangkan Yoga
menggunakan titik base station di Bendungan Sermo, Kulon Progo.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sunantyo dan Basuki (2013) adalah
dari tujuan dan perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data CORS.
Peneliti menggunakan perangkat lunak GAMIT/GLOBK Versi 10.5 untuk
mendapatkan parameter transformasi datum sedangkan Sunantyo dan Basuki
menggunakan perangkat lunak GAMIT/GLOBK Versi 10.4 untuk mendefinisikan
posisi CORS BPN DIY.
6

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Handayani (2011) adalah penelitian


ini menggunakan hasil pengolahan GAMIT/GLOBK untuk menghitung nilai
parameter transformasi datum dari ITRF 2008 ke ITRF 2005 dan menggunakan titik
sekutu CORS BPN DIY. Sedangkan Handayani menggunakan data titik-titik sumur
bor PT.Pertamina untuk melakukan hitungan transformasi datum dari UTM Bessel
1841 ke UTM WGS 1984.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Fadly (2014) adalah data yang
digunakan. Peneliti menggunakan data CORS BPN DIY sebagai titik sekutu, yang
kemudian diolah dengan GAMIT/GLOBK untuk mendapatkan koordinat dan
simpangan bakunya, sedangkan penelitian Fadly menggunakan koordinat ITRF dan
kecepatan pergeseran yang diunduh dari website IERS. Selain itu, peneliti
menggunakan metode transformasi tujuh parameter Molodensky-Badekas, sedangkan
penelitian Fadly menggunakan metode transformasi tujuh parameter Bursa-wolf,
metode transformasi tujuh parameter Molodensky-Badekas, dan metode transformasi
Helmert-14 parameter.

I.7. Landasan Teori

I.7.1. Global Positioning System (GPS)


GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.
Nama formalnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging
Global Positioning System). Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan
kecepatan tiga dimensi yang teliti serta informasi waktu secara kontinyu di seluruh
dunia. Sistem ini direncanakan dan dikembangkan pertama kali pada tahun 1973 oleh
Angkatan Udara Amerika Serikat. Sistem GPS terdiri dari tiga segmen yaitu segmen
kontrol, segmen angkasa, dan segmen pengguna (Abidin,1995).
Segmen satelit angkasa terdiri dari satelit-satelit GPS yang diketahui
posisinya. Satelit GPS pertama kali diluncurkan pada tanggal 22 Februari 1978
(Abidin,1995). Setiap satelit GPS berada pada orbit masing-masing. Satu orbit satelit
GPS ditempati oleh empat satelit dengan interval antaranya tidak sama. Orbit satelit
GPS mempunyai inklinasi 55o terhadap ekuator dengan ketinggian rata-rata dari
permukaan bumi adalah 20.200 km.
7

Segmen kontrol terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit


GPS yang tersebar diseluruh dunia. Selain untuk mengontrol satelit GPS, stasiun-
stasiun ini juga berfungsi menentukan orbit dari seluruh satelit GPS yang menjadi
data ephemeris satelit (Abidin,1995). Secara spesifik segmen kontrol ini terdiri dari
Ground Control Stations (GCS), Monitor Stations (MS), Prelaunch Compatibility
Stations (PCS), dan Master Control Stations (MCS).
Segmen pengguna merupakan para pengguna satelit GPS, baik di darat, di
laut, maupun di angkasa. Dalam hal ini, receiver GPS diperlukan untuk menerima
dan memroses sinyal-sinyal GPS untuk penentuan posisi. Komponen utama receiver
GPS yang cukup penting dalam pengukuran menggunakan teknologi GPS adalah
antena. Antena berfungsi menerima dan mendeteksi gelombang elektromagnetik dari
satelit kemudian mengubahnya menjadi arus listrik (Abidin,1995). Antena GPS harus
memiliki sensitivitas yang baik sehingga mampu mendeteksi sinyal GPS yang lemah.

I.7.2. Global Navigation Satellite System (GNSS)


GNSS adalah singkatan dari Global Navigation Satellite System. GNSS
tersebut merupakan teknologi yang digunakan untuk menentukan posisi atau lokasi
(lintang, bujur, dan ketinggian) serta waktu dalam satuan ilmiah di bumi. Satelit akan
mentransmisikan sinyal radio dengan frekuensi tinggi yang berisi data waktu dan
posisi yang dapat diambil oleh penerima yang memungkinkan pengguna untuk
mengetahui lokasi dimanapun di permukaan bumi.
GNSS terdiri dari beberapa sistem satelit yaitu GPS milik Amerika Serikat,
GLONASS milik Eropa, dan COMPASS milik China. GLONASS merupakan
sebuah sistem navigasi satelit yang dibangun oleh pemerintah Rusia saat ini memiliki
24 satelit aktif. GLONASS memiliki kriteria kerja yang identik dengan GPS.
Teknologi saat ini memungkinkan untuk mengkombinasikan sistem navigasi
beberapa satelit. Dengan memadukan beberapa sistem navigasi pada pengukuran
suatu titik di permukaan bumi maka akan meningkatan keakuratan pengukuran.

I.7.3. Penentuan Posisi dengan GPS


Penentuan posisi dengan GPS pada dasarnya dilakukan dengan prinsip
pengikatan ke belakang yaitu dengan mengukur jarak dari beberapa satelit yang
8

diketahui posisinya sehingga posisi pengamat dapat dihitung. Pengamatan dengan


teknologi GPS akan menghasilkan koordinat dalam sistem koordinat geodetik (, ,
h), koordinat kartesi tiga dimensi (X,Y,Z) dan parameter waktu. Semakin banyak
satelit yang dapat diamati maka hasil pengukuran akan memiliki akurasi yang
semakin tinggi.
Pengukuran jarak pada saat pengamatan dan pengukuran menggunakan
teknologi GPS dibagi menjadi dua jenis (Rizos,1999) yaitu pengukuran pseudorange
dan carrier phase. Pengukuran pseudorange merupakan jarak yang diukur dari
waktu perambatan sinyal satelit dari satelit ke receiver. Pengukuran dilakukan oleh
receiver dengan membandingkan kode yang diterima dari satelit dan replika kode
yang diformulasikan dalam receiver. Sedangkan untuk pengukuran dengan carrier
phase merupakan pengukuran yang dilakukan dengan mengukur beda fase sinyal
GPS. Proses hitungan dilakukan dengan mengurangkan fase sinyal pembawa dari
satelit dengan sinyal yang dibangkitkan dalam receiver.
Penetuan posisi dengan teknologi GPS dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu metode absolut dan metode relatif. Metode absolut atau point positioning
merupakan penentuan posisi suatu titik yang dapat ditentukan dengan menggunakan
sebuah receiver GPS. Sedangkan penentuan posisi GPS dengan metode relatif adalah
penentuan suatu titik pengamatan yang ditentukan relatif terhadap posisi titik yang
lain yang diketahui koordinatnya. Pengukuran dengan metode ini minimal
membutuhkan dua receiver GPS. Pengukuran antar dua titik pengamatan akan
menghasilkan suatu jarak yang dikenal sebagai jarak basis (baseline).

I.7.4. Continuously Operating Reference Station (CORS)


CORS (Continuously Operating Reference Station) merupakan suatu teknologi
berbasis GNSS yang terwujud sebagai suatu jaring kerangka geodetik yang pada
setiap titiknya dilengkapi dengan receiver yang mampu menangkap sinyal dari
satelit-satelit GNSS yang beroperasi secara penuh dan kontinyu. Untuk dapat
mengakses GNSS-CORS, receiver klien harus dilengkapi dengan sambungan
internet sebagai komunikasi data dari stasiun GNSS-CORS ke receiver klien. Dalam
hal ini data GNSS-CORS tersedia melalui web dalam format RINEX (Receiver
Independent Exchange) maupun streaming NTRIP (Network Transport RTCM via
9

Internet Protocol). NTRIP adalah sebuah metode untuk mengirim koreksi data
GPS/GLONASS melalui internet. Data format RINEX disediakan untuk pengolahan
data secara post-processing, sedangkan data NTRIP untuk pengamatan posisi secara
real-time.

I.7.5. Perangkat Lunak GAMIT/GLOBK


GAMIT merupakan perangkat lunak ilmiah fully automatic processing untuk
menganalisis data GPS yang komprehensif dan dikembangkan oleh (Massachusetts
Institute Of Technology). Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk melakukan
perhitungan posisi tiga dimensi dan satelit orbit. IGS (International GPS service)
berdiri pada tahun 1992. Perkembangan IGS memungkinkan adanya perkembangan
pengolahan data GPS secara otomatis. Dalam proses perhitungan posisi tiga dimensi,
GAMIT melibatkan data pengamatan stasiun-stasiun kontinyu diseluruh dunia
termasuk IGS.
GLOBK merupakan suatu paket program yang dapat mengkombinasikan data
survei teristris dan ekstrateristris. File input pada pengolahan GLOBK adalah matriks
kovarians dari data koordinat stasiun, parameter rotasi bumi, parameter orbit, dan
koordinat hasil pengamatan lapangan (Herring,dkk.,2006). File yang digunakan
untuk pengolahan GLOBK adalah h-file yang merupakan hasil pengolahan GAMIT.
GLOBK dapat mengkombinasikan hasil pengolahan data pengamatan harian untuk
menghasilkan koordinat stasiun rata-rata dari pengamatan multidays,
mengkombinasikan hasil pengamatan selama bertahun-tahun untuk menghasilkan
koordinat stasiun, dan melakukan estimasi koordinat stasiun dari pengamatan
individual yang digunakan untuk menghasilkan time series koordinat.

I.7.6. Perataan Jaring pada GAMIT/GLOBK


I.7.6.1. Perataan jaring pada GAMIT. Perangkat lunak GAMIT menggunakan
metode double difference dan prinsip metode parameter berbobot dalam perhitungan
data pseudorange dan carrier phase. Persamaan merupakan persamaan observasi
dengan menggunakan data fase. Sebagai contoh, apabila ada dua receiver yang
berada pada dua titik stasiun A dan B, dengan vektor koordinat stasiun A dan B
dinyatakan sebagai (XA, YA, ZA) dan (XB, YB, ZB), maka titik A dapat ditentukan
10

koordinatnya. Untuk persamaan double difference, pengamatan dilakukan terhadap


dua satelit yaitu i dan j, sehingga besarnya iA dan jA adalah sebagai berikut:

Ai X i
t X A 2 Y i t YA 2 Zit Z A 2 ........................................... (I.1)

Bj X j
t X B 2 Y j t YB 2 Z j t Z B 2 ......................................... (I.2)
Dengan koordinat pendekatan titik A adalah X A0 , YA0 , Z A0 maka:

X A X A0 dX A
Y A Y A0 dY A
................................................................................................. (I.3)
Z A Z A0 dZ A
Selanjutnya dilakukan proses linearisasi persamaan I.1 dan persamaan I.2. Hasilnya
adalah
Ai t Ai 0 cx i t .dX A cy i t .dYA cz i t .dZ A ........................................... (I.4)
Bj t Bj 0 cx j t .dX B cy j t .dYB cz j t .dZ B

Melakukan substitusi terhadap persamaan I.3., maka diperoleh persamaan I.5.


sebagai berikut:

LAB ij t rCAB ij t B j t A j t B i t Ai t .N AB ij .......... (I.5)

Sehingga diperoleh solusi dari double difference seperti yang ditunjukkan pada
persamaan I.6.

LAB ij t rCAB ij t AB ij t cx ij t .dX A cy ij t .dYA cz ij t .dZ A .N AB ij ....(I.6)


0

Dalam hal ini, merupakan jarak antara satelit ke titik pengamatan dan merupakan
panjang gelombang sinyal pembawa.
I.7.6.2. Evaluasi hasil pengolahan GAMIT. Untuk mengevaluasi hasil
pengolahan GAMIT dapat dilakukan dengan menganalisis nilai fract dan postfit nrms
sebagai output dari pengolahan GAMIT.

Postfit nrms = dan x2 = ........................................................... (I.7)

Dalam hal ini, : varians aposteriori untuk unit bobot


: varians apriori untuk unit bobot
n : jumlah ukuran
u : ukuran minimum
11

Postfit nrms merupakan perbandingan nilai varians aposteriori dan varians


apriori untuk unit bobot. Standar kualitas postfit nrms adalah 0,25. Apabila nilai
postfit nrms lebih besar dari 0,5 maka mengindikasikan masih terdapat efek cycle slip
yang belum dihilangkan berkaitan dengan parameter bias ekstra atau terdapat
kesalahan dalam pemodelan (Anonim,2000).
Nilai fract merupakan perbandingan antara nilai adjust dan nilai formal. Nilai
fract digunakan untuk menganalisis apakah terdapat nilai adjust yang janggal dan
perlu tidaknya iterasi untuk mendapatkan nilai adjust yang bebas dari efek non-
linear. Nilai adjust menunjukkan besarnya perataan yang diberikan pada parameter
hitungan. Sedangkan nilai formal menunjukkan ketidakpastian pada pemberian bobot
untuk perhitungan kuadrat terkecil. Kontrol kualitas nilai fract adalah nilai fract tidak
boleh lebih dari 10 (Herring,dkk.,2006).

fract = ........................................................................ (I.8)

I.7.6.3. Perataan jaring pada GLOBK. Proses hitungan pada GLOBK


merupakan proses Kalman Filter untuk mengkombinasikan solusi-solusi hasil
pengolahan data pengamatan. Ada tiga program utama dalam perangkat lunak
GLOBK, yaitu GLOBK, GLRED, dan GLORG. GLOBK merupakan proses Kalman
Filtering untuk mengkombinasikan data pengolahan harian GAMIT dan untuk
mendapatkan estimasi posisi rata-rata titik pengamatan. GLORG melakukan
pengikatan titik-titik pengamatan terhadap titik-titik referensi yang diberikan.
Sedangkan GLRED melakukan perhitungan posisi pada masing-masing hari.
Sehingga ketelitian posisi yang diperoleh dapat dibandingkan per waktu tertentu.
I.7.6.4. Evaluasi hasil pengolahan GLOBK. Untuk mengevaluasi hasil
pengolahan GLOBK dapat dilihat pada log file dan plot time series. Log file
menunjukkan konsistensi data harian secara internal dan plot time series digunakan
untuk melihat data outliers. Log file berisi nilai stastistik termasuk simpangan baku
yang digunakan untuk analisis terhadap nilai koordinat hasil olahan. Sedangkan plot
time series menampilkan nilai wrms (weighted root mean square) dan nrms (normal
root mean square). Nilai wrms yang baik adalah dibawah 10 milimeter
(Panuntun,2012). Selain itu, evaluasi juga bisa dilakukan dengan melihat nilai
12

stastistik chi-squared increament per degree of freedom x2/f dimana nilai x2/f tidak
boleh lebih dari 10 dan limit maksimal adalah 30 (Lestari,2006).

I.7.7. Datum Geodetik


Bumi nyata yang terjal dimodelkan dalam model matematis dan model bumi
fisik. Model bumi fisik berupa geoid, dan model bumi matematis adalah bola dan
elipsoid. Geoid merupakan bidang nivo (level surface) atau bidang ekuipotensial
gaya berat yang berhimpit dengan muka air rata-rata. Arah gaya berat di setiap titik
pada geoid adalah tegak lurus. Karena arah-arah gaya berat menuju pusat bumi,
bidang geoid merupakan permukaan tertutup yang melingkupi bumi dan bentuknya
tidak teratur.
Datum geodetik merupakan sekumpulan konstanta yang digunakan untuk
mendefinisikan bentuk dan ukuran elipsoid referensi yang digunakan untuk
pendefinisian koordinat, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang terhadap
tubuh bumi yang direpresentasikan dengan sistem CTS (Conventional Terrestrial
System). Setiap datum terdiri dari delapan parameter (Abidin,2001). Parameter datum
terdiri dari dua parameter yang mendifinisikan elipsoid yaitu sumbu panjang dan
penggepengan, tiga parameter translasi yang mendefinisikan origin elipsoid, dan tiga
parameter rotasi yang mendefinisikan arah sumbu-sumbu (X,Y, dan Z) elipsoid.

I.7.8. ITRS dan ITRF


ITRS (International Terrestrial Reference System) merupakan sistem referensi
yang dikembangkan dan dipelihara oleh IERS. ITRS meliputi seperangkat preskripsi
dan konvensi serta model yang digunakan untuk menentukan kedudukan sumbu
koordinat terestrial. Sumbu koordinat ITRS didefinisikan sebagai berikut
(Fahrurrazi,2011).
a. Origin pada pusat massa bumi (termasuk masa lautan dan atmosfer)
b. Satuan panjang adalah SI meter (panjang yang ditempuh oleh cahaya di
dalam medium hampa udara dalam waktu 1/299 792 458 sekon)
c. Orientasi sumbu koordinat sesuai dengan orientasi menurut definisi BIH-
19840,0
13

d. Dalam kaitannya dengan gerak horisontal lempeng tektonik global, evolusi


orientasi sumbu koordinat diasumsikan tidak mengalami gerak memutar
(no-net rotations).
Definisi BIH-19840,0 sumbu Z sistem terestrial diorientasikan melalui kutub
rerata 1900-1905 yang disebut dengan CTP (Conventional Terrestrial Pole). Sumbu
X didefinisikan sebagai perpotongan antara bidang meridian nol BIH dengan bidang
yang melalui origin dan tegak lurus sumbu Z. Sedangkan sumbu Y tegak lurus
dengan sumbu Z dan sumbu X sehingga melengkapi aturan tangan kanan
(Fahrurazzi,2011).
ITRS direalisasikan dengan koordinat dan kecepatan pergeseran sejumlah titik
stasiun pengamatan ekstra terestrial di permukaan bumi yang tergabung dalam ITRF
(International Terrestrial Reference Frame). Koordinat stasiun ITRF merealisasikan
origin dan orientasi salib sumbu koordinat geodetik. Sementara itu stasiun ITRF
bergerak karena gerak lempeng tektonik sehingga koordinatnya senantiasa berubah
secara dinamis dengan pola yang bervariasi. Stasiun ITRF diamati secara kontinyu
dengan teknik-teknik VLBI (Very Long Baseline Interferometry), LLR (Lunar Laser
Ranging), SLR (Solar Laser Ranging), GNSS, dan DORIS. Dari data pengamatan ini
kemudian diturunkan solusi parameter posisi dan kecepatan pergeseran titik-titik
stasiun ITRF dan besaran lainnya misalnya parameter EOP (Fahrurrazi,2011).

Z(+)

X(-)

Y(-)

(0,0) Y(+)

X(+)

Z(-)

Gambar.I. 1. Orientasi sumbu sistem koordinat geodetik


(Modifikasi dari Fahrurrazi,2011)
14

Gambar.I.1 menunjukkan orientasi origin dan sumbu sistem koordinat geodetik


yang didefinisikan sesuai definisi BIH-19840,0. Pusat sistem atau origin berada pada
pusat massa bumi, sedangkan sumbu koordinat mengikuti aturan sistem tangan
kanan. Gambar I.1 ini juga menggambarkan posisi origin dan orientasi sumbu
koordinat ITRS (International Terrestrial Reference System).

I.7.9. Transformasi Antar ITRF


Perkembangan teknologi geodesi ekstra terestrial mempengaruhi
perkembangan penelitian tentang pergerakan lempeng tektonik global. Lempeng
tektonik global memiliki pergeseran rata-rata 3 cm/tahun terhadap suatu kerangka
koordinat geosentrik. Besar dan arah pergeseran titik-titik di permukaan bumi
bervariasi antara satu titik dengan titik yang lainnya, tergantung pada pola dan
karakteristik gerak lempeng tektonik yang menjadi pijakan titik yang bersangkutan
(Fahrurrazi,2011). Karena titik-titik ITRF selalu bergerak maka IERS senantiasa
meningkatkan kehandalannya sehingga terealisasi versi-versi ITRF secara serial.
Sampai tahun 2010, IERS telah mengeluarkan 12 versi ITRF yaitu ITRF 88, ITRF89,
ITRF90, ITRF91, ITRF92, ITRF93, ITRF94, ITRF96, ITRF97, ITRF 2000, ITRF
2005, dan ITRF 2008. Dalam setiap versi ITRF kehandalannya semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah titik, jumlah data pengamatan, dan metode
perhitungan yang tepat.
Tiap versi ITRF terdiri dari himpunan data koordinat titik-titik fiducial point
dalam komponen X, Y, Z dan data pergeserannya (Vx, Vy, dan Vz). Setiap versi
ITRF direferensikan pada epoch tertentu. Enam versi pertama ITRF direferensikan
pada epoch 1988,0. ITRF 1994 pada epoch 1993,0. Tiga versi selanjutnya
menggunakan epoch 1997,0. Sedangkan ITRF 2005 direferensikan pada epoch
2000,0 dan ITRF 2008 pada epoch 2008,0 (Fahrurrazi,2010).
Koordinat dan laju pergeseran stasiun ITRF diperoleh melalui proses hitung
perataan dengan mengkombinasikan solusi koordinat dan laju pergeseran dari lima
buah teknik pengamatan yaitu VLBI, LLR, SLR, GNSS, dan DORIS. Transformasi
koordinat antar versi ITRF pada dasarnya adalah transformasi datum kerangka acuan
terestrial yang meliputi posisi origin, orientasi salib sumbu, dan skala
dikombinasikan dengan gerak lempeng tektonik (Fahrurrazi,2011).
15

Dari data pengamatan stasiun ITRF, IERS mengeluarkan nilai parameter


transformasi antar versi ITRF, salah satunya adalah dari ITRF 2008 ke versi ITRF
sebelumnya termasuk ITRF 2005. Nilai transformasi ini disebut sebagai parameter
global. Proses transformasi antar ITRF dilakukan dengan transformasi menggunakan
14 parameter. Metode transformasi yang digunakan adalah metode transformasi
koordinat secara ketat atau rigorous. Transformasi ini memperhatikan variasi posisi
stasiun pengamatan dan pergerakan lempeng tektonik (Fahrurrazi, 2011).

Gambar.I. 2. Distribusi stasiun yang digunakan dalam transformasi ITRF 2008 ke


ITRF 2005
(sumber : http://itrf.ensg.ign.fr/trans_para.php)

Gambar.I.2. menunjukkan sebaran stasiun ITRF yang digunakan dalam proses


transformasi dari ITRF 2008 ke ITRF 2005 menggunakan parameter global IERS.
Stasiun-stasiun ini dijadikan sebagai titik sekutu dalam proses hitungan, sehingga
didapatkan nilai transformasi ITRF 2008 ke ITRF 2005 menggunakan epoch 2005,0.
Sampai versi ITRF 2008, terdapat kurang lebih 700 titik stasiun pengamatan ITRF.
Stasiun-stasiun ITRF ini tersebar merata diseluruh permukaan bumi dan diukur
menggunakan lebih dari satu teknologi pengukuran.
Tabel.I.1 menunjukkan nilai tujuh parameter transformasi global yang
dikeluarkan IERS. Nilai translasi untuk sumbu X, Y, maupun Z memiliki nilai
negatif dengan simpangan baku adalah 0,2 mm. Nilai faktor skala adalah 9,4 x 10-10,
sedangkan untuk nilai rotasi sumbu X, Y, dan Z adalah nol. Untuk nilai simpangan
16

baku rotasi memiliki nilai yang lebih besar dari pada nilai rotasinya. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai rotasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
hitungan transformasi datum.

Tabel.I. 0-I. Nilai parameter transformasi global dari ITRF 2008 ke ITRF 2005
Parameter Parameter global IERS Simpangan baku Keterangan
Tx (mm) -0,5 0,2 Translasi sb. X
Ty (mm) -0,9 0,2 Translasi sb. Y
Tz (mm) -4,7 0,2 Translasi sb. Z
ds 9,4x 10-10 3 x 10-11 Faktor skala
Rx (rad) 0 3,87851 x 10-11 Rotasi sb. X
Ry (rad) 0 3,87851 x 10-11 Rotasi sb. Y
Rz (rad) 0 3,87851 x 10-11 Rotasi sb. Z

I.7.10. Transformasi Antar Datum dengan Molodensky-Badekas


Model transformasi datum Molodensky-Badekas didasarkan atas beberapa
asumsi yaitu pusat salib sumbu koordinat kedua sistem diasumsikan relatif
berdekatan, berarti translasi kecil. Sumbu-sumbu koordinat antara kedua sistem
diasumsikan sejajar, sehingga rotasi kedua sistem kecil (mengacu ke sumbu rotasi
bumi epoch tertentu). Kedua sistem koordinat memiliki skala yang berlainan dengan
perbedaan skala yang kecil. Pusat-pusat sistem dan sumbu-sumbu koordinat dari
kedua sistem dihimpitkan dengan unsur-unsur translasi dan rotasi.

Gambar.I. 3. Transformasi datum Molodensky-Badekas


(Modifikasi dari Daekin,2006)
17

Gambar.I.3. menunjukkan hubungan dua sistem koordinat model transformasi


Molodensky-Badekas. Terdapat dua sistem dalam gambar I.3 yaitu sistem I dan
sistem II. Transformasi dilakukan dari sistem II ke sistem I. Model transformasi
Molodensky-Badekas menggunakan bantuan koordinat pendekatan titik berat Po (Xo,
Yo, Zo) dari titik-titik sekutu pada sistem koordinat yang kedua. Koordinat
pendekatan titik berat dapat dituliskan sebagai persamaan I.9 s.d persamaan I.11
(Abidin, 2001).

................................................................................ (I.9)

................................................................................. (I.10)

................................................................................ (I.11)

Model matematik Molodensky-Badekas dapat ditulis sebagai persamaan I.12.


(Daekin, 2006).
( ) .................... (I.12)

atau dengan , maka persamaan I.12. menjadi persamaan I.13.


( ) ( ) ............... (I.13)

I.7.11. Hitung Kuadrat Terkecil


Ilmu geodesi berpendapat bahwa dalam setiap pengukuran selalu
mengandung kesalahan. Untuk memenuhi syarat geometris pada hasil pengukuran
maka data pengukuran harus diberikan koreksi. Pemberian koreksi dapat dilakukan
dengan melakukan hitung kuadrat terkecil. Penyelesaian hitungan dengan prinsip
kuadrat terkecil dilakukan dengan mencari solusi sehingga mempunyai V TPV
minimum (Soetaat,1996). Dengan matriks V (residu) merupakan beda nilai ukuran
terhadap nilai seharusnya, sedangkan matriks P adalah bobot atau ketelitian masing-
masing ukuran.
Hitung kuadrat terkecil dapat dilakukan dengan tiga cara (Soetaat,1996)
yaitu metode parameter, metode kondisi, dan metode kombinasi. Ketiga metode ini
memiliki kelemahan dan kelebihan. Metode parameter proses pembentukan model
matematik lebih mudah dilakukan namun proses hitungannya lebih sulit. Metode
kondisi lebih sulit dalam memodelkan persamaan matematiknya namun hitungannya
18

lebih mudah karena ukuran matriksnya lebih kecil dari pada metode parameter.
Sedangkan metode kombinasi lebih mudah digunakan untuk menyelesaikan
perhitungan dengan data pengukuran yang masih mengandung kesalahan dan
parameter yang dicari adalah fungsi pengukuran.

I.7.12. Hitung Kuadrat Terkecil Metode Kombinasi


Hitung kuadrat terkecil metode kombinasi merupakan gabungan dari metode
kondisi dan metode parameter. Parameter yang akan dicari harganya tidak dihitung
secara langsung, penyelesaiannya berdasarkan persamaan yang terdiri dari besaran
ukuran. Pengukuran sendiri merupakan fungsi parameter. Pada persamaan
matematisnya besaran ukuran tidak bebas satu sama lain, tetapi harus memenuhi
syarat geometris dan matematis tertentu. Persamaan hitung kuadrat terkecil metode
kombinasi dapat ditulis sebagai persamaan I.14 s.d. I.21 (Widjajanti,1992).
Bentuk umum metode kombinasi seperti pada persamaan I.14. Bentuk umum
ini kemudian dilakukan linearisasi dengan deret Taylor sampai turunan pertama.
Model linearisasi sesuai dengan persamaan I.15.
F (La,Xa) = 0 ...................................................................................... (I.14)

F(L,X0) + V+ X=0

AX + BV + W = 0 .............................................................................. (I.15)
Penyelesaian dengan matriks bobot (P)
= VTPV = VTPV 2KT (BV + A X + W) = 0

= 2VTP 2 KT B =0

PTV + BT K = 0
V = P-1 BT K ......................................................................................... (I.16)
Karena matriks simetris maka PT = P

= - 2 KTA = 0

-ATK = 0 ............................................................................................... (I.17)


Dari persamaan I.16 dan I.17 dapat dibentuk persamaan I.18.
BP-1BTK + AX + W = 0
K = - (BP-1BT)-1 (AX + W) .................................................................... (I.18)
19

Dari persamaan I.17 dan I.18 didapatkan persamaan I.19 untuk menghitung
parameter.
AT (BP-1BT)-1 (AX + W) = 0
AT (BP-1BT)-1 AX + AT (BP-1BT)-1 W = 0
X = - (AT (B P-1 BT)-1 A)-1 (AT (B P-1 BT)-1 W ..................................... (I.19)
V = - P-1 BT (B P-1 BT)-1 (AX + W) ....................................................... (I.20)
x = 2 (AT (B P-1 BT)-1 A)-1 ................................................................. (I.21)

Nilai varians aposteriori dapat dihitung dengan menggunakan persamaan I.22


(Soetaat, 1996). Setelah dihitung varians aposteriori, selanjutnya dapat dicari
matriks varians kovarians residu ( v) menggunakan persamaan I.25.

2 = ........................................................................................... (I.22)
c = r + u .................................................................................................. (I.23)
r = n no ................................................................................................. (I.24)
v = P-1 BT (B P-1 BT)-1 ((B P-1 BT) A (AT (B P-1 BT)-1 A)-1 AT)
(B P-1 BT)-1 B P-1 .......................................................................... (I.25)

Dalam hal ini, X : Matriks parameter


A : Matriks koefisien parameter
V : Matriks residu pengukuran
B : Matriks koefisien pengukuran
W : Matriks pengukuran
2
: Varians aposteriori
v : Varians kovarians residu
x : Varians kovarians parameter
no : jumlah pengukuran min
P : Matriks bobot
n : jumlah pengukuran
c : jumlah kondisi bebas
r : jumlah pengukuran lebih
20

I.7.13. Penyelesaian Model Matematik Transformasi Molodensky-Badekas


Dalam menyelesaikan parameter transformasi menggunakan HKT metode
kombinasi, koordinat kedua datum dianggap stokastik karena koordinat kedua datum
merupakan hasil pengukuran sehingga mempunyai kesalahan. Persamaan I.13 dapat
ditulis dalam bentuk persamaan matriks sebagai persamaan I.26 dan persamaan I.27
berikut (Widjajanti, 1992).

( ) ( ) ( ) (
) ................................................................................................................. (I.26)

[ ] [ ] [ ] [ ][ ] [ ]

[ ] ..................................................................................................... (I.27)

Perhitungan kuadrat terkecil pada proses transformasi menggunakan model


seperti pada persaman I.27. Matriks A, B, W, P, dan vektor X dan V dapat disusun
sebagai persamaan I.28 s.d persamaan I.37. Nilai parameter transformasi antar datum
dan nilai residu pengukuran/koordinat diselesaikan menggunakan persamaan I.19
dan persamaan I.20.
3nA7X1 + 3nB6nV1 + 3nW1 = 0 ....................................................................................... (I.28)

........................ (I.29)

[ ]
21

.............. (I.30)

[ ]

[ ]

........................ (I.31)

[ ]

............................................................................................... (I.32)

[ ]
Matriks 6nV1T = [ ] ..... (I.33)

Matriks 3nW1 = .............................................................................. (I.34)

[ ]

Untuk matriks bobot = Matriks P = 2 [ ] ........................................ (I.35)


22

Dengan matriks = (I.36)

1/(X2i)^2 0 0 0 0 0 0
0 1/(Y2i)^2 0 0 0 0 0
0 0 1/(Z2i)^2 0 0 0 0
0 0 0 ... 0 0 0
0 0 0 0 1/(X2n)^2 0 0
0 0 0 0 0 1/(Y2n)^2 0
0 0 0 0 0 0 1/(Z2n)^2

Matriks = (I.37)

1/(X1i)^2 0 0 0 0 0 0
0 1/(Y1i)^2 0 0 0 0 0
0 0 1/(Z1i)^2 0 0 0 0
0 0 0 ... 0 0 0
0 0 0 0 1/(X1n)^2 0 0
0 0 0 0 0 1/(Y1n)^2 0
0 0 0 0 0 0 1/(Z1n)^2

Dalam hal ini :


i : nomor titik sekutu
n : jumlah titik sekutu
( X(1)i, Y(1)i, Z(1)i ) : koordinat sistem I titik ke-i
( X(2)i, Y(2)i, Z(2)i ) : koordinat sistem II titik ke-i
( Vx(1)i, Vy(1)i, Vz(1)i ) : residu koordinat sistem I titik ke-i
( Vx(2)i, Vy(2)i, Vz(2)i ) : residu koordinat sistem II titik ke-i
(Xo, Yo, Zo) : koordinat titik berat sistem II
X1i ; Y1i ; Z1i : simpangan baku koordinat sistem I titik ke-i
X2i ; Y2i ; Z2i : simpangan baku koordinat sistem II titik ke-i
2 : varians apriori
: matriks kofaktor pengukuran sistem I
: matriks kofaktor pengukuran sistem II
23

I.7.14. Uji Global


Uji global dilakukan untuk mengetahui dan mengecek bahwa model
matematik hitungan, proses linearisasi, dan pemberian bobot telah benar
(Widjajanti,1992). Pengujian ini dapat menggunakan distribusi Chi-Square maupun
distribusi Fisher. Uji global dengan distribusi Chi-Square, dilakukan dengan
membandingkan nilai varians aposteriori dan nilai varians apriori. Hipotesis
dirumuskan dalam persamaan I.38. dan persamaan I.39. Sedangkan kriteria
pengujian dilakukan sesuai persamaan I.40.

Ho 2 = ............................................................................................. (I.38)
Ha 2 > ............................................................................................ (I.39)

.............................................................................................. (I.40)

Penolakan hipotesis nol (Ho) terjadi apabila 2 (df) > 2. Penolakan ini
mengindikasikan bahwa dalam model yang digunakan terdapat kesalahan. Dan
sebaliknya penerimaan Ho mengindikasikan bahwa model yang digunakan sudah
benar dan lengkap.

I.7.15. Data Snooping


Data snooping dilakukan untuk mengecek kesalahan tak acak pada setiap
ukuran. Dulu ada anggapan bahwa nilai residu pengukuran tiga kali lebih besar dari
kesalahan standar pengukuran merupakan indikator adanaya kesalahan blunder.
Anggapan tersebut kurang tepat karena residu bukan hanya karena adanya blunder
namun juga dipengaruhi oleh bentuk jaring yang bersangkutan. Oleh karena itu
digunakan kriteria pengujian data ukuran seperti pada persamaan I.41.
(Soetaat,1996).

F= > ................................................................................... (I.41)

Pengujian ini menggunakan distribusi Fisher, dimana Vi adalah nilai residu


ke-i dan Vi adalah nilai simpangan baku residu ke-i. Penolakan hipotesis nol (Ho)
terjadi apabila sesuai dengan kriteria pada persamaan I.41. Penolakan Ho
24

mengindikasikan adanya kesalahan tak acak pada data ukuran. Sedangkan


penerimaan Ho menunjukkan tidak adanya kesalahan tak acak dalam data ukuran.

I.7.16. Uji Signifikansi Parameter


Uji signifikansi parameter digunakan untuk mengetahui apakah nilai
parameter eksis secara stastistik dan berbeda signifikan dengan nilai nol
(Ghilani,2010). Selain itu juga dilakukan pengecekan apakah nilai parameter secara
signifikan mempengaruhi perubahan koordinat hasil transformasi (Sudarsono dan
Zulzarika, 2010). Pengujian signifikansi parameter ini menggunakan distribusi
student. Kriteria pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai parameter dan
simpangan baku parameter sesuai dengan persamaan I.42. dan persamaan I.43.
(Ghilani,2010).
t= .......................................................................................................... (I.42)

t t (/2,df) ................................................................................................... (I.43)


Penolakan hipotesis nol (Ho) terjadi apabila memenuhi kriteria pada
persamaan I.43. Penolakan Ho mengindikasikan nilai parameter tidak eksis secara
stastistik dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan koordinat hasil
transformasi. Sebaliknya penerimaan Ho menunjukkan parameter ada atau eksis
secara statistik dan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan koordinat hasil
transformasi.

I.7.17. Uji Signifikansi Beda Dua Parameter


Uji signifikansi beda dua parameter ini dilakukan untuk mengetahui
signifikansi perbedaan dua parameter. Uji ini dilakukan dengan distribusi student
pada tingkat kepercayaan dan derajat kebebasan tertentu. Pada penelitian ini, uji
signifikansi beda dua parameter digunakan untuk mengetahu signifikansi perbedaan
nilai tujuh parameter transformasi datum dari ITRF 2008 ke ITRF 2005 hasil
hitungan hitung kuadrat terkecil dan parameter transformasi datum yang dikeluakan
oleh IERS menggunakan epoch 2005. Kriteria pengujian yang digunakan sesuai
dengan persamaan I.44. dan persamaan I.45. (Widjajanti 2010).

t= ................................................................................ (I.44)

25

t t (/2,df) .................................................................................................... (I.45)


Dalam hal ini,
t : nilai t-hitungan
x1 : parameter transformasi dari hasil hitungan hitung kuadrat terkecil
x2 : parameter transformasi global pada epoch 2005
: varians parameter transformasi hasil hitungan hitung kuadrat terkecil

: varians parameter transformasi global pada epoch 2005


Penerimaa hipotesis nol (Ho) apabila memenuhi kriteria sesuai dengan
persamaan I.45. Penerimaan Ho ini mengindikasikan bahwa dua parameter tidak
berbeda secara signifikan. Sedangkan penolakan Ho mengindikasikan bahwa dua
parameter berbeda secara signifikan.

I.7.18. Nilai RMSe Koordinat


Nilai RMSe koordinat menunjukkan adanya kesalahan arah pada komponen
X, Y, dan Z terhadap posisi tertentu. Nilai RMSe koordinat dihitung dengan
persamaan I.46., persamaan I.47., persamaan I.48., dan persamaan I.49.

RMSx = ...................................................................................... (I.46)

RMSy = ........................................................................................ (I.47)

RMSz = .......................................................................................... (I.48)

RMSe = ........................................... (I.49)

I.8. Hipotesis
Berdasarkan nilai simpangan baku rotasi parameter global IERS yang lebih
besar dari pada nilai rotasinya, maka nilai rotasi parameter global tidak secara
signifikan mempengaruhi hasil hitungan transformasi datum, sehingga hipotesis yang
dipakai dalam penelitian ini adalah nilai rotasi hasil hitungan transformasi datum dari
ITRF 2008 ke ITRF 2005 menggunakan koordinat empat CORS BPN DIY hasil
pengolahan GAMIT/GLOBK diduga tidak akan berbeda secara signifikan dengan
nilai rotasi parameter global yang dikeluarkan oleh IERS.

Anda mungkin juga menyukai