Bab - 10 Analisa Cekungan
Bab - 10 Analisa Cekungan
Selley (1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara sederhana seperti dalam
Tabel X.2. , sedang Boggs (2001) membagi cekungan sedimen lebih rinci dan lebih
komplit (Tabel X.3).
Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi
beberapa cekungan yang dianggap penting akan dibahas secara singkat di bawah ini
(sebagian besar disarikan dari Boggs, 2001).
Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh
lembah patahan (Gambar X.1B).. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar
seperti pada Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km dan
panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan tektonik,
namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua seperti antara
Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan Tengah Atlantik
(Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika Timur merupakan contoh sistem
renggangan modern.
Gambar X.1:
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian
benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian
diaktifkan kembali selama tektonik konvergen (Gambar X.1C). Palung yang sempit tapi
panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur sesar.
Sedimen yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas
aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan turbit.
Contoh aulakogen di antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur Paleozoik dimana
Sungai Misisipi mengalir dan Palung Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger
membelahnya.
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru, Chili
dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya adalah cekungan
busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan Coastal range, Taiwan.
Contoh cekungan busur belakang di antaranya terjadi pada Jura Akhir Awal Kapur
terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.
Gambar X.3: Cekungan yang berhubungan dengan subduksi pada sistem subduksi
Sumatra
X.4. TEKNIK ANALISA CEKUNGAN
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk
dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut
dipelajari bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses
pembentukan sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan, sifat-
sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan posisi stratigrafi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen adalah:
a. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang
berasal dari batuan tersebut;
b. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan
denudasi yang menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam
cekungan;
c. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan
kenaikan/penurunan muka laut; dan
d. ukuran dan bentuk dari cekungan.
Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui lebih baik tentang
pengisian cekungan dan pengaruh berbagai parameter pengisian cekungan seperti
pasokan sedimen, besar butir, kecepatan penurunan cekungan, dan perubahan muka
laut.
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari
singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil pemboran
dalam, studi polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika. Pembahasan berikut ini secara
singkat akan diketengahkan teknik analisa cekungan yang umum dilakukan.
Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian
cekungan diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah kumpulan
titik-titik yang mempunyai elevasi sama dari bagian atas atau bawah suatu datum
tertentu. Struktur lokal seperti antiklin dan sinklin dapat dengan mudah dikenali pada
peta jenis ini (Gambar X.5). Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik
hidrokarbon maupun mineral dan batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan
peta ini, apabila menggunakan datum bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan
yang bersangkutan. Dengan begitu topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.
Gambar X.5. Peta kontur struktur yang memperlihatkan struktur lokal seperti antiklin dan
synklin.
Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan (Gambar X.6).
Ketebalan suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang
yang tersedia pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari geometri
cekungan dan kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal
merupakan pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah yang
sebelum pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak tererosi setelah
pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat digambarkan keadaan cekungan sebelum dan
selama pengendapan, sehingga apabila dilakukan analisa peta isopak untuk setiap
satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan mendapatkan informasi
perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.
Gambar X.6. Peta isopak yang menggambarkan daerah tinggian dan rendahan dari suatu
cekungan.
Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di bawah
atau di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua satuan
batuan mulai dari unit stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan di bawah unit
stratigrafi tertentu tersebut. Kemudian kita gambarkan peta geologi di atas alas satauan
batuan tersebut. Peta semacam ini disebut peta superkrop (supercrop map). Dengan
cara sama. Satuan batuan di atas suatu formasi atau tubuh batuan tertentu dapat pula
digambarkan. Peta superkrop umumnya dibuat pada batas ketidakselarasan, tetapi
dapat pula dibuat pada suatu satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta
jenis ini adalah untuk interpretasi pola aliran purba, pola pengisian cekungan,
pergeseran garis pantai, penimbunan secara gradual dari paleotopografi.
Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi
tertentu (Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies dimana
menyajikan beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan. Peta litofasies yang umum
dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang sebanding.
Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah kumulatif ketebalan
endapan klastik dan jumlah kumulatif endapan non-klastik, sebagai contoh:
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi cekungan
dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai perbandingan
klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan asal batuan atau
sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai perbandinganklastiknya
rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan. Dengan peta ini
juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen (Gambar X.7).
Gambar X.7. Peta litofasies perbandingan klastik. Arah panah menunjukkan arah
transportasi sedimen.
Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif dalam
suatu satuan stratigrafi dari tiga litofasies komponen (Boggs, 2001). Sebagai contoh,
lihat Gambar X.8 dari Boggs (2001), yang menunjukkan peta ketebalan relatif dari
batupasir, serpih dan batugamping. Diagram segi tiga menggambarkan tiga komponen
litofasies, yang kemudian dibagi menjadi subbagian dan masing-masing diberi simbol
berbeda. Peta jenis ini menunjukkan kelimpahan (dominasi) suatu satuan terhadap yang
satuan lain pada suatu tempat. Seperti halnya peta perbandingan klastik, peta litofasies
tiga komponen hanya merupakan penunjuk kasar terhadap lingkungan pengendapan dan
lokasi batuan asal.
Gambar X.8. Peta litofasies tiga komponen.
Gambar X.9. Peta arus purba dari batupasir Trias, Formasi Meluhu di Sulawesi Tenggara.