Anda di halaman 1dari 19

GEMPA BUMI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Kesehatan dan Penanggulangan Bencana


yang dibina oleh Ibu Metri Dian Insani S.Si.,M.Pd.

oleh
Kelompok 2
Rodhiallah Mertiarti NIM 140351604995
Sinta Nur Kholifah NIM 140351605301
Zahrotun Nafiah NIM 140351603267

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

September 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampai saat ini bumi merupakan satu-satunya yang dapat mendukung
kelangsungan hidup seluruh makhluk, diantara planet-planet anggota tata-surya
lainnya. Oleh karenanya pengetahuan mengenai bumi dianggap sangat vital guna
kelangsungan hidup penghuninya, termasuk manusia. Di jagat raya ini masih
banyak pengetahuan yang belum dikuasai, termasuk pengetahuan mengenai
gempa bumidan cara memprediksinya.
Indonesia adalah pertemuan rangkain sirkum mediterania dan sirkum
pasifik dengan proses pembentukan gunung yang masih berlangsung. Oleh sebab
itu di Indonesia banyak terjadi gempa bumi. Ini mengalami peningkatan dari
sekian gempa yang terjadi (gempa-gempa besar), hal ini disebabkan karena
kurangnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap gempa dan cara
penanggulangannya. Oleh karena itu kami menyusun makalah yang berjudul
Gempa Bumi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap gempa
serta cara penanggulangannya.

B. Rumusan Maslah
1. Apa yang dimaksud gempa bumi?
2. Apa saja jenis-jenis gempa bumi?
3. Bagaimana daerah yang rawan terjadi gempa bumi?
4. Bagaimana penanganan jika terjadi gempa bumi?
5. Bagaimana strategi mitigasi dan upaya pengurangan bencana gempa bumi?
6. Bagaimana aspek kesehatan pasca terjadinya gempa bumi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengetian gempa bumi.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis gempa bumi.
3. Untuk mengetahui daerah yang rawan terjadi gempa bumi.
4. Untuk mengetahui penanganan jika terjadi gempa bumi.
5. Untuk mengetahui strategi mitigasi dan upaya pengurangan bencana gempa
bumi.
6. Untuk mengetahui aspek kesehatan pasca terjadinya gempa bumi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gempa Bumi


Pada hakekatnya gempa bumi adalah getaran atau serentetan getaran dari
kulit bumi yang bersifat tidak abadi/ sementara dan kemudian menyebar ke
segala arah. Gempa bumi juga merupakan hentakan besar yang terjadi sekaligus
akibat penimbunan energi listrik elastik atau strain dalam waktu yang lama
secara kontinuitas akibat adanya proses pergerakan lempeng benua dan
samudera. Sesungguhnya, kulit bumi bergeser secara kontinu walaupun relatif
sangat kecil. Getaran tersebut tidak dikatakan sebagai gempa bumi karena sifat
geratannya terus menerus, sedangkan gempa bumi jadinya sangat jelas. Ilmu
yang secara khusus mempelajari gempa bumi dinamakan seismologi
(Ambraseys,1988).

B. Jenis-jenis Gempa Bumi


Terdapat macam-macam jenis gempa bumi yang dapat digolongkan
berdasarkan penyebab, kedalaman, dan gelombang atau getaran gempa bumi.
a. Gempa Bumi Berdasarkan Penyebab
1. Gempa bumi tektonik
Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu
pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai
kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi
ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di Bumi, getaran
gempa Bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian Bumi. Gempa
bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena
pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik
dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
2. Gempa bumi tumbukan
Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid
yang jatuh ke Bumi, hanya saja getarannya tidak terekam oleh alat
pencatat getaran gempa bumi dan juga sangat jarang terjadi.
3. Gempa bumi runtuhan
Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun
pada daerah pertambangan. Runtuhnya lubang-lubang interior seperti gua
atau tambang batuan/mineral dalam bumi dapat menyebabkan getaran di
atas permukaannya. Namun getaran ini tidak terlalu besar dan terjadi
hanya di setempat saja atau terjadi secara lokal.
4. Gempa bumi buatan
Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh
aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang
dipukulkan ke permukaan bumi.
5. Gempa bumi vulkanik (gunung api)
Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang
biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin
tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan
menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa
di sekitar gunung api tersebut.

b. Berdasarkan Kedalaman
1. Gempa bumi dalam
Gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang hiposentrumnya
berada lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi (di dalam kerak
bumi). Gempa bumi dalam pada umumnya tidak terlalu berbahaya.
2. Gempa bumi menengah
Gempa bumi menengah adalah gempa bumi yang
hiposentrumnya berada antara 60 km sampai 300 km di bawah
permukaan bumi.gempa bumi menengah pada umumnya menimbulkan
kerusakan ringan dan getarannya lebih terasa.
3. Gempa bumi dangkal
Gempa bumi dangkal adalah gempa bumi yang hiposentrumnya
berada kurang dari 60 km dari permukaan bumi. Gempa bumi ini
biasanya menimbulkan kerusakan yang besar.
c. Berdasarkan Gelombang/Getaran Gempa
1. Gelombang Primer
Gelombang primer (gelombang lungitudinal) adalah gelombang
atau getaran yang merambat di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7
14 km/detik. Getaran ini berasal dari hiposentrum.
2. Gelombang Sekunder
Gelombang sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang
atau getaran yang merambat, seperti gelombang primer dengan kecepatan
yang sudah berkurang,yakni 47 km/detik. Gelombang sekunder tidak
dapat merambat melalui lapisan cair.
(Ambraseys,1988).

C. Daerah yang rawan terjadi gempa bumi


Wilayah yang secara geologis berada pada lempeng-lempeng akan
membentuk zona gempa bumi. Wilayah yang rawan gempa tersebut yaitu Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.

D. Penanganan Jika Terjadi Gempa Bumi


Menurut Heka (2010), jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba,
berikut ini adalah petunjuk yang dapat dijadikan pegangan di manapun anda
berada.
a. Bila di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda
harus mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah ke
bawah meja untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda
tidak memiliki meja, lindungi kepala anda dengan bantal. Jika anda sedang
menyalakan kompor, maka matikan segera untuk mencegah terjadinya
kebakaran.
b. Bila di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau
buku, jangan panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak
yang terjauh ke pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung,
tiang dan pohon.
c. Bila di luar rumah
Lindungi kepada anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah
perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-
kaca dan papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan
tangan, tas atau apapun yang anda bawa.
d. Bila di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti
semua petunjuk dari petugas atau satpam.
e. Bila di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran.
Jika anda merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka
tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan
mengungsilah. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan
menggunakan interphone jika tersedia.
f. Bila di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan
terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah
mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi
petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.

g. Bila di dalam mobil


Saat terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda
mobil anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah
mengendalikannya.
Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan
berhentilah. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka
keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.
h. Bila di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah
langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami.
Jika anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.
i. Beri pertolongan
Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi
gempa bumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan
mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian, maka bersiaplah memberikan
pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada di sekitar anda.
j. Dengarkan informasi
Saat gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya.
Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan
bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh
informasi yag benar dari pihak yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak
karena informasi orang yang tidak jelas.

E. Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana Gempa Bumi


a. Harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa khususnya di daerah
rawan gempa.
b. Perkuatan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan.
c. Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi.
d. Perkuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.
e. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan
hunian di daerah rawan gempa bumi.
f. Zonasi daerah rawan gempa bumi dan pengaturan penggunaan lahan.
g. Pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gempa bumi
dan cara - cara penyelamatan diri jika terjadi gempa bumi.
h. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan, kewaspadaan
masyarakat terhadap gempa bumi, pelatihan pemadam kebakaran dan
pertolongan pertama.
i. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan
perlindungan masyarakat lainnya.
j. Rencana kontinjensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam
menghadapi gempa bumi.
k. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan
pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
l. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan
perlindungan masyarakat lainnya.
m. Rencana kontinjensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam
menghadapi gempa bumi.
(Eka, 2010)

F. Aspek Kesehatan Pasca Terjadinya Gempa Bumi


Kesehatan lingkungan merupakan faktor resiko kemungkinan terjadinya
Kejadian Luar Biasa (KLB) saat setelah terjadi bencana gempa bumi. Dengan
kata lain bencana alam dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang
cukup serius bila kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya tidak segera
ditangani dengan baik. Berikut aspek kesehatan pasca terjadinya bencana gemba
bumi:
a. Reaksi Sosial
Pelibatan masyarakat (terutama korban bencana) penting untuk
menurunkan kerentanan terhadap bencana, untuk memfasilitasi pemulihan
setelah bencana, dan untuk menstimulasi organisasi masyarakat yang
merupakan basis untuk pembangunan berkelanjutan. Masyarakat hendaknya
didorong untuk ambil bagian dalam mengidentifikasi hazard yang mereka
hadapi, dalam menilai kerentanan mereka sendiri, dan dalam merencanakan
jalan untuk meningkatkan kesiapan mereka dalam bencana (Wisner &
Adams, 2002).
Masyarakat pada umumnya lebih mengenal situasi dan kondisi
lingkungan setempat, mengetahui bagaimana perilaku dan kebiasaan, serta
kebutuhan masyarakat setempat korban bencana. Dengan melibatkan
masyarakat setempat maka program penanggulangan bencana yang ada akan
lebih tepat sasaran, efektif, dan efisien.
Perubahan kehidupan pasca musibah suatu bencana, khususnya
bencana gempa yang dahsyat, dengan interaksi yang terjadi antara pihak
korban dan penolong mempunyai dua efek yaitu positif dan negative dalam
kehidupan social masyarakat setempat. Efek positifnya seperti terjalinya
kerjasama yang baik diantara keduanya yaitu saling memberi dan menerima
dalam kepedulian membantu sesama, ada proses pembelajaran bagaimana
berinteraksi sosial dengan berbagai suku dan bangsa-bangsa.
b. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis baik ringan atau berat, biasanya berlangsung
lama atau bersifat sementara adalah aspek lain yang bisa terjadi pasca
bencana, khususnya gempa bumi yang dahsyat. Kehilangan nyawa orang
tua, anak, saudara, teman dekat, harta benda dan lainnya, akan berdampak
pada kondisi psikis orang-orang secara umum. Hal ini bisa kita lihat pada
kondisi tidak ada gairah lagi dalam menjalani kehidupan sehari-hari, merasa
bersalah tidak mampu menolong keluarganya yang menjadi koban, sering
termenung, sedih dan lain-lain. Dari pemeriksaan fisik biasanya akan
didapati gangguan tidur, tidak selera makan, jantung berdebar- debar, sering
sakit kepala, denyut nadi dan tekanan darah tidak stabil dll. Semuanya
mengindikasikan kondisi psikologis yang mengalami masalah akibat dari
suatu bencana.
c. Perpindahan Penduduk ke Tempat Pengungsian
Saat bencana terjadi tempat pengusian darurat akan menjadi tujuan
semua korban bencana. Untuk mengantisipasi masalah kesehatan lingkungan
yang akan timbul maka dalam memilih, melengkapi, atau memperbaiki
tempat pengungsian darurat sebaiknya melibatkan tenaga kesehatan dan ahli
teknik pengairan. Di samping itu, ketika merencanakan lokasi pengungsian
darurat semestinya dipertimbangkan juga dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan jangka panjang di sekitar area tersebut (Wisner & Adams, 2002).
Tidak semua penduduk akan mengungsi ke tempat pengungsian
bersama. Terkadang penduduk korban bencana mengungsi ke rumah saudara
atau tetangganya. Pada kondisi seperti ini perlu diinformasikan pada mereka
bahwa suplai air mungkin terkontaminasi dan air permukaan mungkin
terkontaminasi kotoran. Informasi mengenai metode sederhana penyaringan,
sedimentasi, penyimpanan, dan disinfeksi seharusnya diberikan. Perlu juga
dilakukan pendistribusian tablet klorinasi atau pemutih air untuk disinfeksi
air di rumah. Hal yang sangat penting pula adalah mengamankan air minum
yaitu mulai dari penyaringan, perebusan, disinfeksi, menyimpan dalam air
tertutup, dan sebagainya. Juga menginstruksikan pada mereka tentang
pembuangan sampah yang aman, tempat buang air besar, dan terapi rehidrasi
oral bagi anak yang terkena diare (Wisner & Adams, 2002).
d. Suplai Air
Prioritas utama di tempat pengungsian adalah menyediakan jumlah
air yang cukup, walaupun kualitasnya buruk, dan mencegah sumber air dari
kontaminasi. Suplai air seharusnya dilakukan dengan atau sebagai bagian
dari program promosi kesehatan yang bekerja sama dengan penduduk yang
terkena dampak (Wisner & Adams, 2002).
Kebutuhan dan ukuran kedaruratan suplai air jangka pendek mungkin
berbeda menurut komunitas desa atau semikota, situasi perkotaan dimana
pusat layanan air tersedia, populasi di pemindahan lokasi atau penampungan
sementara. Komunitas pedesaan biasanya kurang rentan terhadap
terganggunya suplai air saat bencana daripada komunitas perkotaan karena
suplai air umumnya terdesentralisasi dan menggunakan teknologi yang
sederhana, dan seringkali sumber alternatifnya ada. Namun bencana tertentu
seperti banjir dan kekeringan akan berdampak lebih besar pada area
pedesaan dibandingkan area perkotaan. Pada area perkotaan, prioritas
seharusnya diberikan pada area kota yang suplai airnya terganggu atau
terkontaminasi, tapi tidak punya sumber alternatif (Wisner & Adams, 2002).
Jumlah minimum air yang diperkenankan untuk perorangan untuk
minum, masak, dan kebersihan ditentukan oleh United Nations High
Commisioner for Refugees (1992a) sebanyak 7 liter per hari per orang
selama periode darurat jangka pendek. Pada kebanyakan situasi, kebutuhan
air mungkin lebih banyak yaitu : 15-20 liter per hari per orang untuk
penduduk umum, 20-40 liter per hari per orang untuk beroperasinya sistem
pembuangan kotoran, 20-30 liter per hari per orang untuk dapur umum, 40-
60 liter per hari per orang untuk rumah sakit terbuka atau pusat pertolongan
pertama, 5 liter per pengunjung untuk masjid, 30 liter per hari per sapi atau
unta untuk hewan ternak, dan 15 liter per hari per kambing atau hewan kecil
lainnya. Tambahan 3-5 liter per orang per hari dibutuhkan untuk minum dan
masak, suplai air yang cukup penting untuk mengontrol penyebaran penyakit
yang ditransmisikan karena kurangnya kebersihan (water washed diseases)
bahkan jika suplai air tidak memenuhi petunjuk kualitas air minum yang
ditetapkan WHO atau standard nasional (Wisner & Adams, 2002).
Air yang diduga terkontaminasi mikroorganisme harus direbus
minimal 10 menit sebelum penggunaan. Air yang terkontaminasi bahan
kimia, minyak atau gasoline tidak dapat ditreatment dengan perebusan atau
klorinasi. Karena itu jika polusi air karena bahan kimia atau minyak terjadi
sebaiknya air tidak digunakan lagi, dan harus disediakan air dari sumber lain
(Koren dan Bisesi , 2003).
Sesudah bencana, penilaian kerusakan sumber air yang tersedia dan
kebutuhan yang belum terpenuhi akan memudahkan tenaga kesehatan
mengatur sumber-sumber yang dibutuhkan.
e. Sanitasi
Feses manusia mengandung banyak organisme yang menyebabkan
penyakit meliputi virus, bakteri, dan telur atau larva dari parasit.
Mikroorganisme yang ada pada feses manusia mungkin masuk ke tubuh
melalui makanan, air, alat makan dan masak yang terkontaminasi atau
melalui kotak dengan benda-benda yang terkontaminasi. Diare, kolera, dan
typhoid tersebar dengan cara ini dan penyebab utama kesakitan dan
kematian dalam bencana dan kedaruratan. Sedangkan urin relatif kurang
berbahaya, kecuali di area dimana schistosomiasis karena urin terjadi
(Wisner & Adams, 2002).
Sullage (sampah cair dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian)
mengandung organisme yang menyebabkan penyakit, khususnya dari
pakaian kotor, tapi bahaya kesehatannya terjadi terutama ketika berkumpul
di daerah dengan pembuangan limbah yang buruk dan menjadi tempat
berkembang biaknya nyamuk Culex. Tikus, anjing, kucing, dan binatang lain
yang mungkin adalah carrier (reservoir) bagi organisme penyebab penyakit
tertarik pada makanan, pakaian, pembalut medis dan komponen lain sampah
padat. Kumpulan air hujan yang sedikit pada sampah padat dapat menjadi
tempat berkembang biak nyamuk Aedes (Wisner & Adams, 2002).
Hubungan antara sanitasi, suplai air, dan kesehatan secara langsung
dipengaruhi oleh perilaku kebersihan. Aspek perilaku ini penting sekali
dipertimbangkan saat memilih tehnik-tehnik yang ada sehingga fasilitas
yang disediakan dalam darurat dapat diterima dan digunakan dan dipelihara
kebersihannya oleh pengguna (Wisner & Adams, 2002).
Penyimpangan atau penampungan sampah hendaknya 1 tanki 100 L
per 10 keluarga atau 50 orang. Untuk transportasi sampah dianjurkan 1
gerobak per 500 orang atau 1 tenaga pembuang sampah untuk 5000 orang.
Sedangkan untuk pembuangan akhir sampah 1 lubang (2m x 5m dan dalam 2
m) dan 1 pembakaran digunakan untuk 500 orang (Komisi Tinggi PBB
untuk Urusan Pengungsi. Thn).
f. Sistem Pembuangan
Karena rusaknya sistem pembuangan limbah maka sangatlah
potensial terjadi outbreak suatu penyakit. Dua jenis teknik yang dibutuhkan
dalam situasi darurat ini. Pertama, mengoperasikan kembali sistem
pembuangan limbah sesegera mungkin dan mendisinfeksi seluruh area
dengan chlorine dimana buangan mungkin sudah kontak dengan material
dan struktur yang berhubungan dengan manusia. Kedua, menyediakan
privies sementara, toilet portable, dan holding tanks untuk individual selama
dan setelah bencana (Wisner & Adams, 2002).
Jumlah kakus, sebagaimana dianjurkan PBB, adalah 1 kakus per
keluarga. Namun apabila tidak memungkinkan bisa 1 kakus per 20 keluarga,
bahkan 1 kakus per 100 orang (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.
Thn).
g. Penguburan Jasad
Sebelum dilakukan pemakaman maka sedapat mungkin semua jasad
diidentifikasi dan dicatat hasilnya. Tingkat kematian saat bencana mungkin
sekali lebih tinggi dibanding dalam keadaan normal. Penguburan jasad
merupakan cara yang paling sederhana dan terbaik yang sejauh ini dapat
diterima dan dimungkinkan. Saat menangani jasad, pekerja harus melindungi
dirinya dengan sarung tangan, penutup muka, sepatu lars dan baju kerja
terusan. Sesudahnya pekerja harus membersihkan diri mereka sendiri dengan
sabun dan air (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi. Thn).
h. Keamanan Makanan
Makanan kemungkinan akan sulit didapat pada keadaan darurat atau
setelah bencana. Panen mungkin rusak di sawah, ternak tergenang, dan
suplai makanan terganggu, dan penduduk terpaksa menyelamatkan diri ke
area dimana tidak ada akses ke makanan. Lebih lanjut, keamanan semua
makanan berakibat besarnya risiko epidemi foodborne disease (Wisner &
Adams, 2002).
Putusnya pelayanan vital, seperti suplai air atau listrik, juga sangat
mempengaruhi keamanan pangan. Kekurangan air minum dan sanitasi yang
aman menghambat penyiapan makanan secara higienis dan meningkatkan
risiko kontaminasi makanan. Makanan khususnya rentan terhadap
kontaminasi ketika disimpan dan disiapkan di luar atau di dalam rumah yang
rusak dimana jendela dan dinding mungkin tidak lagi utuh (Wisner &
Adams, 2002).
Menyusul terjadinya bencana, penilaian mengenai efek bencana pada
kualitas dan keamanan makanan harus dibuat sebagai upaya untuk
mengonttrol makanan. Besarnya dan jenis kerusakan makanan harus dinilai,
dan sebuah keputusan dibuat mengenai pemisahan dan pengkondisian ulang
makanan yang berhasil diselamatkan (Wisner & Adams, 2002).
Jika panen sawah terkontaminasi kotoran manusia, seperti setelah
banjir atau kerusakan sistem pembuangan, penilaian harus dibuat segera
untuk menilai kontaminasi panen dan menetapkan tindakan, seperti menunda
panen dan memasak secara sepenuhnya, untuk mengurangi risiko transmisi
patogen fekal (Wisner & Adams, 2002).
WHO (1991) menetapkan Aturan Baku Penyiapan Makanan Secara
Aman sebagai berikut :
1. Masak makanan mentah sampai benar-benar matang
2. Makan makanan yang dimasak segera mungkin.
3. Siapkan makanan hanya untuk sekali makan
4. Hindari kontak antara makanan mentah dan makanan matang
5. Pilih makanan yang diproses untuk keamanan
6. Cuci tangan berulang-ulang
7. Jaga semua penyiapan makanan tetap bersih
8. Gunakan air bersih
9. Waspada dengan makanan yang dibeli di luar.
10. Berikan ASI pada bayi dan anak kecil.
Pada kondisi bencana biasanya didirikan banyak dapur umum.
Penyiapan makanan secara massal mempunyai banyak kekurangan yang
meliputi transmisi food borne disease. Karena itu penting bagi pengelola
makanan dan supervisor untuk ditraining pengolahan makanan secara aman
dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Adalah penting sekali
bahwa tenaga masak dan sukarelawan yang menyiapkan makanan tidak
menderita gejala berikut : jaundice (kuning) , diare, muntah, demam, sakit
tenggorokan (dengan demam), luka kulit yang tampak terinfeksi (borok,
luka, dan lain lain) atau ekskreta dari telinga, mata atau hidung (Wisner &
Adams, 2002).
Fasilitas yang dibutuhkan untuk dapur umum antara lain : suplai air,
toilet untuk staf dan pengguna, fasilitas cuci tangan, fasilitas untuk
mengelola sampah cair dan padat, meja, fasilitas untuk mencuci peralatan
dapur, bahan yang cukup dan sesuai untuk makan, kontrol terhadap rodent
dan pes yang lain, serta informasi keamanan makanan (Wisner & Adams,
2002).
Makanan beku yang tidak dibekukan lagi sebaiknya dibuang.
Makanan yang disimpan di lemari es yang disimpan di bawah 41 F dan
belum terkontaminasi air sungai atau yang lain atau bahan yang potensial
berbahaya dapat digunakan (Koren dan Bisesi , 2003).
i. Kontrol Pest dan Vektor
Selama situasi darurat dan periode sesudahnya, insekta dan rodent
mungkin meningkat dengan kecepatan tinggi. Peluang penyebaran penyakit
meningkat tajam. Karena sistem pembuangan rusak, rodent meninggalkan
area ini dan mencari sumber makanan lain. Yang jelas, setelah bencana,
sampah padat yang meliputi bahan-bahan yang bisa menjadi sumber
makanan rodent berkumpul (Koren dan Bisesi , 2003).
Bahaya infeksi yang serius mungkin meningkat ketika migrasi
massal membawa penduduk secara bersama-sama dari asal yang berbeda ke
tempat penampungan sementara yang sudah ada vektor penyakitnya. Pada
kondisi demikian, penduduk yang relatif carrier imun terhadap parasit dapat
memulai siklus penyebaran penyakit pada penduduk yang lemah dan
penduduk yang jadi korban tapi tidak kebal. Contoh outbreak penyakit yang
diobservasi pada kondisi demikian meliputi malaria (oleh nyamuk
Anopheles), epidemic typhus (oleh kutu), dan demam dengue (oleh nyamuk
Aedes). Malaria adalah salah satu dari lima penyebab kematian pada situasi
darurat, dan di area endemik kontrolnya mungkin menjadi salah satu
prioritas kesehatan utama (Wisner & Adams, 2002).
j. Kontrol Penyakit Menular dan Pencegahan Kejadian Luar Biasa
Lima penyakit penyebab kematian terbanyak saat keadaan darurat
dan bencana adalah diare, ISPA, measles, malnutrisi, dan malaria (pada
daerah endemik). Kepadatan penduduk, sanitasi dan higiene yang buruk, air
minum yang terkontaminasi, banyaknya tempat perkembangbiakan nyamuk
merupakan faktor risiko lingkungan terjadinya beberapa penyakit tersebut
(Wisner & Adams, 2002).
Training bagi petugas kesehatan sebelum bencana terjadi dalam
mengidentifikasi dan menatalaksana penyakit tertentu, persiapan stok lokal
bahan dan alat untuk diagnosis dan terapi penyakit yang mungkin terjadi,
perbaikan sistem surveillans kesehatan, dan kesadaran penduduk yang
terkena bencana terhadap penyakit menular, dan rujukan segera ke fasilitas
kesehatan dapat meningkatkan kemampuan untuk mengontrol penyakit
menular dan mencegah kejadian luar biasa (Wisner & Adams, 2002).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gempa bumi adalah getaran atau serentetan getaran dari kulit bumi yang
bersifat tidak abadi/ sementara dan kemudian menyebar ke segala arah. Terdapat
macam-macam jenis gempa bumi yang dapat digolongkan berdasarkan
penyebab, kedalaman, dan gelombang atau getaran gempa bumi. Wilayah yang
secara geologis berada pada lempeng-lempeng akan membentuk zona gempa
bumi. Penanganan yang dilakukan saat terjadi gempa bumi yakni sesuai dengan
lokasi korban berada. Gempa bumi dapat menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat yang cukup serius bila kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya
tidak segera ditangani dengan baik sehingga terdapat beberapa aspek kesehatan
yang harus diperhatikan.
Daftar Pustaka

Ambraseys, N. N., 1988. Engineering Seismology. Earthquake Engineering and


Structural Dynamics, Vol. 15: pp 1-105.
B. Wisner & J. Adams. Environmental Health in Emergencies and Disasters. A
Practical Guide. Geneva. WHO. 2002
Eka, Teguh Paripurno. 2010. Manajemen Bencana di Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Heka, Hertanto. 2009. Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat. Bandung: Ganeca
Exact.
Koren, Herman. dan Bisesi, Michael. Handbook of Environmental Health. Pollutant
Interactions in Air, Water, and Soil. Dalam : Environmental Health Volume
2. Boca Raton : Lewis Publishers. 2003.

Anda mungkin juga menyukai