Anda di halaman 1dari 29

SOP TB

Standar Pelayanan Penderita

1.Tujuan :

a.Mempermudah dam memperlancar pelayanan pada penderita TBC Paru.


b.Memutuskan rantai penularan TBC Paru.
c.Menurunkan angka kesakitan dan kematian TBC Paru.

2.Kebijakan :

a.Pengelola P2 TBC
b.Ruang Pengelola
c.Meja, kursi dan kipas angin
d.ATK dan buku register
e.Buku penderita TB.01, TB.02, TB.05 dan TB.06
f.OAT
g.Pot dahak
h.Slide dan Ose serta Lampu spritus.

3.Prosedur :

a.Pasien mendaftar diloket kartu


b.Petugas kartu menanyakan dan mencatat identitas pasien : nama, tanggal
lahir,jenis kelamin, alamat lengkap, dan pekerjaan pasien kemudian mencari dan
mengisi buku famyli folder penderita.
c.Buku famyli folder pasien dibawa ke ruang Polik dokter berdasarkan nomor urut
pendaftaran.
d.Pasien disilahkan duduk sambil menunggu namanya di panggil.
e.Penderita masuk di ruang Polik dokter.
f.Dokter melakukan anamese penderita mengenai keluhan ada batuk/tidak, berapa lama
batuk dan bila tersangka TBC, dokter merujuk untuk pemeriksaan dahak ke
Pengelola TBC.
g.Penderita ke ruang pengelola TBC.
h.Penderita dipersilahkan masuk dan duduk.
i.Pengelola melalukan anamese ulang dan mencatat mengenai berapa lama batuk,
berdahak/tidak, dahak bercampur darah/tidak, sesak nafas/tidak, nyeri dada
/tidak, kurang nafsu makan/tidak, berat badan menurun/tidak, riwayat kontak
dengan penderita TBC dan apakah pernah minum obat paru-paru selama kurang dari 1
bulan atau lebih dari 1 bulan.
j.Mengisi buku daftar suspek porm. TB.06
k.Pengelola memberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak dan cara
batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen.
l.Memberikan pot dahak sewaktu kunjungan pertama dan pengambilan dilakukan
dibelakang Puskesmas.
m.Memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak. Dahak yang baik untuk
pemeriksaan
adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental, dengan volume 3-5
ml.Bila volumennya kurang, pengelola harus meminta agar penderita batuk lagi
sampai volumenya mencukupi.
n.Jika tidak ada dahak keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus
dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman TBC.
o.Memberikan label pada diding pot yang memuat nomor identita sediaan dahak seuai
dengn TB.06
p.Memberikan pot dahak pagi yang sudah diberi label untuk diisi di rumah penderita
dan disuruh datang besok pagi membawa dahak paginya dan kemudian petugas
mengambil dahak sewaktu kunjungan kedua.
q.Membuat apusan dahak penderita pada slide yang sudah duberi label dengan
menggukana ose.
r.Mengisi form. TB.05, sediaan yang sudah di fiksasi segera disimpan kedalam kotak
sediaan untuk menghindari risiko pecah atau dimakan serangga.
s.Mengirim sediaan ke PRM dilakukan paling lambat 1 minggu sekali disertai
formulir laboratorium TBC untuk pemeriksaan dahak (TB.05).

Standar Penyuluhan Penyakit TB

1. Pengertian :

Menyampaikan informasi berupa pesan atau pemikiran dari pihak pemberi pesan/sumber
informasi kepada pihak lain/penerima pesan dengan cara tertentu.

2. Tujuan :

a. Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC


b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan TBC.

3. Prosedur :

a. Menyusun Satuan Acara Penyuluhan ( SAP ) sesuai dengan kemampuan dan sumber
daya yang ada, meliputi :
1). Mentujuan tujuan penyuluhan
2). Menentukan sasaran penyuluhan ( Toma, Masyarakat umum, Kader Posyandu,
Penderita, Keluatga penderita atau PMO ).
3). Menentukan tempat penyuluhan ( di Unit Pelayanan Kesehatan atau di Luar Unit
Pelayanan Kesehatan ).
4). Menentukan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan situasi tempat, sasaran dan
pelaksanaan penyuluhan.
5). Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai dengan
jenis penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau
mayarakat/massa.
6). Alat bantu/media yang digunakan ( media cetak seperti poster, lembar balik atau
media elektronik seperti pemutaran film ).
7). Menentukan biaya yang digunakan
8). Materi penyuluhan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan sasaran.
b. Pelaksanaan penyuluhan :
1). Penyuluhan TBC diaksanakan di dalam gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan langsung perorangan sasarannya : penderita TBC, keluarga penderita atau
PMO.
b) Penyuluhan langsung kelompok sasarannya : kelompok penderita bersama
keluarganya dan PMO
c) Penyuluhan tidak langsungseperti menepelkan poster dan broser TB.
2). Penyuluhan TBC diaksanakan di luar gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan perongan dirumah penderita.
b) Penyuluhan kelompok di posyandu.
c. Mengevaluasi penyuluhan :
1). Terpaicanya tujuan yang diharapkan
2). Adanya perubahan prilaku penderita
3). Bertambahnya wawasan/pengetahun tentang penyakit TBC.

Alur Diagnosa TB

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
pagi sewaktu (SPS).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB


(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan


foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

Diagnosis TB ekstra paru.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Alur Diagnosis TB Paru Dewasa

Sistem Scoring ( Pembobotan ) Gejala dan penunjang Diagnosis TB


Anak
OAT ( Obat Anti Tuberculosa )

Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose
Combination(FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu
rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2,
3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.
WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan
dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi
dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC:
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan
penderita.
33
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah
pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak
bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya
dan lebih murah pembiayaannya.
Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam pelaksanaan
pemakaian OAT-FDC :
Salah persepsi, petugas akan menganggap dengan OAT-FDC, kepatuhan
penderita dalam menelan obat akan terjadi secara otomatis, karenanya
pengawasan minum obat tidak diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka
bio-availability obat, khususnya Rifampisin akan berkurang.
Jika kesalahan peresepan benar terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi
kelebihan dosis pada semua jenis OAT dengan Risiko toksisitas atau
kekurangan dosis (sub-inhibitory concentration) yang memudahkan
berkembangnya resistensi obat.
Bila terjadi efek samping sulit menentukan OAT mana yang merupakan
penyebabnya. Karena paduan OAT-FDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang
ada pada saat ini tidak berbeda maka dapat menurunkan nilai pentingnya
pemeriksaan dahak mikroskopis bagi petugas.
Pemakaian OAT-FDC tidak berarti mengganti atau meniadakan tatalaksana
standar dan pengawasan menelan obat.

Tablet OAT-FDC Komposisi/Kandungan Pemakaian


4FDC 75 mg INH
150 mg Rifampisin
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol
Tahap Intensif/
awal dan sisipan
Harian
2FDC 150 mg INH
150 mg Rifampisin
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
Pelengkap paduan kategori-2 :
Tablet etambutol @ 400mg
Injeksi ( vial) Streptomisin 750mg
Aquabidest dan Spuit
Tabel. 6 Jenis OAT-FDC yang tersedia di program penanggulangan TB.
Paduan pengobatan OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
2(HRZE)/4(HR)3 untuk Kategori 1 dan Kategori 3
2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3 untuk Kategori 2
Dosis Pengobatan
Pada tabel 6 berikut ini disampaikan Dosis Pengobatan Kategori -1 dan Kategori
-3 : {2(HRZE)/4(HR)3}
Berat Badan TAHAP INTENSIF(tiap hari selama 2bulan) TAHAP LANJUTAN(3
kalisemingguslm4bln
30 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC
38 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
> 70 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC

Satu blister tablet FDC (4FDC atau 2FDC) terdiri dari 28 tablet
36

Berat Badan TAHAP INTENSIF TAHAP LANJUTAN


Jumlah blister tablet Jumlah blister tablet
4FDC 2FDC

30 37 kg 4 BLISTER 3 BLISTER + 12 tablet


38 54 kg 6 BLISTER 5 BLISTER + 4 tablet
55 70 kg 8 BLISTER 6 BLISTER + 24 tablet
> 70 kg 10 BLISTER 8 BLISTER + 16 tablet

1. ISONIAZIDA (H)
Identitas.
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazida
100 mg dan 300 mg / tablet Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida;
Isonikotinilhidrazida; INH
Dosis.
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg
per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi
orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya.
Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam
kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan
sampai dengan 900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak
dengan dosis 10 20 mg per kg berat badan. Atau 20 40 mg per kg berat badan
sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu.
Indikasi.
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif,
disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi
mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan
antituberkulosis lain.
Kontraindikasi.
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi
adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap
etiologi : kehamilan(kecuali risiko terjamin).
Kerja Obat.
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang.
Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang
diperlukan untuk membangun dinding bakteri.

2. RIFAMPISIN
Identitas.
Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg,
600 mg
Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari,
atau 600 mg 2 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan
obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga
46
kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari
maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 15 mg per kg berat badan.
Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg
untuk 10 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg.
Indikasi
Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan
dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Mekanisme kerja,
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Dinamika / Kinetika Obat Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak
(berbeda beda dalam kadar) setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih
terdeteksi selama 24 jam. Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh,
termasuk cairan serebrosfinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding
kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasma lebih kurang 1,5- 5 jam( lebih
tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati, dan dapat lebih rendah pada penderita
terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi emtablit aktif dan tak aktif;
masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar. Hingga 30 % dosis diekskresikan
dalam kemih, lebih kurang setengahnya sebagai obat bebas. Meransang enzim
mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat terentu. Melintasi plasenta dan
mendifusikan obat tertentu kedalam hati.

3. PIRAZINAMIDA
Identitas.
Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet.
Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 30 mg per kg berat badan, satu kali
sehari. Atau 50 70 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Obat ini dipakai
bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.
Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti
tuberkulosis lain.
Kontraindikasi
terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
Mekanisme kerja,
berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase
yang berasal dari basil tuberkulosa.
Dinamika / Kinetika Obat Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar
plasma puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paro
kira-kira 9 jam. Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat dalam kemih, 30%
dikeluarkan sebagai metabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam.
Interaksi bereaksi dengan reagen Acetes dan Ketostix yang akan memberikan
warna ungu muda sampai coklat.
Efek Samping
Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia,
hepatomegali, ikterus; gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik,
urtikaria.
Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati
penggunaan pada: penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau
diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita
dengan riwayat tukak peptik.

4. ETAMBUTOL
Identitas.
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl
250 mg, 500 mg/tablet.
Dosis.
Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg
berat badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat
badan, dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang
dokter juga memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua
kali seminggu. Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis
lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi .
Indikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan
obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko
resistensi rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk
anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.
Kontraindikasi.
Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.
Kerja Obat. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB
yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin.
Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang
sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding
sel.
Dinamika/Kinetika Obat.
Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma
puncak 2-4 jam; ketersediaan hayati 77+ 8%. Lebih kurang 40% terikat protein
plasma. Diekskresikan terutama dalam kemih. Hanya 10% berubah menjadi
metabolit tak aktif. Klearaesi 8,6% + 0,8 % ml/menit/kg BB dan waktu paro
eliminasi 3.1 + 0,4 jam. Tidak penetrasi meninge secara utuh, tetapi dapat
dideteksi dalam cairan serebrospina pada penderita dengan meningetis
tuberkulosa
Interaksi. Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan
mengurangi absorpsi etambutol. Jika dieprlukan garam alumunium agar
diberikan dengan jarak beberapa jam.
Efek Samping
Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan
dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang.
Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol
harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan
akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan
sakit perut.

5. STREPTOMISIN
Identitas
Sediaan dasar serbuk Streptomisin sulfat untuk Injeksi 1,5 gram / vial
berupa serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama dengan Aqua Pro Injeksi
dan Spuit.
Dosis
Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah
dilakukan uji sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah
15 mg per kg berat badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 30 mg per kg
berat badan, maksimum 1,5 gram 2 3 kali seminggu. Untuk anak 20 40 mg
per kg berat badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 30 mg per kg
berat badan 2 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120
gram.
Indikasi.
Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid,
Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan
2 atau lebih obat kombinasi tersebut.
Kontraindikasi hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida
lainnya.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang sedang
membelah. Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman
dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal.
Dinamika / Kinetika Obat Absorpsi dan nasib Streptomisn adalah kadar plasma
dicapai sesudah suntikan im 1 2 jam, sebanyak 5 20 mcg/ml pada dosis
tunggal 500 mg, dan 25 50 mcg/ml pada dosis 1. Didistribusikan kedalam
jaringan tubuh dan cairan otak, dan akan dieliminasi dengan waktu paruh
2 3 jam kalau ginjal normal, namun 110 jam jika ada gangguan ginjal.
Interaksi Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin,
Sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin
menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko
hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler,
diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot
yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan
piridostigmin.
Efek Samping
Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g,
yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.

Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 00.25

Prinsip Pengobatan TB
1. TUJUAN

Menyembuhkan penderita

Mencegah kematian

Mencegah kekambuhan

Menurunkan tingkat penularan

2. JENIS DAN DOSIS OAT


a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam
beberapa hari pertama
pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang
berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi dormant ( persister ) yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid dosis 10
mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.
c) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian yang dianjurkan 25
mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis
35 mg/kg BB.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari
sedangkan unuk berumur 60 tahun
atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali
seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB.

3. PRINSIP PENGOBATAN

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan,
supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan
dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.
Aapabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan penderita
menelan obot , pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang
pengawas Menelan Obat (PMO )
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif

Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya
kekebalan terhadap semua OATterutama rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian
besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka waktu
yang lebih lama

PADUAN OAT DI INDONESIA


WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease ) me-
rekomendasikan paduan OAT Standar
Yaitu :
Kategori 1 :

2HRZE / 4 H3R3

2HRZE / 4 HR

2HrZE / 6 HE

Kategori 2:

2HRZES / HRZE /5H3R3E3

2HRZES / HRZE / 5HRE

Kategori 3:

2HRZ / 4H3R3

2 HRZ / 4 HR

2HRZ / 6 HE

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT


Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3
Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan ( HRZE )
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk
memudahkam pemberian obat dan
menjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan sampai selesai satu (1) paket untuk satu
( 1) penderita dalam satu (1)
masa pengobatan.
a) Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z) dan Etambutol ( E
) Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZE ). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang
terdiri dari isoniasid ( H) dan
Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru TBC Paru BTA Positif

Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat dan

Penderita TBC Ekstra Paru berat.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:

o Penderita baru TBC paru BTA positif.

o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.

o Penderita gagal terapi.

o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:

o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).

2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,


kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 23.44

10 Hal Tentang TBC


10 HAL TENTANG TBC DAN PENANGGULANGANNYA.
10 FAKTA PENTING MENGENAI SITUASI TBC DI INDONESIA
Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia
Secara nasional, TBC ?membunuh? kira-kira 140.000 orang setiap tahun
Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
Indonesia merupakan ?penyumbang? kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % 4,4 % ( menurut
data 1972-1987 ).
Sekitar pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif.
Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed
Tratment Short-Course) untuk menanggulangi TBC.
Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas diberikan dalam bentuk Kombipak.
Tahun 1999 merupakan dimulainya era penting dalam penanggulangan TBC di Indonesia,
karena dibentuknya GERDUNAS-TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TBC)
yang merupakan wujut nyata kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dalam
penanggulangan TBC di Indoensia.
Penelitian ekonomi kesehatan di Indonesia menemukan bahwa jika pengobatan dapat
diterapkan secara dini, setiap US$ 1 yang untuk program penanggulangan TBC, maka akan
dapat menghemat US$ 55 dalam waktu 20 tahun.
10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC
Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya.
TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit menular
lainnya.
Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya
setiap kematian akibat TBC itu bisa dihindari.
Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.
Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC.
Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun)
belum terjangkit oleh penyakitnya.
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ? 15 orang
dalam jangka waktu 1 tahun.
Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang menderita TBC
batuk dan bersin, meludah atau berbicara.
Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.
10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PERPINDAHAN PENDUDUK
Sekitar 50 % dari jumlah pengungsi di seluruh dunia kemungkinan telah tertular TBC, Setiap
tahunnya, lebih dari 17.000 orang pengungsi menderita sakit akibat TBC.
Populasi pengungsi menghadapi peningkatan masalah akibat TBC; jumlah pengungsi dan
pelarian di seluruh dunia telah berlipat 9 kali selama 20 tahun terakhir.
Penderita TBC yang tidak dirawat dapat menyebarkan penyakitnya secara cepat, terutama di
lingkungan penampungan dan kamp pengungsi, Amatlah sulit memberikan perawatan TBC
bagi penduduk yang berpindah-pindah.
WHO merekomendasikan bahwa TBC harus menjadi prioritas utama, sesegera mungkin
setelah fase darurat bagi para pengungsi itu berlalu.
Turisme, perjalanan antar-negara dan migrasi menunjang terjadinya penyebaran kuman TBC.
Di banyak negara industri maju, paling tidak setengah dari jumlah kasus TBC, ditemukan
pada orang-orang yang lahir di negara lain.
Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang yang tempat
kelahirannya bukan di AS
Jumlah kasus TBC di AS diantara orang-orang yanglahirnya bukan di AS, senantiasa
meningkat setiap tahun.
Kaum gelandangan di negara maju merupakan golongan yang resiko tertular TBC-nya
semakin meningkat.
Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa hampir 30 % dari populasi gelandangan di San Francisco
(AS) dan sekitar 25 % dari populasi gelandangan di London (Inggris) telah tertular oleh
kuman TBC ? jauh lebih tinggi daripada rata-rata nasional di kedua negara tersebut.
10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN
TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh kaum
perempuan.
Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta diantaranya akan
meninggal dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut pada tahun ini, Perempuan
yang menderita TBC ini berusia antara 15 ? 44 tahun.
TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan muda usia.
TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan penyebab
kematian lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3 % ).
Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin terjangkit
oleh penyakit TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.
Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap penuaran HIV.
Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar dibandingkan
jumlah penderita pria.
TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan kematian akibat
melahirkan.
Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi,
pengucilan dan perceraian bagi kaum wanita.
Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan adanya upaya
lebih baik penanggulangan penyakit TBC.
Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 23.01
DOTS

DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) adalah strategi
pengobatan pasien TB dengan menggunakan paduan obat jangka pendek dan
diawasi langsung oleh seorang pengawas yang dikenal sebagai PMO (pengawas
menelan obat).

Pengobatan TBC dengan strategi DOTS ini merupakan satu-satunya pengobatan


TBC yang saat ini direkomendasikan oleh oraganisasi kesehatan sedunia (WHO)
karena terbukti paling efektif.

Obat TBC harus diminum secara teratur sampai penderita dinyatakan sembuh.
Lama pengobatan berkisar 6 sampai dengan 8 bulan.

Jika tidak teratur minum obat akan menimbulkan:

* Penyakitnya akan lebih sukar diobati


* Kuman TBC dalam tubuh akan berkembang semakin banyak dan menyerang
organ tubuh lain
* Akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat sembuh
* Biaya pengobatan akan sangat besar dan tidak ditanggung oleh pemerintah

APAKAH DOTS ITU ?

DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi
penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat.
DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya
secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi
DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung
oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.
Bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling ?cost
effective?.
Bangladesh : Dengan strategi DOTS, angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %.
Maldives : Angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS.
Nepal : Setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85 % sebelumnya
hanya mencapai 50 %.
RRC : Tingkat kesembuhan mencapai 90 % dengan DOTS.

DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan
tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan
sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS
diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000
(http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat
disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data
WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70
persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 22.56

Diagnosa TB Sesuai ISTC


Penyakit Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat, bukan saja di dunia atau nasional tetapi juga di Jawa Barat,
Penanggulangan TB sampai saat ini belum berhasil dengan optimal. Salah satu
kendalanya adalah cara pengobatan yang salah, tidak berkualitas dan tidak sesuai
dengan standar penanganan TB.
Hal-hal tersebut akan dapat mengakibatkan pelayan pengobatan terhadap
penderita TB yang di bawah standar dan sebagai akibatnya hasil pengobatan yang
buruk, penderita tetap infeksius dan menularkan pada anggota keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Dampak buruk lainnya adalah penderita bisa menjadi
resisten terhadap multiple obat anti tuberkulosis, sehingga semakin sulit diobati dan
memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal.
ISTC (International Standards for Tuberculosis Care) merupakan standar
yang melengkapi pedoman program penanggulangan TB Nasional yang di
rekomendasikan oleh WHO. ISTC telah di dukung oleh berbagai organisasi
kesehatan baik internasional maupun nasional, antara lain KNCV, ATS, IUATLD, US
CDC dan di Indonesia telah didukung oleh IDI, PDPI, PAPDI, IDAI, POGI, PAMKI.
Tujuannya memberikan penjelasan standar penanganan TB yang dapat diterima
luas di setiap tingkat pelayanan oleh semua praktisi, baik instansi pemerintah
maupun swasta dalam menangani pasien yang diduga atau menderita TB,
memberikan pelayanan bermutu tinggi kepada pasien TB meliputi semua usia, BTA
positif ataupun negatif, ekstraparu, MDR (multiple Drugs Resistance), HIV dengan
TB.
ISTC terdiri dari 17 standar :
6 standar diagnosis
9 standar terapi
2 standar tanggungjawab kesehatan masyarakat.

Dalam Clinic Corner kali ini akan di bahas mengenai 6 standar diagnosis.

Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih,
yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).

Mengapa 2-3 minggu ?


Hasil penelitian di India (2005), mengatakan bahwa kasus TB yang terdeteksi
meningkat 46% pada pemeriksaan setelah batuk 2 minggu dibanding batuk 3
minggu.
Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan dahak
mikroskopis minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Minimal satu spesimen harus berasal
dari dahak pagi hari.
Pemeriksaannya mudah, dapat dilakukan di hampir semua pusat pelayanan
kesehatan. Data terakhir menunjukkan :
Pemeriksaan Sputum 1 : positif 83-87%
Pemeriksaan Sputum 2 : positif bertambah 10-12%
Pemeriksaan Sputum 3 : positif bertambah 3-5%
Standar 3 : Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil
untuk pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan sumber daya,
dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.
Hal ini dikarenakan sedikitnya Mycobacterium Tb . yang ditemukan pada ekstra
paru. Pada pleuritis TB BTA positif hanya 5-10%, pada meningitis TB lebih rendah
lagi.
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya
TB paru dan TB millier.
Standar 4 : Semua orang dengan gambaran foto toraks diduga tuberkulosis
seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Hasil penelitian dari 2229 pasien yang dilakukan pemeriksaan foto toraks, 227
pasien dianggap TB, 36 % ternyata BTA negatif, sisa nya (2002 pasien) yang
dianggap tidak TB, ternyata pada 31 pasien kultur BTA nya positif.
Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus
didasarkan pada kriteria berikut :
Minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak
pagi hari)
Gambaran foto toraks sesuai tuberkulosis
Tidak ada respon terhadap antibiotika spektrum luas (Catatan : fluorokuinolon harus
dihindari karena aktif terhadapM.Tuberculosis complex sehingga dapat
menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).
Untuk pasien ini, jika tersedia fasilitas, biakan dahak seharusnya dilakukan. Pada
pasien yang diduga terinfeksi HIVevaluasi diagnostik harus disegerakan.
Standar 6 : Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar
getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun sediaan
apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai
tuberkulosis dan terdapat riwayat kontak atau uji kulit tuberkulin atau interferron
gamma release assay positif.
Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas, harus dilakukan pemeriksan biakan
dari bahan yang berasal dari batuk, bilas lambung atau induksi dahak.
Dengan berdasarkan 6 standar diagnosis di atas, diharapkan setiap dokter
baik dari instansi pemerintah maupun swasta dapat mendiagnosis penderita TBC
dengan tepat sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB ,
resiko penularan TB, mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB sehingga
TB tidak menjadi masalah lagi bagi Indonesia pada umumnya dan Jawa Barat pada
khususnya.

6 standar diagnosis.
Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih,
yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).
Mengapa 2-3 minggu ?

Hasil penelitian di India (2005), mengatakan bahwa kasus TB yang terdeteksi


meningkat 46% pada pemeriksaan setelah batuk 2 minggu dibanding batuk 3
minggu.

Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan dahak
mikroskopis minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Minimal satu spesimen harus berasal
dari dahak pagi hari.
Pemeriksaannya mudah, dapat dilakukan di hampir semua pusat pelayanan
kesehatan. Data terakhir menunjukkan :

Pemeriksaan Sputum 1 : positif 83-87%

Pemeriksaan Sputum 2 : positif bertambah 10-12%

Pemeriksaan Sputum 3 : positif bertambah 3-5%

Standar 3 : Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil
untuk pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan sumber daya,
dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.
Hal ini dikarenakan sedikitnya Mycobacterium Tb . yang ditemukan pada ekstra
paru. Pada pleuritis TB BTA positif hanya 5-10%, pada meningitis TB lebih rendah
lagi.
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada
tidaknya TB paru dan TB millier.
Standar 4 : Semua orang dengan gambaran foto toraks diduga tuberkulosis
seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Hasil penelitian dari 2229 pasien yang dilakukan pemeriksaan foto toraks, 227
pasien dianggap TB, 36 % ternyata BTA negatif, sisa nya (2002 pasien) yang
dianggap tidak TB, ternyata pada 31 pasien kultur BTA nya positif.

Foto toraks bermanfaat pada kasus-kasus BTA negatif.

Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus


didasarkan pada kriteria berikut :
Minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali
dahak pagi hari)

Gambaran foto toraks sesuai tuberkulosis

Tidak ada respon terhadap antibiotika spektrum luas (Catatan : fluorokuinolon


harus dihindari karena aktif terhadap M.Tuberculosis complex sehingga dapat
menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).
Untuk pasien ini, jika tersedia fasilitas, biakan dahak seharusnya dilakukan. Pada
pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik harus disegerakan.
Standar 6 : Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar
getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun sediaan
apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai
tuberkulosis dan terdapat riwayat kontak atau uji kulit tuberkulin atauinterferron
gamma release assaypositif.
Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas, harus dilakukan pemeriksan biakan
dari bahan yang berasal dari batuk, bilas lambung atau induksi dahak.

Dengan berdasarkan 6 standar diagnosis di atas, diharapkan setiap dokter baik dari
instansi pemerintah maupun swasta dapat mendiagnosis penderita TBC dengan
tepat sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB , resiko
penularan TB, mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB

Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 22.49

Penyakit TBC

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus
baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.
Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan
bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Penyebab Penyakit TBC
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch
pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum
(KP).

Cara Penularan Penyakit TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber
infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh
organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah
bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-
paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri
ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat
diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan
tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan.

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan
5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:

o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

o Pemeriksaan fisik.

o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

o Rontgen dada (thorax photo).

o Uji tuberkulin.
Apakah tanda-tanda bahwa seseorang terkena penyakit TBC?

Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari
gejalanya terlebih dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise),
lemah. Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa lebih lanjut,
jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti menderita TBC, harus dipastikan
dengan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen.

Apakah setiap orang yang mengalami batuk berdarah berarti menderita TBC?

Belum tentu, karena batuk berdarah dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, bisa
karena penyakit paru-paru lainnya, karena adanya perdarahan di daerah hidung bagian
belakang yang tertelan dan pada saat batuk keluar dari mulut atau karena anak batuk terlalu
keras sehingga menyebabkan lukanya saluran nafas sehingga mengeluarkan darah.

TBC menular melalui media apa saja? Dan rata-rata berapa lama gejala timbul setelah
orang terpapar kuman TBC?

Pada umumnya adalah melalui percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa
ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga melalui debu,
alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman yang masuk dalam tubuh akan
berkembangbiak, lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat
berbulan-bulan sampai tahunan.

Apakah kena udara pagi terus menerus dan merokok dapat menyebabkan TBC?

Kena udara pagi terus menerus tidak terlalu bermasalah dalam hal penularan TBC, sedangkan
merokok dapat menurunkan daya tahan dari paru-paru, sehingga relatif akan mempermudah
terkena TBC.

Apakah penyakit TBC itu diwariskan secara genetik?

Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC bukanlah penyakit
turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui percikan dahak yang mengandung
kuman TBC, maka orang yang hidup dekat dengan penderita TBC dapat tertular.

Mengapa pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama?

Karena bakteri TBC dapat hidup berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotika (bakteri
TBC memiliki daya tahan yang kuat), sehingga pengobatan TBC memerlukan waktu antara 6
sampai 9 bulan. Walaupun gejala penyakit TBC sudah hilang, pengobatan tetap harus
dilakukan sampai tuntas, karena bakteri TBC sebenarnya masih berada dalam keadaan aktif
dan siap membentuk resistensi terhadap obat. Kombinasi beberapa obat TBC diperlukan
karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai stadium dan fase
pertumbuhan yang cepat.
Bagaimana bila penderita TBC tidak mengkonsumsi obat secara teratur?

Hal ini akan menyebabkan tidak tuntasnya penyembuhan, sehingga dikhawatirkan akan
timbul resistensi bakteri TBC terhadap antibiotika sehingga pengobatan akan semakin sulit
dan mahal.

Bisakah penyakit TBC disembuhkan secara tuntas? Bagaimana caranya?

Penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila penderita mengikuti anjuran tenaga
kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan,
serta mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.

Apakah orang yang telah sembuh dari penyakit TBC dapat terjangkit kembali?

Dapat, karena setelah sembuh dari penyakit TBC tidak ada kekebalan seumur hidup. Jadi bila
telah sembuh dari penyakit TBC kemudian tertular kembali oleh kuman TBC, maka orang
tersebut dapat terjangkit kembali.

Apakah flek kecil di paru-paru pada anak balita sudah dapat dikatakan TBC?

Flek kecil di paru-paru balita pada umumnya memang disebabkan oleh TBC. Oleh karena itu
perlu diteliti apakah ada gejala-gejala klinis penyakit TBC atau tidak. Bila tidak ada berarti
pernah tertular penyakit TBC tapi karena daya tahan tubuhnya tinggi sehingga tidak
bergejala. Atau saat ini anak tersebut sudah sembuh dari penyakit TBC dan hanya
meninggalkan bekasnya saja di paru-paru.

Mungkinkan terkena penyakit TBC bila kita hidup di lingkungan yang bersih?

Kemungkinan kita tertular akan tetap ada, karena kita hidup tidak hanya di lingkungan sekitar
rumah kita saja, bisa saja suatu saat kita berada di sekolahan, bioskop, kantor, bus yang
belum tentu terbebas dari kuman TBC. Hidup di lingkungan yang bersih memang akan
memperkecil risiko terjangkit TBC.

Bagaimana efek terhadap janin bila ibu hamil sedang mengidap penyakit TBC?

Biasanya keadaan gizi penderita TBC kurang baik, sehingga hal ini dapat mempengaruhi
perkembangan bagi janin dalam kandungan. Ibu hamil tetap harus diberikan terapi dengan
obat TBC dengan dosis efektif terendah. Obat TBC yang diminum oleh ibu dapat melewati
plasenta dan masuk ke janin dan berdasarkan beberapa kepustakaan disebutkan tidak
memberikan efek yang terlampau berbahaya, akan tetapi pemantauan ketat pada
perkembangan janin harus tetap dilakukan. Setelah bayi dilahirkan dapat dipisahkan terlebih
dahulu dari ibu selama TBC masih aktif.

Bagaimana sikap kita bila di rumah terdapat anggota keluarga yang menderita
penyakit TBC?

Bawa pasien ke dokter untuk mendapatkan pengobatan secara teratur, awasi minum obat
secara ketat dan beri makanan bergizi. Sirkulasi udara dan sinar matahari di rumah harus
baik. Hindarkan kontak dengan percikan batuk penderita, jangan menggunakan alat-alat
makan/minum/mandi bersamaan.
Pola hidup bagaimana yang harus kita miliki agar terhindar dari penyakit TBC?

Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan
kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk
memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan
timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu
menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar matahari
yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.

Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 22.18


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

TBC

Penyakit Tuberkulosis (TBC)


Foto ronsen penderita tbc
Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada
siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di
Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai
angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia
menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini.
Penyebab Penyakit (TBC)
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan penyakit TBCpada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum
(KP).
Cara Penularan Penyakit TBC
Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada
anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC.
Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak
(terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat
mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga
menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang,
kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-
paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular).
Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini
melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut
akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-
ray atau photo rontgen.
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh
rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang
didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum
(riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba
tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.
Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya
kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi
dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang
lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam
terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus.
Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara
klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.
1. Gejala umum (Sistemik)
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus (Khas)
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang
terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa
dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis pada TBC
Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal
pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :

Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

Pemeriksaan fisik secara langsung.

Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).


Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

Rontgen dada (thorax photo).

dan Uji tuberkulin.

Pengobatan Penyakit TBC


Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu
berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat
disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang
diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.
Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka
disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray
atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid
dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya
kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan
memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol
HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal Triple Drug.
Penyakit Tuberkulosis (TBC)
Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada
siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di
Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai
angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia
menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini.
Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 22.13

Anda mungkin juga menyukai