Anda di halaman 1dari 19

KASUS LIMBAH RS

Juga akan ditanyai soal


kemungkinan pelaku pembuangan
limbah medis yang ada label dari
rumah sakit swasta yang
dipimpinnya. Setelah direkturnya kita
panggil dan ada keterangan, baru
kita akan gelar perkara. Pada pekan
ini kita panggil, suratnya sudah saya
layangkan kok, ujar Ipda Nanang.
Dikatakannya, sejauh ini pihaknya
belum bisa menyebut pelaku dari
pembuangan limbah medis. Label
bertuliskan nama rumah sakit masih
merupakan indikasi awal asal limbah
medis yang masuk sebagai limbah B3
(Bahan berbahaya dan Beracun) ini.
Kalau pelakunya ketemu,
kita bisa terapkan pasal
103 UU 32 tahun 2009
tentang Lingkungan
Hidup, katanya.
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 103 Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak
melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 593 ,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Standar PPI 7.3.
Rumah sakit mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam
dan jarum
Elemen penilaian PPI 7.3.
1. Benda tajam dan jarum dikumpulkan pada wadah yang khusus yang tidak
dapat tembus (puncture proof) dan tidak direuse.
2. Rumah sakit membuang benda tajam dan jarum secara aman atau bekerja
sama dengan sumber-sumber yang kompeten untuk menjamin bahwa
wadah benda tajam dibuang di tempat pembuangan khusus untuk
sampah berbahaya atau sebagaimana ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan.
3. Pembuangan benda tajam dan jarum konsisten dengan kebijakan
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit.
Standar TKP.3.3.
Pimpinan bertanggung jawab terhadap kontrak kerja pelayanan
klinis dan manajemen
1. Ada proses untuk pertanggungawaban kepemimpinan atas kontrak (lihat juga AP.5.8, EP 6; AP.6.7,
EP 6; AP.6.9; dan PAB.2, EP 5)
2. Rumah sakit mempunyai gambaran tertulis dari sifat dan cakupan pelayanan yang diberikan
melalui perjanjian kontrak
3. Pelayanan diberikan berdasar kontrak dan perjanjian lainnya sesuai kebutuhan pasien.(lihat juga
AP.5.8, EP 6, dan AP.6.7, EP 6)

4. Pimpinan klinis berpartisipasi dalam seleksi dari kontrak klinis dan bertanggungjawab atas kontrak
klinis. (lihat juga AP.5.8, EP 5, dan AP.6.7, EP 5)

5. Pimpinan manajemen berpartisipasi dalam seleksi manajemen kontrak dan bertanggung jawab
atas kontrak manajemen
6. Bila kontrak dinegosiasi kembali atau diakhiri, rumah sakit menjaga kontinuitas pelayanan pasien.
Standar TKP.3.3.1.
Kontrak dan perjanjian lainnya dimasukkan sebagai bagian dari
program PMKP rumah sakit.

1. Kontrak dan perjanjian lainnya dievaluasi, terkait sifat kontrak, sebagai


bagian dari program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
(lihat juga AP.5.8, EP 6)
2. Pimpinan klinis dan manajerial terkait berpartisipasi dalam program
peningkatan mutu dalam analisis informasi mutu dan keselamatan yang
berasal dari kontrak dengan pihak luar. (lihat juga AP.5.8, EP 5)
3. Bila pelayanan yang dikontrakkan tidak memenuhi harapan mutu dan
keselamatan, diambil tindakan.
LENSAINDONESIA.COM: Polisi akan memanggil direktur salah satu rumah sakit swasta yang terindikasi membuang limbah medis ke Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3R Tonatan selama sepekan lalu.
Kanit Reskrim Polsek Kota Ponorogo, Ipda Nanang Budianto menyatakan, pemanggilan akan dilakukan pada satu dua hari mendatang.
Direktur rumah sakit swasta tersebut akan dimintai keterangan terutama soal keberadaan label atau etiket yang ditemukan dalam limbah
medis yang masuk ke TPST 3R Tonatan.
Baca juga: Kasus korupsi RSUD Ponorogo, Polres tambah lima tersangka dan Serangan jantung, satu terdakwa korupsi RSUD dr Harjono
meninggal
Juga akan ditanyai soal kemungkinan pelaku pembuangan limbah medis yang ada label dari rumah sakit swasta yang dipimpinnya. Setelah
direkturnya kita panggil dan ada keterangan, baru kita akan gelar perkara. Pada pekan ini kita panggil, suratnya sudah saya layangkan kok,
ujar Ipda Nanang.
Dikatakannya, sejauh ini pihaknya belum bisa menyebut pelaku dari pembuangan limbah medis. Label bertuliskan nama rumah sakit masih
merupakan indikasi awal asal limbah medis yang masuk sebagai limbah B3 (Bahan berbahaya dan Beracun) ini. Kalau pelakunya ketemu,
kita bisa terapkan pasal 103 UU 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, katanya.
Sejauh ini pihaknya sudah memintai keterangan pihak RSUD dr Harjono soal aktivitas pemusnahan limbah dari luar RSUD dr Harjono. Ia juga
telah meminta keterangan pihak RS swasta yang terindikasi asal limbah medis. Kita sudah tanya soal SOP (Standard Operational
Procedure/Prosedur Operasional Standar) soal pengelolaan limbah di rumahs sakit itu. Yaitu ke RSUD, ungkapnya.
Dari pihak RS swasta tersebut, polisi mendapatkan informasi bahwa setiap hari limbah medis yang dihasilkan mencapai sekitar 50 kg. Lha
ini yang terbuang kok hanya 2-3 kg setiap hari. Kelalaian atau keteledoran. Pengawasan dari pimpinan kita pertanyakan, ujarnya.
Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Ponorogo Pretty Brilliant Octovino mengatakan, saat ini pihaknya
telah menyerahkan tindak lanjut dari penanganan kasus ini ke kepolisian. Meski begitu, Dinkes akan terus melakukan pembinaan ke seluruh
pihak yang mengoperasikan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Kami akan lakukan pembinaan terpadu. Mulai dari IDI, IBI dan seluruh penyelenggara fasyankes. Ada juga dari kejaksaan, kepolisian, PU-
DKP dan RSUD, katanya.@arso
VIVAnews - Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan dua orang penanggungjawab Klinik Metropole sebagai tersangka, Selasa 30 September 2014. Klinik yang berlokasi di Jakarta
Barat itu diduga telah mengakibatkan sejumlah pasiennya menjadi korban malapraktik.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Rikwanto, mengatakan, kedua tersangka ini telah ditahan di Polres Metro Jakarta Barat.

"Kita sudah tetapkan, dua orang tersangka tersebut ialah ES selaku dokter penanggung jawab klinik, dan JP sebagai direktur Kinik Metropole," ujar Rikwanto di Mapolda Metro
Jaya, Selasa 30 September 2014.

Menurut Rikwanto, sebelum menetapkan tersangka terhadap dua orang tersebut, penyidik lebih dahulu memeriksa 11 orang saksi dalam kasus malapraktik ini.

"Awal diperiksa ada tujuh orang, termasuk Sudin Kesehatan Jakarta Barat. Baru kemudian kemarin diperiksa kembali empat orang, yakni ES, L, JP direktur klinik dan saksi ahli dari
Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia sampai jelang magrib. Setelah itu dilakukan gelar perkara," ujarnya.

Selain itu, kata Rikwanto, atas perbuatannya ES dan JP akan diancam dengan Undang Undang tentang malapraktik, serta telah melanggar Undang Undang rumah sakit.

"Melanggar pasal malapraktik Pasal 79 UU nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Selain itu juga UU nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Selain itu, kita masih
memfokuskan pemeriksaan terkait izin praktek klinik tersebut," tambahnya. (one)

Wuri pantas saja sedikit syok, karena sebelumnya Polda Jatim yang mengungkap kasus ini tidak menahannya sejak tahap penyidikan.
Apalagi, kemarin, Penuntut Umum Rahmat Hari Basuki dari Kejati Jatim juga mewajibkannya membayar denda Rp 1 miliar subsider 2 bulan
kurungan.

Menurut Hari, ada beberapa hal yang memberatkan terdakwa di persidangan. Selain terbukti melakukan kesalahan pembuangan limbah
medis yang beracun, Wuri juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Apalagi, dia sempat menolak
mengakui jika bertanggungjawab atas pembuangan limbah. Tindakannya itu dinilai bakal mengancam lingkungan.

"Meminta majelis mengabulkan permohonan kami dan menjatuhkan vonis sebagaimana tuntutan," ujar jaksa Hari.

Adapun dalam nota tuntutannya, Hari menjerat terdakwa dengan dua pasal sekaligus. Wuri dinilai terbukti melanggar Pasal 103 dan 116
ayat (1) huruf b Undang-Undang RI No 32/2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup. Ancaman pidana kasus ini, minimal
setahun penjara.

Menanggapi tuntutannya, penasihat hukum terdakwa, Bambang SH, memastikan ajukan pledoi atau nota pembelaan. Kepada majelis yang
diketuai Musa Arief Aini, Bambang meminta waktu tiga pekan untuk menyusun nota pledoi kliennya. Namun karena terdakwa tidak
ditahan, majelis hanya mengabulkan selama dua pekan. "Jangan lama-lama, dua pekan saja ya. Tidak ditahan dan ini pidana umum," ujar
Musa.

Kasus ini sebenarnya menyeret pula Direktur RSUD Sidoarjo, Dr Budi, sebagai tersangka. Namun seiring perjalanan kasusnya, Budi
meninggal dunia dan penyidikannya dihentikan. Kasus ini sendiri dikuak Subdit Direskrimsus Polda Jatim akhir 2014 lalu berdasarkan
informasi Balai Lingkungan Hidup Provinsi Jatim.

Saat itu, Polda Jatim yang melakukan pengamatan, menemukan pengelolaan limbah yang tidak semestinya di rumah sakit plat merah
tersebut. Sebab, truk yang digunakan pihak rumah sakit diketahui tidak mengantongi izin. Limbah yang dimaksud adalah bekas infus, jeriken
bahan kimia, alat bekas operasi dan pengemas suntik dalam bentuk plastik.
DEPOK, (PRLM).- Kementrian Kesehatan meminta agar Badan Lingkungan Hidup melakukan evaluasi pada rumah sakit di Depok yang diduga membuang limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) keTempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, Bekasi. Limbah B3 seharusnya diolah secara khusus dan tidak disatukan dengan limbah domestik.
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Supriyantoro, saat melakukan inspeksi mendadak ke Rumah Sakit Mitrak
Keluarga, Jln Margonda Raya, Depok, Selasa (6/3). Inspeksi tersebut dilakukan guna melihat pengolahan limbah medis yang masuk dalam kategori B3.
Dari hasil inspeksi tersebut, tidak ditemukan kesalahan prosuder pengelolaan limbah B3. Namun Supriyantoro meminta agar Dinas Kesehatan dan Badan Lingkungan Hidup Kota
Depok melakukan pengawasan ketat ke rumah sakit lainnya di Depok. Jika ditemukan kesalahan prosedur pengolahan limbah, maka harus ditindaklanjuti oleh instansi terkait.
Dalam mengawasi limbah, Kementrian Kesehatan meminta bantuan pada Badan Lingkungan Hidup Kota Depok untuk melakukan evaluasi rumah sakit mana saja yang belum
memenuhi syarat pengelolaan limbah.
Meskipun tidak ditemukan (kesalahan prosedur pengolahan limbah) di rumah sakit ini, tapi tetap apapun keberadaan sampah medis di Bantargebang itu bersumber dari salah
satu rumah sakit. Kita tetap telusuri dari mana sumbernya, kalau tidak di rumah sakit ini (kemungkinan ada) di rumah sakit lainnya, kata dia.
Supriyantoro mengatakan, tidak semua rumah sakit mengeloa sendiri limbahnya. Misalnya saja di Rumah Sakit Mitra Keluarga, limbah cair dikelola sendiri namun limbah padat
dikelola oleh pihak ke tiga. Pengelolaan limbah oleh pihak ke tiga tersebut diperbolehkan karena tidak semua rumah sakit memilki fasilitas tersebut.
Sementara itu Pengawas Limbah B3 Indra Kusuma, mengatakan pengelolaan limbah B3 sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Kota Depok no 18 tahun 1999. Dalam peraturan
tersebut, semua penghasil, pengangkut, pengelola dan pemanfaat melaporkan semua kegiatannya ke BLH yang diteruskan ke Kementrian Lingkungan Hidup.Jadi peredaran itu
ada laporannya ke instansi lingkungan hidup sampai pemerintah pusat, kata dia.
Indra mengakui sebelumnya ada tiga rumah sakit di Kota Depok yang diketahui tidak memiliki pengolahan limbah B3 yang memenuhi syarat pada tahun 2005. Namun saat ini
semua rumah sakit sudah lolos dari pengawasan BLH. Proses pengolahan limbah tersebut juga dievaluasi BLH sebanyak enam bulan sekali.
Sementara itu Manager Umum Rumah Sakit Mitra Keluarga, Yustina mengatakan pengawasan pengolahan limbah dari BLH Depok sangat ketat. Untuk limbah padat, Rumah Sakit
Mitra Keluarga menghasilkan sekitar tiga ton per bulan. Hari ini kita membuang 60 kg jarum suntik dan sampah medis 400 klio gram. Sampah tersebut diambil pihak ke tiga
setiap Selasa dan Jumat, kata dia. (A-185/A-108)***

Anda mungkin juga menyukai