Acupotomy
Pertama kali diperkenalkan oleh Prof Hanzhang Zhu pada tahun 1976. Merupakan
kombinasi dua peran terapi yaitu akupuntur dan pembedahan invasif. Alat yang digunakan
berupa kombinasi jarum akupuntur dan surgical scalpel. Ujung jarum berbentuk scalpel
dengan batang jarum yang lebih tebal.
Indikasi terapi acupotomy dapat dilakukan pada penderita:
Cedera kronis jaringan lunak
Penyakit sendi
Myofacial pain syndrome
Frozen shoulder
Low back pain
Osteoarthritis
Trigger finger
Plantar facitis dan lainnya
Efek samping acupotomy jarang dijumpai dan bersifat sementara. Dengan bantuan
ultrasound pada acupotomy, dapat meningkatkan akurasi jarum saat penusukan dan
meningkatkan efikasi terapi. Acupotomy memiliki efek yang sama dengan akupuntur yaitu
menstimulasi saraf dan pembuluh darah, meningkatkan mikrosirkulasi lokal, melepaskan
perlekatan pada jarinagn yang mengalami inflamasi.
Kontraindikasi pada acupotomy:
Kehamilan
Hemofilia
Eritema, edem, abses pada lokasi penusukan
Infeksi, gangren pada lokasi penusukan
Penyakit penyerta yang sulit
Risiko mencederai pembuluh darah, saraf utama, dan organ
Konsumsi antikoagulan
Osteopunktur
Osteopunktur adalah teknik akupunture dimana periosteum tempat perlekatan jarinagn
ikat ditusuk secara terus menerus (pecking) dengan kedalam jarum sampai terjadi sentuhan
dengan tulang.
Efek terapi dari osteopunkture meliputi efek pengurangan nyeri karena tindakan iritasi
pada ujung serabut saraf pada periosteum yang menimbulkan aktifitas mekanisme
penghambatan nyeri pada susunan saraf pusat (teori nyeri gate control) sehingga demikan
terjadi pengurangan nyeri dan inflamasi. Diperkirakan bahwa proses penusukan jarum akan
merangsang lebih banyak serabut saraf A delta dibanding serabut saraf C sehingga akan
menutup gate dan menghambat sinyal nyeri. Meskipun mekanisme kerja belum dapat
dipastikan, namun dari bukti awal menunjukan kemungkinan kontribusi efek antiinflamasi.
Osteopunkture dapat meningkatkan pelepasan opiod endogen sehingga memperbaiki
proses inflamasi yang memainkan peranan penting dalam patogenesis osteoarthritis.
Mekanisme pengurangan nyeri klinik kemungkinan melalui mekanisme supraspinal dengan
sirkuit opiod endogen untuk pengurangan nyeri yang efektif. Dengan demikian
osteropunkture merupakan metode pengobatan yang efektif untuk kelainan sistem
muskuloskeletal. Selain itu osteopunkture dapat menurunkan subtance P yang terdapat pada
ujung saraf periosteum. Penelitian akupunture telah memperlihatkan adanya hubungan
subtance P dan pengurangan nyeri. Akupunture juga telah dibuktikan mempengaruhi
penurunan interleukin-6 serum, suaru sitokin inflamasi yang berkaitan dengan degradasi
kartilago.
Osteopunktur dilakukan terutama untuk nyeri, dengan pertama-tama mencari lokasi
titik paling nyeri yang sering ditemukan di sekitar sendi. Kemudian ditusukan jarum sampai
periosteum lalu dilakukan perangsangan dengan teknik pecking (mematuk) dengan
gentle atau dengan memutar ujung jarum secara superficial pada periosteum.
Osteopunktur dapat dipertimbangkan apabila titik akupuntur yang dipilih mempunyai
nyeri tulang dalam, bila sendi yang berdekatan sedang diobati dan bila kemajuan dengan
pengobatan biasa tidak memberikan hasil yang memuaskan dan dapat pula dilakukan pada
kelainan akut. Teknik osteopunktur tidak nmemberikan nyeri pasca tindakan seperti pada
injeksi steroid tetapi sedikit banyak merupakan prosedur yang menimbulkan sedikit nyeri
pada saat dilakukan.
Pada kasus tennis elbow yang tidak memberikan respon baik dengan penusukan
trigger point pada otot, osteopunkture pada periosteum yang meliputi epikondilus lateralis
sering memberikan penyembuhan yang dramatis.osteopunture pada iga dapat membantu
mengurangi berat dan lamanya iga yang memar karena trauma.
Nyeri muskuloskeletal dapat bersifat nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri kronik dapat
menimbulkan ansietas dan depresi pada pasien. Dampak buruk dari nyeri kronik dapat
menimbulkan gangguan psikiatri, gangguan status psikologi keluarga, meningkatkan ide
bunuh diridan tidakan bunuh diri, meningkatkan permintaan eutanasia dan perawatan menjadi
lama.
Intervensi psikologik dapat dilukan pada pesien dengan nyeri kronik seperti
Psikoterapi suportif
Cognitive-behavioral therapy
Psikoterapi suportif pada pesien dengan nyeri kronik dapat membuat pasien merasa
nyaman, merasa tidak sendiri dan mengeksplorasi nirsadar yang mendukung mekanisme
pertahan yang sehat. Terapi ini membiarkan pasien mengekspresikan ketakutannya tanpa
dihakim. Hal ini menjadi strategi konkrit mengontrol nyeri yang dilakukan oleh terapis yang
suportif.
Pada terapi Cognitive-behavioral therapy (CBT), terapi ini fokus pada pikiran, penilaian
dan kepercayaan yang dapat menuntun perasaan dan tindakan pasien. Dengan psikoterapi ini
mengidentifikasi dan memodifikasi regulasi mood, pikiran dan perilaku membaik. Cognitive-
behavioral therapy (CBT) memiliki beberapa langkah yaitu:
1. Edukasi tentang nyeri
Memperngaruhi pikiran, perasaan dan perilaku pasien. Memperbaikin cara pasien
merespon nyeri sehingga mempengaruhi sensasi nyeri.
2. Latihan
Melakukan ketrampilan untuk mengatasi nyeri seperti relaksasi, hipnosis
kedokteran dan pemecahan masalah.
3. Mempraktikan
Mempraktikan latihan yang telah dilakukan sebelumnya di rumah atau di tempat
yang lebih tenang dengan kondisi yang lebih sulit.
4. Membantu mengembangkan program untuk mempertahankan ketrampilan praktik
setelah latihan sempurna sehingga mengatasi kekambuhan.
Monitoring microdynamic /tissue perfusion in shock