Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

TERAPI KOMPLEMENTER AKUPUNKTUR


DIABETES MELITUS

Oleh :

Pratiwi

NIM. 14901.08.21213

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERAPI KOMPLEMENTER AKUPUNKTUR
DIABETES MELITUS

Nama Mahasiswa

Pratiwi

NIM. 14901.08.21213

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

……………………………………….. …………………………………
LAPORAN PENDAHULUAN
TERAPI KOMPLEMENTER AKUPUNKTUR
DIABETES MELITUS

A. KONSEP TEORI

1. AKUPUNTUR
a. Definisi Akupunktur
Akupuntur (Bahasa Inggris: Acupuncture; Bahasa Latin: acus,
"jarum" (k benda), dan pungere, "tusuk" (k kerja)) atau dalam Bahasa
Mandarin standard, zhēn jiǔ (針灸 arti harfiah: jarum - moxibustion)
adalah teknik memasukkan atau memanipulasi jarum ke dalam "titik
akupunktur" tubuh. Menurut ajaran ilmu akupunktur, ini akan
memulihkan kesehatan dan kebugaran, dan khususnya sangat baik
untuk mengobati rasa sakit. Definisi serta karakterisasi titik-titik ini di-
standardisasi-kan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Akupunktur
berasal dari Tiongkok dan pada umumnya dikaitkan dengan Obat-
obatan Tradisional Tiongkok. Bermacam-macam jenis akupuntur
(Jepang, Korea, dan Tiongkok klasik) dipraktekkan dan diajarkan di
seluruh dunia.

b. Teori Akupuntur
Teori akupuntur yang berasal dari Pengobatan/Obat-obatan
tradisional Tiongkok tidak melalui penggunaan metode ilmiah, dan
mendapat berbagai kritik berdasarkan pemikiran ilmiah. Tidak ada basis
anatomis atau histologis yang secara fisik bisa diverifikasi tentang
keberadaan titik akupunktur atau meridian (akupunktur).

c. Jenis Akupuntur
Terapi akupuntur atau tusuk jarum secara umum dibagi menjadi
dua kategori, yakni :
1. Akupuntur medis yang digunakan untuk mengobati penyakit umum
seperti gangguan pencernaan, rematik, arthritis, gangguan hormonal,
migrain, insomnia, keseleo, salah urat, sakit pinggang, stroke, asam
urat, liver, stroke, gangguan seksualitas dan lain-lain.
2. Akupuntur kecantikan atau kosmetik yang dikhususkan untuk
menaikkan atau menurunkan berat badan, menghilangkan jerawat
dan flek hitam, mengurangi kerutan di wajah, mengobati kebotakan
atau kerontokan rambut dan sebagainya.

d. Mekanisme Akupuntur
Mekanisme kerja akupunktur dalam penyembuhan diuraikan
sebagai berikut, titik akupunktur yang jumlahnya kurang lebih 720 titik,
merupakan daerah kulit yang banyak mengandung banyak serabut-
serabut syaraf. Stimulasi pada titik akupunktur akan merangsang syaraf
di titik tersebut dan akan mempengaruhi berbagai neurotransmitter ( Zat
Kimiawi Otak ) serta perubahan biofisika. Zat kimiawi otak inilah yang di
percaya mampu menjaga keseimbangan fisiologik tubuh dalam keadaan
sehat maupun stress serta meninggikan imunitas dan resistensi
(kekebalan dan perlawanan ) tubuh terhadap penyakit.
Efek penusukan terjadi melalui hantaran saraf dan melalui
humoral/endokrin. Secara umum efek penusukan jarum terbagi atas
efek lokal, efek segmental dan efek sentral.
1. Efek lokal.
Penusukan jarum akan menimbulkan perlukaan mikro pada
jaringan. Hal ini menyebabkan pelepasan hormon jaringan
(mediator) dan menimbulkan reaksi rantai biokimiawi. Efek yang
terjadi secara lokal meliputi dilatasi kapiler, peningkatan
permeabilitas kapiler, perubahan lingkungan interstisial,
stimulasi nosiseptor, aktivasi respons imun nonspesifik, dan
penarikan leukosit dan sel Langerhans. Reaksi lokal ini dapat
dilihat sebagai kemerahan pada daerah penusukan.
2. Efek segmental / regional.
Tindakan akupunktur akan merangsang serabut saraf Aδ dan
rangsangan itu akan diteruskan ke segmen medula spinalis
bersangkutan dan ke sel saraf lainnya, dengan demikian
mempengaruhi segmen medula spinalis yang berdekatan.
3. Efek sentral.
Rangsang yang sampai pada medula spinalis diteruskan pula
ke susunan saraf pusat melalui jalur batang otak, substansia
grisea, hipotalamus, talamus dan cerebrum.
Dengan demikian maka penusukan akupunktur yang merupakan
tindakan invasif mikro akan dapat menghilangkan gejala nyeri yang ada,
mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh, sehingga memulihkan
homeostasis.
e. Manfaat Akupuntur
1. Sesi akupunktur bekerja pada menghilangkan penyebab nyeri
punggung kronis rendah, arthritis dan nyeri lainnya. Pasien Oleh
karena itu dapat mengalami kesehatan fisik secara keseluruhan dan
penyembuhan alami.
2. Manfaat akupunktur orang yang menderita gangguan insomnia dan
tidur. Daripada minum obat yang sebagian besar memiliki efek
samping negatif pada sistem tubuh lainnya, cara terbaik untuk
mengobati kondisi tersebut adalah pengobatan akupunktur.
3. Akupunktur juga manfaat orang-orang yang di jalan melebihi
kecanduan tertentu seperti kecanduan alkohol, merokok kecanduan
dan kecanduan narkoba.
4. Salah satu manfaat terbaik dari terapi akupunktur adalah bahwa hal
itu memberikan sebuah metode holistik pengobatan. Akupunktur
menangani semua masalah kesehatan dan gangguan. Needling titik
akupunktur membantu dalam menghilangkan semua kemungkinan
penyebab penyakit tertentu dan menyembuhkan pasien secara
efektif.
5. Beberapa orang tidak menderita penyakit apapun tetapi sering
mengalami jatuh dalam tingkat energi karena ketegangan dan
kecemasan. Orang-orang ini bisa mendapatkan keuntungan banyak
dari terapi akupunktur. Akupunktur membuat pasien merasa bebas
dari stres dan lega dari kecemasan.
6. Akupunktur memperkuat sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan
sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu, membantu pasien dalam
penyakit mencegah.
7. Pengobatan akupunktur benar-benar bermanfaat bagi orang yang
mengalami sakit kepala biasa dan migren. Karena akupunktur tidak
memerlukan obat kuat sama sekali, itu akan menjadi yang terbaik
bagi pasien dalam mengurangi rasa sakit.
f. Efek Samping
1. Efek Positif
Secara umum, akupuntur atau tusuk jarum dipercaya sangat
berkhasiat bagi kesehatan atau penyembuhan penyakit. Metode yang
digunakan adalah dengan menusukkan jarum-jarum halus pada titik-
titik tertentu di permukaan tubuh. Dengan metode ini, pasien akan
mendapatkan beberapa efek samping akupuntur yang positif, sebagai
contoh;
• Rasa nyeri berkurang
• Daya tahan tubuh meningkat
• Produksi hormon dapat dikendalikan
• Kulit dan selaput lendir menjadi peka
• Sirkulasi darah meningkat
• Otot yang kaku dapat terelaksasi sempurna
2. Efek Negatif
• Pada umumya, terapi akupuntur atau tusuk jarum tidak memiliki efek
samping yang berbahaya. Pada saat jarum ditusukkan ke kulit, rasa
nyeri yang ditimbulkan tidak terlalu mengganggu. Rasa nyeri, ngilu
atau pegal yang ditimbulkan dikatakan sebagai tanda terangsangnya
sistem syaraf pasien. Kecil sekali kemungkinan adanya pendarahan,
terkecuali bagi mereka yang memang mengalami kelainan pada
hemoglobin darah.
• Bahaya infeksi yang kemungkinan timbul, dapat diminimalisir dengan
penggunaan jarum sekali pakai. Beberapa penelitian juga tidak
menemukan adanya bahaya yang dapat timbul berkenaan dengan
penggunaan jarum atau terapi ini. Setidaknya, fakta ini menunjukkan
bahwa efek samping akupuntur yang berbahaya, yang selama ini
dpertanyakan, tidak terbukti.
g. Meridian Akupuntur
Meridian adalah jalur lalu lintas energi dalam tubuh. Dan
sebagaimana lalu lintas, pada meridian ada jalur/jalan, ada hambatan,
ada persimpangan, ada titik awal, ada titik akhir dan sebagainya. Jika
jalan energi pada meridian lancar, maka akan tercipta keharmonisan
dalam tubuh, dan tubuh kita mampu melawan penyakit, sebaliknya jika
terjadi hambatan pada meridian maka akan muncul gangguan
kesehatan.
Yang membedakan meridian dengan jaringan lain dalam tubuh
adalah jaringan darah dan syaraf dapat terlihat oleh mata, sedangkan
jaringan meridian tidak terlihat walaupun nyata. Dalam ilmu kedokteran
modern, rahasia teori jalur energi meridian ini masih belum terungkap
karena saat ini belum ada alat yang bisa mendeteksinya, akan tetapi
teori ini sudah dibuktikan manfaatnya selama ribuan tahun.
Fenomena teori meridian mungkin sama dengan keberadaan
nyawa pada mahluk hidup. Keberadaan nyawa sangat penting bagi
kehidupan tapi belum ada yang bisa mengungkap rahasia
keberadaannya. Jadi Keberadaan meridian belum dapat dibuktikan
secara fisik menurut ilmu kedokteran, walaupun riset telah menunjukkan
bagaimana transmisi dari informasi dari chi dapat berhubungan di
bagian-bagian internal manusia.
Di dalam jalur meridian mengalir 2 macam arus energi yaitu
energi "Yang" (positif,panas) dan energi "Ying" (negatif,dingin). Manusia
atau bagian tubuh manusia akan sehat apabila arus energi yang melalui
meridian terdapat keseimbangan antara arus energi "Yang" dan arus
energi "Ying". Kalau "Yang" dan "Ying" tidak seimbang maka manusia
akan terganggu kesehatannya atau sakit.
Kelebihan energi "Yang" akan menimbulkan gangguan atau sakit
dengan gejala kelebihan energi misalnya panas, kejang-kejang, rasa
nyeri. Kelebihan energi "Ying" atau kekurangan energi "Yang" akan
menimbulkan gangguan atau sakit yang ditandai dengan gejala
kekurangan energi misalnya dingin, lumpuh, baal/mati rasa/anaesthesia.
Di titik-titik tertentu pada meridian terdapat pusat kontrol yang
mengatur arus energi "Yang" dan "Ying" untuk suatu bagian tubuh atau
organ tertentu. Titik inilah titik yang dikenal sebagai titik akupunktur.
Apabila terdapat kelebihan energi "Yang" di suatu bagian tubuh atau
organ tertentu maka sinshe akan menusuk titik akupunktur untuk
menghambat aliran energi "Yang" sehingga tercapai keseimbangan
antara energi "Yang" dan "Ying". Apabila terdapat kelebihan energi
"Ying" atau dengan kata lain kekurangan energi "Yang" maka sinshe
akan menusuk titik akupunktur lalu memutar-mutar jarum akupunktur
untuk merangsang energi "Yang" sehingga tercapai keseimbangan
antara energi "Yang" dan "Ying". Jadi yang dilakukan pada akupunktur
adalah merangsang atau menghambat energi "Yang".

a. Fungsi Meridian
Fungsi meridian antara lain:
• Penghubung bagian tubuh sebelah atas dan tubuh sebelah
bawah
• Penghubung bagian tubuh sebelah kanan dan tubuh sebelah
kiri
• Penghubung organ-organ dalam dengan permukaan tubuh
• Penghubung organ-organ dalam dan alat gerak
• Penghubung organ-organ dalam dengan organ-organ dalam
lainnya
• Penghubung organ dalam dengan jaringan penunjang tubuh
• Penghubung jaringan penunjang tubuh dengan jaringan
penunjang tubuh lainnya.
Hubungan ini terbentuk menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan
yang beraksi bersamaan terhadap rangsangan yang berperan dalam
pertahanan tubuh. Akan tetapi, jika ada penyakit masuk ke dalam
meridian, maka meridian bisa menjadi jalur penyakit untuk menyebar
dalam tubuh, karena itu kita harus merangsang titik-titik pada
meridian untuk mengusir penyakit.
b. Letak
Meridian terletak di dalam tubuh, letaknya bervariatif tergantung
jalurnya. Jalur meridian ada yang melewati sela-sela tulang, ada yang
berada di sela-sela otot, dan karena wujudnya yang tidak nyata ada
juga yang menembus atau menyelimuti organ. Sebagian organ ada
yang muncul dekat dengan permukaan kulit.
c. Macam Meridian
Ada 12 meridian utama yang menghubungkan organ tubuh kita
• Meridian Paru (di jalurnya ada 11 pasang titik akupunktur)
• Meridian Usus Besar (di jalurnya ada 20 pasang titik
akupunktur)
• Meridian Lembung (di jalurnya ada 45 pasang titik akupunktur)
• Meridian Limpa (di jalurnya ada 21 pasang titik akupunktur)
• Meridian Jantung (di jalurnya ada 9 pasang titik akupunktur)
• Meridian Usus Kecil (di jalurnya ada 19 pasang titik
akupunktur)
• Meridian Kandung Kemih (di jalurnya ada 67 pasang titik
akupunktur)
• Meridian Ginjal (di jalurnya ada 27 pasang titik akupunktur)
• Meridian Selaput Jantung (di jalurnya ada 9 pasang titik
akupunktur)
• Meridian Tri Pemanas (di jalurnya ada 23 pasang titik
akupunktur)
• Meridian Empedu (di jalurnya ada 44 pasang titik akupunktur)
• Meridian Hati (di jalurnya ada 14 pasang titik akupunktur)
• Meridian lainnya antara lain:
• Meridian Ren (di jalurnya ada 24 titik akupunktur)
• Meridian Du (di jalurnya ada 28 titik akupunktur)
h. Perkembangan Akupuntur
Perkembangan selanjutnya dari akupunktur adalah :
1. Memasukkan obat melalui jarum dengan menggunakan
jarum akupunktur yang berlubang ditengahnya.
2. Menghubungkan jarum akupunktur dengan arus listrik
lemah (arus DC)
3. Menekan titik akupunkture dengan jari atau benda tumpul
(accupressure)

B. DIABETES MELLITUS

1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang


kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein (Askandar, 2014).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin,
2013).
2. Etologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2013), penyebab dari diabetes
melitus adalah:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan
pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu.HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari
sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,2014).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik
c. Diabetes dengan Ulkus
1. Faktor endogen:
a. Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah
terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan
dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada
dan hilangnya tonus vaskuler.
b. Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor
resiko lain.
c. Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai
(makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke
tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
1. Adanya hormone aterogenik
2. Merokok
3. Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
1. Kaki dingin
2. Nyeri nocturnal
3. Tidak terabanya denyut nadi
4. Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
5. Kulit mengkilap
6. Hilangnya rambut dari jari kaki
7. Penebalan kuku
8. Gangrene kecil atau luas.
2. Faktor eksogen
a. Trauma
b. Infeksi

3. Manifestasi Klinis
a. Diabetes Tipe I
1. hiperglikemia berpuasa
2. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3. keletihan dan kelemahan
4. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
3. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)

4. Patofisiologi (Pathway)
Menurut Smeltzer dan Bare (2014), patofisiologi dari diabetes
melitus adalah :
a. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Disamping
itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan.Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
b. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini.Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut
angiopati diabetik.Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua
yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah
area kalus.Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan
ulkus.Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi.Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya,
(Anonim 2014).
5. Pathway

6. Pemeriksaan Fisik
a. Anamnese
1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit.Pada
umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan
pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri
pada luka.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang
dialaminya.Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab
terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung.
6. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
7. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga,
adanya faktor keturunan atau genetik sebagai faktor
predisposisi penyakit yang di derita klien.Pada kasus diabetes
militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa
orang bisa menjadi pembawa bakat (berupa gen).
8. Pola kegiatan sehari-hari
a. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap
sakit yang dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan
klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa yang telah
dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit. Pada pasien
gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi management
kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan
elektrolit, kondisi rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan,
frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan
yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan
sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin
tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat
badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi,
volume, adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus
DM adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria ). Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu
senggang, kesulitan dan hambatan dalam tidur, pada pasien
dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka
dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur
penderita mengalami perubahan.
e. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi
pernapasan dan fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka
gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
f. Pola kognitif perceptual
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir,
pola penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan
persepsi sensasi nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan
mengerti akan penyakitnya. Pasien dengan gangren cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya trauma.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri
seseorang dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM
adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (
self esteem ).
h. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan
disekitar serta hubungannya dengan keluarga dan orang lain.
Seseorang dengan kasus DM akan menyebabkan Luka
gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat
terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah
yang dialami dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu
perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung
dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap
kepercayaan yang dianut dan bagaimana dia
menjalankannya.Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat
penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.

b. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
4. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
7. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
8. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada


darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode
dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa
deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa
darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara
eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada
orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam
asetoasetat cepat didekarboksilasi menjadi aseton. Metode yang
dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel
insula langerhans (islet cellantibody)

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Medis
1. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
b. Mekanisme kerja sulfanilurea
1. kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2. kerja OAD tingkat reseptor
2. Mekanisme kerja Biguanida
a. Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
b. Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
1. Menghambat absorpsi karbohidrat
2. Menghambat glukoneogenesis di hati
3. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
5. Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
3. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
3. DM kehamilan
4. DM dan gangguan faal hati yang berat
5. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6. DM dan TBC paru akut
7. DM dan koma lain pada DM
8. DM operasi
b. Insulin diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat.
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3. Ketoasidosis diabetik.
4. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

b. Keperawatan
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi
kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1. Diit DM I : 1100 kalori
2. Diit DM II : 1300 kalori
3. Diit DM III : 1500 kalori
4. Diit DM IV : 1700 kalori
5. Diit DM V : 1900 kalori
6. Diit DM VI : 2100 kalori
7. Diit DM VII : 2300 kalori
8. Diit DM VIII: 2500 kalori
a. Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu
gemuk
b. Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat
badan normal
c. Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes
remaja, atau diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan
normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = ------------------X 100 %
TB (cm) – 100
1. Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
a. Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
b. Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
c. Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
d. Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1. kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2. Normal : BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar
insulin.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur
terapinya secara optimal.
4. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
pada malam hari.
5. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat
mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan
diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari
diabetes itu sendiri.

1. ANALISA DATA
DATA STANDAR NORMAL MASALAH

DS : - Pasien tidak Nyeri Akut


Pasien mengatakan mengeluhkan nyeri
nyeri pada kaki kanan, - Pasien tampak
pasien mengeluh nyeri tenang
kaki dirasakan tajam - Pasien tidak
dan timbul setiap saat meringis dan tidak
dengan skala nyeri 6 ( 0 pucat
– 10 )
DO :
Pasien tampak
meringis, tampak pucat
dan lemas
TD : 100/80mmHg
N : 80x/menit
RR : 16x/menit
Terdapat nyeri tekan
pada titik DU 20/ GV
20, EXHN3/ Ex HN5
dan GB 43
GDS : 250 mg/dL

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada kaki kanan, dirasakan tajam, nyeri timbul setiap saat
dengan skala nyeri 6 ( 0-10 ) terdapat nyeri tekan pada titik DU20 / GV20,
EX HN 3, EX HN 5, dan GB 43
A. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri akut b/d NOC : NIC :
dengan agens Comfort Status : Accupresure
cidera biologis Physical 1. Perhatikan kontraindikasi 1. Mencegah hal-
d/d dengan pasien Setelah dilakukan tindakan acupressure hal yg tidak
mengatakan nyeri tindakan terhadap pasien diinginkan
pada kaki kanan, keperawatan 2. Putuskan aplikasi 2. Membantu
dirasakan seperti selama 1 x 30 akupresure untk mempercepat
tajam, nyeri menit, diharapkan pengobatan proses
timbul setiap saat nyeri akut pasien 3. Tentukan kenyamanan penyembuhan
dengan skala berkurang dengan pasien secara psikologis 3. Memberikan
nyeri 6 ( 0-10 ) kriteria hasil : dengan sentuhan kenyamanan
terdapat nyeri - Pasien tidak lagi 4. Tentukan accupoint yang untuk pasien
tekan pada titik mengeluh nyeri/ akan distimulasi 4. Mengetahui
DU20 / GV20, nyeri yg ada 5. Lakukan stimulasi di titik- letak accupoint
EX HN 3, EX HN sudah berkurang titik accupoint yg bermasalah
5, dan GB 43 - Pasien tidak 6. Anjurkan pasien untuk 5. Membantu
tampak rileks/tenang mempercepat
menahan nyeri 7. Berikan terapi knee chest proses
- Skala nyeri 2 penyembuhan
6. Agar pasien
merasa nyaman
7. Untuk
meningkatkan
tekanan darah
B. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
N HARI/ TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
O WAKTU
1 1. Mengidentifikasi 1. Pasien tidak memiliki
kontraindikasi tindakan kontraindikasi tindakan
akupresur dan massage akupresur dan massage
2. Memberikan pengobatan 2. Pasien bersedia
akupresur dan massage dilakukan pengobatan
untuk pasien akupresur dan massage
3. Menentukan accupoint 3. Titik accupoint DU20 /
untuk akupresure dan GV20, EX HN 3, EX
massage HN 5, dan GB 43
4. Melakukan manipulasi 4. Pasien mengatakan nyeri
aupresur melawan arah pada titik yang ditekan
jarum jam sebanyak 40x
5. Melakukan manipulasi 5. Pasien mengatakan nyeri
massage menggunakan di menit pertama namun
minyak zaitun dengan cara di menit terakhir pasien
memijat terus menerus, merasa nyaman dengan
rata, dan tekanan yang massage yang dilakukan
lama selama 20 menit
6. Menganjurkan pasien 6. Pasien merasa tenang
untuk tetap tenang Selma dan tampak rileks selama
dilakukan tindakan dilakukan tindakan
7. Memberikan terapi knee 7. Pasien merasa nyaman
chest
8. Memberikan ramuan 8. Pasien meminum ramuan
herbal bawang berlian herbal bawang berlian
yang diberikan.
C. EVALUASI
NO DIAGNOSA CATATAN PERKEMBANGAN

1 Nyeri akut b/d S : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri
dengan agens 4 (dari 0-10) dan pasien mengatakn sudah merasa lebih
cidera biologis d/d rileks dan nyaman
dengan pasien O : pasien tampak tenang dan rileks dari sebelumnya dan
mengatakan nyeri pasien tidak tampak meringis/menahan nyeri
pada kaki kanan, A : masalah nyeri akut teratasi
dirasakan seperti P : pertahankan kondisi pasien, KIE pasien tentang cara
tajam, nyeri mengurangi nyeri ( teknik massage, dan ramuan herbal ),
timbul setiap saat anjurkan pasien untuk follow up apabila nyeri timbul
dengan skala
nyeri 6 ( 0-10 )
terdapat nyeri
tekan pada titik
DU20 / GV20,
EX HN 3, EX HN
5, dan GB 43
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3,
Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2012, Nursing Interventions Classification (NIC)


second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M.Sjaifoellah. 2014. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2013). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus.[ serial


Online] cited 12 Februari 2012], avaible from URL:
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-
diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2015. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga

Armstrong, D & Lawrence, A . (2015). Diabetic Foot


Ulcers,Prevention,Diagnosis and Classification. Jakarta: EGC.

Bilous, R. W. (2016).Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat.

Evelyn C. Pearce (2013). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT


Gramedia

Grace, P. A & Borley, N.R. (2016). At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.
Jakarta: Gramedia.
Handaya, A. Y. (2013). Ulkus Kaki Diabetes.
Hinchliff, S. (2010).Kamus keperawatan. Jakarta: EGC.
Johnson, J. Y. [et al]. (2015). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk
Perawat.
Jakarta: EGC.
Mayfield, J. A. [et al]. (2014). Preventive Foot Care in People with Diabetes.
Jakarta: EGC
Pendsey, S. [et al]. (2014). Diabetic Foot: A Clinical Atlas. New Delhi: Jaypee
BrothersMedical Publisher (P) Ltd.

Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2012).Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


& Penyakit Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo, A. W. [et al]. (2013). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta:Interna Publishing.
Suriadi.(2014). Perawatan Luka. Jakarta: Sagung Seto.
Sustrani, L. [et al]. (2016). Diabetes. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai