Anda di halaman 1dari 9

Optimalisasi Kinerja Simpang Bersinyal

Pada Simpang Empat Bundaran Untan


Pontianak

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Pontianak sebagai ibu kota provinsi Kalimantan Barat merupakan pusat kegiatan
pemerintahan dan perekonomian di Kalimantan Barat. Lalu lintas dalam perkotaan memiliki
pergerakan yang berbeda-beda, baik dalam gangguan atau kecepatannya yang berhubungan dengan arus
dari kendaraan. Pada saat volume lalu lintas meningkat atau berubah karakteristiknya, persimpangan
yang mula-mula mampu menampung jumlah kendaraan yang ada, semakin lama akan menunjukkan
ketidakmampuannya untuk melayani kebutuhan yang meningkat tersebut karena persimpangan adalah
titik kritis dari sistem lalu lintas tempat dari kendaraan dari berbagai arah bertemu.
Adanya persimpangan tersebut akan menyebabkan terjadinya konflik yang menimbulkan
beberapa permasalahan lalu lintas seperti kemacetan. Untuk mengurangi konflik tersebut, persimpangan-
persimpangan yang ada di atur dengan menggunakan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL).

Persimpangan merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu jaringan


jalan perkotaaan. Di Kota Pontianak, persimpangan yang diatur dengan
menggunakan APILL antara lain adalah Simpang empat yang merupakan pertemuan
Jl.Daya Nasional, Jl.Prof H.Hadari dan Jl.Ahmad Yani.
Berdasarkan survey pendahuluan, kemacetan-kemacetan yang terjadi
terletak pada simpul- simpul persimpangan tersebut disebabkan adanya manuver-
manuver dipersimpangan seperti berpencar (diverging), bergabung (merging)
berpotongan (crossing), dan bersilangan (weaving). Adanya maneuver-manuver ini
menyebabakan terjadinya berbagai macam konflik (titik potong) pada
persimpangan. Konflik-konflik ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas,
berkurangnya keselamatan dan menambah kelambatan untuk tiap-tiap kendaraan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut :

a) Bagaimana mengoptimalkan kinerja simpang bersinyal pada Jl.Daya Nasional - Jl.Prof


H.Hadari - Jl.Ahmad Yani pada saat ini,
b) Apakah dengan manajemen lalu lintas yang sekarang kinerja perismpangan tersebut masih
dapat dipertahankan.
1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah adalah untuk mengoptimalkan pengaturan lalu lintas
yang dilakukan oleh sinyal lalu lintas yang diberlakukan saat ini berdasarkan variabel kinerja simpang
pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997 dan memberikan alternatif pemecahan
masalah yang tepat pada simpang tersebut.

1.4. Pembatasan Masalah

Agar dalam penulisan ini lebih terarah dan tidak terlalu luas untuk dibahas, maka dibuat
pembatasan masalah pada hal-hal berikut :
a. Sistem sinyal yang diteliti adalah sistem sinyal dengan waktu siklus tetap (fixed time).
b. Mengoptimalkan kinerja simpang bersinyal pada Jl.Daya Nasional - Jl.Prof H.Hadari -
Jl.Ahmad Yani pada saat ini,
c. Menganalisa kinerja persimpangan sesuai dengan syarat teknis simpang bersinyal
Menggunakan pendekatan MKJI 1997.
d. Data akan diperoleh langsung melalui survei yang dilakukan di lokasi penelitian yang akan
dilakukan pada hari kerja normal saat kondisi lalu lintas sibuk.

1.5. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian hendaknya dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkaitan atau
berkepentingan dengan penelitian tersebut. Dalam penelitian ini, dimana yang dilakukan adalah
mengevaluasi kinerja simpang tersbut, manfaat yang dapat diberikan adalah bagi pihak pengambil
keputusan adalah untuk memberikan suatu acuan tentang pengaturan lalu lintas yang diberlakukan saat ini
ditinjau dari kinerja simpang berdasarkan MKJI 1997,sehingga pihak pengambil keputusan dapat
melakukan suatu tindakan untuk lebih mengoptimalkan kinerja simpang tersebut.

Bagi pihak pengguna jalan, manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
kinerja persimpangan pada Jl.Daya Nasional - Jl.Prof H.Hadari - Jl.Ahmad Yani berdasarkan variable
kinerja simpang menurut MKJI 1997,diharapkan dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman serta
memperlancar arus lalu lintas sesuai dengan yang telah direncanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori MKJI

Manual Kapasitas Jalan Indonesia memuat fasilitas jalan perkotaan, semi perkotaan, luar
kota dan jalan bebas hambatan. Manual ini menggantikan manual sementara untuk fasilitas lalu
lintas perkotaan (Januari 1993) dan jalur luar kota (Agustus 1994) yang telah diterbitkan lebih
dahulu dalam proyek MKJI. Tipe fasilitas yang tercakup dan ukuran penampilan lalu lintas
selanjutnya disebut perilaku lalu-lintas atau kualitas lalu-lintas.
Tujuan analisa MKJI adalh untuk dapat melaksanakan Perancangan (planning),
Perencanaan (design), dan Pengoperasian lalu-lintas (traffic operation) simpang bersinyal,
simpang tak bersinyal dan bagian jalinan dan bundaran, ruas jalan (jalan perkotaan, jalan luar
kota dan jalan bebas hambatan.Manual ini direncanakan terutama agar pengguna dapat
memperkirakan perilaku lalu lintas dari suatu fasilitas pada kondisi lalu lintas, geometric dan
keadaan lingkungan tertentu.

2.1.1 Karakteristik Simpang

Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan tingkat kinerja dari fasilitas tersebut
merupakan fungsi dar keadaan geometric dan tuntutan arus lalu lintas, kapasitas simpang dapat
didistribusikan pada berbagai pendekat dengan menggunakan cara memberikan alokasi waktu
hijau pada tiap-tiap pendekatnya.
Maksud dari penggunaan sinyal lalu lintas adalah untuk memisahkan lintasan dari gerakan-
gerakan lalu lintas yang datang dari berbagai arah yang saling berpotongan. Sinyal lalu lintas
juga dapat dipergunakan untuk memisahkan arus lalu lintas dengan arah lurus dengan arus lalu
lintas yang melakukan gerakan membelok atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok
dengan pejalan kaki.
Persimpangan jalan dapat diartikan sebagai dua jalur atau lebih ruas jalan yang berpotongan dan
termasuk di dalamnya fasilitas jalur jalan dan tepi jalan. Berdasarkan sifatnya, konflik di
persimpangan terbagi dua yaitu:
a) Konflik primer (primary conflict) adalah konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang
bergerak lurus dari ruas jalan yang saling berpotongan.

b) Konflik sekunder (secondary conflict) adalah konflik yang terjadi antara arus lalu lintas
kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya (opposing straight-throught traffic) dan atau lalu lintas
belok kiri dengan para pejalan kaki (crossing pedestrians).

Volume lalu lintas adalah sebuah perubah (variable) yang paling penting pada teknik lalu
lintas yang merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah pergerakan per satuan
waktu pada lokasi tertentu atau banyak kendaaran yang melewati suatu titik tertentu dari ruas jalan
selama interval waktu tertentu.

Arus jenuh (S) adalah arus maksimum yang dapat melewati persimpangan dari suatu arah tanpa
gangguan lampu lalu lintas. Faktor arus jenuh yaitu ukuran kota, hambatan samping, gradien, tempat
parkir, kendaraan belok kanan serta kendaraan belok kiri. Menurut Ditjen Bina Marga (1997),
rumusan untuk mencari arus jenuh dasar dan arus jenuh adalah:
S0 = 600We (1)

S = S0Fn (2)
di mana
We : lebar efektif (m)
S0 : arus jenuh dasar
Fn : faktor-faktor arus jenuh.

2.1.2 Karakteristik Sinyal Lalu Lintas

Jika dalam suatu simpang hanya konflik primer saja yang dipisahkan,
maka adalah sangat memungkinkan untuk mengatur sinyal lalu lintas
dengan hanya menggunakan dua fase saja yang masing masing untuk jalan
yang berpotongan. Metode sperti tersebut dapat dipergunakan apabila
gerakan belok kanan pada suatu simpang dilarang. Pengaturan sinyal lalu
lintas dengan dua fase dalam beberapa kejadian akan memberikan kapasitsa
yang labih besar, maka pengaturan dengan cara tersebut dianjurkan untuk
digunakan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa sinyal lalu lintas.

Fungsi untuk memberikan peringatan bahwa fase akan segera berakhir


dipenuhi oleh sinyal dengan warna kuning. Sedangkan fungsi memberikan
kesempatan kepada kendaraan terakhir untuk keluar dari daerah konflik
dipenuhi oleh waktu mmerah semua yang juga berguna sebagai waktu
pengosong simang diantara dua fase.

Waktu merah semua dan waktu untuk sinyal kuning biasanya sudah
ditetapakan sebelumnya dan tidak berubah selama periode operasi, Jika
waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka dikatakan
sinyal tersebut dioperasikan secara kendali waktu tetap (fixed time control).
Dalam system yang lama, pola waktu yang sama dipergunakan sepanjang
hari atau sepanjang minggu. Sedangkan pada system yang baru, rencana
waktu sinyalyang berbeda ditetapkan sebelumnya dan dipergunakan untuk
waktu yang berbeda pula. Misalnya untuk pengaturan nyala lampu pada jam
puncak (peak hour) berbeda dengan pengaturan nyala lampu lewat jam
puncak (off peak) .

Lampu lalu lintas adalah salah satu rambu lalu lintas yang mengatur
pergerakan lalu lintas di persimpangan dengan cara pemisahan waktu
pergerakan dari berbagai gerakan. Perencanaan lampu lalu lintas meliputi:

a) Fase, yaitu bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi kombinasi tertentu dari
gerakan lalu lintas (Ditjen Binamarga, 1997). Perubahan sinyal lampu lalu lintas dikatakan satu fase
jika berubah dari sinyal lampu warna hijau-kuning- merah.

b) Rasio arus dan rasio fase (FR), yaitu perbandingan Q (arus lalu lintas) pada suatu pendekat dengan
S (arus jenuh) pada pendekat tersebut, atau
FR = Q/S (3)

c) Waktu siklus, yaitu sebagai lamanya waktu yang diperlukan lampu lalu lintas selama satu putaran
mulai menyala lampu hijau hingga ke hijau lagi.
d) Waktu hijau, yaitu waktu nyala hijau pada suatu pendekat. Waktu hijau untuk masing-masing fase
(Ditjen Bina Marga, 1997:2-60) adalah
gi = (Cua LTI) PRi (4)

e) Waktu antarhijau, yaitu periode kuning ditambah periode merah antara dua fase sinyal yang
berurutan.

Spesifikasi desain persimpangan meliputi:


a) Jarak Pandang
Pada desain persimpangan yang baik guna mengurangi konflik kendaraan harus diberi prioritas jalan
pada salah satu ruas jalannya.
b) Alinyemen
Persimpangan lebih baik diletakkan pada daerah cekung dari pada cembung di mana jarak pandang
terbatas. Pada persimpangan simpang Polda, alinyemen tidak terlalu di pertimbangkan karena
memiliki kelandaian kurang lebih 0%.
c) Lajur belok
Lebar lajur belok ditentukan dengan mempertimbangkan jari-jari belokan dan kendaraan rencana
yang dipakai. Lebar lajur belok tergantung pada kondisi, yaitu:
Satu jalur di mana terdapat bahu jalan sepanjang lajur belok kiri (W1).
Satu jalur di mana di kedua sisi lajur terdapat kereb dan jari-jari kelokan tidak lebih dari 100
m (W2).
Dua jalur di mana terdapat kereb atau tidak terdapat kereb (W3).

2.2 Ukuran Kinerja Simpang Bersinyal Berdasarkan MKJI, 1997

Waktu Hilang

Selama satu fase, jumlah waktu hijau (k) dan waktu kuning (a), dikurangi
waktu hijau efektif(g), disebut sebagai waktu yang hilang (lost time;I), karena ini
umumnya tidak terdapat pada fase lain untuk lewatnya kendaraan.
Gambar 1. Model dasar arus
jenuh

Dalam MKJI, waktu merah


semua diperlukan untuk pengosongan
pada akhir setiap fase harus memberikan
kesempatan untuk kendaraan
terakhir untuk melewati garis henti
pada akhir sinyal (kuning) berangkat dari
titik konflik sebelum kedatangan kendraan
yang datang pertama dai fase berikutnya (melewati garis awal henti pada sinyal
hijau) pada titik yang sama. Merah semua merupkan fungsi dari kecepatan dan
jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ke
titik konflik dan panjang dari kendraan yang terangkat.

Kapasitas Simpang dan Derajat Kejenuhan

Menurut MKJI 1997, perhitungan kapasitas dapat dibuat dengan pemisahan


jalur tiap pendekat, pada satu lengan dapat terdiri dari satu atau lebih pendekat,
misal dibagi menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini diterapkan jika gerakan
belok kanan mempunyai fase berbeda dari lalu lintas yang lurus atau dapat juga
dengan merubah fisik jalan yaitu dengan membagi pendekat dengan pulau lalu
lintas (canalization).

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar
(So) untuk standar, dengan factor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi
sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi- kondisi ideal yang telah ditetapkan
sebelumnya.

Panjang Antrian

Dalam MKJI, antrian yang terjadi pada suatu pendekat adalah jumlah rata-
rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) yang merupakan jumlah smp yang
tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) dan jumlah smp yang datang selama
waktu merah (NQ2).
Panjang antrian (QL) pada suatu pendekat adalh hasil perkalian jumlah rata-
rata antrian pada awal sinyal hijau(NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan
per smp (20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.

Kendaraan Berhenti

Perhitungan laju henti (NS) untuk masing-masing pendekatan yang


diidentifikasikan sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti
terulng dalam antrian)

Tundaan

Menurut MKJI, tundaan (D) pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal,
yaitu

1. Tundaan lalu lintas (DT) yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas
dengan gerakan lainnya pada suatu simpang.
2. Tundaan geometri (DG) yang disebabkan oleh perlambatan dan
percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti
karena lampu merah.

Tundaan rata-rata untuk semu pendekat j merupakan jumlah lalu lintas rata-
rata (DTj) dengan tundaan geometric rata-rata(DGj).
III
METODOLOGI

Metode
Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan untuk analisa didapatkan dengan cara
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Inventarisasi data diperoleh dengan melakukan survei
langsung ke lapangan dan instansi-instansi terkait. Metode pengumpulan data
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data primer untuk analisis data, yang terdiri dari : (a)
Data inventaris jalan,(b) Data kecepatan, (c) Volume lalu lintas, (d)
Signal setting, dan (e) Panjang antrian, dilakukan dengan
melaksanakan survey dan pengamatan langsung di area studi.
2. Pengumpulan data sekunder untuk menunjang penelitian. Data
tersebut didapatkan dari sejumlah laporan dan dokumen yang telah
disusun oleh instansi trkait serta hasil studi dan literature lainnya. Data
yang dibutuhkan meliputi : (a) Peta Kota Pontianak dan (b) Peta
Jaringan Jalan.
Pelaksanaan pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan
menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu survey instansional, survey
lapangan dan dokumentasi.

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dimulai dengan inventarisasi data yang terdiri atas data
primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei
geometric simpang, turning movement,system sinyal,waktu perjalanan, volume
kendaraan dan jumlah antrian pada persimpangan.
Survei dilaksanakan dengan pembagian periode masing-masing selama
kurang lebih 2 jam pada setiap waktu puncak, yaitu puncak pagi (06.00-08.00),
puncak siang (13.00-15.00) dan puncak sore (16.30-18.00).
Daftar Pustaka
Ditjen Bina Marga. 1992. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang Jalan
Perkotaan. No.01/BNKT. 1992

Ditjen Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta: Departemen
Pekerjaan Umum.

Alamsyah, A.A. 2005. Rekayasa Lalu Lintas. Penerbit Universitas Muham- madiyah,
Malang.

Khisty, C.J dan Lall, B.K., B.K. 2005, Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi Jilid 1,2,
Erlangga, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai