Oleh:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis dan Kerja
Simpang Dengan Menggunakan Metode Webster, Metode MKJI 1997, dan Metode
PKJI 2014”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Rekayasa Lalu Lintas di Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada dosen dan asistennya yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul...................................................................................................
Kata Pengantar..................................................................................................
Daftar isi...........................................................................................................
Bab 1 : Pendahuluan.........................................................................................
2.1 Persimpangan...................................................................................
2.2 Pengaturan Simpang Bersinyal........................................................
2.3 Metode Webster................................................................................
2.4 Metode MKJI 1997..........................................................................
2.5 Metode PKJI 2014............................................................................
Bab 3 : Metode..................................................................................................
Daftar Pustaka...................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
STUDI PUSTAKA
2.1 Persimpangan
Persimpangan sebidang adalah pertemuan dua ruas jalan atau lebih secara
sebidang tidak saling bersusun. Pertemuan ini direncakan sedemikian dengan tujuan
untuk melewatkan lalu lintas dengan lancar serta mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari titik konflik yang timbul untuk
memberikan kemudahan, kenyamanan dan ketenangan terhadap pemakai jalan yang
melalui persimpangan.
b. Persimpangan Jalan tak sebidang
Persimpangan tak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau
lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang, tetapi salah satu ruas berada diatas
atau dibawah ruas yang lain.
Simpang adalah suatu area kritis pada suatu jalan raya yang merupakan titik konflik
dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973).
Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang
terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Tujuan pengaturan simpang adalah :
Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang dan jauh lebih
kecil dibandingkan dengan kapasitas pada pendekat. Diharapkan dengan adanya
pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan akibatnya kapasitas meningkat.
3. Meminimumkan tundaan
Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian
utama (major) dan minor maka biasanya arus dari arah bagian utama merupakan arus
menerus dengan kecepatan yang tinggi. Jika tanpa pengaturan maka arus yang datang
dari arah minor akan sulit menyela terutama jika arus dari arah major cukup tinggi.
Dengan demikian maka arus dari arahminorakan mengalami tundaan yang besar.
Fasilitas pengaturan yang riil berupa rambu atau marka jalan. Pengaturan
ini menitikberatkan pada pemberian hak jalan pada kendaraan lain ketika
memasuki simpang dengan pembagian :
a. Memberi hak jalan pada kendaraan yang lebih dahulu memasuki simpang
b. Memberi hak jalan pada kendaraan yang berada pada posisi lebih kiri daripada
kendaraan tinjauan
d. Memberi hak jalan pada penyeberang jalan yang menyentuh garis marka
penyeberangan/zebra cross
6. Pembatasan belok
Akan terjadi konflik dengan pejalan kaki sehingga kendaraan harus berhenti
yang mengakibatkan kendaraan di belakang ikut pula berhenti.
Kendaraan yang belok ke kanan harus menempuh arah lurus sampai pada
tempat yang dipandang aman lalu berputar arah kemudian belok ke kiri.
1. Konsep Dasar
Asumsi dasar pada metode ini adalah kedatangan kendaraan yang acak atau
random. Webster membuat persamaan yang klasik untuk menghitung tundaan rata-rata
per kendaraan pada pendekat simpang, juga menurunkan persamaan untuk
mendapatkan waktu siklus optimum yang menghasilkan tundaan minimum.
3. Kapasitas Simpang
C = S x g/c
Dimana :
a. Arus Jenuh
Arus jenuh pada pendekat yang tanpa kendaraan belok dan parkir dapat
dihitung dengan rumus berikut :
Untuk lebar pendekat 5,2 s/d 18,30 m atau sekitar dan lebih besar dari 17
feet
Tanpa arus melawan dan tanpa lajur khusus belok kanan, dimana untuk
kondisi ini tidak ada pengaruh
1800
S=
1,52 untuk lajur tunggal (single file
1+( )
ra
streams)
3000
S=
1,52 untuk lajur ganda (double file
1+( )
ra
streams)
Dengan arus melawan dan tanpa lajur khusus belok kanan, setiap
kendaraan belok kanan disertakan dengan 1,75 kali kendaraan lurus
Dengan arus melawan da nada lajur khusus belok kanan, dalam keadaan
tidak mengakibatkan tundaan, dihitung seperti nomor 3
Dimana :
g = (c – L) y/Y
dengan :
K=g+l–a
Dimana :
a = amber (detik)
c. Waktu Siklus
Waktu silus adalah waktu yang diperlukan untuk serangkaian fase dimana
semua pergerakan dilakukan atau selang waktu dari awal hijau sampai kembali
hijau. Satu siklus dapat terdiri dari 2 fase atau lebih. Waktu siklus perlu
dioptimalkan karena waktu silkus yang terlalu panjang akan mengakibatkan
tundaan yang besar. Dikenal beberapa macam waktu siklus yaitu :
i. Waktu siklus minimum (Cm) merupakan waktu siklus teoritis cukup untuk
melewatkan arus di semua kaki simpang
Cm = L / (1 – Y) detik
Dimana : Y = ∑ y
=q/s
ii. Waktu siklus optimum (Co) yaitu waktu siklus yang memberikan tundaan
bagi kendaraan yang menggunakan simpang
iii. Waktu siklus praktis merupakan waktu siklus berdasarkan kapasitas praktis.
Kapasitas praktis ini dihitung berdasarkan 90% dari maksimum arus yang
dapat terjadi untuk memberikan tundaan yang dapat diterima.
Waktu hilang total terjadi pada saat awal periode hijau berupa terlambatnya
memulai pergerakan (lost start) dan pada saat akan berakhirnya periode kuning
(end lost). Berdasar penelitian di Inggris bahwa waktu hilang tiap fase (l)
bervariasi, tetapi 2 detik dapat mewakilinya. Total waktu hilang untuk satu siklus
adalah :
L = nl + R
Dimana :
n = jumlah fase
R = waktu all red atau semua merah
4. Analisis Tundaan
Dimana :
λ =g/c
1. Konsep Dasar
Manual ini herhubungan dengan simpang bersinyal terisolir, dengan kendali
waktu tetap dengan bentuk geometrik normal (empat-lengan dan tiga-lengan) dan
peralatan sinyal pengatur lalu-lintas. Dengan beberapa pertimbangan dapat juga
digunakan untuk menganalisa bentuk geometrik lainnya.
2. Arus Jenuh
Yang dimaksud dengan arus jenuh nyata adalah hasil perkalian dari arus jenuh
dasar (So) untuk keadaan ideal dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan
dari kondisi sebenarnya, dalam satuan smp/jam hijau (Departemen P.U., 1997)
Dimana:
Jumlah penduduk dalam kota (juta jiwa) Fakor penyesuaian ukuran kota (F CS)
>3,0 1,05
1,0 - 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,83
≤ 0,1 0,82
Faktor Adanya Parkir Tepi Jalan (F P) dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Dimana :
Faktor Belok Kanan (F RT) Faktor koreksi terhadap arus belok kanan pada
pendekat yang ditinjau, dapat dihitung dengan rumus:
FR = 1 + PRT . 0,26
Dimana:
Faktor Belok Kiri (F LT ) Pengaruh arus belok kiri dihitung dengan rumus:
Dimana :
3.Rasio Arus
Rasio arus (FR) merupakan rasio arus lalu lintas terhadap arus jenuh masing-
masing pendekat. Rasio arus (FR) dihitung dengan rumus:
FR = Q/S
Dimana :
Nilai kritis FR opt (maksimum) dari rasio arus yang ada dihitung rasio arus
pada simpang dengan penjumlahan rasio arus kritis tersebut:
Dari kedua nilai di atas maka diperoleh rasio fase PR (Phase Ratio ) untuk tipe
fase yaitu:
PR = FR opt /IFR
Dimana:
IFR = Rasio arus perbandingan dari arus terhadap arus jenuh, arus /arus
jenuh (Q/S)
FR crit = Nilai tertinggi rasio arus dari seluruh pendekat yang terhenti pada
suatu fase
∑IFR crit = Rasio arus simpang = Jumlah FC crit dari seluruh fase pada
simpang.
Waktu siklus yang didapat kemudian disesuaikan dengan waktu siklus yang
direkomendasikan seperti pada Tabel 2.3
Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat. Perhitungan
waktu hijau untuk tiap fase dijelaskan dengan rumus :
Dimana :
Waktu siklus yang disesuaikan (c) dihitung berdasarkan pada waktu hijau
yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang. Dinyatakan dengan
rumus :
c = ∑g+LTI
5. Kinerja Simpang
C = S . g/c
Dimana :
Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (Q LT, QRT, dan Q ST )
dikonversi dari kendaran per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per
jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-
masing pendekat terlindung dan terlawan.
DS = Q/C
[ √
N Q 1=0,25.C . ( DS−1 ) + (DS−1)2 +
8.(DS−0.5)
C ]
Untuk DS < 0,5 ;
N Q 1=0
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam).
1−GR Q
N Q 2=c . . masuk
1−GR . DS 3600
Dimana:
GR = Rasio hijau;
hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya pembebanan lebih POL (%)
dengan menggunakan Gambar 1. Untuk perencanaan dan perancangan
disarankan POL ≤ 5 %, untuk operasi suatu nilai POL = 5–10 % mungkin
dapat diterima :
NQ
NS=0,9. .3600
Q. c
Dimana :
Nsv=Q . NS (smp/jam)
N S total =
∑ N SV
Q tota l
e. Tundaan (Delay)
Tundaan adalah rata-rata waktu tunggu tiap kendaraan yang masuk dalam
pendekat. Tundaan pada simpang terdiri dari 2 komponen, yaitu tundaan lalu
lintas (DT) dan tundaan geometrik (DG) :
Dj=DT j+ DG j
Dimana:
Tundaan lalu lintas (DT) yaitu akibat interaksi antar lalu lintas pada
simpang dengan faktor luar seperti kemacetan pada hilir (pintu keluar) dan
pengaturan manual oleh polisi, dengan rumus :
Atau
N Q 1 .3600
DT j=c . A+
Cj
Dimana :
0,5.(1−G R j)
A=
1−G R j . D S j
C = Kapasitas (smp/jam);
DS = Derajat kejenuhan.;
Tingkat pelayanan adalah ukuran kualitas kondisi lalu lintas yang dapat
diterima oleh pengemudi kendaraan. Tingkat pelayanan umumnya digunakan
sebagai ukuran dari pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume setiap
ruas jalan yang dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu antara A sampai F.
Apabila volume meningkat maka tingkat pelayanan menurun, suatu akibat dari
arus lalu lintas yang lebih buruk dalam kaitannya dengan karakteristik
pelayanan. Hubungan tundaan dengan tingkat pelayanan sebagai acuan penilaian
simpang, seperti Tabel 2.5.
1. Konsep Dasar
Metode ini adalah pemutakhiran dari MKJI 1997. Pemutakhiran ini pada
umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang (emp) atau
ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (Co), dan cara penulisan. Nilai ekr
mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu
lintas yang juga mempengaruhi nilai Co.
Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu
lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting
digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per
jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada
jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur
lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain ( q JD ) yang ditetapkan dari LHRT,
menggunakan faktor k.
q JD =LHRT X k
Keterangan:
LHRT adalah volume lalu lintas harian rata-rata tahunan, dinyatakan dalam
skr/hari. k adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu
lintas jam-jaman selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan
perkotaan berkisar antara 7% sampai dengan 12%.
LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas
selama beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu
lintas yang berlaku (DJBM, 1992).
6. Pengguaan Isyarat
Titik konflik kritis pada masing-masing fase (i) adalah titik yang menghasilkan
Msemua terbesar. Msemua per fase dipilih yang terbesar dari dua hitungan waktu
lintasan, yaitu kendaraan berangkat dan pejalan kaki. Hitung menggunakan
persamaan :
Keterangan :
LKBR, LKDT, LPK adalah jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing
untuk kendaraan yang berangkat, kendaraan yang datang, dan pejalan kaki (m)
a. Tipe Pendekat
Pada pendekat dengan arus lalu lintas yang berangkat pada fase yang
berbeda, maka analisis kapasitas pada masing-masing fase pendekat tersebut
harus dilakukan secara terpisah (misal, arus lurus dan belok kanan dengan lajur
terpisah). Hal yang sama pada perbedaan tipe pendekat, pada satu pendekat yang
memiliki tipe pendekat, baik terlindung maupun terlawan (pada fase yang
berbeda), maka proses analisisnya harus dipisahkan berdasarkan ketentuan-
ketentuannya masing-masing.
Penentuan lebar pendekat efektif (LE) berdasarkan lebar ruas pendekat (L),
lebar masuk (LM), dan lebar keluar (LK). Jika BKiJT diizinkan tanpa mengganggu
arus lurus dan arus belok kanan saat isyarat merah, maka L E dipilih dari nilai
terkecil diantara LK dan (LM-LBKiJT).
Arus jenuh (S, skr/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S 0)
dengan faktor- faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting
terhadap kondisi ideal. S0 adalah S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang
ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian untuk S0 adalah satu. S dirumuskan
oleh persamaan :
Keterangan :
FUK adalah faktor penyesuaian S0 terkait ukuran kota
FP adalah faktor penyesuaian S0 akibat adanya jarak garis henti pada mulut
pendekat terhadap kendaraan yang parkir pertama
FBKa adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke
kanan
FBKi adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke
kiri
S 0=600 x LE
Keterangan :
Contoh, jika suatu pendekat berisyarat hijau pada kedua fase 1 dan 2
dengan waktu hijau H1 dan H2 dan arus jenuh S1 dan S2, nilai kombinasi S1+2
dihitung sebagai berikut:
S1 x H 1 +S 2 x H 2
S 1+2=
H1+ H2
Jika salah satu dari fase tersebut adalah fase pendek, misalnya "waktu hijau
awal", dimana satu isyarat pada pendekat menyala hijau beberapa saat sebelum
mulainya hijau pada arah yang berlawanan, disarankan untuk menggunakan
hijau awal ini antara 1/4 sampai 1/3 dari total waktu hijau pada pendekat yang
diberi waktu hijau awal. Perkiraan yang sama dapat digunakan untuk "waktu
hijau akhir" dimana nyala hijau pada satu pendekat diperpanjang beberapa saat
setelah berakhirnya nyala hijau pada arah yang berlawanan. Lama waktu hijau
awal dan akhir minimal 10 det.
i. Jika arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan
belok kanan saja yang dihitung sebagai nilai Q
ii. Jika LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q
iii. Jika pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan
(O) dan fase kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan
dihitung dengan pembobotan seperti proses perhitungan arus jenuh
Q
RQ / S=
S
Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). Tahap
pertama adalah penentuan waktu siklus untuk sistem kendali waktu tetap yang
dapat dilakukan menggunakan rumus Webster (1966). Rumus ini bertujuan
meminimumkan tundaan total. Tahap selanjutnya adalah menetapkan waktu
hijau (g) pada masing-masing fase (i). Nilai c ditetapkan menggunakan
persamaan :
Keterangan :
RQ/S kritis adalah Nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang
berangkat pada fase yang sama
Σ RQ/S kritis adalah rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua R Q/S kritis
dari semua fase) pada siklus tersebut.
Keterangan :
Catatan : Kinerja suatu Simpang APILL pada umumnya lebih peka terhadap
kesalahan- kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada
terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecil
dari rasio hijau (Hi/c) yang ditentukan dari rumus di atas dapat
berakibat bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang
tersebut.
H
C=S x
c
Keterangan :
9. Derajat Kejenuhan
Q
DJ =
C
a. Panjang Antrian
Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (N Q)
dihitung sebagai jumlah kendaraan terhenti (skr) yang tersisa dari fase hijau
sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah kendaraan (skr) yang datang dan terhenti
dalam antrian selama fase merah (NQ2), dihitung menggunakan persamaan :
N Q=N Q 1+ N Q 2
RKH, yaitu rasio kendaraan pada pendekat yang harus berhenti akibat
isyarat merah sebelum melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase
yang sama pada pendekat tersebut, dihitung menggunakan persamaan :
Keterangan :
NQ adalah jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau
Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, NH, adalah jumlah berhenti rata rata
per kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati
suatu simpang, dihitung menggunakan persamaan :
c. Tundaan
Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal, yaitutundaan lalu
lintas (TL), dan tundaan geometrikk (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat
i dihitung menggunakan persamaan :
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat i dapat ditentukan dari
persamaan(Akcelik 1988):
Catatan : Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi
oleh faktor- faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat
kemacetan pada bagian hilir, atau pengaturan oleh polisi secara
manual, atau yang lainnya.
Keterangan :
Catatan: Nilai normal TGi untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik,
dan untuk yang berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan
pada anggapan-anggapan, bahwa: 1) kecepatan = 40km/jam; 2)
kecepatan belok tidak berhenti =10km/jam; 3) percepatan dan
perlambatan = 1,5m/det2; 4) kendaraan berhenti melambat untuk
meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan
percepatan.
METODOLOGI
1. Diberikan data volume lalu lintas selama 3 jam kemudian dicari jam sibuknya
3. Kinerja simpang yang ditinjau adalah kapasitas simpang, derajat kejenuhan, tundaan
dan nilai tingkat pelayanan simpang
4. Mengevaluasi kinerja simpang menggunakan metode Webster, MKJI 1997 dan PKJI
2014
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka,
serta peneliti diberikan data volume dan geometrik dari suatu simpang yang akan dicari
tingkat pelayanannya.
BAB 4
ANALISIS DATA
- Peak hour
Pendekat Utara
Pendekat Timur
Pendekat Selatan
Pendekat Barat
- Smp/jam
Faktor pengali
1 kendaraan berat atau sedang = 1,75 smp
1 bus = 2,25 smp
1 tram = 2,50 smp
1 mobil penumpang = 1,00 smp
1 sepeda motor = 0,33 smp
1 sepeda = 0,20 smp
Eksisting
a. Arus awal
b. Peak periode
c. Presentase
d. Arus koreksi (belok kiri)
e. Lebar pendekat
f. Arus jenuh dasar
g. Arus jenuh koreksi (kelandaian)
h. Arus jenuh koreksi (belok kanan)
i. Arus jenuh koreksi (lapangan)
j. Arus jenuh koreksi (parkir)
k. Flow ratio sebelum koreksi
l. Flow ratio terkoreksi
m. Flow ratio kritis
y. Tundaan
After project
a. Arus awal
b. Peak periode
c. Presentase
d. Arus koreksi (belok kiri)
e. Lebar pendekat
f. Arus jenuh dasar
g. Arus jenuh koreksi (kelandaian)
h. Arus jenuh koreksi (belok kanan)
i. Arus jenuh koreksi (lapangan)
j. Arus jenuh koreksi (parkir)
k. Flow ratio sebelum koreksi
l. Flow ratio terkoreksi
m. Flow ratio kritis
n. Total flow ratio kri
o. IFR
p. LTI
q. Coptimum
r. Cminimum
s. Cpraktis
t. GA1
u. GA2
v. GA3
w. GA4
x. c (waktu siklus)
y. Tundaan
Pendekat Selatan
Pendekat Barat
Eksisting
After project
c. LA
NG
KA
H C : PENENTUAN WAKTU SINYAL (SIG III)
C-1 : Tipe pendekat
C-2 : Lebar pendekat efektif
C-3 : Arus jenuh dasar
C-4 : Faktor-faktor penyesuaian
C-5 : Rasio arus/arus-jenuh
C-6 : Waktu siklus dan waktu hijau
Pendekat Timur
Pendekat Selatan
Pendekat Barat
- Eksisting
a. Langkah A : Menetapkan data masukan
A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan
kondisi lingkungan Simpang APILL
A.2. Data kondisi arus lalu lintas
d. Langkah D : Kapasitas
D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan
D.2. Keperluan perubahan geometrik
E.4. Tundaan
4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisis Simpang Bersinyal Metode Webster
a. Eksisting
1. Arus awal
Arus awal dicari dengan menjumlahkan seluruh data kend/jamperlajur
yang sudah dikonversikan menjadi smp/jam.
2. Peak periode
Peak periode dicari dengan arus awal dikalikan dengan 6% jika data
belum peak hour tetapi jika data peak hour maka tidak perlu dikalikan 6%.
Data yang diperoleh sudah dicari data perjamnya sehingga arus awal tidak
perlu dikalikan 6%.
a. Persentase
Persentase dicari dengan arus awal perlajur dibagi dengan jumlah arus
awal perpendekat lalu dikalikan 100%.
b. Arus koreksi
Pada tahap ini yang dikoreksi hanya arus yang belok ke kiri saja. Jika
persentase arus pada lajur belok kiri lebih besar dari 10% maka peak
periode dikalikan dengan 1,25. Data yang dihitung memiliki persentase
lebih dari 10% sehingga peak periode pada lajur kiri dikalikan 1,25.
3. Lebar pendekat
Lebar pendekat diperoleh dari pembagian lebar jalur dari data yang
sudah diketahui atau dari data lapangan.
4. Arus jenuh dasar
Arus jenuh dasar diperoleh dari ketetapan metode webster, jika lebar
perlajur kurang dari 2 meter atau lebih dari 5,5 meter maka lebar pendekat
perlajur dikalikan dengan 525. Data yang diperoleh memiliki lebar
pendekat kurang dari 2 meter dan lebih dari 5,5 meter sehingga semua
lebar pendekat dikalikan dengan 525.
5. Kelandaian
Kelandaian diperoleh dari data lapangan. Dari data yang diperoleh
kelandaiannya diketahui 0.
6. Koreksi kelandaian
Koreksi kelandaian diperoleh dengan melihat kelandaian, jika naik 1 %
tanjakan, arus jenuh turun 3 % dan jika 1 % turunan, arus jenuh meningkat
3 %. Data yang diperoleh kelandainnya 0 jadi nilai koreksi kelandaian
tetap mengambil data dari arus jenuh dasar).
7. Koreksi belok kanan
Koreksi belok kanan hanya berlaku pada pendekat lajur kanan saja.
Koreksi belok kanan diperoleh dengan melihat pada ketentuan di pedoman
webster. Pada data yang diperoleh koreksi belok kanan memenuhi syarat :
Tidak ada arus berlawanan, ada lajur khusus belok kanan, arus jenuh
untuk belok kanan harus ditentukan terpisah. Telah didapatkan bahwa arus
jenuh (s) belok kanan tergantung pada jari-jari tikungan (r) dan dinyatakan
dengan
1800
s= smp/jam untuk satu lajur atau 1600 smp/jam
1+1,52/r
8. Koreksi lapangan
Koreksi lapangan dicari dengan pedoman pada webster. Pada data
yang diperoleh kondisi lapangan 100% , jadi tidak ada perubahan.
9. Koreksi parkir
Koreksi parkir diperoleh dengan pedoman pada webster. Pada data
yang diperoleh tidak ada parkir.
10. Flow ratio sebelum koreksi
Flow ratio sebelum koreksi dihitung dengan arus awal dibagi dengan
arus jenuh dasar.
11. Flow ratio setelah koreksi
Flow ratio setelah koreksi diperoleh dengan arus koreksi dibagi
dengan koreksi terakhir.
12. Flow ratio kritis
Flow ratio kritis diperoleh dengan mengambil dari flow ratio setelah
koreksi pada tiap fase yang paling besar.
13. IFR
IFR diperoleh dengan menjumlah flow ratio kritis di semua fase.
14. Y
15. LTI
1,5∗LTI +5 0,540
Co = IFR
1−IFR
LTI
Berdasarkan data diperoleh C
42,66
optimum Cop
Cmin
24,37
(1,5∗9,75 )+5 Cprak
Co = 18,89
1−0,5400
GA1
14,01
GA2
c
= 42,66304
17. C minimum
LTI
C min =
1−IFR
9,75
=
1−0,5400
= 9,21
18. G
y 1−IFR
G1 =
❑
19. C praktis
20. Tundaan
Keterangan =
d = tundaan rata-rata perkendaraan
c= waktu siklus
= proporsi waktu hijau efektif
q= arus
s= arus jenuh
x= derajat kejenuhan, merupakan perbandingan arus dengan arus maksimum
yang dapat lepas dari garis henti.
Dari data yang ada yang diperoleh tundaan :
- untuk fase 1 : 1,15E+04 yang bernilai F
- untuk fase 2 : 8,9054E+06 yang bernilai F
- untuk fase 3 : 6,3079E+06 yang bernilai F
- untuk fase 4 : 6,9563E+06 yang bernilai F
b. After project
Dari data yang telah diperoleh dari setiap pendekat diperoleh hasil arus
lalu lintas tertinggi terdapat pada pendekat utara dengan nilai 739 smp/ jam,
sedangkan dari pendekat lain yaitu selatan, timur, dan barat relatif stabil yaitu
sekitar 400 smp/jam. Dan diperoleh nilai derajat kejenuhannya adalah 0,46665
b. After project
Hasil dari tabel arus lalu lintas, arus lalu lintas tertinggi terdapat pada
pendekat utara dengan besar 620,1 ekr/jam, sedangkan untuk pendekat barat,
timur, dan selatan relatif stabil sekitar 300 ekr/jam. Dengan perhitungan yang
sudah dilakukan didapat nilai kejenuhannya adalah 0,3321.
b. After project
Pengaturan ulang simpang dilakukan tetap dengan 4 Fase mengingat
Simpang Kaliputih ini tidak terlalu besar namun memiliki arus lalu lintas tinggi
maka dioptimalkan dengan pengaturan 4 Fase agar tidak menghasilkan waktu
siklus yang tidak terlalu panjang. Jadi pengaturan ulang ini menitikberatkan
pada pengaturan lampu lalu lintas simpang dengan mengubah waktu siklus.
Sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal pada simpang.
5.1 Kesimpulan
Hasil analisis kinerja Simpang Kaliputih didapat bahwa jam sibuk simpang tersebut
terjadi pada pukul 06.50 – 07.50 untuk pendekat utara dan selatan dengan jumlah kendaraan
per jamnya untuk masing-masing pendekat adalah 5024 dan 3171, dan pukul 06.40 – 07.40
untuk pendekat timur dan barat dengan jumlah kendaraan 2976 dan 3348.
Untuk tingkat pelayanan simpang dari setiap metode adalah, dari perhitungan metode
Webster didapat tingkat pelayanan jalannya F, metode MKJI 1997 B, dan PKJI 2014 juga B.
Alternatif yang diambil untuk meningkatkan kinerja simpang tersebut untuk metode Webster
diambil langkah mengganti fase dan waktu siklus sehingga meningkatkan tingkat
pelayanannya menjadi C dan F. Sedangkan metode MKJI 1997 mengganti waktu siklusnya
dari 60 detik menjadi 80 detik begitu juga dengan PKJI 2014 mengambil alternatif yang sama
yaitu mengganti waktu siklusnya menjadi 90 detik.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah perubahan waktu fase
direkomendasikan untuk memecahkan masalah yang ada serta perlu untuk melakukan suatu
perubahan sirkulasi arus lalu lintas kawasan sehingga tidak terjadi penumpukan arus di satu
titik.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Gati, dkk.2009.Analisis Arus Jenuh dan Panjang Antrian pada Simpang Bersinyal:
Studi Kasus di Jalan Dr. Sutomo-Suryopranoto, Yogyakarta.JURNAL ILMIAH SEMESTA
TEKNIKA Vol. 12, No.1, 99-108, Mei 2009
Ahmad31royhan.blogspot.com
Indriyani, Sylvia. Modul 10 Rekayasa Lalu Lintas. Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Sugiyanto, Gito. Analisis Simpang Bersinyal. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.