Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH REKAYASA LALU LINTAS

“ANALISIS DAN KERJA SIMPANG DENGAN MENGGUNAKAN


METODE WEBSTER, METODE MKJI 1997, DAN METODE PKJI 2014”

Oleh:

1. DEWANTI FANNY (H1B015012)


2. M RIFALDI AGUSTIN (H1B015018)
3. SHAFIRA AULIA RAHMAH (H1B015026)
4. BADZLINA ISTIBAKHA AUFARI (H1B015028)
5. BELLYNA ARTHA ARIANI (H1B015034)
6. ROFI RIAN SATRIA W (H1B015036)
7. LA ODE TORIQ M (H1B015040)
8. FAIZ FAIZ (H1B015042)
9. AUADI ULLI ROSAD (H1B015048)
10. BAYU SEGARA (H1B015060)
11. NURUSHSHOBAH RIZQIYANI (H1B015062)
12. TEGAR PRASETYA (H1B015064)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis dan Kerja
Simpang Dengan Menggunakan Metode Webster, Metode MKJI 1997, dan Metode
PKJI 2014”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Rekayasa Lalu Lintas di Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada dosen dan asistennya yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Purbalingga, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman judul...................................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................

Daftar isi...........................................................................................................

Bab 1 : Pendahuluan.........................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................


1.2 Tujuan Penelitian..............................................................................
1.3 Ruang Lingkup Kajian.....................................................................

Bab 2 : Studi Pustaka........................................................................................

2.1 Persimpangan...................................................................................
2.2 Pengaturan Simpang Bersinyal........................................................
2.3 Metode Webster................................................................................
2.4 Metode MKJI 1997..........................................................................
2.5 Metode PKJI 2014............................................................................

Bab 3 : Metode..................................................................................................

3.1 Konsep Umum................................................................................

3.2 Pengumpulan Data..........................................................................

Bab IV : Analisi Data........................................................................................

4.1 Data Umum.....................................................................................


4.1.1 Geometrik Jalan............................................................
4.1.2 Arus Lalu Lintas...........................................................
4.2 Analisis Simpang Bersinyal............................................................
4.2.1 Analisis Simpang Bersinyal Metode Webster...............
4.2.2 Analisis Simpang Bersinyal Metode MKJI 1997.........
4.2.3 Analisis Simpang Bersinyal Metode PKJI 2014..........
4.3 Pembahasan....................................................................................
4.3.1 Analisis Simpang dengan Metode Webster..................
4.3.2 Analisis Simpang dengan Metode MKJI 1997.............
4.3.3 Analisis Simpang dengan Metode PKJI 2014..............
4.3.4 Perbandingan 3 Metode................................................

Bab V : Kesimpulan dan Saran.........................................................................

Daftar Pustaka...................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena
transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan
ekonomi, dan sosial politik suatu negara. Namun di negara - negara yang sedang
berkembang, tranportasi sendiri memiliki masalah yang sangat kompleks. Permasalahan
yang terjadi bukan saja karena terbatasnya sistem prasarana transportasi yang ada namun
juga disebabkan pendapatan yang rendah, urbanisasi yang cepat, terbatasnya sumber daya
manusia, rendahnya tingkat disiplin masyarakat serta lemahnya sistem perencanaan dan
pengontrolan transportasi. Didalam jaringan transportasi, persimpangan merupakan titik
rawan akan terjadinya kemacetan lalu lintas oleh adanya konflik – konflik pergerakan
arus, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan kapasitas dan
kinerjanya dengan tetap memperhatikan keselamatan para pengendara dan pejalan kaki.
Sistem lampu lalu lintas merupakan salah satu cara untuk mengatur lalu lintas di suatu
simpang supaya menciptakan sistem pergerakan dan hak berjalan secara bergantian dan
teratur, sehingga dapat meningkatkan kapasitas simpang dalam melayani arus lalu lintas,
dan mengurangi tingkat kecelakaan dan tundaan lalu lintas yang efektif dan murah
dibandingkan pengaturan manual (Munawar 2004). Pengaturan lampu lalu lintas yang
kurang tepat dapat mengganggu kelancaran sistem lalu lintas secara keseluruhan seperti
bertumpuknya kendaraan pada satu atau beberapa ruas jalan. Oleh karena itu kondisi
simpang tersebut perlu dievaluasi untuk mengetahui kinerja persimpangan. Masalah pada
simpang berlampu adalah terjadinya antrian yang mengakibatkan terjadinya tundaan
kendaraan pada masing- masing lengan simpang dengan volume yang berbeda (Darma,
1997; Jauwahir, 2000).
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengevaluasi kinerja simpang menggunakan metode Webster, MKJI 1997, dan PKJI
2014
2. Menganalisa lalu lintas persimpangan untuk beberapa scenario pengaturan lalu lintas
menggunakan metode Webster, MKJI 1997, dan PKJI 2014
3. Mengetahui perbedaan antara metode Webster, MKJI 1997, dan PKJI 2014

1.3 Ruang Lingkup Kajian


Secara garis besar ruang lingkup yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang
analisis perhitungan kinerja simpang bersinyal dengan menggunakan metode Webster,
MKJI 1997, dan PKJI 2014.
BAB 2

STUDI PUSTAKA

2.1 Persimpangan

Menurut PP No. 43 Tahun 1993, persimpangan adalah pertemuan atau percabangan


jalan, baik sebidang maupun tidak sebidang. Dengan kata lain persimpangan dapat
diartikan sebagai dua jalur atau lebih ruas jalan yang berpotongan, dan termasuk
didalamnya fasilitas jalur jalan dan tepi jalan. Sedangkan setiap jalan yang memencar dan
merupakan bagian dari persimpangan tersebut dikatakan dengan lengan persimpangan.
Simpang dibedakan menjadi dua jenis yaitu simpang jalan tanpa sinyal dan simpang
dengan sinyal. Simpang jalan tanpa sinyal yaitu simpang yang tidak memakai sinyal lalu
lintas. Pada simpang ini pemakai jalan memutuskan mereka cukup aman untuk melewati
simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang. Simpang jalan dengan
sinyal yaitu pemakai jalan dapat melewati simpang sesuai dengan pengoperasiansinyal
lalu lintas. Jadi pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan
warna hijau pada lengan simpang (Morlock, 1978). Berdasarkan perencanaannya
persimpangan dibedakan menjadi 2 jenis Harianto (2004), yaitu:

a. Persimpangan Jalan Sebidang

Persimpangan sebidang adalah pertemuan dua ruas jalan atau lebih secara
sebidang tidak saling bersusun. Pertemuan ini direncakan sedemikian dengan tujuan
untuk melewatkan lalu lintas dengan lancar serta mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari titik konflik yang timbul untuk
memberikan kemudahan, kenyamanan dan ketenangan terhadap pemakai jalan yang
melalui persimpangan.
b. Persimpangan Jalan tak sebidang

Persimpangan tak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau
lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang, tetapi salah satu ruas berada diatas
atau dibawah ruas yang lain.

2.2 Pengaturan Simpang Bersinyal

Simpang adalah suatu area kritis pada suatu jalan raya yang merupakan titik konflik
dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973).
Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang
terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Tujuan pengaturan simpang adalah :

1. Untuk mengurangi kecelakaan

Simpang merupakan sumber konflik bagi pergerakan lalu lintas sebab


merupakan bertemunya beberapa pergerakan kendaraan dari berbagai arah menuju
suatu area yang sama yaitu ruang di tengah simpang. Dapat digambarkan sebagai
suatu kondisi “Bottleneck” dimana arus dari kaki simpang merupakan bagian
“upstream” dan area di tengah simpang sebagai “downstream”. Kondisi ini tidak
menjadi masalah jika arus dari bagian pendekat tidak datang bersamaan. Namun
kenyataannya sulit dijumpai pada persimpangan di perkotaan pada kenyataannya arus
datang pada saat bersamaan sehingga rawan terjadi kecelakaan atau konflik antar
kendaraan. Konflik kendaraan pada simpang terjadi karena :

a. Gerak saling memotong (crossing)

b. Gerak menggabung (converging)

c. Gerak memisah (diverging)

2. Untuk meningkatkan kapasitas

Karena terjadi konflik maka kapasitas simpang menjadi berkurang dan jauh lebih
kecil dibandingkan dengan kapasitas pada pendekat. Diharapkan dengan adanya
pengaturan maka konflik bisa dikurangi dan akibatnya kapasitas meningkat.

3. Meminimumkan tundaan

Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian
utama (major) dan minor maka biasanya arus dari arah bagian utama merupakan arus
menerus dengan kecepatan yang tinggi. Jika tanpa pengaturan maka arus yang datang
dari arah minor akan sulit menyela terutama jika arus dari arah major cukup tinggi.
Dengan demikian maka arus dari arahminorakan mengalami tundaan yang besar.

Sistem lalu lintas berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi


pergerakan lalu lintas. Hal itu dapat ditempuh dengan melakukan koordinasi lampu
lalu lintas pada semua pertemuan jalan. Koordinasi lampu akan menghasilkan sistem
pengaturan yang optimal dengan mengatur jumlah fase, interval, dan waktu hijau tiap
fase. Yang dipakai sebagai jarak optimal adalah jarak tempuh, kecepatan perjalanan,
biaya kelambatan dan biaya berhenti. Selain itu diharapkan polusi dan kebisingan lalu
lintas menjadi minimal.

Jenis-jenis pengaturan simpang berdasarkan tingkatan arus dapat dilakukan


dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Pengaturan dengan pemberian kesempatan jalan

Fasilitas pengaturan yang riil berupa rambu atau marka jalan. Pengaturan
ini menitikberatkan pada pemberian hak jalan pada kendaraan lain ketika
memasuki simpang dengan pembagian :

a. Memberi hak jalan pada kendaraan yang lebih dahulu memasuki simpang

b. Memberi hak jalan pada kendaraan yang berada pada posisi lebih kiri daripada
kendaraan tinjauan

c. Kendaraan yang hendak belok ke arah kanan pada suatu persimpangan


diwajibkan memberi hak jalan kepada kendaraan dari arah lainnya

d. Memberi hak jalan pada penyeberang jalan yang menyentuh garis marka
penyeberangan/zebra cross

2. Dengan rambu Yield

Dipasang pada arah jalan minor, pengemudi wajib memperlambat laju


kendaraan dan meneruskan perjalanan bila kondisi lalu lintas cukup aman.

3. Dengan rambu Stop

Pengemudi wajib berhenti, dipasang di jalan minor.


4. Kanalisasi Simpang

Untuk mengarahkan kendaraan atau memisahkannya dari arah pendekat


yang akan belok ke kiri, lurus dan kanan. Berupa pulau dengan kerb yang lebih
tinggi dari jalan atau hanya berupa garis marka jalan.

5. Dengan bundaran (roundabout)

Berupa pulau di tengah-tengah simpang yang lebih tinggi dari permukaan


jalan rata-rata dan bukan berupa garis marka. Berfungsi untuk mengarahkan dan
melindungi kendaraan yang akan belok kanan.

6. Pembatasan belok

Untuk mengurangi jumlah konflik. Cara pengaturan yang dilakukan yaitu :

a. Larangan belok kiri

Akan terjadi konflik dengan pejalan kaki sehingga kendaraan harus berhenti
yang mengakibatkan kendaraan di belakang ikut pula berhenti.

b. Larangan belok kanan

Kendaraan yang belok ke kanan harus menempuh arah lurus sampai pada
tempat yang dipandang aman lalu berputar arah kemudian belok ke kiri.

7. Dengan lampu lalu lintas

Tujuannya yaitu untuk mencegah konflik kendaraan berdasarkan interval


waktu.

8. Dengan persimpangan tidak sebidang

Bentuknya berupa jembatan layang (fly over) atau terowongan bawah


tanah. Berfungsi untuk mencegah konflik antar kendaraan berdasarkan interval
ruang.

2.3 Metode Webster

1. Konsep Dasar

Asumsi dasar pada metode ini adalah kedatangan kendaraan yang acak atau
random. Webster membuat persamaan yang klasik untuk menghitung tundaan rata-rata
per kendaraan pada pendekat simpang, juga menurunkan persamaan untuk
mendapatkan waktu siklus optimum yang menghasilkan tundaan minimum.

2. Satuan Mobil Penumpang

Sebagaimana dalam analisis ruas, maka dalam perhitungan simpang dengan


metode apapun, kendaraan yang ada harus dikonversi terhadap satuan mobil
penumpang/passenger car unit. Nilai faktor smp untuk metode Webster pada
persimpangan adalah sebagai berikut :

No. Jenis Kendaraan Faktor smp


1. Kendaraan komersiaal berat dan sedang 1,75
2. Bus 2,25
3. Tram 2,5
4. Kendaraan ringan 1,0
5. Sepeda motor 0,33
6. Sepeda 0,2

3. Kapasitas Simpang

Pengertian kapasitas simpang adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat


melewati kaki persimpangan tersebut. Besarnya dipengaruhi oleh arus jenuh yang
tergantung kepada jumlah yang bisa lepas pada saat hijau dan waktu hijau serta waktu
siklus yang telah ditentukan. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :

C = S x g/c

Dimana :

C = kapasitas (smp/jam) c = waktu siklus (detik)

S = arus jenuh (smp/jam) g = waktu hijau (detik)

Lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut :

a. Arus Jenuh

Pada saat awal hijau, kendaraan membutuhkan beberapa waktu untuk


memulai pergerakan dan kemudian sesaat setelah bergerak sudah mulai terjadi
antrian pada kecepatan relative normal. Keadaan ini disebut arus jenuh. Waktu
hijau tiap fase adalah waktu untuk melewatkan arus jenuh menerus. Besarnya
arus jenuh ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
i. Pengaruh Lebar Pendekat

Arus jenuh pada pendekat yang tanpa kendaraan belok dan parkir dapat
dihitung dengan rumus berikut :

 Untuk lebar pendekat 3 m s/d 5,5 m atau 10 – 17 feet

w (m) 3 3,5 4 4,5 5 5,5


S (smp/jam) 1850 1875 1975 2175 2550 2900

 Untuk lebar pendekat 5,2 s/d 18,30 m atau sekitar dan lebih besar dari 17
feet

Bila dalam feet : S = 145 w smp/jam

Bila dalam meter : S = 525 w smp/jam

ii. Pengaruh Gradien

Gradient rata-rata pada pendekat diukur 200 m dari garis henti/stop.


Pendekat yang menanjak setiap 1% arus jenuh akan berkurang sebesar 3%
dan setiap pendekat yang menurun 1% maka arus jenuh akan bertambah 3%.

iii. Pengaruh Komposisi Kendaraan

Pengaruh komposisi ini tampil dalam nilai konversi terhadap satuan


mobil penumpang yang telah dijelaskan sebelumnya.

iv. Akibat Pengaruh Belok Kanan

Pengaruh belok kanan tergantung pada 4 kemungkinan :

 Tanpa arus melawan dan tanpa lajur khusus belok kanan, dimana untuk
kondisi ini tidak ada pengaruh

 Tanpa arus melawan dan ada lajur khusus

1800
S=
1,52 untuk lajur tunggal (single file
1+( )
ra
streams)
3000
S=
1,52 untuk lajur ganda (double file
1+( )
ra
streams)

 Dengan arus melawan dan tanpa lajur khusus belok kanan, setiap
kendaraan belok kanan disertakan dengan 1,75 kali kendaraan lurus

 Dengan arus melawan da nada lajur khusus belok kanan, dalam keadaan
tidak mengakibatkan tundaan, dihitung seperti nomor 3

v. Pengaruh Belok Kiri

Pengaruh belok kiri pada arus jenuh tergantung pada ketajaman


belokan dan arus pejalan kaki. Secara umum pendekatan perlakuan pada
belok kanan di atas dapat dipakai pula untuk mengetahui pengaruh belok kiri
yang berkondisi sama. Untuk volume belok kiri yang sedikit (<10%) tidak
perlu dikoreksi, sedangkan yang >10% dari keseluruhan arus, maka setiap
kendaraan yang kelebihan 10% tersebut disetarakan dengan 1,25 terhadap
kendaraan yang lurus.

vi. Pengaruh Kendaraan Parkir

Didapatkan bahwa pengurangan arus jenuh yang diakibatkan oleh


kendaraan parkir di dekat garis henti pada pendekat tertentu adalah sama
dengan kehilangan lebar lajur pada garis henti dan dapat dinyatakan
mendekati sebagai berikut :

Pengurangan lebar lajur efektif = 1,6 – {0,9 (z – 7,5)} / k

Dimana :

z ( ≥ 7,5 m) adalah jarak bebas dari kendaraan parkir yang


terdekat dari garis henti (m)

z< 7,5 m adalah jarak harus diambil sebagai 7,5 m

k adalah waktu hijau (detik)

Jika didapatkan nilai negatif harus diambil nilai nol

vii. Pengaruh Karakter Site


Faktor lain yang mempengaruhi aru jenuh adalah pejalan kaki, jarak
pandang, lingkungan simpang, dll yang semuanya dikelompokkan dalam
karakter site. Dalam penilaian karakter site, dibagi dalam pemilaian sebagai
berikut :

Baik, maka koreksi arus jenuh 120%

Sedang, maka koreksi arus jenuh 100%

Kurang, maka koreksi arus jenuh 80%

b. Waktu Hijau Efektif

Merupakan lamanya waktu hijau tampilan sinyal dikurangi dengan


kehilangan awal dan ditambah waktu hijau tambahan akhir. Waktu hijau efektif
tiap fase dalam satu siklus adalah :

g = (c – L) y/Y

dengan :

g = waktu hijau masinh-masing fase (detik)

c = waktu siklus (detik)

L = toatal waktu hilang

y = derajat kejenuhan tiap fase

Y = jumlah y pada semua fase

Waktu hijau efektif harus dikonversi ke dalam waktu hijau


sebenarnya/actual yaitu :

K=g+l–a

Dimana :

K = waktu hijau sebenarnya (detik)

l = lost time (detik)

a = amber (detik)

c. Waktu Siklus
Waktu silus adalah waktu yang diperlukan untuk serangkaian fase dimana
semua pergerakan dilakukan atau selang waktu dari awal hijau sampai kembali
hijau. Satu siklus dapat terdiri dari 2 fase atau lebih. Waktu siklus perlu
dioptimalkan karena waktu silkus yang terlalu panjang akan mengakibatkan
tundaan yang besar. Dikenal beberapa macam waktu siklus yaitu :

i. Waktu siklus minimum (Cm) merupakan waktu siklus teoritis cukup untuk
melewatkan arus di semua kaki simpang

Cm = L / (1 – Y) detik

Dimana : Y = ∑ y

y = rasio maksimum arus yang ada terhadap arus jenuh

=q/s

ii. Waktu siklus optimum (Co) yaitu waktu siklus yang memberikan tundaan
bagi kendaraan yang menggunakan simpang

Co = (1,5L + 5) / (1 –Y) detik

iii. Waktu siklus praktis merupakan waktu siklus berdasarkan kapasitas praktis.
Kapasitas praktis ini dihitung berdasarkan 90% dari maksimum arus yang
dapat terjadi untuk memberikan tundaan yang dapat diterima.

Cprakt = 0,9L / (0,9 – Y) detik

d. Total Waktu Hilang (Total Lost Time)

Waktu hilang total terjadi pada saat awal periode hijau berupa terlambatnya
memulai pergerakan (lost start) dan pada saat akan berakhirnya periode kuning
(end lost). Berdasar penelitian di Inggris bahwa waktu hilang tiap fase (l)
bervariasi, tetapi 2 detik dapat mewakilinya. Total waktu hilang untuk satu siklus
adalah :

L = nl + R

Dimana :

n = jumlah fase
R = waktu all red atau semua merah

l = waktu hilang tiap fase

4. Analisis Tundaan

Tundaan adalah perbedaan waktu antara waktu perjalanan melintasi simpang


dengan waktu perjalanan yang tanpa berhenti atau mengalami perlambatan akibat
adanya sinyal lalu lintas pada simpang tersebut. Atau secara singkat merupakan total
waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu
simpang. Waktu tundaan rata-rata per kendaraan (d) dapat dihitung sebagai :

Dimana :

d = tundaan rata-rata setiap kendaraan tiap lajur (detik)

λ =g/c

x = derajat kejenuhan (q / sλ)

S,q = dikonversikan dalam satuan kend/jam

Dari tundaan tersebut dapat ditentukan tingkat pelayanan suatu simpang,


seperti tebel berikut :

2.4 Metode MKJI 1997

1. Konsep Dasar
Manual ini herhubungan dengan simpang bersinyal terisolir, dengan kendali
waktu tetap dengan bentuk geometrik normal (empat-lengan dan tiga-lengan) dan
peralatan sinyal pengatur lalu-lintas. Dengan beberapa pertimbangan dapat juga
digunakan untuk menganalisa bentuk geometrik lainnya.

Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali waktu


tetap yang dirangkai atau 'sinyal aktuasi kendaraan' terisolir, biasanya memerlukan
metoda dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Walau demikian masukan
untuk waktu sinyal dari suatu simpang yang berdiri sendiri dapat diperoleh dengan
menggunakan manual ini.

2. Arus Jenuh

Yang dimaksud dengan arus jenuh nyata adalah hasil perkalian dari arus jenuh
dasar (So) untuk keadaan ideal dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan
dari kondisi sebenarnya, dalam satuan smp/jam hijau (Departemen P.U., 1997)

S = So . FCS . FSF . FP . FG. FRT . FLT

Dimana:

S = Arus jenuh nyata (smp/jam hijau);

So = Arus jenuh dasar (smp/jam hijau);

FCS = Faktor koreksi ukuran kota;

FSF = Faktor penyesuaian hambatan samping;

FP = Faktor penyesuaian parkir tepi jalan;

FG = Faktor penyesuaian akibat gradien jalan;

FRT = Faktor koreksi belok kanan;

FLT = Faktor penyesuaian belok kiri.

Faktor Ukuran Kota (F CS ) yaitu ukuran besarnya jumlah penduduk yang


tinggal dalam suatu daerah perkotaan (Departemen P.U., 1997). Untuk menentukan
nilai faktor ukuran kota digunakan Tabel 2.1
TaTabel 2.1 Faktor penyesuaian ukuran kota (F CS )

Jumlah penduduk dalam kota (juta jiwa) Fakor penyesuaian ukuran kota (F CS)
>3,0 1,05
1,0 - 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,83
≤ 0,1 0,82

Faktor Hambatan Samping Jalan (F SF ) adalah kegiatan di samping jalan yang


menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di dalam pendekat (Departemen
P.U., 1997). Dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping dan rasio
kendaraan tak bermotor didapat faktor penyesuaian hambatan samping sebagaimana
Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Faktor penyesuaian hambatan samping jalan

Faktor Adanya Parkir Tepi Jalan (F P) dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

FP = [ L P/3 – (Wa - 2) . (L P/3 – g)/Wa ] /g

Dimana :

FP = Faktor jarak parkir tepi jalan;

Wa = Lebar pendekat (m);

g = Waktu hijau (detik);


LP = jarak antara garis henti dan kendaraan yang parkir pertama (m).

Faktor Belok Kanan (F RT) Faktor koreksi terhadap arus belok kanan pada
pendekat yang ditinjau, dapat dihitung dengan rumus:

FR = 1 + PRT . 0,26

Dimana:

PRT = rasio arus belok kanan pada pendekat.

Faktor Belok Kiri (F LT ) Pengaruh arus belok kiri dihitung dengan rumus:

FLT = 1 – PLT . 0,16

Dimana :

PLT = rasio arus belok kiri pada pendekat.

3.Rasio Arus

Rasio arus (FR) merupakan rasio arus lalu lintas terhadap arus jenuh masing-
masing pendekat. Rasio arus (FR) dihitung dengan rumus:

FR = Q/S

Dimana :

Q = Arus lalu lintas (smp/jam);

S = Arus Jenuh (smp/jam hijau).

Nilai kritis FR opt (maksimum) dari rasio arus yang ada dihitung rasio arus
pada simpang dengan penjumlahan rasio arus kritis tersebut:

IFR = ∑ (FR opt )

Dari kedua nilai di atas maka diperoleh rasio fase PR (Phase Ratio ) untuk tipe
fase yaitu:

PR = FR opt /IFR

4. Waktu Siklus dan Waktu Hijau

a. Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian (C ua )


Waktu siklus adalah waktu untuk urutan lengkap dan indikasi sinyal dari
awal waktu hijau sampai waktu hijau berikutnya (Departemen P.U., 1997).
Waktu siklus sebelum penyesuaian (C ua ) untuk pengendalian waktu tetap
dihitung dengan rumus:

Cua = (1,5 . LTI + 5) / (1 - IFR)

Dimana:

Cua = Panjang Siklus (detik);

LTI = Jumlah waktu yang hilang setiap siklus (detik);

IFR = Rasio arus perbandingan dari arus terhadap arus jenuh, arus /arus
jenuh (Q/S)

FR crit = Nilai tertinggi rasio arus dari seluruh pendekat yang terhenti pada
suatu fase

∑IFR crit = Rasio arus simpang = Jumlah FC crit dari seluruh fase pada
simpang.

Waktu siklus yang didapat kemudian disesuaikan dengan waktu siklus yang
direkomendasikan seperti pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Pengaturan waktu siklus

b. Waktu Hijau (g)

Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat. Perhitungan
waktu hijau untuk tiap fase dijelaskan dengan rumus :

gi = (C ua – LTI) . PRi ≥ 10 dtk

Dimana :

gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik);


Cua = Waktu siklus (detik);

LT = Waktu hilang total persiklus (detik);

PRi = Rasio fase = FR crit / ∑(FR crit )

c. Waktu Siklus yang Disesuaikan

Waktu siklus yang disesuaikan (c) dihitung berdasarkan pada waktu hijau
yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang. Dinyatakan dengan
rumus :

c = ∑g+LTI

5. Kinerja Simpang

Unsur terpenting didalam pengevaluasian kinerja simpang adalah lampu lalu


lintas, kapasitas dan tingkat pelayanan, sehingga untuk menjaga agar kinerja
simpang dapat berjalan dengan baik, kapasitas dan tingkat pelayanan perlu
dipertimbangkan dalam mengevaluasi operasi simpang dengan lampu lalu lintas.
Ukuran dari kinerja simpang dapat ditentukan berdasarkan panjang antrian, jumlah
kendaraan terhenti dan tundaan. Ukuran kualitas dari kinerja simpang adalah dengan
menggunakan variabel sebagai berikut (Departemen P.U., 1997) :

a. Kapasitas Simpang (C)

Kapasitas adalah kemampuan simpang untuk menampung arus lalu lintas


maksimum per satuan waktu dinyatakan dalam smp/jam hijau. Kapasitas pada
simpang dihitung pada setiap pendekat ataupun kelompok lajur didalam suatu
pendekat. Kapasitas simpang dinyatakan dengan rumus :

C = S . g/c

Dimana :

C = Kapasitas (smp/jam hijau);

S = Arus jenuh (smp/jam hijau);

g = Waktu hijau (detik)


c = Panjang siklus (detik).

Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (Q LT, QRT, dan Q ST )
dikonversi dari kendaran per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per
jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-
masing pendekat terlindung dan terlawan.

Tabel 2.4 Konversi kendaran terhadap satuan mobil penumpang

b. Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume (Q) terhadap


kapasitas (C). Rumus untuk menghitung derajat kejenuhan adalah :

DS = Q/C

c. Panjang Antrian (NQ)

Panjang antrian adalah banyaknya kendaraan yang berada pada simpang


tiap jalur saat nyala lampu merah (Departemen P.U., 1997). Rumus untuk
menentukan rata-rata panjang antrian berdasarkan MKJI 1997, adalah :

Untuk derajat kejenuhan (DS) > 0.5

[ √
N Q 1=0,25.C . ( DS−1 ) + (DS−1)2 +
8.(DS−0.5)
C ]
Untuk DS < 0,5 ;

N Q 1=0

Dimana:

N Q 1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya;


DS = Derajat kejenuhan;

C = Kapasitas (smp/jam).

Jumlah antrian selama fase merah ( NQ 2):

1−GR Q
N Q 2=c . . masuk
1−GR . DS 3600

Dimana:

N Q 2 = Jumlah smp yang datang ada fase merah;

GR = Rasio hijau;

c = Waktu siklus (detik);

Qmasuk = Arus lalu lintas yang masuk diluar LTOR (smp/jam).

Jumlah kendaraan antri menjadi: NQ=N Q 1+ N Q2

Maka panjang antrian kendaraan adalah dengan mengalikan N Q max


2
dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m ) kemudian dibagi
dengan lebar masuknya. N Q max didapat dengan menyesuaikan nilai NQ dalam

hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya pembebanan lebih POL (%)
dengan menggunakan Gambar 1. Untuk perencanaan dan perancangan
disarankan POL ≤ 5 %, untuk operasi suatu nilai POL = 5–10 % mungkin
dapat diterima :

QL=( NQ max.20)/Wm asuk


Sumber: Departemen P.U. (1997)

d. Kendaraan Terhenti (NS)

Angka henti (NS) masing-masing pendekat yang didefinisikan sebagai


jumlah rata-rata kendaraan berhenti per smp, ini termasuk henti berulang
sebelum melewati garis stop simpang. Dihitung dengan rumus :

NQ
NS=0,9. .3600
Q. c

Dimana :

c = Waktu siklus (detik);

Q = Arus lalu lintas (smp/jam).

Jumlah kendaraan terhenti (N sv ) :

Nsv=Q . NS (smp/jam)

Laju henti untuk seluruh simpang :

N S total =
∑ N SV
Q tota l

e. Tundaan (Delay)
Tundaan adalah rata-rata waktu tunggu tiap kendaraan yang masuk dalam
pendekat. Tundaan pada simpang terdiri dari 2 komponen, yaitu tundaan lalu
lintas (DT) dan tundaan geometrik (DG) :

Dj=DT j+ DG j

Dimana:

Dj = Tundaan rata-rata pendekat j (detik/smp) ;

DT j = Tundaan lalu lintas rata-rata pendekat j (detik/smp);

DG j = Tundaan geometrik rata-rata pendekat (detik/smp).

Tundaan lalu lintas (DT) yaitu akibat interaksi antar lalu lintas pada
simpang dengan faktor luar seperti kemacetan pada hilir (pintu keluar) dan
pengaturan manual oleh polisi, dengan rumus :

0,5.(1−G R j)2 N Q1 .3600


DT j=c . +
1−G R j . D S j Cj

Atau

N Q 1 .3600
DT j=c . A+
Cj

Dimana :

0,5.(1−G R j)
A=
1−G R j . D S j

C = Kapasitas (smp/jam);

DS = Derajat kejenuhan.;

GR = Rasio hijau (g/c) (detik);

NQ = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.

Tundaan geometrik (DG) adalah tundaan akibat perlambatan atau


percepatan pada simpang atau akibat terhenti karena lampu merah.

DG j=(1 – PSV ). PT .6 +( PSV . 4)

Atau masukan DG j rata-rata 6 detik/smp


Dimana :

PSV = Rasio kendaraan terhenti pada pendekat;

PT = Rasio kendaraan ber- belok pada pendekat.

f. Tingkat Pelayanan Simpang

Tingkat pelayanan adalah ukuran kualitas kondisi lalu lintas yang dapat
diterima oleh pengemudi kendaraan. Tingkat pelayanan umumnya digunakan
sebagai ukuran dari pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume setiap
ruas jalan yang dapat digolongkan pada tingkat tertentu yaitu antara A sampai F.
Apabila volume meningkat maka tingkat pelayanan menurun, suatu akibat dari
arus lalu lintas yang lebih buruk dalam kaitannya dengan karakteristik
pelayanan. Hubungan tundaan dengan tingkat pelayanan sebagai acuan penilaian
simpang, seperti Tabel 2.5.

Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No: KM 14 Tahun 2006

Tabel 2.5 Kriteria tingkat pelayanan untuk simpang


2.5 Metode PKJI 2014

1. Konsep Dasar

Metode ini adalah pemutakhiran dari MKJI 1997. Pemutakhiran ini pada
umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang (emp) atau
ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (Co), dan cara penulisan. Nilai ekr
mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu
lintas yang juga mempengaruhi nilai Co.

2. Tipikal Simpang APILL dan Sistem Pengaturan


Persimpangan, harus merupakan pertemuan dua atau lebih jalan yang
sebidang. Pertemuan dapat berupa simpang-3 atau simpang-4 dan dapat merupakan
pertemuan antara tipe jalan 2/2TT, tipe jalan 4/2T, tipe jalan 6/2T, tipe jalan 8/2T,
atau kombinasi dari tipe-tipe jalan tersebut. Jenis fase (sistem pengaturan)
ditentukan berdasarkan tipe simpang dengan catatan semua simpang dianggap
dilengkapi kereb dan trotoar, dengan RBKa dan RBKi masing-masing sebesar 10%
atau 25, dan dianggap terisolir dengan sistem kendali waktu tetap.

Analisis kapasitas untuk setiap pendekat dilakukan secara terpisah. Satu


lengan simpang dapat terdiri dari satu pendekat atau lebih (menjadi dua atau lebih
sub-pendekat, termasuk pengaturan fasenya). Hal ini terjadi jika gerakan belok
kanan dan/atau belok kiri mendapat isyarat hijau pada fase yang berlainan dengan
lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau jalan.
Untuk masing-masing pendekat atau sub- pendekat, lebar efektif (LE) ditetapkan
dengan mempertimbangkan lebar pendekat pada bagian masuk simpang dan pada
bagian keluar simpang.

3. Data Masukan Lalu Lintas

Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu
lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting
digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per
jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada
jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur
lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain ( q JD ) yang ditetapkan dari LHRT,
menggunakan faktor k.

q JD =LHRT X k

Keterangan:

LHRT adalah volume lalu lintas harian rata-rata tahunan, dinyatakan dalam
skr/hari. k adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu
lintas jam-jaman selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan
perkotaan berkisar antara 7% sampai dengan 12%.
LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas
selama beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu
lintas yang berlaku (DJBM, 1992).

6. Pengguaan Isyarat

Perhitungan rinci nilai AH dan HH diperlukan saat analisis operasional dan


desain peningkatan, untuk keperluan praktis. Msemua diperlukan untuk pengosongan
area konflik dalam simpang pada akhir setiap fase. Waktu ini
memberikankesempatan bagi kendaraan terakhir melewati garis henti pada akhir
isyarat kuning sampai dengan meninggalkan titik konflik. jarak ini adalah panjang
lintasan keberangkatan (LKBR) ditambah panjang kendaraan berangkat (PKBR)
sebelum kedatangan kendaraan pertama yang datang dari arah lain (K DT) pada fase
berikutnya yang melewati garis henti pada awal isyarat hijau sampai dengan ke titik
konflik yang sama dengan jarak lintasan LKDT. Jadi, Msemua merupakan fungsi dari
kecepatan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti
masing-masing arah sampai ke titik konflik, serta panjang dari kendaraan yang
berangkat (PKBR).Dalam hal waktu lintasan pejalan kaki (L PK) lebih lama ditempuh
dibandingkan LKBR, maka LPK yang menentukan panjang lintasan berangkat.

Titik konflik kritis pada masing-masing fase (i) adalah titik yang menghasilkan
Msemua terbesar. Msemua per fase dipilih yang terbesar dari dua hitungan waktu
lintasan, yaitu kendaraan berangkat dan pejalan kaki. Hitung menggunakan
persamaan :

Keterangan :

LKBR, LKDT, LPK adalah jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing
untuk kendaraan yang berangkat, kendaraan yang datang, dan pejalan kaki (m)

PKBR adalah panjang kendaraan yang berangkat (m)

VKBR, VKDT, VPK adalah kecepatan untuk masing-masing kendaraan berangkat,


kendaraan datang, dan pejalan kaki (m/det)
Apabila periode Msemua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu
hijau hilang total (HH) untuk simpang untuk setiap siklus dapat dihitung sebagai
jumlah dari waktu-waktu antar hijau menggunakan persamaan :

Panjang waktu kuning pada APILL perkotaan di Indonesia biasanya ditetapkan


3,0 detik.

7. Penentuan Waktu Isyarat

a. Tipe Pendekat

Pada pendekat dengan arus lalu lintas yang berangkat pada fase yang
berbeda, maka analisis kapasitas pada masing-masing fase pendekat tersebut
harus dilakukan secara terpisah (misal, arus lurus dan belok kanan dengan lajur
terpisah). Hal yang sama pada perbedaan tipe pendekat, pada satu pendekat yang
memiliki tipe pendekat, baik terlindung maupun terlawan (pada fase yang
berbeda), maka proses analisisnya harus dipisahkan berdasarkan ketentuan-
ketentuannya masing-masing.

b. Penentuan Lebar Pendekat Efektif (LE)

Penentuan lebar pendekat efektif (LE) berdasarkan lebar ruas pendekat (L),
lebar masuk (LM), dan lebar keluar (LK). Jika BKiJT diizinkan tanpa mengganggu
arus lurus dan arus belok kanan saat isyarat merah, maka L E dipilih dari nilai
terkecil diantara LK dan (LM-LBKiJT).

c. Arus Jenuh Dasar (S0)

Arus jenuh (S, skr/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S 0)
dengan faktor- faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting
terhadap kondisi ideal. S0 adalah S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang
ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian untuk S0 adalah satu. S dirumuskan
oleh persamaan :

S=S 0 x F HS x F UK x F G x F P x F BKi x F BKa

Keterangan :
FUK adalah faktor penyesuaian S0 terkait ukuran kota

FHS adalah faktor penyesuaian S0 akibat HS lingkungan jalan

FG adalah faktor penyesuaian S0 akibat kelandaian memanjang pendekat

FP adalah faktor penyesuaian S0 akibat adanya jarak garis henti pada mulut
pendekat terhadap kendaraan yang parkir pertama

FBKa adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke
kanan

FBKi adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke
kiri

i. Untuk pendekat terlindung, S0 ditentukan oleh persamaan :

S 0=600 x LE

Keterangan :

S0 adalah arus jenuh dasar (skr/jam)

LEadalah lebar efektif pendekat (m)

ii. Untuk pendekat tak terlindung (tipe O)

 tidak dilengkapi lajur belok-kanan terpisah, maka S0 ditentukan


menggunakan gambar

 dilengkapi dengan lajur belok kanan terpisah, maka gunakan gambar

d. Arus Jenuh yang Disesuaikan (S)

Nilai S ditentukan dengan menggunakan persamaan di atas. Dalam


perhitungannya, perlu diperhatikan jika suatu pendekat mempunyai isyarat hijau
lebih dari satu fase, yang arus jenuhnya telah ditentukan secara terpisah, maka
nilai arus jenuh kombinasi harus dihitung secara proporsional terhadap waktu
hijau masing-masing fase.

Contoh, jika suatu pendekat berisyarat hijau pada kedua fase 1 dan 2
dengan waktu hijau H1 dan H2 dan arus jenuh S1 dan S2, nilai kombinasi S1+2
dihitung sebagai berikut:
S1 x H 1 +S 2 x H 2
S 1+2=
H1+ H2

Jika salah satu dari fase tersebut adalah fase pendek, misalnya "waktu hijau
awal", dimana satu isyarat pada pendekat menyala hijau beberapa saat sebelum
mulainya hijau pada arah yang berlawanan, disarankan untuk menggunakan
hijau awal ini antara 1/4 sampai 1/3 dari total waktu hijau pada pendekat yang
diberi waktu hijau awal. Perkiraan yang sama dapat digunakan untuk "waktu
hijau akhir" dimana nyala hijau pada satu pendekat diperpanjang beberapa saat
setelah berakhirnya nyala hijau pada arah yang berlawanan. Lama waktu hijau
awal dan akhir minimal 10 det.

e. Rasio Arus/Arus Jenuh (RQ/S)

Dalam menganalisis RQ/S perlu diperhatikan bahwa:

i. Jika arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan
belok kanan saja yang dihitung sebagai nilai Q

ii. Jika LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q

iii. Jika pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan
(O) dan fase kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan
dihitung dengan pembobotan seperti proses perhitungan arus jenuh

RQ/S dihitung menggunakan persamaan berikut :

Q
RQ / S=
S

f. Waktu Siklus dan Waktu Hijau

Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). Tahap
pertama adalah penentuan waktu siklus untuk sistem kendali waktu tetap yang
dapat dilakukan menggunakan rumus Webster (1966). Rumus ini bertujuan
meminimumkan tundaan total. Tahap selanjutnya adalah menetapkan waktu
hijau (g) pada masing-masing fase (i). Nilai c ditetapkan menggunakan
persamaan :
Keterangan :

c adalah waktu siklus (detik)

HH adalah jumlah waktu hijau hilang per siklus (detik)

RQ/S adalah rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh

RQ/S kritis adalah Nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang
berangkat pada fase yang sama

Σ RQ/S kritis adalah rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua R Q/S kritis
dari semua fase) pada siklus tersebut.

Catatan: c yang terlalu besar akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-


rata. c yang besar terjadi jika nilai ∑(R Q/S Kritis) mendekati satu,
atau jika lebih dari satu, maka simpang tersebut melampaui jenuh
dan rumus Webster akan menghasilkan nilai c tidak realistik
karena sangat besar atau negative.

H ditetapkan menggunakan persamaan

Keterangan :

Hi adalah waktu hijau pada fase I (detik)

i adalah indeks untuk fase ke i

Catatan : Kinerja suatu Simpang APILL pada umumnya lebih peka terhadap
kesalahan- kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada
terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecil
dari rasio hijau (Hi/c) yang ditentukan dari rumus di atas dapat
berakibat bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang
tersebut.

8. Kapasitas Simpang APILL


Kapasitas Simpang APILL (C) dihitung menggunakan persamaan :

H
C=S x
c

Keterangan :

C adalah kapasitas simpang APILL (skr/jam)

S adalah arus jenuh(skr/jam)

H adalah total waktu hijau dalam satu siklus (detik)

c adalah waktu siklus(detik)

9. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DJ) dihitung menggunakan persamaan :

Q
DJ =
C

10. Kinerja Lalu Lintas Simpang APILL

a. Panjang Antrian

Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (N Q)
dihitung sebagai jumlah kendaraan terhenti (skr) yang tersisa dari fase hijau
sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah kendaraan (skr) yang datang dan terhenti
dalam antrian selama fase merah (NQ2), dihitung menggunakan persamaan :

N Q=N Q 1+ N Q 2

Jika DJ>0,5; maka

Jika DJ≤0,5; maka NQ1=0


Panjang antrian (PA) diperoleh dari perkalian NQ (skr) dengan luas area
rata-rata yang digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 20m2, dibagi
lebar masuk (m), sebagaimana persamaan

b. Rasio Kendaraan Henti

RKH, yaitu rasio kendaraan pada pendekat yang harus berhenti akibat
isyarat merah sebelum melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase
yang sama pada pendekat tersebut, dihitung menggunakan persamaan :

Keterangan :

NQ adalah jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau

c adalah waktu siklus(detik)

Q adalah arus lalu lintas dari pendekat yang ditinjau (skr/jam)

Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, NH, adalah jumlah berhenti rata rata
per kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati
suatu simpang, dihitung menggunakan persamaan :

c. Tundaan

Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal, yaitutundaan lalu
lintas (TL), dan tundaan geometrikk (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat
i dihitung menggunakan persamaan :

Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat i dapat ditentukan dari
persamaan(Akcelik 1988):
Catatan : Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi
oleh faktor- faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat
kemacetan pada bagian hilir, atau pengaturan oleh polisi secara
manual, atau yang lainnya.

Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekat i dapat diperkirakan


penggunakan persamaan :

Keterangan :

PB adalah porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat

Catatan: Nilai normal TGi untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik,
dan untuk yang berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan
pada anggapan-anggapan, bahwa: 1) kecepatan = 40km/jam; 2)
kecepatan belok tidak berhenti =10km/jam; 3) percepatan dan
perlambatan = 1,5m/det2; 4) kendaraan berhenti melambat untuk
meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan
percepatan.

11. Penilaian Kinerja

Tujuan analisis kapasitas adalah memperkirakan kapasitas dan kinerja lalu


lintas pada kondisi tertentu terkait desain atau eksisting geometrik, pengaturan fase
dan waktu isyarat, arus lalu lintas dan lingkungan Simpang APILL. Dengan
perkiraan nilai kapasitas dan kinerja, memungkinkan dilakukan perubahan desain
Simpang APILL untuk memperoleh kinerja lalu lintas yang diinginkan berkaitan
dengan kapasitas dan tundaannya. Cara yang paling cepat untuk menilai hasil adalah
dengan melihat nilai DJ untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan
kondisi lalu lintas pada masa pelayanan terkait dengan pertumbuhan lalu lintas
tahunan dan umur pelayanan yang diinginkan dari Simpang APILL tersebut. Jika
nilai DJ yang diperoleh terlalu tinggi (misal >0,85), maka perlu dilakukan perubahan
desain yang berkaitan dengan penetapan fase dan waktu isyarat, lebar pendekat dan
membuat perhitungan baru.
BAB 3

METODOLOGI

3.1 Konsep Umum

Konsep umum dalam penelitian ini adalah :

1. Diberikan data volume lalu lintas selama 3 jam kemudian dicari jam sibuknya

2. Diberikan data geometrik simpang

3. Kinerja simpang yang ditinjau adalah kapasitas simpang, derajat kejenuhan, tundaan
dan nilai tingkat pelayanan simpang

4. Mengevaluasi kinerja simpang menggunakan metode Webster, MKJI 1997 dan PKJI
2014

3.2 Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka,
serta peneliti diberikan data volume dan geometrik dari suatu simpang yang akan dicari
tingkat pelayanannya.
BAB 4

ANALISIS DATA

4.1 Data Umum


4.1.1 Geometrik Jalan
- Lebar Pendekat :
Utara: 10 m
Barat : 7 m
Timur : 8 m
Selatan : 10,2 m
- Lebar pendekat masuk :
Utara : 7 m
Barat : 7,2 m
Timur : 5,5 m
Selatan : 5 m
- Lebar pendekat keluar :
Utara : 10,2 m
Barat : 8 m
Timur : 7 m
Selatan : 10 m
- Lebar efektif :
Utara : 7 m
Barat : 5 m
Timur : 5,5 m
Selatan : 7,2 m
- Tipe Lingkungan :
Utara : komersial
Barat : komersial
Timur : komersial
Selatan : komersial
- Jumlah penduduk Purwokerto 599.685 jiwa
- Hambatan samping :
Barat : tinggi
Utara : tinggi
Timur : tinggi
Selatan : rendah
- Waktu hijau hilang total : 9 detik
- Waktu siklus eksisting : 80 detik
- Kondisi lapangan rata-rata sehingga arus jenuh 100%
- Tidak ada parkir
- Kelandaian 0
4.1.2 Arus Lalu Lintas
Untuk arus lalu lintas diambil dari peak hour dari data awal yang disediakan.
Yaitu :

Peak Pendekat SM Mobil Pick Up Bus/Truk UMV


Hour
06.50- Utara 1139 183 51 25 22
07.50
06.50- Selatan 73 3 0 0 3
07.50
06.40- Timur 1072 203 37 11 15
07.40
06.40- Barat 1451 262 60 15 39
07.40

4.2 Analisis Simpang Bersinyal


4.2.1 Analisis Simpang Bersinyal Metode Webster

- Peak hour
 Pendekat Utara
 Pendekat Timur

 Pendekat Selatan
 Pendekat Barat
- Smp/jam

Faktor pengali
1 kendaraan berat atau sedang = 1,75 smp
1 bus = 2,25 smp
1 tram = 2,50 smp
1 mobil penumpang = 1,00 smp
1 sepeda motor = 0,33 smp
1 sepeda = 0,20 smp

 Eksisting
a. Arus awal
b. Peak periode
c. Presentase
d. Arus koreksi (belok kiri)
e. Lebar pendekat
f. Arus jenuh dasar
g. Arus jenuh koreksi (kelandaian)
h. Arus jenuh koreksi (belok kanan)
i. Arus jenuh koreksi (lapangan)
j. Arus jenuh koreksi (parkir)
k. Flow ratio sebelum koreksi
l. Flow ratio terkoreksi
m. Flow ratio kritis

n. Total flow ratio kritis


o. IFR
p. LTI
q. Coptimum
r. Cminimum
s. Cpraktis
t. GA1
u. GA2
v. GA3
w. GA4
x. c (waktu siklus)

y. Tundaan

 After project
a. Arus awal
b. Peak periode
c. Presentase
d. Arus koreksi (belok kiri)
e. Lebar pendekat
f. Arus jenuh dasar
g. Arus jenuh koreksi (kelandaian)
h. Arus jenuh koreksi (belok kanan)
i. Arus jenuh koreksi (lapangan)
j. Arus jenuh koreksi (parkir)
k. Flow ratio sebelum koreksi
l. Flow ratio terkoreksi
m. Flow ratio kritis
n. Total flow ratio kri
o. IFR
p. LTI
q. Coptimum
r. Cminimum
s. Cpraktis
t. GA1
u. GA2
v. GA3
w. GA4
x. c (waktu siklus)

y. Tundaan

4.2.2 Analisis Simpang Bersinyal Metode MKJI 1997


- Peak hour
 Pendekat Utara
 Pendekat Timur

 Pendekat Selatan
 Pendekat Barat
 Eksisting

a. LANGKAH A : DATA MASUKAN (SIG I)


A-1 : Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan.
A-2 : Kondisi arus lalu-lintas

b. LANGKAH B : PENGGUNAAN SINYAL (SIG II)


B-1 : Fase sinyal

B-2 : Waktu antar hijau dan waktu hilang

c. LANGKAH C : PENENTUAN WAKTU SINYAL (SIG III)


C-1 : Tipe pendekat
C-2 : Lebar pendekat efektif
C-3 : Arus jenuh dasar
C-4 : Faktor-faktor penyesuaian
C-5 : Rasio arus/arus-jenuh
C-6 : Waktu siklus dan waktu hijau
d. LANGKAH D : KAPASITAS (SIG IV)
D-1 : Kapasitas
D-2 : Keperluan untuk perubahan

e. LANGKAH E : PERILAKU LALU-LINTAS (SIG V)


E-1 : Persiapan

E-2 : Panjang antrian


E-3 : Kendaraan terhenti
E-4 : Tundaan

 After project

a. LANGKAH A : DATA MASUKAN (SIG I)


A-1 : Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan.
A-2 : Kondisi arus lalu-lintas

b. LANGKAH B : PENGGUNAAN SINYAL (SIG II)


B-1 : Fase sinyal

B-2 : Waktu antar hijau dan waktu hilang

c. LA
NG
KA
H C : PENENTUAN WAKTU SINYAL (SIG III)
C-1 : Tipe pendekat
C-2 : Lebar pendekat efektif
C-3 : Arus jenuh dasar
C-4 : Faktor-faktor penyesuaian
C-5 : Rasio arus/arus-jenuh
C-6 : Waktu siklus dan waktu hijau

d. LANGKAH D : KAPASITAS (SIG IV)


D-1 : Kapasitas
D-2 : Keperluan untuk perubahan

e. LANGKAH E : PERILAKU LALU-LINTAS (SIG V)


E-1 : Persiapan
E-2 : Panjang antrian
E-3 : Kendaraan terhenti
E-4 : Tundaan
4.2.3 Analisis Simpang Bersinyal Metode PKJI 2014
- Peak hour
 Pendekat Utara

 Pendekat Timur
 Pendekat Selatan

 Pendekat Barat
- Eksisting
a. Langkah A : Menetapkan data masukan
A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan
kondisi lingkungan Simpang APILL
A.2. Data kondisi arus lalu lintas

b. Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat


B.1. Fase sinyal
B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang

c. Langkah C : Menentukan waktu APILL


C.1. Tipe pendekat
C.2. Lebar pendekat efektif
C.3. Arus jenuh dasar
C.4. Faktor penyesuaian
C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S)
C.6. Waktu siklus dan waktu hijau
d. Langkah D : Kapasitas
D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan
D.2. Keperluan perubahan geometrik

e. Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas


E.1. Persiapan
E.2. Panjang antrian, PA
E.3. Jumlah kendaraan terhenti
E.4. Tundaan
- After project
a. Langkah A : Menetapkan data masukan
A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan
kondisi lingkungan Simpang APILL
A.2. Data kondisi arus lalu lintas

b. Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat


B.1. Fase sinyal
B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang

c. Langkah C : Menentukan waktu APILL


C.1. Tipe pendekat
C.2. Lebar pendekat efektif
C.3. Arus jenuh dasar
C.4. Faktor penyesuaian
C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S)
C.6. Waktu siklus dan waktu hijau

d. Langkah D : Kapasitas
D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan
D.2. Keperluan perubahan geometrik

e. Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas


E.1. Persiapan
E.2. Panjang antrian, PA
E.3. Jumlah kendaraan terhenti

E.4. Tundaan

4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisis Simpang Bersinyal Metode Webster
a. Eksisting
1. Arus awal
Arus awal dicari dengan menjumlahkan seluruh data kend/jamperlajur
yang sudah dikonversikan menjadi smp/jam.
2. Peak periode
Peak periode dicari dengan arus awal dikalikan dengan 6% jika data
belum peak hour tetapi jika data peak hour maka tidak perlu dikalikan 6%.
Data yang diperoleh sudah dicari data perjamnya sehingga arus awal tidak
perlu dikalikan 6%.
a. Persentase
Persentase dicari dengan arus awal perlajur dibagi dengan jumlah arus
awal perpendekat lalu dikalikan 100%.
b. Arus koreksi
Pada tahap ini yang dikoreksi hanya arus yang belok ke kiri saja. Jika
persentase arus pada lajur belok kiri lebih besar dari 10% maka peak
periode dikalikan dengan 1,25. Data yang dihitung memiliki persentase
lebih dari 10% sehingga peak periode pada lajur kiri dikalikan 1,25.

3. Lebar pendekat
Lebar pendekat diperoleh dari pembagian lebar jalur dari data yang
sudah diketahui atau dari data lapangan.
4. Arus jenuh dasar
Arus jenuh dasar diperoleh dari ketetapan metode webster, jika lebar
perlajur kurang dari 2 meter atau lebih dari 5,5 meter maka lebar pendekat
perlajur dikalikan dengan 525. Data yang diperoleh memiliki lebar
pendekat kurang dari 2 meter dan lebih dari 5,5 meter sehingga semua
lebar pendekat dikalikan dengan 525.
5. Kelandaian
Kelandaian diperoleh dari data lapangan. Dari data yang diperoleh
kelandaiannya diketahui 0.
6. Koreksi kelandaian
Koreksi kelandaian diperoleh dengan melihat kelandaian, jika naik 1 %
tanjakan, arus jenuh turun 3 % dan jika 1 % turunan, arus jenuh meningkat
3 %. Data yang diperoleh kelandainnya 0 jadi nilai koreksi kelandaian
tetap mengambil data dari arus jenuh dasar).
7. Koreksi belok kanan
Koreksi belok kanan hanya berlaku pada pendekat lajur kanan saja.
Koreksi belok kanan diperoleh dengan melihat pada ketentuan di pedoman
webster. Pada data yang diperoleh koreksi belok kanan memenuhi syarat :
Tidak ada arus berlawanan, ada lajur khusus belok kanan, arus jenuh
untuk belok kanan harus ditentukan terpisah. Telah didapatkan bahwa arus
jenuh (s) belok kanan tergantung pada jari-jari tikungan (r) dan dinyatakan
dengan
1800
s= smp/jam untuk satu lajur atau 1600 smp/jam
1+1,52/r
8. Koreksi lapangan
Koreksi lapangan dicari dengan pedoman pada webster. Pada data
yang diperoleh kondisi lapangan 100% , jadi tidak ada perubahan.
9. Koreksi parkir
Koreksi parkir diperoleh dengan pedoman pada webster. Pada data
yang diperoleh tidak ada parkir.
10. Flow ratio sebelum koreksi
Flow ratio sebelum koreksi dihitung dengan arus awal dibagi dengan
arus jenuh dasar.
11. Flow ratio setelah koreksi
Flow ratio setelah koreksi diperoleh dengan arus koreksi dibagi
dengan koreksi terakhir.
12. Flow ratio kritis
Flow ratio kritis diperoleh dengan mengambil dari flow ratio setelah
koreksi pada tiap fase yang paling besar.
13. IFR
IFR diperoleh dengan menjumlah flow ratio kritis di semua fase.

Berikut adalah perhitungan Exsisting dari data yang diperoleh

14. Y

y adalah data FR kritis tiap fase. Berdasarkan data diperoleh y1 =


0,31 dan y2 = 0,23.

15. LTI

Lost time interval dihitung dengan rumus :


LTI = 2 x (amber+allred)
Berdasarkan dari MKJI diperoleh LTI 13
16. C optimum

C optimum diperoleh dengan rumus

1,5∗LTI +5 0,540
Co = IFR
1−IFR
LTI
Berdasarkan data diperoleh C
42,66
optimum Cop
Cmin
24,37
(1,5∗9,75 )+5 Cprak
Co = 18,89
1−0,5400
GA1
14,01
GA2
c
= 42,66304
17. C minimum

LTI
C min =
1−IFR
9,75
=
1−0,5400
= 9,21

18. G

G adalah waktu hijau tiap fase.


y 1−IFR
G1 =

y 1−IFR
G1 =

19. C praktis

C praktis dapat dicari dengan rumus

20. Tundaan

Keterangan =
d = tundaan rata-rata perkendaraan
c= waktu siklus
= proporsi waktu hijau efektif
q= arus
s= arus jenuh
x= derajat kejenuhan, merupakan perbandingan arus dengan arus maksimum
yang dapat lepas dari garis henti.
Dari data yang ada yang diperoleh tundaan :
- untuk fase 1 : 1,15E+04 yang bernilai F
- untuk fase 2 : 8,9054E+06 yang bernilai F
- untuk fase 3 : 6,3079E+06 yang bernilai F
- untuk fase 4 : 6,9563E+06 yang bernilai F
b. After project

Pengaturanulangsimpangdilakukan dengan 2 Fasemengingat


SimpangKaliputihinitidakterlalubesarnamunmemilikiaruslalulintastinggimakadi
optimalkandengan pengaturan 2 Fase dengan dirubahnya waktu siklus dari
sebelumnya diharapkan dapat mempersingkat waktu tunggu kendaraan yang
akan berpegaruh pada panjangnya atrian kendaraan.
Jadipengaturanulanginimenitikberatkan pengaturan ulang fase sehingga
berpengaruh pada waktu siklus dan antrian kendaraan nantinya. Dengan begitu
diharapkan dapat meningkatkan tingkat pelayanan jalan.

Pada pengaplikasian 4 fase, didapatkan tingkat pelayanan jalan yang bernilai


F semua. Dengan dirubahna menjadi 2 fase, waktu tundaan menjadi 2,579 E +
0,1 yang bernilai D pada fase pertama. Pada fase ke dua mejadi 140,9104526
yang bernilai F. Meskipun tidak terlalu signifikan peningkatan jalannya namun
diharapkan dapat membantu proses pelaksanaan pada pelaksanaannya.

4.3.2 Analisis Simpang Bersinyal Metode MKJI 1997


a. Eksisting

Dari data yang telah diperoleh dari setiap pendekat diperoleh hasil arus
lalu lintas tertinggi terdapat pada pendekat utara dengan nilai 739 smp/ jam,
sedangkan dari pendekat lain yaitu selatan, timur, dan barat relatif stabil yaitu
sekitar 400 smp/jam. Dan diperoleh nilai derajat kejenuhannya adalah 0,46665

Dari hasil evaluasi kinerja simpang eksisting dengan pengaturan 4 fase


dan waktu siklus 60 detik, diperoleh tingkat pelayanan simpangnya adalah B
dengan melihat nilai tundaan dan panjang antrian disetiap kaki pendekat.
Dengan nilai panjang antrian pendekat utara sekitar 50 m , pendekat selatan
sekitar 40 m, pendekat timur sekitar 45 m dan pendekat barat 70 m. sedangkan
untuk nilai tundaan terbesar terjadi pada pendekat utara dengan nilai sekitar
4400 dan untuk nilai tundaan simpangnya sebesar 6,667611628

b. After project

Pengaturan ulang simpang dilakukan tetap dengan menggunakan 4 fase


mengingat tidak terlalu besar simpang kaliputih, namum memiliki arus lalu
lintas tinggi maka dioptimalkan dengan pengaturan 4 fase agar tiak
menghasilkan waktu siklus yang tidak terrlalu panjang. Jadi pengaturan ulang
ini menitikberatkan pada pengaturan lampu lalu lintas simpang dengan
mengubah waktu siklus. Sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih
optimal pada simpang.

Resseting yang dilakukan adalah mengubah waktu siklus dari 60 detik


menjadi 80 detik. Dari hasil resseting tersebut didapatkan nilai derajat
kejenuhan berubah menjadi 0,298, sedangkan untuk panjang antriannya pada
pendekatan utara sekitar 70 m, pendekat selatan sekitar 60m, pendekat timur
sekitar 60m, dan pendekat barat 95 m. untuk nilai tundaan simpangnya berubah
6,667611628 menjadi 5,95 tetapi masih dalam kategori B (baik) dalam tingkat
pelayanannya.

4.3.3 Analisis Simpang Bersinyal Metode PKJI 2014


a. Eksisting

Metode PKJI 2014 adalah pemutakhiran dari metode MKJI 1997.


Perbedaan antara kedua metode ini terletak pada faktor pengali untuk sepeda
motor pada tipe pendekat yang terlindung. Pada metode MKJI 1997 faktor
pengalinya adalah 0,20 sedangkan pada PKJI 2014 pengalinya 0,15.

Hasil dari tabel arus lalu lintas, arus lalu lintas tertinggi terdapat pada
pendekat utara dengan besar 620,1 ekr/jam, sedangkan untuk pendekat barat,
timur, dan selatan relatif stabil sekitar 300 ekr/jam. Dengan perhitungan yang
sudah dilakukan didapat nilai kejenuhannya adalah 0,3321.

Dari hasil evaluasi kinerja simpang eksisting dengan pengaturan 4 Fase


dan waktu siklus 60 detik, didapat tingkat pelayanan simpang B terlihat pada
besarnya nilai tundaan dan panjang antrian pada kaki-kaki simpang. Antrian
terpanjang terjadi pada pendekat selatan dan utara dengan panjang antrian
sekitar 20 m dan untuk pendekat barat dan timur sekitar 15 m. Sedangkan
untuk nilai tundaan terbesar terjadi pada pendekat utara dengan nilai sekitar
5700 detik, dan untuk nilai tundaan simpangnya adalah 12,42013.

b. After project
Pengaturan ulang simpang dilakukan tetap dengan 4 Fase mengingat
Simpang Kaliputih ini tidak terlalu besar namun memiliki arus lalu lintas tinggi
maka dioptimalkan dengan pengaturan 4 Fase agar tidak menghasilkan waktu
siklus yang tidak terlalu panjang. Jadi pengaturan ulang ini menitikberatkan
pada pengaturan lampu lalu lintas simpang dengan mengubah waktu siklus.
Sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal pada simpang.

Resetting yang dilakukan adalah mengubah waktu siklus dari 60 detik


menjadi 90 detik. Dari hasil resetting tersebut didapatkan nilai derajat
kejenuhannya berubah menjadi 0,2060, sedangkan untuk panjang antriannya
tidak berubah. Untuk nilai tundaan simpangnya berubah dari 12,42013 menjadi
7,7099 tapi masih dalam kategori tingkat pelayanan yang sama yaitu kelas B.

4.3.5 Perbandingan 3 Metode


Perbedaan dari ketiga metode tersebut intinya terletak pada konsep
dasarnya. Asumsi dasar pada metode Webster adalah kedatangan kendaraan
yang acak atau random. Webster membuat persamaan yang klasik untuk
menghitung tundaan rata-rata per kendaraan pada pendekat simpang, juga
menurunkan persamaan untuk mendapatkan waktu siklus optimum yang
menghasilkan tundaan minimum.
Sedangkan untuk MKJI 1997berhubungan dengan simpang bersinyal
terisolir, dengan kendali waktu tetap dengan bentuk geometrik normal (empat-
lengan dan tiga-lengan) dan peralatan sinyal pengatur lalu-lintas. Dengan
beberapa pertimbangan dapat juga digunakan untuk menganalisa bentuk
geometrik lainnya.
Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem
kendali waktu tetap yang dirangkai atau 'sinyal aktuasi kendaraan' terisolir,
biasanya memerlukan metoda dan perangkat lunak khusus dalam analisanya.
Walau demikian masukan untuk waktu sinyal dari suatu simpang yang berdiri
sendiri dapat diperoleh dengan menggunakan manual ini.
Metode PKJI 2014 adalah pemutakhiran dari MKJI 1997.
Pemutakhiran ini pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan
mobil penumpang (emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar
(Co), dan cara penulisan. Nilai ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya
proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang juga mempengaruhi nilai
Co.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisis kinerja Simpang Kaliputih didapat bahwa jam sibuk simpang tersebut
terjadi pada pukul 06.50 – 07.50 untuk pendekat utara dan selatan dengan jumlah kendaraan
per jamnya untuk masing-masing pendekat adalah 5024 dan 3171, dan pukul 06.40 – 07.40
untuk pendekat timur dan barat dengan jumlah kendaraan 2976 dan 3348.

Untuk tingkat pelayanan simpang dari setiap metode adalah, dari perhitungan metode
Webster didapat tingkat pelayanan jalannya F, metode MKJI 1997 B, dan PKJI 2014 juga B.
Alternatif yang diambil untuk meningkatkan kinerja simpang tersebut untuk metode Webster
diambil langkah mengganti fase dan waktu siklus sehingga meningkatkan tingkat
pelayanannya menjadi C dan F. Sedangkan metode MKJI 1997 mengganti waktu siklusnya
dari 60 detik menjadi 80 detik begitu juga dengan PKJI 2014 mengambil alternatif yang sama
yaitu mengganti waktu siklusnya menjadi 90 detik.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah perubahan waktu fase
direkomendasikan untuk memecahkan masalah yang ada serta perlu untuk melakukan suatu
perubahan sirkulasi arus lalu lintas kawasan sehingga tidak terjadi penumpukan arus di satu
titik.

DAFTAR PUSTAKA

Hasudungan, Lamhot Sariaman Sitanggang. Harianto, Joni.2013.ANALISIS KINERJA


SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus: Jalan K.H Wahid Hasyim - Jalan Gajah Mada). Tugas
Akhir, Universitas Sumatera Utara, Medan

A.A.N.A. Jaya Wikrama, 2011.ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus


Jalan Teuku Umar Barat – Jalan Gunung Salak). Universitas Udayana, Denpasar

Indah, Mellysha Mustika, dkk.2015.EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA


PERSIMPANGAN TANJUNG API-API KOTA PALEMBANG. Universitas Sriwijaya,
Palembang

Rahayu, Gati, dkk.2009.Analisis Arus Jenuh dan Panjang Antrian pada Simpang Bersinyal:
Studi Kasus di Jalan Dr. Sutomo-Suryopranoto, Yogyakarta.JURNAL ILMIAH SEMESTA
TEKNIKA Vol. 12, No.1, 99-108, Mei 2009

Lasthreeida J.H. Surbakti, Medis.2011.EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi


Kasus: Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Imam Bonjol). Tugas Akhir, Universitas Sumatera Utara, Medan

Ahmad31royhan.blogspot.com

Indriyani, Sylvia. Modul 10 Rekayasa Lalu Lintas. Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Sugiyanto, Gito. Analisis Simpang Bersinyal. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2014. Kapasitas Simpang APILL.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai