Mampu menghasilkan:
Pasal 37
Ditinjau dari segi falsafat ketuhanan, Monoteisme terbagi menjadi 3 (tiga) faham:
1) Deisme
- Tuhan sebagai Pencipta alam berada di luar alam
- Alam bergerak menurut hukum alam
- Antara alam dengan Tuhan tidak ada hubungan lagi
- Ajaran Tuhan (wahyu) tidak diperlukan lagi oleh manusia
- Dengan akal manusia dapat mengatasi kesulitan hidup
- Melahirkan faham naturalism, materialism dan sekuralisme
2) Panteisme
- Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam (Immanen)
- Dimana ada alam disitu ada Tuhan
- Alam merupakan bagian dari Tuhan
- Tuhan ada dimana-mana dan setiap bagian adalah Tuhan
3) Teisme
- Tuhan berada di luar alam dan tidak bersama dengan alam
- Tuhan selalu dekat dengan alam
- Tuhan mempunyai peranan terhadap alam
- Alam bergerak bukan menurut hukum alam, tetapi diatur Tuhan
- Ajaran Tuhan (wahyu) diperlukan manusia
1. Pengeritan ada:
a. Ada materi : ada meja, kursi
b. Ada immateri : ada berat jenis, arus listrik
2. Metode pembuktian Ilmiah:
a. Perbedaan Metode:
- Ilmu : melalui percobaan dan pengamatan
- Aqidah Agama:
-tidak mungkin dilakukan percobaaan
-didasarkan pada analogi
Menurut metode ini agama batal karena tidak mempaunyai landasan
ilmiah
b. Ilmu:
- Berlandaskan keimanan pada yang ghaib
- Ruang lingkupnya terbatas pada pembahasan ciri-ciri luarnya saja
6. Iman pada yang ghaib adalah iman pada hakekat yang tidak dapat diamati.
Hal ini tidak berarti suatu kepercayaan buta, tetapi merupakan interpretasi
terbaik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para ilmuwan
1. Dalil Akli/rasio
a. Menurut filosof-filosof
1. Dalil kosmologi/penciptaan: Semua yang wujud tentu ada yang
menciptakan yaitu suatu penggerak yang tidak boleh bergerak karena
Ia ada tanpa batas-batas baik ruang maupun waktu dan penggerak itu
adalah Tuhan.
Sistem dan organisari yang sangat teliti dan luar biasa mustahil
terjadi dengan sendirinya. Di balik semua itu pasti ada kekuatan Maha
Besar yang membuat dan mengendalikan sistem dan organisasi yang
luar biasa tersebut.
b. Konsep ketuhanan adalah Esa dalam segala aspeknya antara lain Zat,
Pribadi, Sifat dan perbuatan-Nya
- Al Ikhlas 1-4 : Tuhan tidak beranak dan tidak diperanakan
- Al Mukminun 91 : Tuhan tidak mengambil anak dan tidak ada
Tuhan lain yang
beserta-Nya
- Al Maidah 73 : sungguh kafir orang yang mengatakan
Allah itu adalah ketiga
dari tiga.
- An Nisa 170 : Al Masih adalah pesuruh Allah, jangan berkata
Tuhan itu tiga,
Allah adalah Tuhan yang Esa dan tidak
mempunyai anak.
ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI
MUTAZILAH ASYARIA
H
TUHAN TUHAN
I. Komponen Biologis :
1. At-Turab; tanah gemuk (al-Kahfi : 37)
2. At-Thiin; tanah lempung (as-Sajdah : 7)
3. At-Thiinul Laazib; tanah lempung yang pekat (as-shafat : 11)
4. Shalshalun; lempung seperti tembikar (ar-Rahman : 14)
5. Shalshalun min hamain masnuun; lempung dari lumpur yang diberi
bentuk (al-Hijr : 26)
6. Sulalatun min thiin; saripati lempung (al-Mukminun : 12)
7. Air, sebagai asal kehidupan (al-Furqan : 54)
FITRAH MANUSIA
I. Dalam arti ruhaniah :
Manusia cenderung pada kebenaran/hanif (ar-Ruum : 30, al-Araf : 172)
Hakekat Manusia
2. Sesuatu yang dikira sumber shahih yaitu syaru man qablana, mazhab
shahabi, istihsan, maslahat mursalah.
Sumber ajaran selain al-Quran dan Sunnah termasuk kelmpok Rayu dan
Ijtihad.
II. AL-QURAN DITINJAU DARI SEGI SUMBERNYA ADALAH PASTI (QATHI) BERASAL
DARI ALLaH DENGAN BEBERAPA ALASAN:
1. Nabi Muhammad tidak pandai membaca dan menulis (Q.S. 29 : 48)
2. Keindahan dan ketelitian redaksi al-Quran
3. Adanya tantangan al-Quran kepada semua manusia (Q.S. 10:92 dan
Q.S.30:16)
4. Adanya isyarat ilmiah dalam al-Quran (Q.S. 21:30 dan Q.S.41:11)
III. AL-QURAN DITINJAU DARI SEGI PENUNJUKANNYA PADA SUATU MAKNA:
1. Nash yang qathi dilalahnya: ayat yang menunjukan dengan pasti pada
makna tertentu tidak menerima takwil dan tidak dapat diartikan dengan
arti lain misalnya (Q.S. 4:12 dan Q.S.24:2)
2. Nash yang Dhani dilalahnya: ayat yang menunjukan pada makna yang
mungkin ditakwilkan atau dipalingkan dari makna asal kepada makna
lainnya, karena:
a. Lafalnya dapat digunakan untuk dua makna, misal lafal quru (Q.S. 2 :
288) dan au lamastumun nisa (Q.S. 4: 43)
b. Lafal yang menggunakan kiasan, misalnya penggunaan kata wajhun
untuk Allah (Q.S. 55 : 27)
1. Tidak menyulitkan/memberatkan
Dalilnya:
- Al-Baqarah 2 : 185
- Al-Baqarah 2 : 286
- An-Nisa 4 : 28
- Al-Maidah 5:6
- Al-Hajj 12 : 78
2. Ada Rukhshah/keringanan
- Al-Maidah 5: 6 [tayamum]
- Al-Baqarah 2: 184 [berbuka puasa]
- Al-Baqarah 2: 173 [makanan]
3. Berangsur-angsur
a. Berdiam diri: tidak member hukum pada sesuatu karena untuk sementara
masih perlu diperkenankan kemudian dilarang. Antara lain aturan warisan
bangsa Arab
b. Membahasa sesuatu secara mujmal, kemudian baru diberi tafsir. Antara
lain izin perang [al-Haj 39] selanjutnya diberi tafsir
- Persiapan perang [al-Anfal : 60]
- Tawanan perang [al-Anfal : 67]
- Ghanimah [al-Anfal : 42]
c. Mengharamkan sesuatu dengan berangsur-angsur. Antara lain,
pengharaman khamr
- [al-Baqarah 219]
- [an-Nisa 43]
- [al-Maidah 80-91]
4. Berdasarkan keperluan; antara lain:
- Kisah orang dari suku ghathfan yang memelihara anak yatim [an-
Nisa : 2]
- Kisah kubaisyah yang ditinggal mati suaminya yaitu Abu Qais [an-
Nisa : 19]
Rukun qiyas:
a) Al-ashl atau pokok, yaitu suatu hal yang sudah ditentukan hukumnya
dalam nash yang menjadi pangkal qiyas
b) Al-faru atau cabang, yaitu suatu hal yang tidak ditentukan hukumnya
dalam nash
c) Hukum pada al-ashl
d) Illat hukum pada al-ashl
2. Maslahat Mursalah/istishlah:
Menetapkan hukum suatu hal yang tidak disebutkan dalam nash dengan
pertimbangan untuk kepentigan hidup manusia, berdasarkan prinsip
menarik manfaat dan menghindarkan kemelaratan. Misalnya
mengharuskan adanya pencatatan dalam akad nikah.
3. Istihsan
Memandang suatu keputusan lebih baik, karena sesuai dengan tujuan
syariat Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan dan mencegah
kemelaratan, dengan meninggalkan ketentuan dalil khusus dan
mengamalkan ketentuan dalil umum.
4. Istishab
Melangsungkan berlakunya ketentuan hukum yang ada sehingga terdapat
dalil yang mengubahnya.
Macam-macam istishab:
1) Melangsungkan berlakunya hukum asal tentang kebolehan sesuatu,
selama tidak ada dalil yang mengubahnya.
Misalnya : Membolehkan makan segala macam makanan selama tidak
ada dalil yang mengharamkan.
2) Melangsungkan berlakunya hukum berdasarkan suatu dalil, selama
tidak ada dalil yang mengubahnya.
Misalnya : menetapkan seseorang yang sudah wudlu mempunyai
wudlu, selama tidak ada kondisi yang menurut dalil membatalkan
wudlu.
5. Urf
Menetapkan kebolehan adat-istiadat masyarakat berlangsung terus
selama adat tersebut tidak bertentangan dengan prinsip al-Quran.
XVII. SEBAB TERJADINYA PERBEDAAN HASIL IJTIHAD
1. Adanya perbedaan pengerian lafal:
a. Lafal musytarah : Mempunyai beberapa arti
Misalnya kata quru pada al-Baqarah : 228 oleh Hanafi diartikan
dengan haid sehingga masa iddah adalah 3 kali suci.
b. Lafal yang mempunyai arti hakiki dan majazi
Misalnya kata nikah pada an-Nisa : 22 oleh Hanafi diartikan dengan
bersetubuh (arti majazi) sehingga seorang anak laki-laki tidak boleh
menikah dengan perempuan yang dizina bapaknya. Sedang SyafiI
mengartikan dengan akad nikah sehingga seorang anak laki-laki
boleh menikah dengan perempuan yang dizina bapak.
FALSAFAH THAHARAH
HIKMAH SHALAT
HIKMAH PUASA
2. Kesehatan Rohani
Aliran darah ke alat pencernaan berkurang sehingga kelebihan darah dapat
mengalir ke otak sehingga pikiran dan perasaan lebih tenang
3. Kesehatan Sosial
Adanya pengembangan nilai-nilai social
HIKMAH ZAKAT
KEDUDUKAN ALAM/HARTA
1. Allah adalah pemilik mutlak [Ali Imran : 109, an-Nisa : 126]
2. Manusia Pemilik relartif [al-Anam : 165, Fathir : 39]
3. Sebagian rizki supaya dimanfaatkan/diinfakan untuk umum [al-Baqarah : 254]
4. Harta yang benar-benar milik seseorang adalah yang diinfakan.
Macam Kewajiban
a. Dari segi Subjek
- Kewajiban individual (fardluain)
- Kewajiban bersama (fardlu kifayah)
b. Dari segi ruang lingkup
- Kewajiban kepada Allah
- Kewajiban terhadap diri sendiri
- Kewajiban terhadap keluarga
- Kewajiban terhadap tetangga
- Kewajiban terhadap harta
- Kewajiban terhadap lingkungan hidup
- Kewajiban terhadap buruh
- Kewajiban terhadap negara
Perbedaan Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat dengan ajaran Islam:
a. Pemikiran barat
- Bersifat antroposentrik
a) Segala sesuatu berpusat pada manusia
b) Manusia menjadi standar ukuran sesuatu
- Menekankan segi materil
- Berdasarkan pemikiran manusia
b. Ajaran Islam
- Bersifat teosentrik
a) Segala sesuatu berpusat pada Tuhan
b) Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah
- Mengutamakan segi spiritual, tanpa mengabaikan segi meteril
- Berdasarkan wahyu Ilahi dan Sunnah Rasul saw
Martabat Manusia
Persamaan Manusia
Semua manusia adalah sama karena semuanya hamba Allah.
Perbedaan tinggi rendahnya derajat manusia ditentukan oleh
ketaqwaaannya [al-Hujurat : 13]
Islam tidak mengenal diskriminasi dalam penegakan hukum (Hadits)
Manusia harus menghindari perbuatan dhalim, wajib menegakan
keadilan dan menempatkan manusia pada martabatnya (al-Maidah :
8)
Prinsip tersebut sama dengan DUHAM PBB pasal 6-7
Kebebasan Beragama
Manusia mempunyai kebebasan memeluk agama [al-Baqarah : 256]
Makna prinsip tersebut adalah kebebasan menganut agama yang
diyakini dengan sukarela dan kesadaran, selanjutnya dituntut untuk
melaksanakan ajaran islam. Oleh karena itu seorang muslim tidak
dibenarkan mengganti agama dari Islam ke agama lain
(riddah/murtad)
Prinsip tersebut sama degan DUHAM PBB pasal 18
Jaminan Sosial
Pada harta orang kaya terdapat hak fakir-miskin dan mereka yang
memerlukan [ad-dzariyat : 19]
Seseorang tidak memiliki harta secara mutlak karena minimal 2,5%
hartanya wajib dikeluarkan untuk jaminan social (zakat).
Tujuan zakat antara lain melenyapkan kemiskinan dan menciptakan
pemerataan pendapatan
Prinsip tersebut sama dengan DUHAM PBB pasal 22
DEMOKRASI
1. Musyawarah
- Ajaran Islam memerintahkan pada umatnya untuk menyelesaikan
masalah dengan bermusyawarah [Ali Imran : 159 & al-Syura : 38]
- Musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud untuk
mencapai suatu keputusan tentang suatu masalah yang
menyangkut kepentingan agama
- Tujuan musyawarah adalah untuk memperoleh kebulatan
pandangan dan kesepakatan bersama dalam rangka mewujudkan
kepentingan dan kesejahteraan bersama.
2. Ijma
- Ijma adalah kesepakatan pendapat para ulama tentang hukum
suatu masalah yang tidak ada ketentuannya dalam al-Quran dan
Sunnah
- Hanafi, Malik, SyafiI dan Hambali berpendapat tentang
mungkinnya terjadi ijma misalnya dengan perantaraan tulisan.
2. Etika/Moral
- Bersumber pada akal
- Kebenarannya relatif
- Berlaku lokal
- Berlaku temporer
- Belum tentu sesuai degan akal/hati nurani
1. Mendoakan keselamatannya
2. Menjaga kerselamatannya
3. Memberi makan pakaian dan tempat tinggal
4. Menyayangi
5. Mengakikahkan
6. Memberi nama yang baik
7. Memberlakukan dengan adil
8. Mendidik dan memberi bekal ilmu pengetahuan
9. Menghitan
10. Menikahkan
I. Pengertian
1. Pengetahuan (knowledge) : segala sesuatu yang diketahui melalui
pancaindera, instuisi dan firasat.
2. Ilmu (science) menurut barat : pengetahuan yang diklasifikasikan,
diorganisasi, disestematisasi, dan diinterpretasi sehingga menghasilkan
kebenaran obyektif, mudah diuji kebenarannya, dan dapat diuji ulang secara
ilmiah.