Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ANTARA

IMAN DAN ILMU


PENGETAHUAN
I. IMAN DAN ILMU
1. Manusia sebagai makhluk rasional.
•Rasio (akal budi) adalah salah satu unsur dari gambar dan rupa Allah. Karena
Allah adalah kebenaran, maka Ia menciptakan manusia dengan memiliki rasio
agar manusia dapat mengenal kebenaran.
•Allah menggunakan logika untuk berkomunikasi dengan manusia.
•Dosa telah membuat manusia menyeleweng dari kebenaran. Rasionya tidak
mau tunduk kepada kebenaran Allah.
•Manusia yang telah ditebus harus menggunakan rasionya semaksimal
mungkin untuk diisi kembali oleh kebenaran Allah.
•Menghina rasio berarti menghina gambar dan rupa Allah dan juga menghina
Allah, yang adalah Sang Kebenaran dan Sang Pemberi rasio.
2. Iman adalah pengembalian rasio kepada kebanaran
•Iman tidak mematikan fungsi rasio. Stephen Tong mendefinisikan iman sebagai
mengembalikan rasio kepada kebenaran.
3. Kebenaran lebih besar dari pada rasio.
•Kebenaran bersifat rasional dan supra-rasional (logis dan supra-logis)
•Keterbatasan rasio:
•Created: karena otak adalah dicipta maka memiliki kwalitas yang lebih rendah
dari pada Sang Pencipta. (Rom 11:33)
•Limited: Rasio manusia terbatas di dalam fungsinya, seturut dengan
keterbatasan manusia itu sendiri. Rasio hanya dapat menampung hal-hal yang
dinyatakan oleh Allah (Ul 29:29).
•Polluted: telah tercemar oleh dosa, sehingga dapat salah.
•Ada banyak misteri yang dihadapi oleh manusia, tetapi tidak ada satupun
misteri bagi Allah.
•Allah adalah subjek kebenaran.
•Kebenaran tidak pernah berubah, sedangkan rasio senantiasa berubah.

4. Iman di dalam logika


•Iman dalam silogisme deduksi: Premise mayor yang belum dapat dibuktikan
telah dijadikan sebagai dasar rasio berpijak untuk mencari pembenaran.
•Iman dalam silogisme induksi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan data
yang terbatas (Percaya pada data yang terbatas)
5. Iman sebagai dasar rasio dan tindakan.
•Anselmus: “Aku percaya, maka aku mengerti”
•Ibrani 11:3 -- Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah
dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa
yang tidak dapat kita lihat.
•Rom 1:17 -- Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari
iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan
hidup oleh iman."
•Kepercayaan menghasilkan pengertian. Pengertian membuat sesuatu
semakin dapat dipercaya lagi.
•Francis Schaeffer: “I do what I think, I think what I believe”
•Martin Luther: “Rasio itu pelacur.”
•Rasio selalu mencari alasan untuk mendukung apa yang telah ia tetapkan
terlebih dahulu.
•Kita harus mempertahankan kesetiaan rasio di hadapan Tuhan, karena rasio
adalah mempelai Kebenaran.
6. Mengapa orang percaya pada teori evolusi?
•Teori evolusi sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban iman para ilmuwan
atheis. Para ilmuwan yang atheis mau tidak mau harus mampu menjawab
pertanyaan dari mana asal mula alam semesta. Jika mereka menjawab "tidak
tahu", maka mereka akan kehilangan kredibilitasnya sebagai ilmuan, dan bisa-
bisa kehilangan pekerjaan. Jika mereka menjawab "alam dicipta oleh Allah",
tentunya ini akan bertentangan dengan keyakinan mereka yang atheis. Pada
akhirnya mereka menyusun jawaban yang disesuaikan dengan keyakinan atheis
mereka.
•Stephen Tong: “Sebelum para ilmuwan menyelidiki ilmu apapun di dalam alam
semesta ini, ia harus terlebih dahulu mempunyai satu set praanggapan yang
didasarkan pada iman bahwa ia bisa tahu. ‘Karena saya percaya saya bisa tahu,
maka saya berusaha untuk mengetahui. Kemudian saya mulai menyelidikan, dan
pada akhirnya saya betul-betul tahu.’ Semua ini merupakan proses, mulai dari
iman, sampai pada pengetahuan.”

7. Tanggung jawab orang Kristen:


•Memakai rasionya semaksimal mungkin tetapi tidak memberhalakan rasio
(menjadi orang rasional tetapi tidak rasionalis).
•Mengenal apa dan siapa yang dipercaya (2Ti 1:12)
•Mempertanggungjawabkan imannya (1Pe 3:15b)
II. SEGALA KEBENARAN ADALAH KEBENARAN ALLAH
1. Segala kebenaran adalah kebenaran Allah.
Allah memberikan kebenarannya dalam wahyu umum dan wahyu khusus.
•Wahyu umum: Wahyu umum adalah wahyu yang diberikan Allah kepada
semua manusia dengan menggunakan sarana yang bersifat umum (segala
ciptaan Allah dan hati nurani), untuk menyatakan sifat Allah secara umum.
•Wahyu khusus: Wahyu khusus adalah wahyu Allah yang hanya diberikan
kepada orang-orang yang telah Allah khususkan dengan menggunakan sarana
yang bersifat khusus (fiman Allah dan Kristus), untuk menyatakan beberapa
sifat Allah yang lebih bersifat pribadi serta rencana kekal-Nya.

2. Kebenaran Allah tidak mungkin saling bertentangan


•Pertentangan hanya terjadi jikalau salah satunya salah atau kedua-duanya
salah.
•Allah tidak mungkin salah, maka kebenarannya tidak mungkin salah dan
tidak mungkin saling bertentangan.
3. Tafsiran manusia bisa saling bertentangan
•Pertentangan antara iman dan ilmu bukanlah pertentangan
antara wahyu umum dan wahyu khusus, melainkan pertentangan
antara penafsiran terhadap wahyu umum (ilmu) dan penafsiran
terhadap wahyu khusus (teologi).
•Ketika terjadi pertentangan antara teologi dan ilmu
pengetahuan terhadap suatu masalah, tidak mungkin kedua-
duanya benar. kemungkinan yang terjadi adalah:
 Teologi benar, ilmu pengetahuan salah
 Teologi salah, ilmu pengetahuan benar
 Teologi dan ilmu pengetahuan sama-sama salah.
Ketika terjadi pertentangan antara teologi dan ilmu
pengetahuan maka kedua pihak harus saling
mengoreksi diri dan mengoreksi yang lain.
Iman dan Ilmu Pengetahuan
Pertanyaan tentang hubungan antara iman dan ilmu pengetahuan menjadi
pertanyaan klasik. Biasanya kalau diajukan maksudnya apakah hubungan
antara iman yang subjektif (terletak dalam akal budi atau hati manusia)
dan ilmu pengetahuan yang objektif (terletak dalam dunia nyata). Iman
digolongkan dengan selera dan nilai sebagai pendapat orang, sedangkan
ilmu pengetahuan menyangkut fakta. Jadi, matahari sebagai bintang
dalam galaksi dsb adalah fakta, tetapi kesukaan sama ayam goreng dan
keputusan untuk beriman kristiani adalah pendapat. Paling sedikit itu
pola berpikir Barat sejak Pencerahan, pola yang berakar dalam filsafat
Yunani mulai dengan Plato.
Akhir-akhir ini ada gerakan filsuf ilmu pengetahuan yang
mempertanyakan pembedaan yang tegas antara fakta dan nilai, objektif
dan subjektif. Soalnya, untuk melakukan penelitian tentang dunia alam,
kita harus percaya bahwa dunia alam teratur dan pada dasarnya tidak
berubah terus. Misalnya, satu bagian dalam metode bereksperimen
adalah melakukan eksperimen berulang kali untuk membuktikan bahwa
hasilnya tidak kebetulan saja. Apa gunanya mengulang eksperimen jika
dunia tidak tetap? Apa gunanya mencari hukum alam jika dunia tidak
teratur?
Hal itu tidak jelas dalam semua budaya. Misalnya, budaya Hindu
mengganggap bahwa dunia alam adalah maya yang tidak nyata, seperti film
bioskop pada layar. Kalau begitu, kita justru tidak mau meniliti dunia alam
melainkan mau menerobos ke kenyataan yang di balik dunia yang kelihatan.
Budaya animisme menganggap bahwa segala yang terjadi terjadi karena
disebabkan oleh pribadi, apa itu manusia atau roh atau Allah. Jadi, tidak ada
aturan (hukum alam) yang dapat diteliti, hanya kuasa-kuasa yang harus
ditanggapi.
Ilmu pengetahuan berkembang dalam budaya kristiani karena ada
kepercayaan bahwa dunia diciptakan oleh Allah. Dunia itu bukan Allah atau
sebagian dari Allah, jadi ada keberadaan tersendiri yang dapat diteliti. Juga,
Sang Pencipta setia dan teratur, sehingga dunia juga setia dan teratur. Lihat
saja Mazmur 19 yang membandingkan dunia alam dengan hukum Taurat.
Banyak ilmuwan dulu-dulu (abad ke-17 sampai ke-19) berbicara tentang dua
buku yang membawa penyataan, yaitu Kitab Suci dan dunia alam (secara
kiasan dilihat sebagai buku). Sains berkembang sebagai cara untuk lebih
memahami Pencipta alam semesta.
Jadi, butir pertama ialah ilmu pengetahuan berdasarkan kepercayaan
tertentu, dan ternyata kepercayaan yang cocok dengan iman kristiani. Butir
kedua menanggapi masalah ketika hasil-hasil ilmu pengetahuan sepertinya
bertentangan dengan ajaran Alkitab.
(Butir ketiga yang tidak dibahas di sini yaitu iman
kristiani memiliki dasar dalam fakta sejarah,
khususnya kehidupan, kematian dan kebangkitan
Kristus.)
Inti jawaban saya ialah dunia alam dan Firman Allah
tidak akan bertentangan, karena keduanya berasal dari
Allah. Namun, baik ilmu pengetahuan maupun tafsiran
Alkitab bisa saja bertentangan, karena manusia yang
melakukannya keliru. Sebagai contoh saya
mengangkat teori evolusi yang sepertinya
bertentangan dengan cerita Alkitab dalam Kejadian 1-3
Teori evolusi menyangkut sejarah perkembangan makhluk-makhluk di
bumi. Dukungannya secara garis besar kuat dan didukung oleh
banyak cabang biologi yang lainnya. Mungkin saja teori itu bukan kata
terakhir dari penelitian biologi, tetapi jika mau berkecimpung dalam
bidang biologi teori itu harus diandaikan. Apa masalahnya dari segi
ajaran Kristen?
Ada ilmuwan ateis yang mau mengatakan bahwa evolusi meniadakan
perlunya pencipta karena makhluk dapat berkembang berdasarkan
hukum-hukum alam saja. Ada juga yang mengatakan bahwa teori itu
menunjukkan bahwa manusia adalah binatang saja. Ada juga (dulu-
dulu ketika teori ini diterbitkan oleh Darwin) yang menganggap bahwa
teori itu mendukung cara sosial yang membuang yang lemah dan
mendukung yang kuat. Tetapi apa kesimpulan-kesimpulan itu adalah
sains? Mustahilkah Allah menciptakan melalui proses evolusi?
Benarkah bahwa gen manusia yang 99% sama dengan monyet harus
menjadikan kita sederajat dengan monyet? Apakah kehidupan sosial
harus berpatron cara singa di hutan?
Tidak. Orang ateis menyalahgunakan sains untuk mendukung agenda
sendiri. Jadi tafsiran mereka akan sains itu salah.
Bagaimana dengan Alkitab, khususnya Kej 1-3? Banyak yang tetap
menerima Alkitab sebagai Firman Allah mencermati ulang Kej 1-3 dan
menyimpulkan bahwa tujuannya bukan untuk menyampaikan sejarah
secara terperinci tentang asal-usul dunia melainkan secara garis
besar. Jadi, pesannya bahwa dunia diciptakan secara teratur dengan
manusia sebagai puncaknya yang bertanggung jawab kepada Allah
tetapi akhirnya membelakangi Allah. Jika tafsiran itu benar maka kita
menyalahgunakan Alkitab juga membuat Kej 1-3 menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sains seperti apakah bumi di
pusat jagad raya atau apakah evolusi terjadi.
Hal itu tidak berarti bahwa kita “percaya” akan evolusi atau
penemuan-penemuan sains yang lain. Kita percaya akan Alkitab untuk
mengenal Allah dan cara hidup, dan menggunakan penemuan-
penemuan ilmu pengetahuan untuk tujuan itu.

Anda mungkin juga menyukai