Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembahasan mengenai agama merupakan hal yang tak pernah kering
untuk dibicarakan hingga saat ini. Masalah-masalah mengenai agama sering
kali membawa seseorang cenderung semakin menjauhi kehidupan
kebersamaan, seolah-olah agama bukan sebagai pencegah terjadinya masalah,
namun justru agama adalah sebagai akar timbulnya masalah. Betapa tidak.
Dalam perjalanan sejarah, beberapa abad setelah renaisans, revolusi sains,
diikuti revolusi industri dan revolusi informasi, pengetahuan ilmiah kita
tentang diri dan alam lingkungan berubah secara tajam, sayangnya sebagian
besar orang menegasikan gambaran yang diberikan oleh teologi agama-agama.
Sehingga terdapat dua kebenaran, kebenaran menurut sains dan kebenaran
menurut teologi agama. Celakanya, kebanyakan orang saat ini lebih memilih
kebenaran secara ilmiah karena bisa dibuktikan dengan ukuran yang jelas.
Jika kita melihat lebih jeli, hal ini sebenarnya hanya terjadi pada tataran
permukaan saja. Padahal jika kita melihat lebih jauh, sebenarnya teologi
hanyalah konstruksi intelektual manusia yang mencoba memahami pesan-
pesan religius dari para nabi terdahulu. Dengan demikian, kita harus berani
menghadapkan teologi dengan sains dan membuat keduanya berkembang
secara dialektis dan komplementer untuk memecahkan permasalahan umat
manusia yang ditimbulkan oleh penerapan sains yang semakin maju.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki keyakinan bahwa ada suatu zat
yang maha kuasa yang disebut Tuhan. Pada mulanya Tuhan adalah satu zat
yang menciptakan segala sesuatu dan penguasa langit dan bumi. Dia tidak
terwakili oleh gambaran apapun dan tidak memiliki kuil atau pendeta yang
mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur untuk ibadah manusia yang tak
memadai. Perlahan-lahan dia memudar dari kesadaran umatnya. Dia telah
menjadi begitu jauh sehingga mereka memutuskan bahwa mereka tidak lagi
menginginkannya. Pada akhirnya dia dikatakan telah menghilang. Begitulah,

1
setidaknya, menurut satu teori, yang dipopulerkan oleh Wilhelm Schmidt
dalam The Origin of The Idea of God, yang pertama kali terbit pada 1912.
Hanya prespektif terhadap Tuhan yang berbeda menjadikan setiap agama
dan kepercayaan memiliki gambaran Tuhan yang bermacam-macam. Dalam
makalah ini kami akan membahas bukti-bukti akan adanya Tuhan. Beberapa
teori pendekatan akan kami bahas secara ringkas dan lugas. Bukti-bukti
adanya Tuhan juga akan kami sajikan dalam sains yang dikandung dalam
beberapa ayat suci.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Memahami Pembuktian Filsafat ?
2. Bagaimana Memahami Sebab-Sebab Lahirnya Filsafat ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Memahami Pembuktian Filsafat
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Memahami Sebab-Sebab Lahirnya Filsafat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Memahami Pembuktian Filsafat


1. Pengertian Tentang Tuhan
Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan
pendekatan akal budi, yaitu memakai apa yang disebut sebagai
pendekatan filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama
agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di
dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran
para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang
dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut
atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan
bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.
Pembuktian tentang keberadaan Tuhan bisa dijelaskan dengan
berbagai argumen, empat argumen yang paling terkenal antara lain ;
a. Argumentasi Ontologis
b. Argumentasi Kosmologis
c. Argumentasi Teleologis atau argumentasi from design
d. Argumentasi Moral
Dalam ruangan yang sempit ini, kita akan ambil salah satu
argumen dengan beberapa tokoh pemikirnya, kita mulai saja dari
argumentasi kosmologis.
Menurut Ibnu Sina keberadaaan alam ini adalah sesuatu yang
mungkin ada (possible beings), yang keberadaannya memiliki keterkaitan
sebab-akibat dengan keberadaan ada-ada yang lainnya. Keterkaitan ini
tidak mungkin menjadi suatu rangkaian tak terbatas, sebab pasti ada
sesuatu yang adanya tidak disebabkan lagi oleh sesuatu diluar dirinya
sebagai “Penyebab Utama” atau a first cause. Ada yang satu secara
esensial ini menghasilkan suatu akibat langsung, yaitu “intelejen”.

3
Menurut Ibnu Sina berpikir adalah mencipta dan hal ini hanya
dapat dilakukan oleh “pemikir yang niscaya” yaitu Tuhan karena hanya
Tuhanlah yang Ada Mutlak.
Menurut Thomas Aquinas yang nampaknya sangat terpengaruh
dengan Aristoteles, bahwa keberadaan Tuhan bisa dibuktikan dengan
“lima jalan”.
Pertama dengan berdasarkan teori “gerak”. Berdasarkan teori ini,
hal-hal yang ada bergerak dimana nampak perubahan dari potensial ke
aktual, yang tidak bisa menjadi “regresi tak terhingga”, karenanya
haruslah ada gerak pertama yang mana dirinya sendiri tidak digerakkan,
yaitu Tuhan.
Kedua, sebab efisien. Ada sebab efisien didalam dunia (sebab
penghasil). Tidak ada yang menjadi sebab efisien dari dirinya sendiri, dan
tidak mungkin ada suatu regresi tak terhingga darinya sebab jika tidak ada
sebab pertama, maka tidak mungkin ada rangkatan sebab akibat. Karena
itu, harus ada “sebab efisien pertama” yang tidak disebabkan oleh yang
lain. Dan Dia adalah Tuhan.
Ketiga, didasari pada posibilitas dan necesitas. Ada yang muncul
berada dan berakhir untuk ada. Tetapi tidak semua ada dapat menjadi ada
yang mungkin (posible), karena apa yang menjadi ada hanya mungkin
terjadi lewat apa yang telah ada (tidak ada sesuatu yang tidak
disebabkan). Karenanya pasti ada “ada” yang keberadaannya niscaya
(tidak pernah menjadi dan tidak pernah berakhir untuk ada). Ada seperti
ini adalah Tuhan.
Keempat, didasari pada tingkat-tingkat (gradiation) pada benda-
benda. Ada tingkat-tingkat berbeda di antara yang ada (yang satu lebih
sempurna daripada yang lain). Ada hal-hal yang menjadi tidak kurang dan
tidak lebih sempurna apabila tidak ada yang sempurna total. Karena itu
pasti ada “ada yang sempurna” atau perpect being, yaitu Tuhan.
Kelima, didasari pada adanya tujuan dunia (governace of the
world). Benda-benda, seperti halnya benda-benda angkasa, bergerak ke

4
suatu tujuan, tentu saja untuk mencapai hasil yang terbaik. Hal ini tidak
mungkin apabila tidak ada “ada yang berintelejen”, sebagaimana ada
sebuah panah yang meluncur yang dilepaskan pemanah. Maka pastilah
“ada intelejen” untuk segala ada di dunia ini, yaitu Tuhan.
Argumentasi kosmologi ini mendapat kritik tajam dari filsuf
Inggris, David Hume (1711-1776). Filsuf yang dikenal sebagai penganjur
aliran skeptisme ini berpendapat bahwa apa yang direkomendasikan oleh
argumentasi kosmologis memiliki kelemahan besar dari penalarannya.
Argumentasi tersebut mengacaukan konsep sebab dan akibat.
Menurut Hume, kesimpulan yang ditarik dari akibat yang terbatas,
menghasilkan sebab yang terbatas pula. Tidak mungkin lebih jauh dari
itu. Maka konsep Tuhan dalam argumentasi kosmologis adalah terbatas.
Tidak ada cara untuk menentukan prinsip kausalitas, sebab sesungguhnya
penalaran ini hanya berdasar pada suatu kebiasaan saja (habit). Kita hanya
dapat mengetahui bahwa Z terjadi setelah Y, tapi apakah benar bahwa Z
itu disebabkan oleh Y, kita tidak ketahui. Alam semesta ini secara
keseluruhan tidak membutuhkan suatu sebab, kecuali bagian-bagian
daripadanya saja.
Kant yang sebagaimana disebut dipengaruhi oleh filsafat Hume,
juga mengkritik argumentasi kosmologis. Baginya, dunia noumena
(esensi) tidak bisa disimpulkan dari dunia fenomena (gejala). Dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan eksistensil sebagai hal yang niscaya
adalah tidak mungkin, sebab hal itu hanya mungkin dalam pernyataan
logika. Argumentasi kosmologis ini memiliki kontradiksi-kontradiksi
metafisik.
Kritik Hume dan Kant bukanlah akhir dari problem argumentasi
kosmologis. Pemikir-pemikir seperti Richard Taylor, Stuart C. Hackett,
dan James Ross dapat disebut pembela argumentasi ini, dengan
pertimbangan bahwa keberadaan Tuhan memang bukanlah hasil dari
argumentasi, tapi paling tidak dengan argumentasi kosmologis

5
diperlihatkan bagaimana dasar-dasar logis dalam kaitan antara suatu
keberadaan yang terbatas dengan ada yang tidak terbatas.
2. Teori Tentang Tuhan
Dalam membuktikan adanya Tuhan ada beberapa dalil yang dapat
digunakan sebagai dalil ontologi dalil teleologi dan dalil kosmologi. Para
pemikir Yunani menggunakan dalil-dalil tersebut (ontologi, teologi dan
kosmologi) untuk sampai kepada kesimpulan tentang adanya Tuhan. Hal
seperti itu diikuti pula oleh para pemikir Islam. Di antara dalil yang
banyak dipakai adalah dalil ciptaan atau dalil kosmologi menurut istilah
meta-fisika.
Dalil kosmologi melihat alam sebagai makhluk suatu akibat yang
terakhir dalam rangkaian sebab dan akibat. Dengan melalui rentetan sebab
akibat yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi dalam hal ini ada hubungannya
sebagai sebab-sebab dan akibat-akibat pada akhimya hubungan sebab
akibat akan berhenti satu sebab yang pertama, karena pada dasarnya kita
tidak dapat memikirkan adanya rentetan sebab akibat yang tidak
berkesudahan (berkeputusan).
Selanjutnya, sebab pertama yang dicapai oleh rentetan sebab akibat
itu dengan sendirinya bukan merupakan akibat. Jadi sebab pertama itu
merupakan kesudahan dari rentetan hubungan sebab dan akibat. Al Farabi
dalam membuktikan adanya Tuhan menggunakan dalil penciptaan ini.
Bertitik tolak dari kenyataan yang disentuh dengan pancaindera
(makhluk) untuk kemudian sampai kepada pangkal pertama atau dari
wujud yang nungkin kepada wujud yang Wajib.
Pangkal pertama dari wujud yang mungkin ini tidak dapat. ditangkap
dengan pancaindera. Jelasnya Al Farabi menggunakan dalilnya atas dasar
pemikiran mungkin dan wajib. Menurut Al Farabi “setiap sesuatu yang
ada dasamya ada kemungkinan adanya” dan “ada pula wajib adanya”.
Kemungkinkan adanya itu hendaklah ia mempunyai illat yang tampil
mengutamakan adanya itu lalu memutuskan adanya dan kemudian
mengadakanya ke alam wujud ini. Dan illat-illat ini tidaklah mungkin

6
beredar dalam lingkungan yang tidak berakhir (vicious circle). Tetapi ia
itu hendaklah berhenti pada satu titik “adanya” wajibul wujud “Allah”
yang Illat itu tidak ada dalam mewujudkannya.
Segala sesuatu yang ada, pada dasarnya hanya mempunyai dua
keadaan pertama ada sebagai kemungkinan disebut wujud yang mungkin,
ada sebagai keharusan disebut dengan wujud yang wajib. Dalam keadaan
yang pertama adanya ditentukan oleh adanya yang lain, dan keadaan
kedua, adanya tanpa sesuatu yang lain atau ada dengan sendirinya dan
Sebagai keharusan.
Wujud yang mungkin, adanya dapat disebabkan oleh wujud yang
mungkin lainnya. Sebagai contoh suatu buah sebagai wujud yang
mungkin buah itu merupakan akibat dari sebab perkawinan antara serbuk
sari jantan dan sebuk sari betina yang ada pada pohon, pohon tersebut
juga sebagai Wujud yang mungkin dari sebab biji buah yang ditanam.
Dari rentetan tersebut tidaklah mungkin terjadi perputaran yang melingkar
atau sebab akibat yang tanpa berkesudahan.
Suatu rangkaian yang kejadian pada akhirnya akan berhenti suatu
titik akhir yaitu berkesudahan pada wujud yang wajib. Sebagai sebab
pertama dari segala wujud yang mungkin. Wujud yang mungkin
ditentukan oleh sebab yang lain, wujud yang wajib itu sendiri, yang
disebut dengan Tuhan (Allah). Pembuktian dengan kosmologi seperti
yang dilakukan oleh Al Farabi termasuk dalil sederhana mudah
dimengerti, tetapi kelemahan dalil ini berpangkal suatu keyakinan yang
mengharuskan adanya Tuhannya. Jadi merupakan peloncatan pikiran dari
kesimpulan adanya sebab pertama atau wujud wajib yang harus
diyakininya, bahwa sebab pertama itu adalah Tuhan.

7
B. Memahami Sebab-Sebab Lahirnya Filsafat
1. Pengertian Filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari bahasa Arab ‫فلسة‬, yang juga diambil dari bahasa Yunani;
philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan
berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =
“kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta
kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa
Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan
aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang
falsafah disebut “filsuf”.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem
falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah
studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis.
Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke
dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan
merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan
logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam
matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu
yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat,
yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity ‘ketertarikan’.
Manusia Yunani pertama-tama mencoba menerangkan dunia
dengan kejadian-kejadian yang menyertainya secara mitologis dan lepas
dari kontrol rasio. Selanjutnya semuanya itu kemudian diterangkan dan
disusun secara sistematis karena dengan mencari suatu keseluruhan yang

8
sistematis, mereka mampu mengerti hubungan antara mite itu dan
menyingkirkan mite yang tak dapat dicocokkan dengan mite yang lain.
Pemikiran mitologis tersebut dikaitkan dengan pemikiran
keagamaan. Alasan mereka adalah, ‘karena makhluk-nakhluk merupakan
dasar alam, maka makhluk-makhluk itu perlu dipuja dan disembah.
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya
ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran
yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi kemudian
secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang
dunia dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan
sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah.
Dalam mencari keterangan tentang alam semesta, mereka
melepaskan diri dari hal-hal mitis yang secara turun-temurun diwariskan
oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik
aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu
keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-
kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati
problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan
bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam
memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan filosof-
filosof pada jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
2. Penyebab lahirnya filsafat
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir,
yaitu: Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos
dianggap sebagai awal dari uapaya orang untuk mengetahui atau
mengerti, Karya sastra yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong
kelahiran filsafat yunani, Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal
dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil, kemudian berkat
kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu tersebut dikembangkan

9
sehingga mereka mempelajarinya tidak didasrkan pada aspek praktis saja,
tetapi juga aspek teoritis kreatif.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser
oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat
lahir.Periode yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam.
Dikatakan demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya
para ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa
yang diamati sekitarnya.mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang
gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak
berdasarkan pada mitos.
Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang
sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba
berubah.Para pemikir filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos,
sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil.
Adapun sebab-sebab lahirnya filsafat adalah :
a. Pertentangan antara mitos dan logos
Dikalangan masyarakat Yunani dikenal dengan adanya mitos,
sebagai suatu keyakinan lama yang berkembang dengan pesat
misalnya mite kosmologi yang melukiskan kejadian alam. Lama-lama
mitos hilang dikalahkan oleh logos, maka logos penyebab pertama
lahirnya filsafat.
b. Rasa ingin tahu
Karena mite hanya bersifat dongeng belaka, maka orang mulai
berpikir rasional, untuk mencari jawaban-jawaban yang logis.
Keingintahuan terhadap alam semesta, keingintahuan terhadap
penciptanya, dsb.
c. Rasa kagum
Menurut Plato, filsafat lahir adanya kekaguman manusia tentang
dunia dan lingkungannya. Para filsuf atas kekagumannya mencoba
merumuskan asal mula dan alam semesta. Thales bapak filsafat
Yunani, mengatakan alam semesta berasal dari air. Anaximandros,

10
mengatakan bahwa alam berasal dari apairon atau api. Democrios,
mengatakan bahwa alam berasal dari atom. Empodokles, mengatakan
bahwa alam berasal dari empat unsur yaitu: air, api, angin, dan tanah.
d. Perkembangan kesusastraan
1) Skeptisis
Skeptisis adalah keraguan terhadap suatu kebenaran
sebelum mendapat argument yang kuat terhadap kebenaran
tersebut. Dikelompokkan : bersifat gradasi dari ragu ke yakin,
bersifat degradasi dari yakin ke ragu, bertahan sophisme terus
menerus ragu, sifat gradasi diungkapkan oleh Rene Decartes Filsuf
Prancis catigo ergo sum ( saya berpikir maka saya ada)
2) Komunalisme
Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat umum tidak
memandang ras, kelas, ekonomi dan keyakinan. Misalnya hasil
pemikiran Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia, Afrika
dsb.
3) Disinterestedness
Disenterestednes berasal dari kata interest yaitu suatu
kegiatan filsafat yang tidak dimotivasi untuk suatu kepentingan
tertentu.
4) Universalisme
Filsafat bersifat umum, berarti filsafat adalah hak seluruh
umat manusia secara umum atau sifatnya internasional. Semua
umat manusia berhak mengadakan kajian filsafat.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan Allah dan manusia adalah permasalahan teologi yang
diperdebatkan ulama kalam. Ini terjadi karena perbedaan pandangan tentang
kehendak Allah dan perbuatan manusia. Apakah hasil dari manusia itu sendiri
atau merupakan kehendak mutlak dari Allah sebagai zat yang mahakuasa.
Pengakuan ketuhanan adalah manifestasi dari perimbangan pikir dan
emosional untuk betul-betul berani mengatakan Allah adalah Tuhan.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi
pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang
mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis.
Mitos dianggap sebagai awal dari uapaya orang untuk mengetahui atau
mengerti. Karya sastra yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong
kelahiran filsafat yunani. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari
Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan
kecakapannya ilmu-ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka
mempelajarinya tidak didasrkan pada aspek praktis saja, tetapi juga aspek
teoritis kreatif. Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos
digeser oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.

B. Saran
Karna terbatasnya kemampuan sebagai manusia biasa, kami selaku penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Demi memperbaiki makalah ini dan makalah
selanjutnya kami mohon kritik dan saran kepada para pembaca. Dan atas
perhatiannya kami sampaikan terima kasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ewing, A.C, Persoalan-persoalan Mendasar Filsafat, Yogyakarta, Pustaka


Pelajar, 2008.

Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Filsafat Tauhid, Bandung, Mizan Media
Utama, 2003.

Bertens, Dr. K. 1975. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanius.

Muzairi. 2009.Filsafat Umum. Yogjakarta: Teras.

13
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu dengan tugas
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Saya
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.

Bengkulu, Oktober 2017

Penyusun,

14
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Memahami Pembuktian Filsafat ......................................................... 3
B. Memahami Sebab-Sebab Lahirnya Filsafat ........................................ 8

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
15
MAKALAH
FILSAFAT
Memahami Pembuktian Filsafat dan Memahami
Sebab-sebab Lahirnya Filsafat

Disusun Oleh:
Merzan Novizer
Ofri

Dosen Pembimbing :
Muhammad Awaludin

PROGRAM STUDI ILMU HADITS


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BENGKULU
2017

16

Anda mungkin juga menyukai