Pendahuluan
Ada dua ekstrem dalam kehidupan beriman umat Kristen. Ekstrem pertama,
kelompok anti intelektual. Kelompok ini mempercaya bahwa wilayan iman berbeda dan
terpisah dari wilayah intelektual. Peran intelek dibatas hanya dalam perkara sains,
bukan perkara rohani. Dalam hal rohani pengalaman lebih penting dari pemahaman
doktrin. Selain itu, bukankah kita sudah diterangi roh kudus? Dengan demikian tidak
ada bagi akal budi untuk berperan. Ekstrem yang kedua, kelompok yang menjunjung
intelektual. Bagi kelompok ini, akal budi adalah segalanya. Mereka percaya akal budi
dapat menjawab segala sesuatu termasuk di bidang rohani. Mereka tidak memberi
tempat kepad peran Roh kudus. Akal menjadi penentu kebenaran. Akibatnya, mereka
menolak segala sesuatu yang tidak masuk akal.
Kedua ekstrem ini akhirnya memicu kebingungan publik terhadap relasi dunia
kristen tetadap ilmu pengetahuan. Akhirnya hal yang beredar adalah kekristenan
kurang cocok dengan kekristenan. Salah satu buktinya adalah buku You Lost Me
menyebutkan bahwa salah satu alasan anak muda meninggalkan kekristenan adalah
karena mereka memiliki anggapan bahwa agama ini melawan ilmu pengetahuan.
Anggapan ini semakin kuat ketika melihat sejarah.Di tahun 1616 Galileo Galiei di
peringatkan oleh gereja katolik untuk tidak mengekspos ide heliosentrisme. Bahkan di
tahun yang sama buku Nicholas Copernicus yang berjudul “On the Revolutions of the
Celestial Spheres”. Dilarang karena menawarkan ide yang sama.
Anggapan ini semakin menajam ketika pada ilmuwan modern mulai memisahkan
antara ilmu pengetahuan dan aspek iman. Kita bisa menyimak pendapat Richard
Dawkins dalam hal ini. Ia mengatakan, “Scientifc belief are supported by evidence, and
they get results. Myths and faith are not and do not”. Hal senada diungkapkan Richard
Lewontin. Ia mengatakan demikian, “Science is the only begetter of truth”
Jadi bagi Blamires kekristen perlu kembali memahami bahwa wawasan Kristen
itu ada dan bisa dipergunakan untuk memberikan pemikiran alternatif bagi dunia. John
Stott juga menegaskan hal yang sama. Ia menjelaskan dengan sederhana mengapa
kita perlu menggunakan akal kita. Dalam buku yang berjudul Your Mind Matters, ia
menulis demikian, “bahwa peperangan Kristen bukanlah dengan senjata, melainkan
peperangan dengan pikiran”.
Christian faith is a matter of knowledge, which has the support of reason and
evidence; caricatures nowwithstanding, faith ist mere emotion or opinion.
Mari kita mencoba menilik ke dalam kitab suci untuk menggali ulang relasi antara
iman dan ilmu. Mari kita baca dari Yohanes 1:1-3, “Pada mulanya adalah
firman;..Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah
jadi dari segala yang telah dijadikan.”
Bagian ini memberikan sebuah penegasan bahwa ilmu pengetahuan bersumber
dari Allah. Allah berfirman maka ilmu pengetahuan ada. Penciptaan menjadi awal mula
dari ilmu!
Ilmu tentang apa saja? Pertama tentu Ilmu tentang Allah sendiri; kedua tentang
manusia; dan ketiga tentang alam sekitar dan seluruh ciptaan. Makannya tak heran
Keple mengatakan dengan mengutip Mazmur, “Langit menyatakan kemuliaan Allah”.
Selanjutnya kita cba menilik kitab Amsal. Kitab ini merupakan sebuah kitab yang
berfungsi sebagai petunjuk hidup untuk hidup bijaksana di dalam kehidupan. Di dalam
pembukaannya penulis amsal menyampaikan tujuan-tujuan penulisan kitab ini, dan
salah satunya adalah bagian yang kita renungkan dalam kesempatan ini,
“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina
hikmat dan didikan”.
Ayat ini memberikan gambaran bahwa sebagai seorang yang percaya akan
Allah, kita harus menghargai hikmat dan didikan, atau secara sederhana menghargai
ilmu pengetahuan, menghargai didikan, bahkan memberikan keharusan pada didikan.
Bahkan dalam ayat 3, penulis Amsal menyatakan demikian,
Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Matius 22:37-39
Kisah ini bermula ketika orang-orang Farisi ingin menguji Yesus. Sebagai alat
ujinya soal-soal hukum agama. Mereka menanyakan mana hukum yang paling utama
dari hukum taurat. Yesus menjawab dengan lugas tanpa cacat bahwa hukum yang
terutama adalah mengasihi Allah dan sesama. Namun, dalam jawaban Yesus ada yang
menarik. Terutama di bagian pertama tentang mengasihi Allah, Ia mengatakan bahwa
mengasihi Allah dengan segenap hatimu, jiwamu dan akal. Secara sederhana Ia
mengatakan kasihilah Tuhan Allah dengan segala keberadaan dirimu termasuk hasil
karya pikirmu!
Kata yang dipakai untuk akal budi di dalam bagian yang kita pelajari adalah
dianoia yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan Mind, Deep Thought,
understanding (pikiran, pemikiran yang mendalam, pengertian). Artinya Tuhan meminta
dikasihi dengan pengertian, dengan pemahaman akan Dia. Dengan demikian, apakah
iman Kristen menyingkirkan akal budi? Tentu saja tidak. Dari bagian ini kita dapat
belajar bahwa iman Kristen di bangun akan pemahaman, atas pengertian, bukan kasih
yang buta. Kedua, iman dan pikiran harus ada bersama-sama. Mempercayai sesuatu
tidak mungkin dilakukan tanpa berpikir. Ketiga, akal budi kita seharusnya ditundukkan
kepada Allah.
Bagaimana mengembangkannya?
Namun saya ingin menambahkan untuk bagian yang keempat yaitu, semesta,
bumi dan umat manusia.
Dengan keempat pemberian Allah ini, istimewa jika tergabung – suatu akal
budi, suatu buku teks, seorang Guru dan sebuah sekolah – seharusnyalah mungkin
bagi kita untuk mengembangkan suatu akal budi yang semakin Kristiani dan untuk
belajar berpikir lebih baik. (John Stott)
Ide-ide praktis
Ingat ucapan John Stott supaya kita berdisiplin double listening, Perlunya disiplin
double listening (John Stott), Listen to the “Word” dan Listen to the “world”. Apa
yang bisa dilakukan?
Pada akhirnya berjuanglah, gapailah ilmu karena Tuhan berkenan akan hal itu.
berjuanglah manfaatkan kesempatan berkuliah ini untuk menyenangkan Tuhan,
mengembangankan diri, dan mentransformasi daerahmu dan negerimu. Amin.