Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PENGGUNAAN IPTEK (HANDPHONE )TERHADAP

PENDIDIKAN ANAK
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang ingin penulis ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dalam Proposal ini, penulis membahas mengenai “Dampak IPTEK Terhadap Iman Agama
Kristen”,

Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Maka dari itu, Penulis juga sangat mengaharapkan kritik dan saran dari para pembaca sehingga
penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan proposal selanjutnya.

Kupang, 02 november 2020

Penulis
Daftars isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia mulai merenungkan dirinya diluar ajaran Allah sejak masa Renaissance pada abad 15-
16 dan pada abad 17-18 menjadi dasar pengukuran objek-objek ciptaan, hal ini bertolak-
belakang dengan pandangan sebelumnya, dimana Alkitab dan Wahyu Allah yang dijadikan tolak
ukur dari ciptaan. Lebih jauh lagi terjadi konflik antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan.

Ditengah situasi ini banyak Kristiani (orang yang memeluk agama Kristen) yang menjauhi
gereja, tetapi tidak sedikit juga Kristiani yang mau membela kebenaran dari Alkitab. Sampai
sekarang tetap dirasakan adanya perseteruan antara keduanya, agama sendiri merupakan ilmu
pengetahuan keduanya tidak perlu dipertentangkan.

Dalam agama Kristen ada dua sikap terhadap ilmu pengetahuan, yang pertama, menolak segala
perkembangan ilmu pengetahuan, sikap kedua, menerima dan mencerna setiap perkembangan,
tanpa melihat pandangan agamanya. Kedua sikap ini tidak bermanfaat dalam memecahkan
persoalan yang ada.

Alfred North Whitehead (1861-1974), agama dan iptek merupakan dua kekuatan yang besar di
dunia yang secara hebat mempengaruhi manusia.

Agama Kristen dengan ilmu pengetahuan teknologi dapat saling menopang satu sama lain,
sebaliknya dapat menjadi berlawanan, dimana seringkali ilmu pengetahuan menyerang ajaran-
ajaran fundamental dalam agama yang dapat mengoyahkan iman agama Kristen.

Agama mengalami pergeseran cara pemahaman yang diakibatkan oleh ilmu pengetahuan.
Alkitab yang tidak pernah berubah tetapi dibaca oleh orang-orang yang tidak sama cara
pemikirannya dari zaman ke zaman.

Jalan tengah antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan adalah, Iman tidak harus bersaing
dengan penjelasan ilmu, iman bukanlah suatu teknologi supranatural, dan dibantu dengan
pemikiran bagaimana mungkin suatu ciptaan dapat mengerti akan Penciptanya (Allah) yang telah
menjadikan segala sesuatunya ada sebelum manusia ada.

B. Tujuan Penulisan

Bagaimanakah seorang Kristiani bersikap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi? Apakah menerima atau menolak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi?

Ada yang menolak dan tidak sedikit yang menerima teknologi. Penolakan terjadi karena
beranggapan hidup sederhana merupakan pola hidup yang paling cocok untuk manusia,
sedangkan bagi yang pro terhadap teknologi mengganggap teknologi mengambil peranan penting
dalam hidup serta bagi masa depan manusia.

Lebih jauh terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, iptek dapat menjadi suatu
‘agama’ bila kita tidak menyadari konsep iptek yang sebenarnya dan peranannya dalam hidup
manusia (dapat menentukan baik/ buruknya hidup manusia).

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan ilmu pengetahuan dari zaman ke zaman

1. Zaman gereja mula-mula

Pada masa ini belum ada persoalan mengenai iman dan akal budi/ilmu pengetahuan. Seiring
perkembangannya, muncul golongan Genostik, Montanus, Marcion, mereka merupakan
golongan yang memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai pasal-pasal iman, dan
hal itu hanya sebatas pengajaran. Otoritas Alkitab belum dipermasalahkan pada masa ini.

2. Zaman sholastik

Mulanya universitas (di Eropa) memiliki hubungan dengan gereja maupun teologi, namun
akhirnya lepas dari gereja dan teologi. Sejak masa itu terjadi masalah antara iman dan akal budi.
Sebagai contoh kita melihat pendapat tokoh yang ada pada saat itu, seperti Anselmus (1033-
1109) uskup besar Canterburry, berpendapat Credo ut Inteligam artinya aku percaya maka aku
mengerti. Pandangan yang bertolak belakang dengan perkataan yang diutarakan oleh Petrus
Abelardus (1079-1142) yaitu aku mengerti agar aku percaya. Dari kedua pandangan tersebut
sudah dapat kita ketahui telah adanya perbedaan pandangan yang sangat mendasar sekali dalam
lingkungan Kristen sekali pun.

Thomas Aquinas (1225-1274) menggabungkan teologi Agustinus dengan filsafat Aristoteles, hal
ini mengakibatkan teologia wahyu menjadi teologia alamiah (naturalis), yang beranggapan
bahwa manusia mampu memikirkan hikmah ilahi hanya pemikiran itu belum sempurna dan
memerlukan rahmat Allah.

Pandangan dari zaman ini akhirnya ditinggalkan, karena orang menganggap ini hanyalah sebuah
permainan pikiran yang didalamnya terdapat berbagai macam pandangan oleh para tokoh.
Kurang bermanfaat bagi hubungan antara iman dan ke-kristenan dengan akal budi dan
pengetahuan.

3. Zaman renaissance

Manusia sudah mengembangkan pikirannya secara bebas, terutama pemikiran dan penyelidikan
mengenai alam semesta. Nicholas Copernicus (1473-1543) berhasil mengeser teori geocentrisnya
Plotomeus, dengan mengeluarkan teori heliocentis, hal ini pun dapat menjadi penggoyah
kepercayaan orang terhadap gereja dan otoritas Alkitab sendiripun dipertanyakan. Pada masa ini
juga terjadi reformasi gereja, yang dicetuskan oleh Martin Luther dan John Calvin.

4. Zaman rasionalisme

Pada zaman ini ratio menjadi tolak ukur secara mutlak atas kehidupan manusia. Secara terbuka
terlihat perseteruan antara iman dan akal budi. Zaman ini juga dikenal sebagai zaman
kenbangkitan Ilmu Pengetahuan Alam.

Beberapa tokoh yang ada pada zaman ini, G.W. Leibniz (1646-1716) penemu infinitisimal
Calculus bersama dengan Isaac Newton (1642-1727), Blaise Pascal (1523-1662) seorang ahli
matematika, menyadari bahwa kebenaran kristen lebih dalam daripada argumen-argumen logika
manusia. Auguste Comte (1798-1857) membagi perkembangan teologis manusia dalam tiga
tahapan yaitu teologis, metafisis, dan scientific, dimana agama dianggap sesuatu yang sudah lalu.

B. Pandangan Alkitab terhadap ilmu pengetahuan

· Sumber iptek adalah Allah

Alkitab mengatakan “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang
yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Amsal 1:5). Dari ayat ini kita bisa lihat
bahwa Allah sebenarnya menghendaki kita manusia untuk terus mengembangkan diri,
menambah ilmu dan pengertian. Hal ini berarti bahwa kita tidak perlu menjauhi iptek tapi justru
terus mengembangkannya menjadi lebih baik lagi.

· Iptek bagi kemuliaan Allah

Keluaran 35:30-36:1 mencatat bahwa Allah menunjuk orang-orang yang telah dipilihnya untuk
membuat segala keperluan untuk membangun bait Allah. Kemudian Allah melengkapi mereka
dengan segala keahlian, pengertian dan pengetahuan dalam segala pekerjaan untuk membuat
segala rancangan tentang bait Allah. Allah memberikan Roh-nya untuk membuat mereka mampu
menyelesaikan pembangunan bait Allah seperti yang difirmankan-Nya (ayat 31).

Melalui ayat ini kita tahu bahwa sumber segala pengetahuan dan keahlian adalah Allah. Dan
semua itu dipakai untuk melakukan kehendak-Nya (Kel 36:1).
Kejadian 11:1-9 tentang pembangunan menara Babel menunjukkan betapa manusia begitu
sombong dengan kemampuan yang dimiliki. Mereka menggunakan ilmu pengetahuan yang
dimiliki untuk mencari nama, membangun kota dengan menara sampai ke langit supaya Tuhan
tidak menyerakkan manusia ke seluruh bumi (ayat 4). Hal ini melawan kehendak Tuhan yang
mengatakan bahwa manusia harus bertambah banyak memenuhi bumi (Kej 1:28). Karena itu
Allah kemudian murka kepada manusia dan mengacau-balaukan bahasa dan menyerakkan
manusia ke seluruh bumi sehingga pembangunan kota itu berhenti.

C. Sikap terhadap iptek


Amsal 1:7 memberikan dasar bagi kita bagaimana harus bersikap terhadap perkembangan iptek.
Takut Tuhan merupakan dasar pengertian yang benar tentang ilmu pengetahuan dan hikmat dari
Tuhan merupakan pegangan supaya kita tidak jatuh dalam pencobaan karena iptek.

Sering kali iblis memakai iptek untuk memperdaya kita melalui tipu muslihatnya. Internet,
ponsel, televisi, mobil, bahkan apapun bisa membuat kita jatuh dalam pencobaan. Apapun
bentuk pencobaannya, sadar atau tidak sadar iptek sering kali membuat kita terlena. Efesus 6:10-
17 membekali kita untuk berperang melawan tipu muslihat iblis.

a. Perisai iman dan ketopong keselamatan

Dengan keyakinan iman bahwa kita telah ditebus dari dosa dan diselamatkan maka kita telah
menjadi milik Kristus seutuhnya. Iman kita menjadi perisai yang melindungi kita sehingga si
jahat tidak akan dapat mengambil kita dari pada-Nya. Ketika kita berada dalam posisi sulit dalam
pencobaan, kita tahu dan yakin Tuhan akan menyelamatkan kita karena kita adalah milik-Nya.

b. Pedang Roh

1. Firman Allah

Firman Allah menjadi pelita saat berjalan dalam dunia yang semakin gelap (119:105). Membaca
firman Tuhan setiap hari membuat kita semakin mengerti kehendak Tuhan. Firman Tuhan yang
tertanam dalam hati menjadi senjata bagi kita untuk melawan godaan-godaan dari si jahat.
Bahkan orang yang merenungkan firman Tuhan siang dan malam akan bertumbuh dan berbuah
seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air (Mzm 1: 1-3). Orang yang sungguh-sungguh
merenungkan dan melakukan firman Tuhan bukan hanya menjaga dirinya dari dosa tapi juga
menjadi saluran berkat bagi orang lain.

2. Berdoa

Berdoa merupakan cara berkomunikasi secara pribadi dengan Tuhan. Dengan berdoa kita
mengundang campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita. Doa seperti peperangan roh. Roh
Tuhan bekerja melawan si jahat, sementara kita diberi kekuatan untuk tetap bertahan dalam
pencobaan dengan tetap memiliki damai sejahtera dari Tuhan. Akhirnya “ kenakanlah seluruh
perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis” (Efesus
6:11).

D. Iman dan Iptek

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan (Amsal 1:7)

Sebagai seorang Kristen, dan dalam terang iman kristiani, kita ini harus pro atau anti dengan
teknologi? Pro atau anti dengan ilmu pengetahuan? Pilih iman atau otak? Doktrin atau ilmu?
Kenapa pertanyaan-pertanyaan itu perlu dipikirkan dan dijawab? Karena ada pendapat, semakin
kita beriman, semakin sedikit kita memakai otak kita.
Beriman berarti menyangkali akal sehat, karena percaya kepada apa yang tidak masuk akal.
Tentang asal-usul dunia ini, misalnya, orang beriman yakin bahwa Allah-lah yang
menciptakannya dari tidak ada menjadi ada dengan firman-Nya. Kenapa? Karena Alkitab firman
Allah yang tertulis mengatakan demikian. Sedangkan yang memakai nalarnya pemikiran
manusia tidak bisa menerima pokok creatio ex nihilo. Yang masuk akal adalah apa yang ada
sekarang terbentuk lewat sebuah proses, atau multi-proses, dari yang sudah ada sebelumnya.
Stephen Hawking contohnya, mengajukan teori Big-bang “Ledakan Besar”, untuk menjelaskan
terjadinya alam semesta ini. Sebenarnya, itu tidak lain dari teori kebetulan. Pemikiran seperti itu
iman berlawanan dengan otak nalar, membuat seorang Kristen menjauhi iptek demi memelihara
imannya. Maka dari itu dunia iptek akan dikuasai oleh orang-orang ateis yang tidak beriman,
yang tidak takut terhadap Tuhan. Sebaliknya, dunia Ke-kristenan hanya akan diisi oleh orang-
orang yang picik dan fanatik, yang haya ingin mengikuti emosi, bukan akal sehat. Quo vadis,
Dunia? Quo vadis, Gereja?

Lebih dari itu, sikap menjauhi iptek demi memelihara iman benar-benar berlawanan dengan
firman Tuhan. Karena Alkitab sendiri berpesan, Baiklah orang bijak mendengar dan menambah
ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Ams 1:5). Kalau
seperti itu, maka bersikap tak peduli terhadap iptek, apalagi menjauhi dan menolaknya, berarti
menolak firman Tuhan, Melawan kehendak Allah, Dosa!

Seorang Kristen justru harus memakai pemikiran nalarnya, memakai akal sehat dalam
memahami segala sesuatu semaksimal mungkin. Yang membedakannya dengan orang yang tidak
percaya sebenarnya sangat sederhana, namun secara mendasar seorang Kristen waktu berpikir
selalu melibatkan Allah, bukan cuma apa yang kelihatan dan terukur dengan panca-indera yang
terbatas. Percaya kepada Allah sebagai the Ultimate Cause dari segala yang ada. Sedangkan yang
kedua percaya kepada kebetulan. Keduanya sama-sama percaya, hanya saja obyek
kepercayaannya yang berbeda.

Demikian juga antara orang percaya dan kaum evolusionis, para penganut teori evolusi ala
Charles Darwin, bedanya sangat sederhana namun mendasar. Para evolusionis berteori, pada
mulanya kehidupan berasal dari yang non-hidup, lewat proses yang sangat panjang. Mereka
berpikir demikian karena tidak melibatkan unsur Allah.

Sedangkan orang percaya seperti Georges Leopold Cuvier, ahli biologi terkenal dari Perancis
pada abad ke-18 menentang pemikiran ini. Ia menegaskan, bahwa kehidupan selalu berasal dari
kehidupan. Kita melihat kehidupan dialihkan, tetapi tidak pernah diciptakan. Allah sang Sumber
Kehidupan yang memberikan kehidupan kepada ciptaan-Nya. Mana yang lebih masuk akal?
Benda mati jadi makhluk hidup lewat proses yang ajaib, atau Sumber Kehidupan membagikan
kehidupan-Nya kepada benda mati sehingga hidup?

Para evolusionis berteori bahwa berbagai jenis hewan berevolusi menjadi spesies yang baru.
Karena itulah banyak jenis hewan yang tidak ada lagi sekarang ini. Namun Cuvier tidak setuju
dengan pendapat tersebut, dia berhasil menunjukan bukti-bukti bahwa hewan peliharaan tidak
berubah sejak zaman Mesir Kuno. Juga bahwa lenyapnya berbagai jenis hewan adalah karena
hewan itu punah, bukan karena berubah jadi spesies baru. Pendapat Cuvier diperkuat dengan
adanya dokumen fosil yang menunjukan hal ini. Cuvier berkata, jika spesies memang berubah
secara bertahap, kita seharusnya bisa menemukan jejak perubahan itu antara fosil paleotherium
dan spesies yang ada sekarang seharusnya ada persamaan bentuk antara keduanya, tetapi ini
tidak pernah ada.

Bagaimanapun iman dan iptek, sekalipun bisa bersandingan, tidak akan bisa dicampuraduk.
Sekalipun dicampuraduk, nantinya akan menimbulkan kerancuan atau kekacauan. Coba saja
bayangkan, kalau seorang fisikawan bekerja di laboratoriumnya dengan berpedoman terutama
kepada ayat-ayat Alkitab, bukan kepada metode-metode ilmiah tertentu, apa jadinya?
Sebaliknya, jika ia mendengarkan khotbah di gereja pada Hari Minggu dengan pendekatan
ilmiah, apa jadinya? Atau, bagaimana jika seorang dokter menangani pasiennya dengan
mengandalkan Alkitab, bukan pengetahuan medisnya?

Kita harus sadar, setiap bidang kehidupan memiliki hukum dan aturannya sendiri, serta
tujuannya sendiri. Di dunia dagang, yang dicari adalah untung. Di dunia politik, menghimpun
kekuatan, meraih suara, dan meraih kedudukan. Di dunia ilmu, mencari kebenaran ilmiah. Di
gereja, melayani tanpa pamrih, bahkan berkurban bila perlu. Jangan dicampuradukan.

Lalu bagaimana kita menyikapinya secara tepat? Nats menjawabnya. Takut akan Tuhan adalah
permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan (Ams 1:7). Apa
artinya? Sederhana, sang fisikawan boleh dan seharusnya bekerja di laboratoriumnya menurut
prinsip-prinsip ilmiah, karena memang tidak ada ilmu aljabar Kristen atau ilmu kimia Kristen.
Tetapi ingat, ia tetaplah seseorang yang menyakini ajaran agama Kristen. Ia harus bekerja di
laboratoriumnya sebagai ilmuwan Kristen.

Dengan takut akan Tuhan, maksudnya adalah dengan menghormati Tuhan. Taat kepada Tuhan,
mengabdi kepada Tuhan Melayani umat manusia. Menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan. Misalnya begini, Seorang ilmuwan meneliti atau mengembangkan sesuatu dengan
prinsip-prinsip ilmiah. Dari risetnya itu, ia menemukan suatu penemuan yang luar biasa, yang
bisa membuat namanya terukir dengan tinta emas dalam catatan sejarah perkembangan iptek.
Tetapi penemuan itu bisa juga disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu guna membuat peralatan
senjata yang sangat mengerikan. Di sini, nasib umat manusia dipertaruhkan. Prinsip takut akan
Tuhan harus bekerja, sang ilmuwan harus memilih untuk tidak mengumumkan hasil risetnya itu.

Seandainya manusia tidak takut akan adanya Tuhan, tidak mengabdi kepada Tuhan dan sesama,
apa yang akan terjadi? Apabila dia seorang ilmuwan, dia akan bereksperimen gila-gilaan, sampai
melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan tega menjadikan mahluk sesamanya manusia sebagai
kelinci percobaan. Namun apabila dia seorang pengusaha, dia akan memakai pengetahuan dan
pengalamannya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, sampai mengorbankan sesamanya
manusia bila dia menginginkannya.

Lantas kita kembali ke pertanyaan awal sebagai seorang Kristen dan dalam terang iman kristiani,
kita ini harus pro atau anti sama teknologi? Pro atau anti dengan ilmu pengetahuan? Memilih
iman atau otak? Doktrin atau ilmu? Jawabannya dari pertanyaan itu tidak ada sama sekali, karena
manusia memang diciptakan Tuhan dengan kemampuan untuk mengembangkan teknologi. Itu
berarti teknologi pada dirinya sendiri baik, inti teknologi akan mengubah apa yang ada. Manusia
tidak bisa berlari sekencang kijang, maka teknologi menciptakan mobil agar manusia dapat
bergerak lebih cepat dibandingkan kijang.

Manusia tidak bisa terbang seperti burung, maka teknologi menciptakan pesawat terbang agar
manusia bisa terbang lebih tinggi daripada burung. Manusia nggak bisa menghindar dari
teknologi. Sama halnya dengan kita memakai payung sewaktu hujan, menyalahkan kipas angin
agar udara tidak terlalu panas, kita sudah menggunakan teknologi. Jadi persoalannya bukan pro
atau kontra terhadap teknologi, tetapi bagaimana seharusnya menggunakan teknologi.
Persoalannya ada pada manusianya, Takut akan Tuhan atau tidak?

Bagaimana dengan rekayasa genetika dengan isu terakhirnya “kloning manusia”? Sama saja,
yang menjadi persoalan adalah benarkah menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan?
Sekalipun orang tersbut rela? Apakah itu melanggar batas wilayah kerja manusia? Apa yang
terutama menggerakkan para ahli bioteknologi untuk mengembangkan rekayasa genetika,
kesejahteraan sesama atau keuntungan milyaran dolar? Perlu dicatat, bahwa pada kenyataannya
rekayasa genetika adalah suatu bisnis multi-miliar dolar. Ada dampaknya terhadap komitmen
pernikahan? Apa dampaknya terhadap kejiwaan?

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai seorang Kristen dan dalam terang iman kristiani, kita ini harus pro atau anti dengan
teknologi? Pro atau anti dengan ilmu pengetahuan? Pilih iman atau otak? Doktrin atau ilmu?
Kenapa pertanyaan-pertanyaan itu perlu dipikirkan dan dijawab? Karena ada pendapat, semakin
kita beriman maka semakin sedikit kita memakai otak nalar kita.

Beriman berarti menyangkali akal sehat, karena percaya kepada apa yang tidak masuk akal.
Tentang asal-usul dunia ini misalnya, orang beriman yakin bahwa Allah-lah yang
menciptakannya dari tidak ada menjadi ada dengan firman-Nya. Kenapa? Karena Alkitab firman
Allah yang tertulis, mengatakan demikian. Sedangkan yang memahaminya menggunakan nalar
otaknya tidak bisa menerima pokok creatio ex nihilo. Yang masuk akal adalah apa yang ada
sekarang terbentuk lewat sebuah proses atau multi-proses, dari yang sudah ada sebelumnya.
Stephen Hawking contohnya, mengajukan teori Big-bang “Ledakan Besar” untuk menjelaskan
terjadinya alam semesta ini.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Maka dari itu, Penulis juga sangat mengaharapkan kritik dan saran dari para pembaca sehingga
penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai