Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan hambatan tarif (tariff barrier)


Kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap
barangbarang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang
diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik/mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap
barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri.

Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan. Efek kebijakan
ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Tarif yang paling umum adalah tarif atas
barang-barang impor atau yang biasa disebut bea impor. Tujuan dari bea impor adalah membatasi
permintaan konsumen terhadap produk-produk impor dan mendorong konsumen menggunakan
produk domestik. Semakin tinggi tingkat proteksi suatu negara terhadap produk domestiknya,
semakin tinggi pula tarif pajak yang di kenakan

2.1.1. Macam-macam penentuan tarif atau bea masuk


Dalam pelaksanaan kegiatan ekspor impor pembebanan tarif dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis antara lain :
1. Exports Duties (bea ekspor)
Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju ke
negara lain. Jadi pajak untuk barang-barang yang keluar dari custom area suatu negara
yang memungut pajak. Custom area adalah daerah di mana barang-barang bebas
bergerak dengan tidak dikenai bea pabean. Batas custom area ini biasanya sama
dengan batas wilayah suatu negara.
2. Transit Duties (bea transit)
Pajak atau bea yang dikenkan terhadap barang-barang yang melalui wilayah
suatu negara dengan ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah
negara lain.
3. Import Duties (bea Import)
Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam
custom area suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan
akhir.

Aplikasi atau penerapan dari pengenaan tarif terutama dalam bentuk bea masuk adalah
sebagai berikut :
1. Pembebasan bea masuk atau tarif rendah yaitu antara 0% sampai dengan 5%, yang
dikenakan untuk bahan kebutuhanpokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin, alat-
alat militer dan lain-lain.
2. Tarif sedang antara 5% sampai dengan 20%, yang dikenakan untuk barang setengah
jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negri.

1
3. Tarif tinggi diatas 20%, yang dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-
barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negri dan bukan barang kebutuhan
pokok.

2.1.2 Jenis tarif


1. Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam
presentase dari nilai barang yang dikenakan bea
tersebut.Besarnyapungutanbeamasuk atas
barangimporditentukanolehtingkatprosentase

Sebagai contoh :
Harga CIF suatu barang adalah US$100 dan besarnya tarif bea masuk 10 %
sedangkan kurs US$1 = Rp. 5.000,- .
Maka besarnya bea masuk yang dikenakan sebesar
= 10% x US$100 x Rp. 5.000,- = Rp. 50.000,-

2. Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuktiap ukuran
fisik daripada barang.Pungutan bea masuk ini didasarkan pada ukuran atau
satuan tertentu dari barang impor. Sebagai contoh, bea masuk yang dikenakan
atas barang-barang atau komoditi seperti dibawah ini :
Semen : Rp. 3.000,- per ton

Sepatu : Rp. 14.500,- per pasang

Piring : Rp. 5.000,- per lusin

Jeruk : Rp. 500 per kg

VCR : Rp. 250.000,- per unit

3. Specific ad valorem atau compound duties, yakni bea yangmerupakan


kombinasi antara specific dan ad valorem. Misalnyasuatu barang tertentu
dikenakan 10% tarif ad valorem ditambahRp 20.000 untuk setiap unit.

2.1.3 Sistem tarif:


1. Single-column tariffs: sistem di mana untuk masing-masing barang hanya
mempunyai satu macam tarif. Biasanya sifatnya autonomous tariffs (tarif

2
yang tingginya ditentukan sendiri oleh sesuatu negara tanpa persetujuan
dengan negara lain). Kalau tingginya tarifditentukan dengan perjanjian
dengan negara lain disebutconventional tariffs.
2. Double-column tariffs: sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2
(dua) tarif. Apabila kedua tarif tersebut ditentukansendiri dengan undang-
undang, maka namanya : bentukmaksimum dan minimum.
3. Triple-column tariffs: biasanya sistem ini digunakan oleh negarapenjajah.
Sebenarnya sistem ini hanya perluasan daripada doublecolumn tariffs, yakni
dengan menambah satu macam tariffpreference untuk negara-negara bekas
jajahan atau afiliasipolitiknya. Sistem ini sering disebut dengan nama
preferentialsystem.

2.1.4 Efek Tarif


Pembebanan tarif terhadap sesuatu barang dapat mempunyai efekterhadap
perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa
efek tarif tersebut adalah:
1. Efek terhadap harga (price effect).
2. Efek terhadap konsumsi (consumption effect).
3. Efek terhadap produk (protective/import substitution effect)
4. Efek terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect).

2.2 Kebijakan hambatan non tarif (non-tariff barrier)


Kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff barrier) adalah berbagai kebijakan
perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi
potensi manfaat perdagangan internasional.
A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif(non-tariff
barrier) sebagai berikut:

2.2.1 Pembatasan spesifik (specific limitation):


a. Larangan impor secara mutlak.
b. Pembatasan impor (kuota sistem).
c. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu.
d. Peraturan kesehatan atau karantina.
e. Peraturan pertahanan dan keamanan negara.
f. Peraturan kebudayaan.
g. Perijinan impor.
h. Embargo.
i. Hambatan pemasaran atau marketing.

2.2.2 Peraturan bea cukai (customs administration rules):


a. Tata laksana impor tertentu (procedure).

3
b. Penetapan harga pabean.
c. Penetapan kurs valas (forex rate) dan pengawasan devisa (forexcontrol).
d. Consulate formalities.
e. Packaging/labeling regulations.
f. Documentation needed.
g. Quality and testing standard.
h. Pungutan administasi (fees).
i. Tariff classification.

2.2.3 Partisipasi pemerintah (government participation):


a. Kebijakan pengadaan pemerintah.
b. Subsidi dan insentif ekspor, subsidi adalah kebijakan pemerintahuntuk
memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam
bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak,fasilitas kredit, subsidi harga,
dan lain-lain.
c. Counter valuing duties.
d. Domestic assistance programs.
e. Trade-diverting.
f. Import charges.
g. Import deposits.
h. Supplementary duties.
i. Variable levies.

2.3 Kebijakan Perdagangan lainnya


Sesungguhnya, tarif itu adalah bentuk atau jenis kebijakan kebijakanperrdagangan
yang paling sederhana. Dalam praktek perdagangan dunia di eramodern ini, kebanyakan
pemerintah melakukan campur tangan dalam kegiatanperdagangan Internasional dengan
menggunakan instrument-instrumenkebijakan lainnya yang lebih kompleks. Ada tiga
kebijakan ekonomi/perdagangan internasional lainnya, antara lain:

2.3.1 Politik Proteksi


Politik Proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungiindustri dalam
negeri yang sedang tumbuh (infant industry) danpersaingan-persaingan barang-
barang impor.

Tujuan kebijakan proteksi adalah:


a. Memaksimalkan produksi dalam negeri.
b. Memperluas lapangan kerja.
c. Memelihara tradisi nasional.
d. Menghindari risiko yang mungkin timbul jika hanyamenggantungkan diri
pada satu komoditi andalan.

4
e. Menjaga stabilitas nasional, yang dikhawatirkan akan terganggu
jikabergantung pada negara lain.

2.3.2 Politik Dagang Bebas


Politik dagang bebas adalah kebijakan pemerintah untuk mengadakan
perdagangan bebas antarnegara. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan
perdagangan bebas mengajukan alasan bahwa perdagangan bebas akan
memungkinkan bila setiap negara berspesialisasi dalam memproduksi barang
dimana suatu negara memiliki keunggulan komparatif.

2.3.3 Politik Autarki


Politik autarki adalah kebijakan perdagangan dengan tujuan
untukmenghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh negara lain, baik
pengaruhpolitik, ekonomi, maupun militer, sehingga kebijakan ini
bertentangandengan prinsip perdagangan internasional yang menganjurkan
adanyaperdagangan bebas itu. Seorang importir dalam
melaksanakanpembayarannya harus membeli uang dolar terlebih dahulu pada
suatubank devisa dengan kurs yang berlaku, kemudian ditransfer
kepadaeksportir di Amerika.

Masih banyak cara lainnya yang dapat digunakan oleh pemerintah


untukmemengaruhi intensitas perdagangan Internasional. Beberapa diantaranya dapatkita
kemukakan secara singkat sebagai berikut:
1. Proyek pengadaan pemerintah (National procurement)
Pembelian-pembelian oleh pihak pemerintah ataupun perusahaanperusahaanyang
diatur secara ketat dapat diarahkan pada barangbarangyang diproduksi di dalam
negeri, meskipun barangkali barangbarangtersebut sebenarnya lebih mahal daripada
barang yang sejenisyang diimpor.
2. Hambatan-hambatan birokrasi (red-tape-barrier)
Terkadang pemerintah ingin membatasi impor tanpa melakukannyasecara formal.

5
6

Anda mungkin juga menyukai