Budidaya Bawang Merah Tekben
Budidaya Bawang Merah Tekben
PENDAHULUAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan Jawa Timur yang sangat
fluktuatif harga maupun produksinya. Hal ini terjadi karena pasokan produksi yang tidak
seimbang antara panenan pada musimnya serta panenan di luar musim, salah satu diantaranya
disebabkan tingginya intensitas serangan hama dan penyakit terutama bila penanaman
dilakukan di luar musim. Selain itu bawang merah merupakan komoditas yang tidak dapat
disimpan lama, hanya bertahan 3-4 bulan padahal konsumen membutuhkannya setiap saat.
Masalah utama usahatani bawang merah di luar musim adalah tingginya resiko kegagalan
panen karena lingkungan yang kurang menguntungkan , terutama serangan hama dan
penyakit. Hama dan penyakit penting pada bawang merah antara lain : ulat bawang
(Spodoptera exigua) dan Thrips , sedangkan penyakitnya meliputi antraknose, fusarium dan
trotol.
Keberadaan hama dan penyakit tersebut menyebabkan petani menggunakan pestisida secara
berlebihan karena petani beranggapan bahwa keberhasilan usahatani ditentukan oleh
keberhasilan pengendalian hama dan penyakit, yaitu dengan meningkatkan takaran, frekuensi
dan komposisi jenis campuran pestisida yang digunakan. Akibatnya biaya usatani bawang
merah semakin tinggi dan keuntungan yang diperoleh tidak seimbang serta tidak
memperhatikan konsep pertanian ramah lingkungan. Dampak lain penggunaan pestisida yang
berlebihan yaitu ledakan dari hama sekunder.
Untuk mengantisipasi masalah di atas salah satu usaha yaitu mencari dan menggali varietas-
varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul terutama dalam hal produksi serta
ketahanan terhadap hama dan penyakit utama sehingga varietas bawang merah tersebut
mampu berproduksi walaupun serangan hama dan penyakit cukup berat. Bilamana varietas
unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit diperoleh maka varietas tersebut dapat
ditanam pada luar musim sehingga kesinambungan produksi bawang merah dapat terjamin.
Dari 141 varietas bawang merah yang ada termasuk varietas introduksi belum didapatkan
varietas yang tahan terhadap penyakit di atas kecuali varietas Sumenep yang relatif tahan
terhadap penyakit Otomatis tetapi tidak tahan terhadap penyakit Alternaria. Sayangnya
varietas ini tidak mampu berbunga dan belum diketahui cara merangsang bunganya, serta
berumur panjang walaupun mempunyai kualitas terbaik untuk bawang goreng (Permadi,
1992). Beberapa galur somaklonal dari varietas Sumenep sudah dihasilkan oleh Balitsa
Lembang dan sudah dilakukan uji daya hasilnya di beberapa lokasi. Hasil somaklonal dari
varietas Sumenep mempunyai umbi yang lebih besar dengan warna yang lebih mengarah
kemerah muda dibandingkan varietas Sumenep yang asli. Diharapkan galur somaklonal
Sumenep tetap mempunyai sifat tahan terhadap hama dan penyakit utama serta mempunyai
umbi besar , warna menarik dan rasa bawang goreng yang lebih enak.
PERMASALAHAN
Sampai saat ini belum tersedia varietas unggul bawang merah yang resisten terhadap
hama dan penyakit penting kecuali varietas Sumenep. Sayangnya varietas Sumenep belum
disukai konsumen bawang merah karena penampilan umbinya kurang menarik dengan warna
umbi kekuningan dan bentuk umbinya lonjong dan kecil. Namun somaklonal dari varietas
Sumenep dapat menghasilkan umbi dengan ukuran yang lebih besar dari varietas aslinya dan
warna umbi merah muda. Selain itu varietas Sumenep sangat renyah dan enak untuk bawang
goreng. Dan nampaknya hasil somaklonal varietas Sumenep mempunyai daya adaptasi yang
luas pada beberapa agroekologi di dataran rendah hingga dataran tinggi (Baswasiati et al,
2000)
Varietas bawang merah yang selama ini ditanam oleh petani umumnya varietas yang
sesuai ditanam di musim kemarau saja namun rentan terhadap serangan hama ulat grayak
serta penyakit penting pada bawang merah. Seperti halnya 8 varietas unggul yang telah
dilepas Pemerintah antara lain varietas Bima Brebes, Maja, Keling, Medan , Super Philip,
Kramat-1, Kramat-2 dan Kuning hanya sesuai untuk musim kemarau. Sedangkan varietas
unggul bawang merah yang sesuai pada musim hujan dan telah dilepas Pemerintah hanya
varietas Bauji . Usahatani bawang merah pada musim kemarau menghasilkan pasokan
produksi yang tinggi karena cukup banyak ragam varietas yang dapat ditanam di musim
kemarau. Seperti halnya di sentra produksi Brebes, petani menanam beragam varietas
bawang merah yang ada , termasuk varietas Sumenep. Sedangkan di Jawa Timur, petani
hanya menanam varietas Super Philip karena produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan
varietas lainnya.
Pada musim hujan, petani tetap menggunakan varietas yang sesuai untuk musim
kemarau seperti Super Philip, Bima, Kuning, Maja karena keterbatasan varietas yang sesuai
untuk musim hujan . Varietas Bauji untuk sementara ini ditanam oleh petani di wilayah
Nganjuk dan Kediri pada musim hujan, walaupun sebenarnya sudah dikenal petani
Probolinggo dengan nama bawang Biru dan ditanam oleh petani Probolinggo pada musim
kemarau dan musim hujan.
Dalam usahatani bawang merah, benih merupakan salah satu faktor produksi yang
memerlukan biaya tinggi, dengan kebutuhan benih sekitar 800-1.200 kg/ha. Tingginya
kebutuhan benih bawang merah baik dalam bentuk benih komersial maupun benih sumber ,
ternyata belum diikuti produksi benihnya. Selain itu petani bawang merah di Indonesia
nampaknya sangat tergantung terhadap benih impor seperti varietas Super Philip dan varietas
dari Thailand, India dan Vietnam (berkembang di daerah Brebes). Padahal benih impor
varietas bawang merah yang tersebar di Indonesia merupakan bawang merah untuk konsumsi
yang disimpan 2-3 bulan. Hal ini karena belum banyak produsen yang mau bergerak di
bidang perbenihan bawang merah. (Indrawati dan Padmono, 2001) . Kendala tersebut
disebabkan antara lain : a) usaha perbenihan bawang merah membutuhkan modal yang cukup
tinggi dan areal serta gudang yang luas, b) pengetahuan dan ketrampilan SDM terutama
dalam produksi benih masih rendah , c) daya simpan benih bawang merah rendah (2-5 bulan )
dengan susut bobot yang tinggi , d) permasalahan penyimpanan benih dapat diatasi dengan
pembentukan benih berupa biji, sayangnya ketrampilan ini cukup sulit disosialisasikan pada
petani
4. Kendala dalam hal sosialisasi dan substitusi varietas unggul bawang merah
Nampaknya selera produsen dan konsumen bawang merah di beberapa wilayah sentra
produksi di Indonesia cukup beragam dalam memilih dan mengembangkan suatu
varietas. Konsumen dan produsen bawang merah di Jawa Timur sangat menyukai varietas
Super Philip karena produktivitasnya tinggi, umbi besar dan bulat, warna umbi menarik
merah keunguan mengkilat walaupun rasanya tidak terlalu pedas. Oleh karenanya varietas
Super Philip menyebar merata pada semua areal pertanaman bawang merah di Jawa Timur
dengan luasan 25.000 hektar dan selalu dijumpai di pasar wilayah Jawa Timur.
Sedangkan di wilayah Kabupaten Brebes sebagai sentra produksi bawang merah
terbesar di Indonesia (dengan luas areal tanam 16.993 hektar) dan di Jawa Tengah pada
umumnya (dengan luas areal tanam 55.578 hektar) terdapat varietas bawang merah yang
beragam (Diperta Propinsi Jateng, 2001). Varietas-varietas yang dikembangkan di Jawa
Tengah terdiri dari varietas lokal dan varietas introduksi , antara lain : Bima Brebes, Kuning,
Sumenep, Ampenan, Maja Cipanas, Medan, Tawangmangu Baru, Super Philip, India, Thailan
dan Vietnam (Indrawati dan Padmono, 2001). Hal ini menunjukkan perbedaan selera
konsumen dan produsen di beberapa wilayah yang mempengaruhi terhadap perkembangan
suatu varietas unggul/varietas baru.
Seperti halnya varietas Bauji yang telah dilepas menjadi varietas unggul untuk musim
hujan nampaknya baru berkembang di daerah asalnya yaitu di kabupaten Nganjuk dan
sekitarnya. Usaha untuk sosialisasi varietas Bauji sudah dilakukan pada setiap kesempatan ,
baik secara formal dan non formal seperti Temu Lapang, Pelatihan dan pertemuan dan
wawancara langsung dengan petani bawang merah . Namun sampai saat ini varietas Bauji
baru berkembang dengan luas areal tanam sekitar 5.000 hektar. Hal ini karena produktivitas
varietas Bauji lebih rendah dibandingkan varietas Super Philip bila ditanam di musim
kemarau . Sedangkan pada musim hujan, varietas Bauji lebih unggul dibandingkan varietas
Super Philip. Selain itu oleh para tengkulak , hasil panen varietas Bauji dihargai lebih rendah
dibandingkan varietas Super Philip sehingga petani memilih menanam varietas Super Philip
walaupun musim hujan. Dan keterbatasan produsen benih varietas Bauji dengan usaha dalam
skala kecil yang hanya berada di Nganjuk dan beberapa di Kediri mempengaruhi ketersediaan
benih varietas tersebut.
PEMILIHAN VARIETAS
Banyak varietas bawang merah yang dibudidayakan di Indonesia. Sampai saat ini perbanyakan
dari varietas-varietas tersebut dilakukan secara vegetatif dengan umbi, padahal varietas tersebut
mampu berbunga dan berbiji secara alami kecuali varietas Sumenep. Karena selalu dibiak secara
vegetatif maka praktis tidak ada perubahan susunan genetiknya dan karena itu sampai sekarang
tidak didapatkan varietas yang tahan terhadap penyakit daun yang sering menggagalkan
pertanaman bawang merah (Permadi, 1992).
Terdapat dua varietas unggul bawang merah yang baru dilepas oleh Menteri Pertanian pada bulan
Maret 2000 dan usulan pelepasannya dilakukan oleh BPTP Jawa Timur. Kedua varietas tersebut
adalah Super Philip (atau lebih dikenal oleh petani sebagai varietas Philipine) dan varietas Bauji
yang berasal dari Kediri/ Nganjuk . Serta satu varietas yaitu Batu Ijo yang masih dalam proses
pelepasannya.
Varietas Bauji merupakan varietas lokal yang belum banyak dikenal oleh petani bawang
merah. Namun di sentra produksi bawang merah Nganjuk dan Kediri sudah umum di tanam
di musim hujan. Keragaan tanaman varietas Bauji agak berbeda dengan varietas Super Philip
terutama pada penampilan daun dan umbinya. Daun bawang merah varietas Bauji lebih
ramping (kecil) dengan warna lebih hijau dan sudut antara daun lebih kecil dibanding Super
Philip. Varietas Bauji bila ditanam di musim hujan nampak lebih kekar dibanding varietas
Super Philip dan beberapa varietas lain seperti Bima, Ampenan, Kuning dan
sebagainya. Namun bila Bauji ditanam di musim kemarau kurang vigour pertumbuhannya
dibandingkan varietas Super Philip. Varietas Bauji akan tumbuh dan berproduksi lebih baik
di musim hujan karena varietas ini lebih menyukai pada kelembaban udara yang tinggi dan
tahan terhadap curah hujan yang tinggi mulai awal pertumbuhan sampai tanaman
dipanen. Sedangkan varietas bawang merah lainnya kecuali varietas Sumenep sudah tidak
mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik karena daunnya sudah hancur terkena air hujan
(Baswarsiati dkk, 1995 dan 1996; Rosmahani dkk, 1997; Korlina dkk, 1998).
Dari hasil pengujian tersebut tampak bahwa produktivitas varietas Bauji lebih tinggi
dibanding varietas pembanding lainnya kecuali dengan Bali Ijo bila ditanam di musim
hujan. Hasil umbi kering bisa mencapai 13,65 ton per hektar dengan jumlah anakan per
rumpun lebih dari 10 serta tinggi tanaman di atas 35 cm. Ciri penting dari varietas Bauji
yaitu daunnya nampak lebih langsing (sempit) dengan warna daun hijau tua, daun tebal, sudut
daun kecil (lebih tegak), warna umbi merah keunguan mengkilat, bentuk umbi bulat lonjong
dan daun nampak kekar bila ditanam di musim hujan.
Varietas bawang merah Bauji yang merupakan varietas lokal asal Nganjuk telah dilepas
dengan Keputusan Menteri Pertanian No 65/Kpts/TP.240/2/2000 sebagai varietas unggul
untuk musim hujan karena memiliki daya hasil tinggi dan stabil, toleran terhadap kelembaban
udara tinggi dan curah hujan tinggi.
Sedangkan bawangmerah varietas Philipine yang merupakan introduksi dari Philipine, sudah
lebih dari 15 tahun dikenal dan ditanam petani dan telah menyebar ke berbagai sentra
produksi bawangmerah . Saat ini di Jawa Timur, hampir seluruh petani bawangmerah
menanam varietas Philipine dan tidak lagi menanam varietas bawangmerah lokal seperti
Ampenan, Bima yang dulu sebelum munculnya varietas Philipine mendominasi varietas
bawangmerah yang ditanam petani. Luas tanam bawang merah varietas Philipine hampir di
seluruh areal pertanaman bawang merah di Jawa Timur yaitu sekitar 24.610 hektar (Diperta
Prop. Jatim, 1998)
Keistimewaan varietas Super Philip adalah bentuk umbi bulat dengan warna merah keunguan
mengkilat, umbi besar dengan rata-rata 8-10 g/umbi dan hal ini sangat disukai
konsumen. Selain itu varietas Philipine mampu bertahan dipenyimpanan lebih dari 4
bulan. Tinggi tanaman bisa lebih 40 cm dan bila ditanam di dataran tinggi dengan kondisi
tanah subur bisa mencapai tinggi lebih 50 cm. Jumlah anakan berkisar 10-12, umur panen
55-60 hari bila ditanam di dataran rendah dan 70 hari bila ditanam di dataran medium sampai
tinggi. Sedangkan produktivitas varietas Philipine yaitu 17 18 t/ha umbi kering Oleh
karenanya varietas Philipine telah dilepas oleh Menteri Pertanian menjadi varietas unggul
dengan nama Super Philip berdasarkan Keputusan No 66/Kpts/TP.240/2/2000.
Varietas Batu Ijo merupakan varietas lokal asal Batu yang telah ditanam petani kawasan Batu
puluhan tahun dengan nama asal Bali Ijo. Varietas ini telah diusulkan pelepasannya karena
mempunyai beberapa kelebihan antara lain umbi sangat besar (> 20 gram/umbi) mirip dengan
bawang Bombay. Jumlah anakan sedikit 2-5 anakan per rumpun. Daun tanaman lebih lebar
seperti bawang daun. Batu Ijo sesuai ditanam di musim kemarau , di dataran rendah hingga
dataran tinggi (10-1300 m dpl).
KESESUAIAN AGROEKOLOGI
Persyaratan kesesuaian agroekologi untuk usahatani bawang merah terutama
ditentukan oleh kelembaban, tekstur, struktur dan kesuburan tanah. Secara umum tanaman
bawang merah memerlukan bulan kering 4-5 bulan , curah hujan 1000-1500 mm/th, drainase
dan kesuburan baik, tekstur lempung berpasir dan struktur remah (Widjajanto et al,
1998). Sedangkan setiap varietas bawang merah mempunyai daya adaptasi yang lebih
khusus pada agroekologi tertentu , seperti halnya varietas Super Philip dan Bauji.
Bawangmerah varietas Super Philip dapat diusahakan mulai di dataran rendah hingga di
dataran tinggi, yaitu 20 m 1000 m dpl. Sangat sesuai ditanam di musim kemarau dengan
sinar matahari dibutuhkan sebanyak-banyaknya dan lahan tidak ternaungi. Tanah yang
diinginkan yaitu berdrainase baik dan kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan
struktur remah dengan pH 6-6,5. Dapat dibudidayakan di lahan sawah, lahan kering atau
lahan tegalan, dengan jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan
Andosol (Baswarsiati et al, 1998).
Bawangmerah varietas Bauji dapat diusahakan di dataran rendah yaitu 20 m 400 m dpl
,sangat sesuai ditanam di musim hujan.. Tanah yang diinginkan berdrainase baik dan
kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5. Dapat
dibudidayakan di lahan sawah, dengan jenis tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan
Andosol (Baswarsiati et al , 1998).
PEMILIHAN BIBIT
Bibit merupakan salah satu kunci utama dalam keberhasilan suatu usahatani . Adapun
persyaratan bibit bawang merah yang baik antara lain :
Umur simpan bibit telah memenuhi , yaitu sekitar 3-4 bulan,
walaupun untuk umur simpan yang lebih muda bibit tetap tumbuh namun pada
pertumbuhan berikutnya akan lebih rendah hasilnya dibandingkan bibit yang telah siap
tanam (telah cukup umur simpannya).
Umur panen saat calon umbi bibit ditanam di lapang , untuk
varietas Bauji maupun Super Philip sebaiknya 65 70 hari
Ukuran bibit sedang , sekitar 5-6 gram . Penggunaan bibit yang
berukuran terlalu besar akan meningkatkan biaya karena kebutuhan bibit semakin banyak
Kebutuhan bibit setiap hektar berkisar 800 1000 kg , tergantung
dari besarnya bibit. Dan biaya untuk pembelian bibit sekitar separo dari seluruh biaya
produksi.
Umbi bibit berwarna merah cerah, dengan kulit mengkilat
Umbi bibit bernas , sehat, padat , tidak keropos dan tidak
lunak. Bila ada umbi bibit yang tidak mempunyai sifat demikian sebaiknya tidak
digunakan sebagai bibit.
Umbi bibit tidak terserang hama dan penyakit
Sebelum ditanam, umbi bibit dibersihkan dulu dari kulit-kulit yang
kering dan bila pertunasan belum kelihatan diujung umbi, maka sebaiknya ujung umbi
dipotong 1/3 agar mempercepat munculnya tunas
PENGOLAHAN TANAH
Bawang merah membutuhkan kondisi tanah yang lebih gembur dibanding tanaman sayuran
lainnya . Oleh karenanya pengolahan tanah pada bawang merah dilakukan sampai beberapa
kali hingga tanah benar-benar menjadi gembur. Bila tanah yang digunakan merupakan tanah
bekas ditanami jagung maupun tebu, maka sisa tanaman tersebut harus dibersihkan hingga
akar-akarnya supaya tidak mengganggu pertumbuhan bawang merah. Dapat juga
menggunakan herbisida sebelum tanah di olah untuk mematikan rumput dan gulma lainnya
,seperti Goal maupun Roundup yang diberikan dua minggu sebelum tanah diolah. Tanah
diolah dengan cara dibajak lebih dari 4 kali hingga tanah menjadi gembur dan tanah
dikeringkan lebih dari seminggu .Kemudian tanah dihaluskan lagi, setelah halus dapat dibuat
bedengan dengan ukuran
Untuk musim kemarau : tinggi bedengan 25 cm
kedalaman parit 30-40 cm
lebar parit 50 cm.
Untuk musim hujan : tinggi bedengan 40 cm
kedalaman parit 50 cm
lebar parit 50 cm.
Pada budidaya bawang merah sangat diperlukan pembentukan bedengan, dimana adanya
bedengan berfungsi agar tanaman bawang merah tidak selalu tergenang air , dan air yang
disiramkan segera habis terserap. Setelah bedengan terbentuk, maka ditaburi pupuk kotoran
ternak (pupuk kandang ) yang sudah benar-benar matang, ditandai dengan kotoran ternak
sudah seperti tanah yang gembur. Dosis untuk kotoran ayam sebanyak 5 ton/ha, sedangkan
untuk kotoran sapi maupun kambing sekitar 10-15 ton/ha. Namun dosis ini bisa menjadi
lebih banyak maupun lebih sedikit tergantung dari kesuburan tanah.
Pupuk kandang yang diberikan bersamaan dengan pembuatan bedengan merupakan
perlakuan pemberian pupuk dasar . Selain itu diberikan juga pupuk SP 36 dengan dosis 200
kg/ha swebagai pupuk dasar , yang ditaburkan merata pada seluruh permukaan
bedengan. Pupuk kandang maupun SP 36 diberikan seminggu sebelum tanam. Setelah tanah
dipupuk maka tanah diairi agar pupuk dapat meresap ke dalam tanah.
PENANAMAN
Musim tanam optimal untuk bawang merah yaitu pada akhir musim hujan bulan Maret
April dan musim kemarau Mei Juni, tetapi di daerah pusat produksi dapat dijumpai
penanaman bawang merah tanpa mengenal musim, Untuk penanaman di luar musim (off
season) perlu memperhatikan pengendalian hama dan penyakit lebih cermat.
Penanaman dilakukan setelah tanah dan bibit sudah dipersiapkan, dimana sebelum dilakukan
penanaman tanah harus diari agar saat penanaman kondisi tanah gembur Seperti yang telah
disampaikan sebelumnya, bahwa bibit sebelum ditanam lebih baik dibersihkan dan diseleksi
terlebih dulu agar pertumbuhan tanaman menjadi baik. Bila tidak diseleksi ditakutkan
tercampurnya bibit yang jelek karena terserang penyakit seperti Fusarium , maka akan
mengakibatkan pertanaman hancur karena Fusarium tersebut. Pembersihan bibit dilakukan
sehari sebelum ditanam serta ujung bibit sudah dipotong , dan esoknya dapat dilakukan
penanaman.
Untuk mempercepat proses penanaman, maka sebaiknya bedengan yang akan ditanami
sudah digariti sesuai dengan jarak tanam yang digunakan , sehingga penanaman lebih mudah
dilaksanakan. Jarak tanam yang dianjurkan yaitu 20 cm x 15 cm, namun bila umbi bibit
besar maka dapat menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan cara
menanam 2/3 bagian umbi ke dalam tanah, sedangkan 1/3 bagiannya muncul di atas tanah.
PENGAIRAN
Bawang merah membutuhkan air dalam kondisi yang cukup sejak pertumbuhan awal hingga
menjelang panen. Air yang diberikan pada tanaman walaupun dengan cara
penggenangan/leb, namun harus segera meresap ke dalam tanah. Bila tidak demikian maka
tanaman akan menjadi busuk dan sebagai sumber penyakit. Oleh karena itu pembuatan
bedengan sangat diperlukan pada budidaya bawang merah . Hal ini berhubunga sifat
tanaman bawang merah yang membentuk umbi di dalam tanah sehingga air yang terlalu
banyak akan membuat umbi menjadi busuk .
Pada musim kemarau , pengairan dapat diberikan setiap hari sejak tanaman ditanam hingga
tanaman membentuk umbi dan dikurangi setelah umbi terbentuk. Namun walaupun musim
kemarau , bila kondisi tanah setelah diairi dan selang dua hari tanah masih basah, maka
tanaman tidak perlu diairi. Oleh karena itu dituntut kepekaan petani dalam mengamati
kebutuhan air bagi tanamannya.
Untuk musim hujan pengairan yang dibutuhkan lebih sedikit yaitu selang dua hari
sekali. Seperti di atas maka yang penting melihat kondisi kelembaban tanah, bila tanah masih
lembab sebaiknya tidak perlu diairi. Yang penting diamati yaitu setelah turun hujan,
sebaiknya tanaman bawang merah disirami dengan air bersih yang tujuannya untuk
menghilangkan inokulum dari penyakit yang kemungkinan menempel di daun.
Cara pengairan dapat dilakukan dengan penggenangan/leb maupun denan cara
disiram/disirat. Kedua cara tersebut sebenarnya mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Untuk cara leb sebaiknya dilakukan pada kondisi tanah yang porous, sehingga
air yang tergenang cepat habis (tuntas), walaupun cara ini membutuhkan waktu yang lebih
pendek dibandingkan cara disiram. Sedangkan cara siram membutuhkan tenaga lebih banyak
dan waktu lebih lama. Namun di daerah tertentu kedua cara tersebut juga dilakukan
bersamaan .
PEMUPUKAN
Pemupukan pada bawang merah sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman
dan produksi umbi yang lebih baik. Namun pemupukan tidak perlu diberikan secara
berlebihan karena pupuk malahan akan terbuang dengan percuma. Seperti misalnya setelah
tanaman membentuk umbi, maka sebaiknya pemupukan dihentikan. Terkadang ada petani
yang tetap memberikan pupuk walaupun tanaman telah berumur diatas 4- hari, dan ini hanya
membuang pupuk dengan sia-sia.
Dosis pupuk
Dosis pupuk sebenarnya bukan merupakan patokan yang harus ditepati, karena memupuk
suatu tanaman akan berbeda pada setiap kondisi kesuburan tanah yang berbeda. Namun
dosis pupuk yang dapat dianjurkan pada jenis tanah aluvial, seperti daerah Banyuanyar,
Probolinggo maupun Sidokare-Rejoso, Nganjuk seperti berikut. Pupuk dasar menggunakan
10 t/ha pupuk kandang dan SP 36 200 kg/ha yang diberikan 7 hari sebelum
tanam. Sedangkan pemupukan berikutnya menggunakan pupuk urea 200 kg/ha, ZA 450
kg/ha dan KCl 200 kg/ha yang diberikan separo-separo pada saat tanaman berumur 15 hari
dan 30 hari setelah tanam. Cara pemupukan dengan meletakkan pada larikan di sekitar
tanaman, kemudian ditutup dengan tanah.
Pemberian pupuk pelengkap yang banyak beredar di pasar sebenarnya kurang bermanfaat
bagi peningkatan pertumbuhan dan produksi bawang merah. Namun pupuk pelengkap
tersebut hanya sebagai tambahan nutrisi pelengkap karena pada umumnya mengandung unsur
mikro. Untuk tanaman bawang merah, unsur mikro kurang diperlukan karena tanaman
bawang merah berumur pendek yaitu sekitar 60-70 hari. Sedangkan unsur mikro proses
pelarutannya dan penyerapannya ke dalam tanaman lama sehingga lebih sesuai bagi tanaman
sayuran yang berumur panjang seperti cabai atau tomat.
PENGENDALIAN GULMA
Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang menyebabkan tanaman utama terganggu
pertumbuhannya. Untuk tanaman bawang merah yang umbinya terbentuk di dalam tanah
maka kehadiran guilma sangat mengganggu karena pembersihan gulma harus hati-hati dan
ditakutkan mengenai dan mengganggu umbinya. Pembersihan gulma dilakukan dengan cara
menyiang dengan intensif sesuai dengan kondisi gulma yang ada dengan cara mencabut
gulma sampai terangkat akar-akarnya serta menggunakan herbisida pra tumbuh dengan dosis
sesuai anjuran.
Cara membersihkan dan mencabut gulma harus hati-hati supaya tidak mengganggu tanaman
bawang merah apalagi bila sudah berumbi. Pembersihan biasanya menggunakan alat seperti
sosrok bambu kecil sehingga gulma dapat terangkat sampai ke akarnya. Bila tanaman sudah
membentuk umbi yang agak besar maka sebaiknya pengendalian gulma dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Baswarsiati, L. Rosmahani dan F. Kasijadi. 1998.Rakitan Teknologi Usahatani Bawang
Merahdalam Monograf Rakitan Teknologi. BPTP Karangploso.
Baswarsiati, L. Rosmahani dan E. Korlina. 2000. Review pengkajian sistem usahatani
bawang merah di lahan sawah. Eds. Soetjipto P.H. dkk. Prosid. Sem. Hasil
Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan
Berwawasan Agribisnis. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. 392 402.
__________, L. Rosmahani, E. Korlina, E.P. Kusumainderawati, D. Rachmawati dan S.Z.
Saadah. 1997. Adaptasi beberapa varietas bawang merah di luar musim.Eds. M.
Cholil M. dkk. Prosid. Sem. Hasil Penelitian dan Pengkajian Komoditas Unggulan.
Deptan. Balitbangtan. BPTP Karangploso. 210-225.
Stallen, M.P.K., M.T. Koestoni and A.T.Arifin. 1990. Evaluation of performance of knapsack
sprayers used for cultivation of hot pepper and shallots in farmers field. In Improving
spraying Techniques for Lowland Vegetables. Internal Communication LEHRI/ATA-
395 (22): 9-13.
Sumami, N dan R. Rosliani. 1995. Ekologi bawang merah. Dalam. Teknologi Produksi
Bawang Merah. Eds. Soenaryono, H. dkk. Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang
Pertanian. Jakarta . 12 17.
Sutarya, R. 1996. Hama ulat Spodoptera exigua Hubn. pada bawang merah dan strategi
pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian XV (2). 1996: 41 46
Suwandi, 1994. Hasil penelitian bawang merah dalam Peliyta V. Evaluasi Hasil Penelitian
Hortikultura dalam Pelita V. Puslitbang Hortikultura. Badan Litbang Pertanian.
Segunung. 27-29 Juni 1994.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 273 hal.