Anda di halaman 1dari 17

Materi Bawang Merah

A. Teknik Budidaya Bawang Merah


Menurut Wibowo (2008) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya
bawang merah antara lain adalah :
1. Syarat Tumbuh Bawang Merah
Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, berstruktur remah,
dan bertekstur sedang sampai liat. Jenis tanah Alluvial, Glei Humus atau Latosol, pH
5.6 - 6.5. Tanaman bawang merah memerlukan udara hangat untuk pertumbuhannya
(25 s/d 32oC), curah hujan 300 sampai 2.500 mm pertahun, ketinggian 0-400 mdpl,
dan kelembaban 50-70 %.
2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan lapisan tanah
yang gembur, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan
mengendalikan gulma. Tanah dibajak atau dicangkul dengan kedalaman 20 cm,
kemudian dibuat bedengan selebar 120 - 175 cm, tinggi 25 - 30 cm, serta panjang sesuai
disesuaikan dengan kondisi lahan. Saluran drainase dibuat dengan lebar 40 - 50 cm dan
kedalaman 50 - 60 cm. Apabila pH tanah kurang dari 5,6 diberi Dolomit dengan dosis
+ 1,5 ton/ha disebarkan di atas bedengan dan diaduk rata dengan tanah lalu biarkan 2
minggu. Untuk mencegah serangan penyakit layu taburkan GLIO 100 gr (1 bungkus
GLIO) dicampur 25-50 kg pupuk kandang matang, diamkan 1 minggu lalu taburkan
merata di atas bedengan.
3. Pemilihan bahan tanam

Bahan tanam yang digunakan dalam budidaya bawang merah yaitu dalam bentuk
bibit. Pemilihan bahan tanam sangat penting karena berkaitan dengan ketahanan
terhadap hama dan penyakit bawang merah seperti busuk umbi Botrytis allii (BPTS,
2013). Dalam praktikum MHPT bibit yang digunakan yaitu varietas philipin karena
baik digunakan pada dataran rendah pada musim kemarau.

4. Pemogesan
Menurut LPTP (2016), aplikasi pemogesan merupakan suatu cara yang
dilakukan dalam tahapan penanaman bawang merah melalui benih. Benih berupa
bawang merah dipotong atau pemogesan dengan berbagai macam perlakuan.
Fungsinya untuk memecahkan masa dorman dan mempercepat tumbuhnya tananaman.
Menurut Safrudin (2015) umbi bibit yang akan ditanam, dipotong terlebih dahulu
ujungnya sebelum penanaman kira-kira ½ dan ¼ bagian dari panjang umbi
keseluruhan maka pertumbuhan bibit merata (seragam), umbi cepat tumbuh dan makin
banyak anakan-nya maupun jumlah daun-nya, sehingga hasil umbinya meningkat. Hal
ini disebabkan karena persediaan cadangan untuk pertumbuhan tunas paling banyak
pada perlakuan tersebut. Cadangan makanan tersebut berupa karbohidrat yang
digunakan untuk menghasilkan pertumbuhan tunas. Proses pemotongan umbi akan
mempermudah pertumbuhan tunas pada pada umbi bibit bawang merah karena tidak
menghalangi pucuk tunas utuk tumbuh. Pada praktikum MHPT dilapangan dilakukan
pemogesan ¼ pada bawang merah untuk memacu pertumbuhan.
5. Pengaturan jarak tanam

Tanaman bawang merah yang ditanam dengan jarak tanam pada kerapatan
rendah, tanaman kurang berkompetisi dengan tanaman lain, sehingga penampilan
individu tanaman lebih baik. Sebaliknya pada kerapatan tinggi, tingkat
kompetisi diantaratanaman terhadap cahaya, air dan unsur hara semakin ketat
sehingga tanaman dapatterhambatpertumbuhannyadansecara fisiologis jarak tanam
akan menyangkut ruang dan tempat tanaman hidup dan berkembang. Dalam
praktikum MHPT digunakan jarak tanam sesuai 25x25 cm dan jarak tanam tidak sesuai
10x20 cm.

6. Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menambah unsur hara
kedalam tanah untuk menunjang kebutuhan tanaman. Pupuk yang digunakan dalam
praktikum MHPT yaitu Za 400kg/ha, SP36 300kg/ha, NPK 530kg/ha yang dibagi
menjadi 3 kali waktu pemberian. Waktu pemupukan dilakukan saat pengolahan lahan
(pupuk dasar), 1 mst, dan 4 mst. Pupuk dasar terdiri dari pupuk kandang dan SP36
dengan rekomendasi 300 kg/ha. Pemupukan 1 mst dengan rekomendasi Za 100kg/ha
dan NPK 200kg/ha. Pemupukan 4 mst dengan rekomendasi Za 300kg/ha dan NPK
330kg/ha. Pemberian pupuk yang berimbang sesuai dengan rekomendasi dapat
memenuhi kebutuhan tanaman secara optimal sehingga tanaman dapat tumbuh dalam
keadaan yang sehat sesuai dengan kemampuan fisiologisnya. Tanaman memiliki
kemampuan untuk mempertahankan diri dari serangan hama dan penyakit apabila
syarat dan keperluan tumbuhnya terpenuhi dengan baik.
7.Pemberian PGPR
Pengendalian hama terpadu merupakan metode pengendalian hama yang
berwawasan lingkungan, misalnya dengan metode pengendalian hayati. Salah satu
pengendalian hayati yang sering digunakan untuk menurunkan serangan hama dan
penyakit tanaman ialah PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). PGPR
merupakan kelompok bakteri yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati untuk
membantu tanaman dalam suplai hara dan memperkuat terhadap serangan hama
maupun penyakit tanaman. Soesanto (2008) dalam Agustin (2013) menjelaskan bahwa
PGPR sebagai pengendalian hayati dapat menekan populasi hama dengan menginduksi
resistensi pada tanaman (Soesanto 2008). Konsentrasi penggunaan PGPPR salah
satunya dipengaruhi oleh kerapatan mikroorganisme didalamnya. Konsentrasi yang
digunakan dalam praktikum bawang merah yaitu dengan dosis pemberian 20ml.
8. Pengairan
Tanaman bawang membutuhkan air yang cukup dalam pertumbuhannya.
Penyiraman pada musim kemarau dilakukan 1 kali dalam sehari pada pagi hari atau
sore, sejak tanam sampai menjelang panen.
9. Menyiangan dan Pembumbunan
Menyiang dilakukan sesuai dengan kondisi gulma, minimal dilakukan dua
kali/musim, yaitu menjelang dilakukannya pemupukan susulan. Kegiatan membumbun
dilakukan saat tanaman umur 30 dan 45 hari setelah tanam atau disesuaikan dengan
kondisi umbi sampai muncul ke permukaan tanah.
10. Panen dan Pasca Panen
Bawang merah dipanen apabila umurnya sudah cukup tua, biasanya pada umur
60-70 hari setelah tanam. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda
60-70% daun telah rebah atau leher batang lunak, sedangkan untuk bibit kerebahan
daun lebih dari 90%. Panen dilakukan waktu udara cerah. Pada waktu panen, bawang
merah diikat dalam ikatan-ikatan kecil (1-1.5 kg/ikat), kemudian dijemur selama 5-7
hari). Setelah kering (penjemuran 5-7 hari), 3-4 ikatan bawang merah diikat menjadi
satu, kemudian bawang dijemur dengan posisi penjemuran bagian umbi di atas selama
3-4 hari. Pada penjemuran tahap kedua dilakukan pembersihan umbi bawang dari tanah
dan kotoran. Bila sudah cukup kering (kadar air kurang lebih 85 %), umbi bawang
merah siap dipasarkan atau disimpan di gudang.

B. Hama Penting pada Bawang Merah dan Pengendalian yang Tepat


1. Ulat Bawang (Spodoptera exigua H)

Serangga dewasa merupakan ngengat dengan sayap depan berwarna


kelabu gelap dan sayap belakang berwarna agak putih. Imago betina meletakkan
telur secara berkelompok pada ujung daun. Seekor betina mampu menghasilkan telur
rata-rata 1.000 butir. Telur berwarna putih, berbentuk bulat atau bulat telur
(lonjong) dengan ukuran sekitar 0,5 mm. Telur menetas dalam waktu 3 hari.
Larva S. exigua berukuran panjang 2,5 cm dengan warna yang bervariasi. Lama
hidup larva 10 hari. Pupa berwarna coklat terang dengan ukuran 15-20 mm. Lama
hidup pupa berkisar antara 6-7 hari. Siklus hidup dari telur sampai imago adalah 3-
4 minggu.
Larva S. exigua mempunyai sifat polifag (pemakan segala). Tanaman inang
antaranya lain asparagus, kacang-kacangan, bit, brokoli, bawang putih, bawang
merah, cabai, kentang, lobak, bayam dan tomat. Gejala serangan yang ditimbulkan
oleh ulat bawang ditandai oleh adanya lubang-lubang pada daun mulai dari tepi
daun permukaan atas atau bawah. Ulat bawang menyerang daun dengan menggerek
ujung pinggiran daun, terutama daun yang masih muda. Akibatnya, pinggiran dan
ujung daun terlihat bekas gigitan.

2. Ulat Grayak (Spodoptera litura)

Hama ini termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami metamorfosis


sempurna yang terdiri dari empat stadia hidup yaitu telur, larva, pupa, dan imago .
Serangga ini merusak pada stadia larva, yaitu memakan daun, sehingga menjadi
berlubang-lubang. Ngengat berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap
depannya, sedangkan sayap belakang berwarna putih dengan bercak hitam. Seekor
ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 2.000-3.000 butir dengan
siklus hidup sekitar 23 hari hingga sampai imago. Dalam satu kelompok telur
biasanya terdapat sekitar 350 butir telur. Ulat bawang merah sering menyerang
bawang merah, bawang daun, bawang daun, jagung, cabai dan kapri. Daun
bawang merah yang terserang kelihatan ada becak putih panjang atau menjadi
seperti membran dan layu.

3. Thrips (Thrips tabaci L)


Tubuhnya tipis sepanjang ± 1 mm dan dengan sayap berumbai-umbai.
Warna tubuh kuning dan berubah menjadi coklat sampai hitam jika sudah dewasa.
Telur berwarna kekuningan, lama hidup 4-5 hari. Nimpa berwarna putih
kekuningan lama hidupnya sekitar 9 hari. Pupa terbentuk dalam tanah, lama hidup
sekitar 9 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 80 telur. T.
tabaci menyerang paling sedikit 25 famili tanaman seperti kacang-kacangan, brokoli,
wortel, kubis bunga, kapas, mentimun, bawang putih, melon, bawang merah, pepaya,
nenas, tomat, dan tembakau. Pada tanaman terserang terdapat bercak mengkilap dan
luka bekas gigitan yang berbentuk bintik-bintik berwarna putih, lalu berubah
menjadi abu-abu perak dan mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun
yang masih muda.

4. Lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis)

L.huidobrensis berukuran panjang 1,7-2,3 mm. Seluruh bagian


punggungnya berwarna hitam, telur berwarna putih, bening, berukuran 0,28 mm x 0,15
mm. Larva berwarna putih susu atau kekuningan, dan yang sudah berusia lanjut
berukuran 3,5 mm. Pupa berwarna kuning keemasan hingga cokelat kekuningan,
dan berukuran 2,5 mm. Seekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 50 –
300 butir. Siklus hidup pada tanaman bawang merah sekitar 3 minggu. Tanaman
inang hanya bawang merah, sedangkan pada tanaman lainnya belum diketahui.
Gejala daun bawang merah yang terserang berupa bintik-bintik putih akibat
tusukan ovipositor, dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok sehingga
menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar.
5. Orong-orong atau Anjing Tanah (Gryllotal paafricana P)

Imago mempunyai sepasang kaki depan yang kuat, dan terbang pada malam hari .
Nimfa seperti serangga dewasa, tetapi ukurannya lebih kecil. Sifatnya sangat
polifag, memakan akar, umbi, tanaman muda dan serangga kecil seperti kutu
daun. Lamanya daur hidup 3 –4 bulan. Umumnya orong-orong banyak dijumpai
menyerang tanaman bawang merah pada penanaman kedua. Hama ini menyerang
tanaman yang berumur 1 -2 minggu setelah tanam. Gejala serangan ditandai dengan
layunya tanaman, karena akar tanaman rusak. Hama ini umumnya banyak dijumpai
menyerang tanaman bawang pada fase penanaman ke dua atau sekitar umur tanaman
kira-kira 1 sampai 2 minggu setelah tanam. Serangan ditandai dengan layunya
tanaman karena akar tanaman rusak bahkan pada umbi kadang terdapat lubang
dengan bentuk yang tidak beraturan.
Pengendalian hama tanaman bawang merah
Pengendalian hama tanaman bawang merah menurut Bagus et al., (2005) ialah
sebagai berikut:
1. Pengendalian secara mekanik
dilakukan dengan cara mengumpulkan kelompok telur dan larva S. exigua lalu
memusnahkannya.
2. Pemasangan perangkap
Perangkap feromonoid seks dipasang untuk menangkap ngengat S. exigua .
Perangkap likat warna kuning dapat digunakan untuk menekan serangan lalat
pengorok daun.
3. Pemasangan perangkap lampu
Perangkap lampu neon dengan waktu nyala mulai pukul 18.00 sampai dengan 24.00
paling efisien dan efektif untuk menangkap imago dan menekan serangan S.
exigua pada bawang merah.
4. Penggunaan sungkup
Penggunaan sungkup kain kasa dapat menekan populasi telur dan larva serta
intensitas kerusakan tanaman serta secara tidak langsung juga mampu
meningkatkan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah umbi
bawang merah. Kelambu kasa plastik tahan sampai dengan 6 – 8 musim tanam.
5. Pemanfaatan musuh alami
Eriborus sinicus, Diadegma sp, Chaprops sp, Euplectrus sp, Stenomesius japonicus,
Microsplitis similes, dan Peribaea sp.

Penyakit penting pada bawang merah

1. Embun Buluk (Downy mildew) ; Peronospora destructor (Berk) Casp.

Klasifikasi

Kingdom : Chromista
Filum : Oomycota
Ordo : Peronosporales
Famili : Peronosporaceae
Genus : Peronospora
Spesies : Peronospora destructor

Morfologi dan daur penyakit

Patogen dapat bertahan pada biji atau umbi dan berada di dalam tanah dari
musim ke musim. Pada cuaca lembab dan sejuk, patogen dapat berkembang dengan
baik. Penyebaran spora melalui angin. Penyakit berkembang terutama pada musim
hujan, bila udara sangat lembab dan suhu malam hari rendah. Kelembaban tinggi sejuk
sangat menguntungkan perkembangan patogen. Kesehatan benih/umbi yang ditanam,
akan mempengaruhi serangan patogen di lapang.

Gejala serangan

Di dekat ujung daun terdapat bercak hijau pucat dan bila cuaca lembab bercak
tersebut terdapat miselium dan spora yang berwarna ungu kecoklatan. Tanaman muda
yang terserang bila tetap hidup akan menjadi kerdil. Bercak pada daun biasa menyebar
ke bagian bawah hingga mencapai umbi, merambat ke lapisan-lapisan umbi yang lain,
berwarna kecoklatan, berkerut pada lapisan telur, bagian dalam umbi tampak kering
dan pucat. Serangan berat menyebabkan umbi membusuk, daun menguning, layu dan
mengering, diliputi oleh miselium berwarna hitam.
Cara Pengendalian
-Mencegah menanam bawang merah di sekitar areal pertanaman sekitar serangan atau
lahan bekas terserang.
-Mengadakan pergiliran tanaman selama tiga tahun pada lahan bekas serangan embun
bulu
- Pemupukan dan pengairan yang tepat dan seimbang. Nitrogen yang berlebih pada
musim penghujan akan meningkatkan serangan.
- Menggunakan bibit dari tanaman sehat, kompak, tidak keropos, dan memiliki warna
mengkilap.
- Menghindari kadar air tanah yang tinggi dengan cara perbaikan drainase tanah.
- Melakukan sanitasi dan membakar sisa tanaman setelah panen.
- Perlakuan benihsebelum tanam dengan mencelupkan bibit umbi maksimal 3 menit
dalam larutan PGPR dengan dosis 10ml/liter air.

2. Antraknosa : Colletotrichum gloeosporioides

Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisio : Mycota
Sub-divisio : Eumycotyna
Kelas : Deuteromyces
Ordo : Melanconiales
Family : Melanconiaceae
Genus : Colletotrichum
Spesies : Colletotrichum gloeosporioides

Morfologi dan daur penyakit

Konidia dapat membentuk apresoria yang dirangsang oleh keadaan suhu,


kelembaban dan nutrisi yang cocok. Pada saat perkecambahan apresoria akan cepat dan
mudah menginfeksi inangnya. Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau, atau
dilahan yang mempunyai drainase baik, dan yang gulmanya terkendali. Penyakit ini
tersebar luas di daerah pertanaman bawang di Indonesia.

Gejala serangan
Gejala awal memperlihatkan bercak putih pada daun berukuran antara 1 - 2
mm. Bercak putih melebar dan berubah warna menjadi kehijauan. Tanaman mati
dengan mendadak, daun bawah rebah karena pangkal daun mengecil. Penyakit ini
dikenal sebagai penyakit otomatis, karena tanaman yang terserang pasti akan
mati. Spora nampak bila infeksi telah lanjut, dengan koloni berwarna merah muda,
yang berubah menjadi coklat gelap dan akhirnya kehitam-hitaman.

Apabila kelembaban udara tinggi terutama dimusim hujan, miselium akan


tumbuh dari helai daun menembus sampai ke umbi menyebar ke permukaan tanah.
Miselium yang ada di permukaan tanah berwarna putih dan dapat menyebar ke tanaman
lain yang berdekatan. Daun menjadi kering, umbi membusuk. Infeksi sporadis
menyebabkan pertanaman tampak botak di beberapa tempat. Tanaman inang lain
seperti sayuran kacang-kacangan, labu-labuan dan terung-terungan.

Cara pengendalian

- Pengendalian secara bercocok tanam, dengan mengatur waktu tanam yang tepat,
penggunaan benih yang berasal dari tanaman sehat.
- Pengendalian fisik/mekanik, dengan cara sanitasi dan pembakaran sisa-sisa tanamana
sakit, eradikasi selektif terhadap tanaman terserang jika hasil pengamatan serangan
ringan < 10 %.
- Pengendalian kimia, dilakukan jika hasil pengamatan intensitas serangan > 10
%. Fungisida yang digunakan yang telah diizinkan oleh Menteri Pertanian.
3. Penyakit Moler : Fusarium oxysporum (Hanz).
Klasifikasi

Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Family : Nevtriaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium oxysporum

Morfologi dan daur penyakit

Cendawan membentuk klamidospora dan dapat bertahan lama di dalam tanah.


Cendawan menginfeksi dengan cara menembus jaringan pada dasar batang tanpa ada
luka sebelumnya. Penetrasi dipermudah bila terdapat luka. Serangan cendawan pada
umbi sangat lambat sehingga tidak menampakkan gejala, namun setelah disimpan dan
bibit ditanam di lapang, maka gejala akan timbul. Kelembaban yang tinggi di dalam
tanah akan memacu perkembangan penyakit. Penyakit ini tersebar di seluruh Pulau
Jawa.

Gejala serangan

Gejala pertama ditandai dengan daun menguning. Apabila tanaman dicabut akar
mudah ditarik karena pertumbuhan akar tidak sempurna dan membusuk. Pada dasar
umbi lapis terdapat cendawan keputih-putihan. Jika umbi lapis dipotong membujur
tampak ada pembusukan yang agak berair pada pangkalnya dan meluas keatas lapisan
umbi. Tanaman yang terserang daunnya mati dari ujung dengan cepat. Tanaman inang
lain yaitu tanaman kentang dan tomat.

Cara pengendalian
- Pengendalian secara bercocok tanam, dengan menanam benih sehat.
- Pengendalian fisik/mekanik, dengan melakukan eradikasi selektif terhadap tanaman
yang terserang dan memusnahkannya, menghindari pelukaan umbi saat tanam atau saat
panen.
- Pengendalian biologi, dengan menggunakan agens hayati Gliocladium sp dalam
kompos, yang diberikan dalam lubang tanam pada saat penanaman.
-Pengendalian kimia, dengan menggunakan fungisida yang telah diizinkan oleh
Menteri Pertanian.

4. Bercak Daun Cercospora : Cercospora duddiae Welles.

Klasifikasi

Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Kelas : Dothideomycetes
Ordo : Capnodiales
Family : Mycosphaerellaceae
Genus : Cercospora
Spesies : Cercospora duddiae
Morfologi dan daur penyakit

Konidium berwarna bening (hialin), ramping, lurus atau agak membengkok,


bagian pangkal tumpul tetapi meruncing ke bagian ujungnya dan bersekat-sekat,
sedangkan konidioforanya berwarna lebih gelap. Konidium berkecambah dengan
membentuk buluh kecambah, menginfeksi tanaman lewat stomata. Cendawan mampu
bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman yang sudah mati. Penyakit bercak daun
serkospora belum pernah ditemukan di sentra pertanaman bawang merah di Pulau
Jawa, tetapi telah dilaporkan menyerang pertanaman bawang merah di Irian Jaya,
Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Gejala serangan

Mula-mula terjadi bercak klorosis, bulat, berwarna kuning dengan garis tengah
3-5 mm. Bercak paling banyak terdapat pada ujung daun. Bercak-bercak seringkali
bersatu pada ujung daun, sedang pada pangkalnya tampak terpisah, sehingga daun
tampak menjadi belang. Bercak mempunyai pusat yang berwarna coklat yang terdiri
atas jaringan mati. Pada waktu cuaca lembab, di bagian yang mati tersebut terdapat
bintik-bintik yang terdiri atas berkas konidiofor dengan konidium cendawan.

Cara pengendalian

- Pengendalian secara bercocok tanam, dengan mengatur waktu tanam yang tepat,
penggunaan benih yang berasal dari tanaman sehat.
- Pengendalian fisik/mekanik, dengan cara sanitasi dan pembakaran sisa-sisa tanamana
sakit, eradikasi selektif terhadap tanaman terserang.
- Pengendalian kimia, dengan menggunakan fungisida yang telah diizinkan oleh Menteri
Pertanian.

5. Penyakit trotol atau bercak ungu (Purple blotch) Patogen: cendawan Alternaria
porri (Ell.) Cif.
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisio : Eumycota
Kelas : Hyphomycetes
Ordo : Hypales
Family : Dematiaceae
Genus : Alternaria
Spesies : Alternaria porri

Morfologi dan daur penyakit

Pada bagian yang berwarna ungu atau lebih gelap tersebut dapat ditemukan
konidiofor yang mampu berkecambah membentuk konidiospora. Proses sporulasi
sangat dibantu oleh kondisi cuaca yang lembab, mendung, hujan rintik-rintik dengan
kelembaban udara mencapai lebih dari 90%. Konidiospora (konidium) berbentuk gada
bersekat, membesar, dan tumpul di salah satu ujungnya, sedangkan ujung lainnya
menyempit dan memanjang. Konidia disebarluaskan oleh angin dan jika konidia
tersebut jatuh ke permukaan tanaman inang, konidium berkecambah, membentuk
miselium, lalu menginfeksi jaringan tanaman lewat stomata atau luka pada epidermis.
Biasanya gejala visual awal akan terlihat 1-4 hari sejak inisiasi infeksi, tergantung pada
jumlah konidia yang berhasil menginfeksi dan kondisi cuaca yang mendukung. Setelah
sekitar 5 hari konidia generasi berikutnya telah matang dan siap menginfeksi bagian
atau tanaman inang di sekitarnya dan siklus generasi berikutnya terbentuk. Patogen
mampu bertahan dari musim ke musim berikutnya dalam bentuk miselia pada sisa-sisa
tanaman inang dan segera membentuk kondiofora dan konidia jika kondisi
memungkinkan. Namun, konidia tersebut tidak mampu bertahan hidup lebih lama jika
jatuh di atas tanah. Oleh karena itu, penyakit trotol adalah penyakit lahir (tular) udara
dan lahir bibit (umbi). Kondisi yang membantu tumbuh dan berkembangnya cendawan
A. porri adalah cuaca yang mendung, hujan rintik-rintik, kelembaban udara yang
tinggi, suhu udara sekitar 30-32 ºC

Gejala serangan
Infeksi awal pada daun menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke
dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu). Jika cuaca lembab,
serangan berlanjut dengan cepat, bercak berkembang hingga menyerupai cincin dengan
bagian tengah yang berwarna ungu dengan tepi yang kemerahan dikelilingi warna
kuning yang dapat meluas ke bagian atas maupun bawah bercak. Ujung daun
mengering, sehingga daun patah. Permukaan bercak tersebut akhirnya berwarna coklat
kehitaman. Serangan dapat berlanjut ke umbi, yang menyebabkan umbi membusuk,
berwarna kuning lalu merah kecoklatan. Semula umbi membusuk dan berair yang
dimulai dari bagian leher, kemudian jaringan umbi yang terinfeksi mengering dan
berwarna lebih gelap. Umbi tersebut dapat menjadi sumber infeksi untuk tanaman
generasi berikutnya jika digunakan sebagai bibit.
Pengendalian
Dilakukan rotasi tanaman dalam kurun waktu3-4 tahun untuk megurangi
timbulnya konidia menempati bawang merah. Memisahkan bawang berah yang
terserang dengan yang tidak terserang. Menanam bawang merah dilahan yang memiliki
drainase yang baik. Sebelum menanam benih terlebih dahulu dilakukan seed treatment
dengan thiram atau penggunaan fungisida.

Daftar Pustaka
Ameilia, Z and Yolanda, N. 2017. Inventarisasi Hama Tanaman Bawang Merah
(Allium ascalonicumL.). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Bagus, K., Wiwin, S., and Euis, S. 2005. Pengenalan Hama dan Penyakit Pada
Tanaman Bawang Merah dan Pengendalianya. Balai Penelitian Tanaman
Sayur. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
BPTS. 2013. Teknologi Perbanyakan Benih Bawang Merah.
http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/images/TekBawangMerah.pdf.
Diunduh pada tanggal 27 Oktober 2019.
LPTP. 2016. Budidaya Bawang Merah. Badan Litbang Pertanian. Kementan:
Kepulauan Riau
Safrudin, Aris. 2015. Pengaruh Pupuk Organik Cair Dan Pemotongan Umbi Bibit
Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Bawang Merah (Alium ascalonicum
L.). Vol. 12, No. 1, Oktober 2015
Sutarya, R. dan G. Grubben. 1995. Pedoman bertanam sayuran dataran rendah. Gadjah
Mada University Press. Prosea Indonesia – Balai Penel. Hortikultura
Lembang.
Wibowo, S. 2006. Budi Daya Bawang Putih, Merah, dan Bombay. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai