Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar pituitari merupakan organ berukuran kecil yang terletak pada bagian tengah
di dasar otak, tepat di belakang sella turcica. Kelenjar pituitari sendiri dikenal sebagai master
gland karena fungsinya yang mengontrol sekresi hormon-hormon yang berasal dari beberapa
kelenjar lainnya dan organ target yang ada di tubuh. Kelenjar-kelenjar ini meliputi kelenjar
tiroid, kelenjar adrenal, testis, dan ovarium. Kelenjar pituitari melepaskan hormon-hormon
kedalam peredaran darah, lalu hormon ini akan dibawa ke berbagai jenis kelenjar atau organ
yang ada didalam tubuh. Kelenjar-kelenjar tersebut lalu akan melepaskan hormon-hormon
lain yang mengirimkan feedback ke otak dan kelenjar pituitari melalui pembuluh darah.
Hormon-hormon ini akan merangsang hipotalamus untuk memberikan sinyal pada kelenjar
pituitari untuk mensekresikan lebih banyak hormon atau untuk mengurangi produksi hormon,
bergantung pada kebutuhan tubuh.1

Tumor pituitari merupakan jenis neoplasma yang cukup sering ditemukan, yaitu
sekitar 10-15% dari seluruh tumor intrakranial. Tumor pituitari ditemukan secara tidak
sengaja pada 10% pasien yang menjalani pemeriksaan radiologi karena suatu penyakit yang
lain. Mayoritas dari tumor ini adalah jinak dan pertumbuhannya lambat.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Hipofisis atau kelenjar pituitari adalah kelenjar yang berukuran sebesar kacang yang
berlokasi di bagian dasar dari otak. Hipofisis bertempat di rongga kecil pada tulang
sphenoid yang bernama sella turcica. Bagian dasar, dorsum dan frontal sella terbentuk
dari tulang sphenoid. Dinding anterior dinamakan tuberculum sella dan dinding posterior
dinamakan dorsum sella. Dinding lateral sella terbentuk dari sinus kavernosus yang
berisi arteri karotis interna dan nervus kranial III, IV dan VI juga nervus oftalmikus dan
nervus kranial V. Nervus kranial VI bekerja pada bagian tengah sinus kavernosus
sementara nervus kranial lainnya bekerja pada bagian lateral. Bagian atas dari sella
terbentuk dari dura yang disebut diafragma sella. Di satu sisi, fungsinya adalah
mencegah araknoid dan cairan serebrospinal masuk ke dalam sella, di sisi lain, fungsinya
adalah memisahkan pituitari dari posisinya diatas kiasma optikum. Diafragma berlubang
agar tangkai pituitari dapat melewatinya. Ukuran dan fungsinya sangat penting untuk
memproteksi pituitari dari denyut yang ditransmisikan oleh plexus koroid dan menjaga
serat optik terhadap ekstensi suprasellar dari perluasan massa pituitari.3

Berat pituitari kurang lebih 100 mg saat lahir. Lalu kelenjar ini berkembang saat
masa kanak-kanak dan mencapai berat 500 mg saat dewasa hingga akhir dari umur dua
puluhan. Ukuran kelenjar pituitari seorang yang sudah dewasa berkisar 20 mm untuk
lebar (diameter dari samping ke samping) dan 10 mm untuk panjangnya (diameter
antero-posterior). Tingginya sekitar 5,7 mm ( 1,7 mm) dan seharusnya tidak boleh
melebihi 10 mm. Ukuran kelenjar pituitari meningkat 12% hingga 100% saat masa
kehamilan dan masa menyusui karena hipertropi dan hiperplasia dari sel sekresi
prolaktin.3

Kelenjar pituitari terdiri dari 3 bagian, yaitu lobus anterior, lobus intermedia dan
lobus posterior.3

Lobus anterior (atau disebut juga adenohipofisis) merupakan bagian terbesar dari
kelenjar pituitari, mengambil kira-kira 75% dari volume pituitari. Lobus anterior terdiri
dari 3 bagian:3

1. Pars lateralis (disebut juga dengan pars distalis) merupakan bagian terbesar dan
terdiri dari sebagian besar sel-sel yang memproduksi hormon pertumbuhan
(GH), prolaktin, follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH).
2. Pars medialis yang berisi sebagian besar sel-sel yang memproduksi hormon
adrenokortikotropik (ACTH) dan thyroid stimulating hormone (TSH), juga FSH
dan LH.

2
3. Pars tuberalis merupakan perpanjangan dari pars lateralis. Pars tuberalis
mengelilingi batang infundibular dan berisi sel-sel yang memproduksi TSH, LH
dan FSH.

Gambar 1 Anatomi Kelenjar Pituitari1

Gambar 2 Anatomi normal dari area sella dan parasella yang berada disekitar
kelenjar pituitari

3
Pada manusia, lobus intermedia merupakan rudimenter, yang menghasilkan kurang
dari 1% dari total kelenjar pituitari pada orang dewasa. Lobus ini lebih besar (sekitar
3,5%) pada masa kehidupan fetal dimana lobus ini mensekresi hormon yang
menstimulasi melanosit (MSH), yang memberikan perubahan warna pada kulit. Lobus
intermedia mengandung folikel-folikel yang berisi materi protein yang fungsinya belum
diketahui.3

Lobus posterior atau disebut juga neurohipofisis, pada dasarnya merupakan


pemanjangan dari hipotalamus. Hipotalamus adalah lapisan jaringan yang tipis yang
berasal dari dasar dan dinding lateral dari ventrikel ketiga. Lobus ini memanjang dari
kiasma optikum secara anterior ke badan mamilari secara posterior. Hipotalamus
mengandung saraf-saraf besar (magnoselular) yang beragregasi untuk membentuk
supraoptik, nukleus paraventrikuler, antidiuretik hormon dan oksitosin. Hipotalamus juga
mengandung saraf kecil (parviselular) yang mensintesis peptida seperti somatostatin,
hormon yang melepaskan tirotropin, hormon yang melepaskan kortikotropin dan hormon
yang melepaskan gonadotropin. Saraf-saraf hipotalamus menurunkan serat yang tidak
termyelinisasi yang keluar dari dasar hipotalamus inferior, membentuk eminensia
mediana yang berlanjut sebagai tangkai infundibular, penetrasi di diafragma sella dan
berakhir sebagai neurohipofisis. Tangkai infundibular bersama dengan pars tuberalis dari
hipofisis anterior dan juga pembuluh darah menjadi satu membentuk tangkai pituitari.3

2.2. Fisiologi

Pengeluaran hormon-hormon dari hipofisis anterior dan posterior secara langsung


dikontrol oleh hipotalamus, tetapi sifat hubungan keduanya sama sekali berbeda.
Hipotalamus dan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neuroendokrin yang terdiri
dari suatu populasi neuron neurosekretorik yang badan selnya terletak di dua kelompok
di hipotalamus (nukleus supraoptikus dan nukleus paraventrikel). Akson dari neuron-
neuron ini turun melalui tangkai penghubung tipis untuk berakhir di kapiler di hipofisis
posterior. Hipofisis posterior terdiri dari ujung-ujung saraf ini plus sel penunjang mirip
glia. Secara fungsional dan anatomis, hipofisis posterior sebenarnya hanya perpanjangan
dari hipotalamus.4

Hipofisis posterior sebenarnya tidak menghasilkan hormon apapun. Bagian ini hanya
menyimpan dan setelah mendapat rangsangan yang sesuai, mengeluarkan dua hormon
peptida kecil, vasopresin dan oksitosin, yang disintesis oleh badan sel neuron di
hipotalamus, ke dalam darah. Kedua peptida hidrofilik ini dibuat di nukleus supraoptikus
dan paraventrikel, tetapi satu neuron hanya dapat menghasilkan salah satu dari hormon
ini. Hormon yang disintesis dikemas dalam granula sekretorik yang diangkut melalui

4
sitoplasma akson dan disimpan di terminal neuron di hipofisis posterior. Setiap ujung
saraf ini menyimpan vasopresin atau oksitosin, tidak keduanya. Karena itu, hormon-
hormon ini dapat dikeluarkan secara independen sesuai kebutuhan. Akibat sinyal
stimulatorik ke hipotalamus, vesopresin atau oksitosin dilepaskan ke dalam darah
sistemik dari hipofisis posterior melalui proses eksositosis granula sekretorik yang
sesuai. Pelepasan hormon ini terjadi sebagai respon terhadap potensial aksi yang berasal
dari badan sel hipotalamus dan merambat ke ujung saraf di hipofisis posterior.4

Tidak seperti hipofisis posterior, yang mengeluarkan hormon yang disintesis oleh
hipotalamus, hipofisis anterior itu sendiri membentuk hormon-hormon yang akan
dibebaskannya ke dalam darah. Berbagai populasi sel didalam hipofisis anterior
mengeluarkan 6 hormon peptida utama yakni GH, TSH, ACTH, FSH, LH, prolaktin.
TSH, ACTH, FSH dan LH adalah hormon tropik, karena masing-masing mengatur
sekresi kelenjar endokrin spesifik lain. FSH dan LH secara kolektif disebut gonadotropin
karena mengontrol sekresi hormon-hormon seks oleh gonad (ovarium & testis). Karena
hormon pertumbuhan menghasilkan efek merangsang pertumbuhannya secara tak
langsung dengan merangsang perlepasan hormon-hormon hati, somatomedin, maka
hormon ini juga kadang digolongkan sebagai hormon tropik. Diantara hormon-hormon
hipofisis anterior, prolaktin adalah satu-satunya yang tidak merangsang sekresi hormon
lain. Diantara hormon-hormon tropik FSH, LH dan hormon pertumbuhan berefek pada
sel sasaran non-endokrin selain merangsang sekresi hormon lain. Sekresi setiap hormon
hipofisis anterior dirangsang atau dihambat oleh satu atau lebih dari 7 hormon
hipofisiotropik hipotalamus. Hormon-hormon ini diberi nama releasing hormone atau
inhibiting hormone, bergantung pada kerjanya.4

Growth Hormone-Releasing Hormone (GHRH) menstimulasi sekresi GH dan bersifat


tropik bagi somatotropin. GHRH-sekresi neuron berlokasi di bagian nukelus arkuata dan
aksonnya berakhir pada lapisan eksternal dari eminensia mediana. GHRH disintesis dari
prekursor 108 asam amino.5

Somatostatin menginhibisi sekresi dari GH dan TSH. Sel sekresi somatostatin


berlokasi di daerah periventrikel tepat diatas kiasma optikum dengan akhir dari saraf
ditemukan secara difus di bagian eksternal dari eminensia mediana. Somatostatin tidak
hanya ditemukan di hipotalamus namun juga di sel D pada organ pankreas, mukosa
intestinal dan sel C di tiroid. Prekursor somatostatin mempunya 116 asam amino. Selain
menginhibisi sekresi GH, ia juga menginhibisi banyak hormon yaitu insulin, glukagon,
gastrin, secretin dan VIP.5

Dopamin merupakan inhibisi utama dari hormon prolaktin. Ditemukan di sirkulasi


portal dan berpasangan dengan reseptor dopamin pada laktotropin. Dopamin-sekresi
neuron berlokasi di nukleus arkuata dan aksonnya berakhir pada bagian eksternal dari
eminensia mediana, lokasi yang sama seperti GnRH (arah lateral) dan sedikit ke arah
medial. Neurotransmiter GABA dan jalur kolinergik juga menginhibisi pelepasan dari
prolaktin.5

5
Prolaktin berhubungan dengan tidur, saat stres dan stimulasi dari puting susu atau
menyusui. Jalur serotonergik juga menstimulasi sekresi prolaktin.5

Thyrotropin Relasing Hormone (TRH) merupakan faktor utama dalam regulasi sekresi
TSH. Sekresi neuron pada TRH berlokasi pada bagian medial dari nukleus
paraventrikular dan aksonnya berakhir pada bagian medial dari eminensia mediana.5

Corticotropin Releasing Hormone (CRH) menstimulasi ACTH dan mempunyai masa


hidup plasma yang panjang (60 menit) dan ADH juga angiotensin II keduanya
memberikan potensi CRH untuk mensekresi ACTH. Neuron ACTH ditemukan pada
bagian anterior dari nukleus paraventrikuler, tepat di bagian lateral dari sekresi neuron
TRH dan ujung sarafnya ditemukan di semua bagain dari lapisan eksteral dari eminensia
mediana. CRH juga disekresikan oleh plasenta. Level hormon ini meningkat saat akhir
dari kehamilan dan saat kelahiran.5

Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH). Sekresi dari LH dan FSH di atur oleh satu
hormon hipotalamus yang dinamakan GnRH. GnRH tidak mempunya efek pada hormon
pituitari lainnya kecuali pada pasien yang mengidap akromegali dan Cushings disease.
GnRH berlokasi di area preoptik pada hipotalamus anterior dan ujung sarafnya
ditemukan di bagian lateral dari lapisan eksternal eminensia mediana berdekatan dengan
tangkai pituitari.5

Gambar 3 Organ Target dari Kelenjar Endokrin1


6
2.3. Tumor Pituitari
2.3.1. Klasifikasi

Tumor pituitari diklasifikasikan berdasarkan temuan klinis, radiologi, dan


endokrinologi, ukuran tumor, dan keinvasifannya.6

Klasifikasi pituitari tumor sebelumnya didasarkan pada karakteristik


selular dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin pada jaringan
yang direseksi. Lalu tumor diklasifikasikan menjadi adenoma asidofilik,
basofilik, amfofilik dan kromofobik.6,7

Dengan kemajuan pemeriksaan immunohistochemical, tumor saat ini


dapat diklasifikasikan berdasarkan hormon yang diproduksi oleh sel tumor.4,5
Beberapa jenis tumor pituitari mensekresikan hormon dalam jumlah yang sangat
banyak. Jenis tumor ini kemudian dikenal sebagai adenoma fungsional atau
adenoma sekretorik. Tumor ini dapat menyebabkan sinyal yang diberikan oleh
hipotalamus ke kelenjar pituitari menjadi terganggu, sehingga kelenjar pituitari
akan mensekresikan hormon dalam jumlah yang sangat banyak secara
independen. Hormon ini diantaranya adalah prolaktin (PRL), Growth Hormone
(GH), Adreno-Corticotropic Hormone (ACTH), dan Thyroid-Stimulating
Hormone (TSH). Terkadang tumor-tumor ini mensekresikan lebih dari satu jenis
hormon. Jenis tumor pituitari lainnya tidak mensekresikan hormon sama sekali,
dan dapat menyebabkan menurunnya atau terhentinya produksi hormon (kondisi
ini disebut sebagai hipopituitarisme). Tumor-tumor ini disebut sebagai adenoma
non fungsional atau adenoma non sekretorik.1

7
Gambar 4 Klasifikasi Adenoma Pituitari 6

8
Tumor pituitari juga diklasifikasikan berdasarkan ukurannya.
Mikroadenoma merujuk pada ukuran tumor yang kurang dari 10 mm pada
pemeriksaan MRI dan berlokasi didalam sella turcica. Makroadenoma merupakan
tumor berukuran besar (lebih dari 10 mm) dan dapat berlokasi pada intrasella
namun seringkali berhubungan dengan perluasan ekstrasella. Beberapa tumor
dapat meluas kearah inferior yaitu kedalam sinus sphenoid, namun lebih sering
meluas kearah superior yaitu kedalam ruang suprasella (karena tahanan yang
lemah) sehingga menekan aparatus optikus, atau kearah lateral kedalam sinus
kavernosus. Meskipun beberapa adenoma cukup invasif, namun mayoritas dari
tumor ini jinak.1,7

2.3.2.
Epidemiologi

Tumor pituitari ditemukan pada 12-19% dari keseluruhan kasus tumor


otak, menempatkan tumor ini pada posisi ketiga dari tumor otak yang paling
sering terjadi pada dewasa, diikuti oleh meningioma dan glioma. Sekitar 10% dari
populasi umum menderita tumor pituitari dengan ukuran yang cukup besar untuk
dapat dideteksi melalui MRI.1

Tumor pituitari dapat ditemukan pada semua kelompok usia, namun


insidensinya cenderung meningkat seiring dengan usia. Tumor fungsional paling
sering terjadi pada kelompok usia dewasa muda. Sementara tumor non fungsional
cenderung terjadi pada kelompok usia dewasa. Kelompok wanita lebih sering
didiagnosa dengan tumor pituitari dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan
karena tumor mengganggu siklus menstruasi pada wanita sehingga gejalanya
lebih mudah disadari. 1

Angka mortalitas yang berhubungan dengan tumor pituitari cukup rendah.


Kemajuan dari bidang medis dan manajemen pembedahan untuk jenis tumor ini
dan juga ketersediaan dari terapi pengganti hormonal telah menunjukkan

9
keberhasilan. Morbiditas yang berhubungan dengan makroadenoma meliputi
kehilangan penglihatan yang permanen, oftalmoplegia dan komplikasi neurologis
lainnya. Rekurensi dari tumor dapat terjadi dan abnormalitas endokrin dapat
diperbaiki, namun kerusakan dari banyak sistem organ oleh karena defisiensi
yang terlalu lama tidak dikoreksi tidak dapat diubah.

Prolaktinoma simtomatik lebih sering ditemukan pada wanita. Cushings


disease juga lebih sering ditemukan pada wanita dengan rasio wanita:pria yaitu
3:1. Insidensi akromegali ditemukan sama baik pada wanita maupun pria.
Kebanyakan tumor pituitari menyerang kelompok dewasa muda, namun tumor ini
juga dapat terjadi pada remaja maupun orang tua. Akromegali biasanya
terdiagnosa pada dekade keempat atau kelima.2

2.3.3. Etiologi

Belum ditemukan penyebab yang jelas dari tumor pituitari. Namun


pada orang yang mempunyai turunan gen yang jarang seperti Multiple Endocrine
Neoplasia type 1 (MEN-1), kelainan yang menyebabkan terjadinya tumor pada
kelenjar endokrin dan usus kecil atau kompleks Carney, memiliki risiko yang
cukup tinggi untuk menderita tumor pituitari. Sekitar 1-5% dari tumor pituitari
muncul diantara anggota keluarga.

10

Gambar 5 Sindrom dalam keluarga yang berhubungan dengan adenoma pituitari 6


11
2.3.4.
Patofisiologi

Hingga saat ini terdapat dua teori mengenai asal dari tumor pituitari. Teori
yang paling dapat diterima adalah adanya abnormalitas dari kelenjar pituitari itu
sendiri. Teori lainnya mengatakan hipotalamus mempunyai peranan penting dalam
terjadinya tumor hipofisis, yaitu hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus
memberikan stimulasi yang terus menerus terhadap kelenjar pituitari. Tumor
pituitari merupakan tumor monoklonal.7

Gambar 6 Tumorigenesis pada Kelenjar Pituitari

12
2.3.5.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan tumor pituitari dapat mengalami tanda dan gejala yang
bervariasi, yang dapat dibagi kedalam beberapa kategori berikut:7
Tanda dan gejala yang berhubungan atau disebabkan karena produksi
hormon yang berlebihan: tanda dan gejala hiperkortisolisme pada
pasien dengan ACTH-adenoma sekretorik atau akromegali pada pasien
dengan GH-adenoma sekretorik.
Tanda dan gejala yang berhubungan dengan efek mekanis dari tumor
yang meluas kedalam sella turcica. Gejalanya meliputi nyeri kepala,
gangguan penglihatan, dan kelumpuhan nervus kranialis.
Tanda dan gejala dari terganggunya fungsi kelenjar pituitari yang
normal (parsial atau panhipopituitarisme). Hal ini hampir selalu
ditemukan pada pasien dengan makroadenoma.

a. Prolactin-secreting Adenoma
Tumor ini merupakan adenoma pituitari yang paling sering ditemukan
secara klinis, berkisar 40-45% dari keseluruhan kasus. Prolaktinoma
lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria, pada sekitar
dekade kedua dan ketiga. Setelah melewati dekade kelima, frekuensi
terjadinya prolaktinoma sama baik pada wanita maupun pria.
Prolaktinoma bervariasi dalam ukuran, namun pada wanita lebih sering
ditemukan mikroadenoma sementara pada pria lebih sering ditemukan
makroadenoma saat terdiagnosis. Pada wanita, hiperprolaktinemia
menyebabkan oligomenorrhea atau amenorrhea serta galaktorrhea.
Pada pria, gejala utamanya adalah impotensi dan menurunnya libido.
Selain gejala yang timbul karena sekresi hormon yang berlebihan,
manifestasi klinis juga dapat berupa gejala yang disebabkan karena
efek mekanis dari tumor (nyeri kepala, dan gangguan penglihatan) dan
hipopituitarisme. Hal yang sangat penting untuk dipahami adalah
kondisi hiperprolaktinemia yang persisten, apapun penyebabnya, dapat
mengakibatkan kondisi hipogonadisme yang semakin lama sehingga
13
akan menyebabkan menurunnya densitas tulang dan osteoporosis baik
pada wanita maupun pria. Diagnosis prolaktinoma sangat sederhana
dan ditandai dengan peningkatan konsentrasi serum prolaktin yang
sangat ekstrim. Konsentrasi serum prolaktin lebih dari 200 g/l
diagnostik untuk prolaktinoma. Konsentrasi serum prolaktin diantara
100-200 g/l biasanya, namun tidak selalu, disebabkan karena
prolaktinoma.7
b. GH-secreting Adenoma
Tumor ini terhitung sekitar 20% dari keseluruhan tumor pituitari dan
bermanifestasi sebagai akromegali pada dewasa dan gigantisme pada
anak-anak. Efek jangka panjang dari sekresi GH yang berlebihan
cukup berat. Kebanyakan pasien mengalami perubahan bentuk tubuh
dalam kurun waktu 5-10 tahun, pertumbuhan tulang yang abnormal,
pembengkakkan jaringan lunak, perubahan pada kulit, diabetes
mellitus, hipertensi, dan gejala-gejala kardiovaskular lainnya. Selain
tanda dan gejala yang muncul karena kelebihan GH, beberapa pasien
juga mengalami gejala gangguan tidur dan hipopituitarisme, nyeri
kepala dan gangguan penglihatan. Sekitar 30% pasien dengan jenis
adenoma ini juga mengalami hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh
ko-sekresi dari GH dan prolaktin oleh sel tumor atau karena kompresi
pembuluh darah portal. Galaktorrhea banyak ditemukan pada pasien
akromegali, sekalipun tidak ditemukan konsentrasi prolaktin serum
yang abnormal. Hal ini disebabkan karena efek laktogenik dari GH.
Selain adanya deformitas yang progresif dan arthritis degeneratif,
pasien dengan akromegali juga berisiko tinggi mengalami polip dan
kanker kolon.7
c. ACTH-secreting Adenoma
Tumor ini terhitung sekitar 10-12% dari keseluruhan kasus adenoma
pituitari dan paling sering ditemukan pada wanita, dengan
perbandingan antara pria dan wanita yaitu 8:1, dan puncak
insidensinya terjadi pada dekade ketiga dan keempat. ACTH-secreting
adenoma merupakan penyebab tersering dari hiperkortisolisme
endogen, terhitung sekitar 65-70% dari keseluruhan kasus Cushings
syndrome. Cushings syndrome merupakan suatu kondisi
hiperkortisolisme yang disebabkan karena apapun. Sementara
Cushings disease adalah suatu kondisi hiperkortisolisme yang
disebabkan karena sekresi ACTH yang berlebihan oleh kelenjar
pituitari. Manifestasi klinis dari ACTH-secreting adenoma yaitu berupa
tanda dan gejala yang disebabkan karena berlebihnya sekresi ACTH
dan hal ini menyebabkan meningkatnya produksi glukokortikoid.
Pasien dapat mengeluhkan nyeri kepala dan gangguan penglihatan.
Umumnya, apopleksi tumor pituitari merupakan manifestasi awal pada
pasien dengan makroadenoma. Tanda dan gejala dari hiperkortisolisme
yaitu obesitas sentral, miopati proksimal, striae, hipertensi, hirsutisme,

14
siklus menstruasi yang tidak teratur, perubahan mood, meningkatnya
lapisan lemak pada area supraklavikula dan dorso-servikal,
penyembuhan luka yang lambat, osteoporosis dan hiperglikemia.
Hipokalemia juga ditemukan pada 20-25% pasien dengan Cushings
disease.7
d. Gonadotroph Adenoma
Gonadotroph adenoma terjadi pada 10-15% kasus dari keseluruhan
kasus adenoma pituitari, dimana 5-10% tumor merupakan jenis tumor
non fungsional. Pada saat terdeteksi, jenis tumor ini umumnya
berukuran besar (lebih dari 10 mm) dan sudah mengalami perluasan
dari sella turcica. Manifestasi klinis yang seringkali ditemukan
berhubungan dengan efek mekanis dari makroadenoma yang
mengalami perluasan, diantaranya adalah keluhan pada penglihatan
(penglihatan yang menurun, defek lapangan pandang dan gangguan
motilitas mata), nyeri kepala, dan hipopituitarisme. Jenis tumor ini
sangat jarang mensekresikan hormon, hanya beberapa diantaranya
mensekresikan LH dalam jumlah yang berlebihan. Pasien pria dengan
hipersekresi LH akan mengalami peningkatan konsentrasi testoteron
dalam serum dan peningkatan libido. Sementara pasien wanita dengan
hipersekresi LH akan mengalami sindrom hiperstimulasi pada
ovarium, termasuk peningkatan berlebih konsentrasi estradiol, kista
ovarium multipel, dan hiperplasia endometrium.7
e. TSH-secreting Adenoma
Tumor ini sangat jarang ditemukan, hanya sekitar 1% dari keseluruhan
kasus adenoma pituitari. Manifestasi klinisnya tidak pernah berubah,
yaitu berupa Graves disease.7
f. Non-secreting Adenoma
Tumor ini mewakili 25% kasus adenoma pituitari. Null cell adenoma,
oncocytoma, silent cortiroph adenoma, silent gonadotroph dan thyroph
adenoma termasuk kedalam kelompok ini. Jenis tumor ini tumbuh
dengan sangat lambat dan hanya menimbulkan maniefstasi klinis yang
minimal. Jika tumor ini meluas melebihi sella turcica, maka dapat
terjadi penekanan pada kiasma optikum yang menyebabkan hilangnya
fungsi penglihatan dan nyeri kepala. Beberapa tumor juga dapat
menekan kelenjar pituitari itu sendiri sehingga produksi hormon dan
fungsi normal dari kelenjar akan terganggu. Kondisi ini disebut sebagai
hipopituitarisme, dan gejalanya berhubungan dengan rasa lelah, pucat,
kehilangan fungsi seksual, dan apatis.1
g. Karsinoma Pituitari
Keganasan pada kelenjar pituitari sangat jarang terjadi. Karsinoma
pituitari merupakan suatu kondisi dimana tumor yang berasal dari
kelenjar pituitari bermetastasis ke area lain di otak atau diluar susunan
saraf pusat. Tumor ini umumnya berupa makroadenoma yang resisten
terhadap terapi, dan bermetastase ke medulla spinalis atau organ

15
lainnya dalam tubuh. Mayoritas karsinoma pituitari adalah tumor
fungsional, yang mensekresikan prolaktin atau ACTH.1
2.3.6.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium2

Serum prolaktin meningkat 200 mg/l pada pasien dengan
makroadenoma merupakan tanda diagnostik untuk
prolaktinoma

Tes toleransi glukosa oral (TTGO) merupakan pemeriksaan
definitif untuk mendiagnosa akromegali; hasil yang positif
ditandai dengan kegagalan penurunan konsentrasi GH setelah
pemberian 50-100 g glukosa. Kadar GH >5 g/l merupakan
tanda diagnostik akromegali

Kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) dalam serum
merupakan tes endokrinologi yang lebih praktis untuk
akromegali. Kadar IGF-1 menunjukkan konsentrasi GH dalam
kurun waktu 24 jam

Pemeriksaan kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam
meningkat pada Cushings disease

Low dose dexamethasone test: kadar kortisol dalam serum dan
urin diukur selama 2 hari berturut-turut. Lalu pasien diberikan
dexamethasone 4x0,5 mg dalam jeda waktu pemberian 6 jam.
Penekanan kortisol yang normal adalah kortisol serum <138
nmol/l dan kortisol urin <55 nmol/l. Jika kadar kortisol
meningkat secara abnormal, Corticotrophin Releasing Factor
(CRF) diberikan dengan dosis 1 mg untuk membedakan
Cushings disease dengan penyebab lain dari
hiperkortisolisme. Pada adenoma pituitari, sekresi kortisol
meningkat dari batas normal

High dose dexamethasone test: penekanan kortisol setelah
pemberian dexamethasone sebanyak 8 mg merupakan tanda
diagnostik untuk adenoma pituitari

Kadar ACTH dalam serum: konsentrasi ACTH dalam serum
lebih tinggi dari normal (>5,5 pmol/l pada pukul 9 pagi dan
>2,2 pmol/l pada tengah malam)
b.
Pemeriksaan Imaging2

Pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan yang disarankan untuk


mendeteksi adenoma pituitari karena MRI dapat mengevaluasi
perluasan dari tumor fokal juga kompresi dari struktur-struktur yang
penting seperti kiasma optikum secara lebih akurat. Pada adenoma
yang menyebabkan kompresi pada kiasma optikum, CT dapat
menampilkan penyebaran dan hubungan dari komponen suprasellar
juga pembesaran dari sella. Pada pemeriksaan MRI adenoma pituitari
biasanya menunjukkan densitas yang homogen atau lebih tinggi dari

16
jaringan otak yang normal setelah penyuntikan kontras. Makroadenoma
biasanya memberikan sinyal yang lebih rendah daripada otak normal
pada T1- dan sinyal yang lebih tinggi pada T2-weighted image.

Mikroadenoma

Lesi ini muncul sebagai lesi yang mempunyai sinyal yang


rendah pada MRI dan biasanya tidak menyangat pada
pemberian gadolinium. Adenoma dengan diameter yang kurang
dari 5 mm mungkin tidak dapat tervisualisasi dan biasanya tidak
mengubah kontur normal dari pituitari. Lesi dengan diameter
yang lebih besar dari 5 mm akan berbentuk cembung pada
bagian atas dari kelenjar pituitari dan biasanya menyebabkan
deviasi pada tangkai pituitari menjauhi arah dari adenoma.

Makroadenoma
Adenoma pituitari dengan diameter yang lebih besar dari 10
mm dapat dilihat pada MRI dan MRI juga dapat menilai
struktur dasar dan derajat perluasan dari lesinya. Demikian juga,
tumor yang lebih besar dapat menunjukkan kompresi dan
distorsi pada tangkai pituitari.

17

Gambar 7 Pendekatan evaluasi dan manajemen adenoma pituitari yang ditemukan


secara insidental8
2.3.7. Penatalaksanaan

Penatalaksaan tumor pituitari tidak hanya harus komprehensif namun


juga individual. Target yang harus dicapai dari penatalaksaan tumor ini yaitu:7

Mengendalikan tanda dan gejala klinis yang diakibatkan oleh sekresi


hormon yang berlebihan
Mengembalikan fungsi kelenjar pituitari yang terganggu
Mengendalikan pertumbuhan tumor dan efek mekanisnya pada jaringan
dan organ sekitar

18

Gambar 8 Rekomendasi Terapi pada Adenoma Pituitari8


a. Prolactin-secreting Adenoma
Terapi diindikasikan pada seluruh pasien yang mengalami gejala,
terutama mereka dengan hipogonadisme atau makroadenoma. Dua
pilihan terapi utama pada kasus ini adalah tindakan pembedahan dan
penggunaan obat-obatan. Sekitar 85-90% pasien dengan
mikroadenoma yang menjalani reseksi transsphenoid mencapai
normalisasi dari konsentrasi prolaktin dalam serum dalam waktu yang
cukup cepat. Risiko terjadinya efek samping yang berat termasuk
hipopituitarisme sangat kecil yaitu sekitar 1%. Namun tindakan
pembedahan hasilnya tidak lebih baik pada pasien dengan
makroadenoma. Pilihan terapi lainnya adalah dengan memberikan
agonis dopamin: bromokriptin, pergolide, atau cabergoline. Agen ini
sama efektifnya dalam menurunkan konsentrasi prolaktin dalam serum
dan memperkecil massa tumor. Bromokriptin harus diberikan dalam
dosis 5-30 mg/hari dengan frekuensi 3-4 kali per hari., pergolide
diberikan dalam dosis 0,05-0,25 mg/hari dengan frekuensi 1-2 kali per
hari, dan cabergoline diberikan dalam dosis 0.5-2 mg/minggu dengan
frekuensi 2 kali seminggu. Sekitar 80-90% pasien dengan
mikroadenoma yang diberikan terapi ini akan mengalami normalisasi

19
konsentrasi prolaktin serum dalam beberapa minggu, dan ukuran tumor
akan mengecil pada 70% dalam 3-6 bulan. Sementara pada pasien
dengan makroadenoma, normalisasi prolaktin serum akan dicapai pada
sekitar 85% pasien, dan pengecilan ukuran tumor dicapai pada sekitar
70% pasien. Efek samping yang sering ditimbulkan oleh terapi agonis
dopamin ini diantaranya adalah mual, muntah, konstipasi, rasa pusing,
hipotensi postural, dan sumbatan hidung.7

Gambar 9 Reseksi Transsphenoid

b. GH-secreting Adenoma
Seperti yang telah diketahui, komplikasi kardiovaskular karena
kelebihan GH yang dapat menyebabkan kematian membuat semua
pasien dengan akromegali harus segera diberikan terapi. Pilihan
utamanya adalah adenomektomi transspehnoid. Namun pada pasien

20
yang mengalami rekurensi setelah menjalani tindakan ini ataupun pada
pasien yang bukan merupakan kandidat tindakan pembedahan
membutuhkan terapi tambahan untuk mengendalikan sekresi GH yang
berlebihan. Diantara pilihannya adalah iradiasi eksternal dan
penggunaan obat-obatan. Terapi radiasi efektif dalam mengendalikan
pertumbuhan tumor pada 70-80% pasien. Konsentrasi GH dalam
serum menurun hingga kurang dari 5 g/l pada 75% pasien dalam
kurun waktu 10 tahun setelah iradiasi. Hipopituitarisme merupakan
salah satu komplikasi yang dapat terjadi karena terapi radiasi.
Penggunaan obat-obatan berupa analog somatostatin; ocerotide;
memberikan kemajuan yang sangat pesat dalam menurunkan
konsentrasi GH dalam serum dan konsentrasi IGF-I dalam plasma dan
juga memperkecil ukuran tumor. Dosis diberikan sebanyak 300-2000
g/l per hari dengan frekuensi pemberian 3-4 kali per hari secara
subkutan. Efek samping dari terapi ini sangat kecil diantaranya nyeri
perut dan diare. Penggunaan terapi jangka panjang berhubungan
dengan peningkatkan prevalensi terjadinya kolelitiasis, terutama pada
pasien yang memiliki riwayat penyakit pada kandung empedu. Terapi
dengan ocreotide umumnya dikombinasikan dengan terapi iradiasi.7
c. ACTH-secreting Adenoma
Pilihan terapi utama untuk jenis tumor ini adalah adenomektomi
transsphenoid. Kebanyakan pasien dengan Cushings disease memiliki
ukuran tumor yang kecil sehingga dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Namun pada beberapa pasien, adenoma mungkin terlalu
kecil untuk dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pada pasien seperti
ini, dapat dilakukan hemihipofisektomi, terutama pada pasien yang
mengalami lateralisasi pada sinus petrosus inferior. Terapi radiasi
merupakan pilihan kedua dalam terapi tumor ini, terutama pada pasien
yang mengalami hipersekresi ACTH persisten setelah dilakukannya
tindakan pembedahan. Beberapa terapi medikamentosa digunakan
sebagai terapi tambahan pada pasien yang mengalami
hiperkortisolisme. Obat yang menghambat sekresi kortisol oleh
kelenjar adrenal seperti ketoconazole dengan dosis 600-1200 mg/hari
cukup efektif dalam mengendalikan kondisi ini. Obat lain yang
digunakan antara lain adalah aminoglutathemide dan metyrapone.7
d. Gonadotroph Adenoma
Adenomektomi transsphenoid merupakan pilihan utama dalam terapi
jenis tumor ini. Namun pada pasien yang adenomanya tidak dapat
diangkat sepenuhnya pada saat pembedahan atau pada pasien dengan
tumor yang mengalami kekambuhan namun tidak menekan kiasma
optikum, maka terapi radiasi dapat digunakan. Hingga saat ini belum
ada penggunaan obat-obatan yang efektif sebagai terapi tumor ini.7
e. TSH-secreting Adenoma

21
Terapi yang paling baik untuk jenis tumor ini adalah reseksi
transsphenoid. Pada kondisi hipersekresi TSH yang persisten maka
dibutuhkan penggunaan obat-obatan ataupun terapi radiasi. Ocreotide
sangat efektif dalam mengendalikan sekresi TSH yang berlebihan pada
80-90% pasien. Terapi ini juga dapat mengurangi pertumbuhan tumor
pada sekitar 30% pasien. Agonis dopamin juga efektif dalam
mengendalikan sekresi TSH yang berlebihan. Namun dibutuhkan dosis
yang lebih tinggi dan lama terapi yang lebih panjang dibandingkan
dengan ocreotide.7

Gambar 10 Pilihan Terapi pada Adenoma Pituitari2

22

Gambar 11 Algoritma Tindakan Pembedahan pada Adenoma Pituitari 2


2.3.8.
Diagnosa Banding

Kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan hiperprolaktinemia selain


dari adenoma pituitari dijelaskan sebagai berikut:

Dalam mendiagnosa akromegali, terdapat penyakit-penyakit lain yang


juga dapat menyebabkan kondisi ini selain dari GH-secreting adenoma.
Diantaranya adalah GHRH-secreting tumor (kanker pankreas, karsinoid,
hamartoma hipotalamus, gangliositoma pituitari). Tumor yang mensekresi GHRH

23
akan menyebabkan hiperplasia somatotrof yang difus dan peningkatan pelepasan
GH dari kelenjar pituitari.7

Penyakit utama yang harus disingkirkan dalam mendiagnosa TSH-


secreting adenoma adalah resistensi hormon tiroid. Dimana pasien dengan
resistensi hormon tiroid secara klinis menunjukkan kondisi eutiroid atau
hipotiroid yang ringan dan memiliki konsentrasi hormon tiroid yang normal
tinggi atau sangat tinggi yang berhubungan dengan peningkatan konsentrasi TSH.
Hal ini sangat berbeda pada pasien dengan TSH-secreting adenoma yang secara
klinis mengalami goiter dan tanda-tanda hipertiroidisme lainnya.7

Diagnosa banding dari massa non pituitari antara lain kista,


craniopharyngioma, hypothalamic glioma, parasellar meningioma, dan metastase
dari kanker payudara, prostat, ginjal, paru, atau melanoma.7

2.3.9. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini bergantung pada jenis, ukuran, dan lokasi dari
tumor. Pasien dengan Cushings disease umumnya mengalami tumor berukuran
kecil (mikroadenoma) dan 90% dapat disembuhkan melalui tindakan
pembedahan. Pasien dengan akromegali umumnya mengalami tumor yang
berukuran lebih besar, lebih invasif, sehinga lebih sulit untuk disembuhkan
melalui tindakan pembedahan saja. Tingkat kesuksesan dari tindakan
pembedahan untuk GH-secreting makroadenoma sekitar 60%. Non-secreting
adenoma umumnya juga merupakan makroadenoma. Makroadenoma ini dapat
diangkat seluruhnya melalui tindakan pembedahan namun bergantung pada
perluasannya kedalam sinus kavernosus, tulang, atau struktur lainnya. Jika tumor
belum mengalami perluasan ke area ini maka penyembuhan dapat terjadi.9

24
BAB III

KESIMPULAN

Tumor pituitari merupakan suatu penyakit yang cukup sering ditemukan pada
populasi umum. Telah banyak kemajuan yang terjadi baik dalam bidang biokimia,
pemeriksaan immunocytochemical, teknik pencitraan, maupun dalam terapi yang tentunya
memberikan kemajuan pada pemahaman kita mengenai tumor pituitari dan cara
menanganinya. Terapi yang saat ini tersedia berupa tindakan pembedahan, pemberian obat-
obatan, dan terapi radiasi. Terapi utama dari setiap jenis tumor dapat bervariasi, namun sangat
penting untuk memikirkan keseluruhan terapi yang tersedia dan memilih terapi yang paling
tepat untuk pasien. Terlepas dari hal ini, follow-up terhadap pasien pasca pemberian terapi
juga sangat diperlukan untuk memonitor terjadinya komplikasi jangka panjang dari tumor
pituitari dan juga efek samping akibat terapi yang telah diberikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. American Brain Tumor Association. Pituitary Tumors. ABTA 2015: p. 3-15.


2. Lunsford LD, Niranjay C, Kobayashi T, et al. Stereotactic Radiosurgery for Patients
with Pituitary Adenomas. International RadioSurgery Association 2004 Apr: p. 2-7.
3. Daniel PM. Anatomy of the hypothalamus and pituitary gland. J. Clin. Path., 30,
Suppl., 7: p. 1-7.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran; 11: p.
5. Gardner DG, Shoback D. Greenspans Basic & Clinical Endocrinology; 9: p.
6. Syro LV, Rotondo F, Ramirez A, et al. Progress in the diagnosis and classification of
pituitary adenomas. Front. Endocrinol. 2015 June; 6: 97: p. 1-6.
7. Arafah BM, Nasrallah MP. Pituitary tumors: pathophisiology, clinical manifestations
and management. Endocrine-Related Cancer 2001; 8: p. 287-305.
8. Lake MG, Krook LS, Cruz SV. Pituitary Adenoma: An Overview. American Family
Physician 2013 Sep; 88 (5): p. 319-27.
9. Swearingen B. Transsphenoidal Surgery For Pituitary Adenomas. NECC Bulletin
2014; 8 (1).

26

Anda mungkin juga menyukai