Referat Tumor Hipofisis
Referat Tumor Hipofisis
PENDAHULUAN
Kelenjar pituitari merupakan organ berukuran kecil yang terletak pada bagian tengah
di dasar otak, tepat di belakang sella turcica. Kelenjar pituitari sendiri dikenal sebagai master
gland karena fungsinya yang mengontrol sekresi hormon-hormon yang berasal dari beberapa
kelenjar lainnya dan organ target yang ada di tubuh. Kelenjar-kelenjar ini meliputi kelenjar
tiroid, kelenjar adrenal, testis, dan ovarium. Kelenjar pituitari melepaskan hormon-hormon
kedalam peredaran darah, lalu hormon ini akan dibawa ke berbagai jenis kelenjar atau organ
yang ada didalam tubuh. Kelenjar-kelenjar tersebut lalu akan melepaskan hormon-hormon
lain yang mengirimkan feedback ke otak dan kelenjar pituitari melalui pembuluh darah.
Hormon-hormon ini akan merangsang hipotalamus untuk memberikan sinyal pada kelenjar
pituitari untuk mensekresikan lebih banyak hormon atau untuk mengurangi produksi hormon,
bergantung pada kebutuhan tubuh.1
Tumor pituitari merupakan jenis neoplasma yang cukup sering ditemukan, yaitu
sekitar 10-15% dari seluruh tumor intrakranial. Tumor pituitari ditemukan secara tidak
sengaja pada 10% pasien yang menjalani pemeriksaan radiologi karena suatu penyakit yang
lain. Mayoritas dari tumor ini adalah jinak dan pertumbuhannya lambat.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Hipofisis atau kelenjar pituitari adalah kelenjar yang berukuran sebesar kacang yang
berlokasi di bagian dasar dari otak. Hipofisis bertempat di rongga kecil pada tulang
sphenoid yang bernama sella turcica. Bagian dasar, dorsum dan frontal sella terbentuk
dari tulang sphenoid. Dinding anterior dinamakan tuberculum sella dan dinding posterior
dinamakan dorsum sella. Dinding lateral sella terbentuk dari sinus kavernosus yang
berisi arteri karotis interna dan nervus kranial III, IV dan VI juga nervus oftalmikus dan
nervus kranial V. Nervus kranial VI bekerja pada bagian tengah sinus kavernosus
sementara nervus kranial lainnya bekerja pada bagian lateral. Bagian atas dari sella
terbentuk dari dura yang disebut diafragma sella. Di satu sisi, fungsinya adalah
mencegah araknoid dan cairan serebrospinal masuk ke dalam sella, di sisi lain, fungsinya
adalah memisahkan pituitari dari posisinya diatas kiasma optikum. Diafragma berlubang
agar tangkai pituitari dapat melewatinya. Ukuran dan fungsinya sangat penting untuk
memproteksi pituitari dari denyut yang ditransmisikan oleh plexus koroid dan menjaga
serat optik terhadap ekstensi suprasellar dari perluasan massa pituitari.3
Berat pituitari kurang lebih 100 mg saat lahir. Lalu kelenjar ini berkembang saat
masa kanak-kanak dan mencapai berat 500 mg saat dewasa hingga akhir dari umur dua
puluhan. Ukuran kelenjar pituitari seorang yang sudah dewasa berkisar 20 mm untuk
lebar (diameter dari samping ke samping) dan 10 mm untuk panjangnya (diameter
antero-posterior). Tingginya sekitar 5,7 mm ( 1,7 mm) dan seharusnya tidak boleh
melebihi 10 mm. Ukuran kelenjar pituitari meningkat 12% hingga 100% saat masa
kehamilan dan masa menyusui karena hipertropi dan hiperplasia dari sel sekresi
prolaktin.3
Kelenjar pituitari terdiri dari 3 bagian, yaitu lobus anterior, lobus intermedia dan
lobus posterior.3
Lobus anterior (atau disebut juga adenohipofisis) merupakan bagian terbesar dari
kelenjar pituitari, mengambil kira-kira 75% dari volume pituitari. Lobus anterior terdiri
dari 3 bagian:3
1. Pars lateralis (disebut juga dengan pars distalis) merupakan bagian terbesar dan
terdiri dari sebagian besar sel-sel yang memproduksi hormon pertumbuhan
(GH), prolaktin, follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH).
2. Pars medialis yang berisi sebagian besar sel-sel yang memproduksi hormon
adrenokortikotropik (ACTH) dan thyroid stimulating hormone (TSH), juga FSH
dan LH.
2
3. Pars tuberalis merupakan perpanjangan dari pars lateralis. Pars tuberalis
mengelilingi batang infundibular dan berisi sel-sel yang memproduksi TSH, LH
dan FSH.
Gambar 2 Anatomi normal dari area sella dan parasella yang berada disekitar
kelenjar pituitari
3
Pada manusia, lobus intermedia merupakan rudimenter, yang menghasilkan kurang
dari 1% dari total kelenjar pituitari pada orang dewasa. Lobus ini lebih besar (sekitar
3,5%) pada masa kehidupan fetal dimana lobus ini mensekresi hormon yang
menstimulasi melanosit (MSH), yang memberikan perubahan warna pada kulit. Lobus
intermedia mengandung folikel-folikel yang berisi materi protein yang fungsinya belum
diketahui.3
2.2. Fisiologi
Hipofisis posterior sebenarnya tidak menghasilkan hormon apapun. Bagian ini hanya
menyimpan dan setelah mendapat rangsangan yang sesuai, mengeluarkan dua hormon
peptida kecil, vasopresin dan oksitosin, yang disintesis oleh badan sel neuron di
hipotalamus, ke dalam darah. Kedua peptida hidrofilik ini dibuat di nukleus supraoptikus
dan paraventrikel, tetapi satu neuron hanya dapat menghasilkan salah satu dari hormon
ini. Hormon yang disintesis dikemas dalam granula sekretorik yang diangkut melalui
4
sitoplasma akson dan disimpan di terminal neuron di hipofisis posterior. Setiap ujung
saraf ini menyimpan vasopresin atau oksitosin, tidak keduanya. Karena itu, hormon-
hormon ini dapat dikeluarkan secara independen sesuai kebutuhan. Akibat sinyal
stimulatorik ke hipotalamus, vesopresin atau oksitosin dilepaskan ke dalam darah
sistemik dari hipofisis posterior melalui proses eksositosis granula sekretorik yang
sesuai. Pelepasan hormon ini terjadi sebagai respon terhadap potensial aksi yang berasal
dari badan sel hipotalamus dan merambat ke ujung saraf di hipofisis posterior.4
Tidak seperti hipofisis posterior, yang mengeluarkan hormon yang disintesis oleh
hipotalamus, hipofisis anterior itu sendiri membentuk hormon-hormon yang akan
dibebaskannya ke dalam darah. Berbagai populasi sel didalam hipofisis anterior
mengeluarkan 6 hormon peptida utama yakni GH, TSH, ACTH, FSH, LH, prolaktin.
TSH, ACTH, FSH dan LH adalah hormon tropik, karena masing-masing mengatur
sekresi kelenjar endokrin spesifik lain. FSH dan LH secara kolektif disebut gonadotropin
karena mengontrol sekresi hormon-hormon seks oleh gonad (ovarium & testis). Karena
hormon pertumbuhan menghasilkan efek merangsang pertumbuhannya secara tak
langsung dengan merangsang perlepasan hormon-hormon hati, somatomedin, maka
hormon ini juga kadang digolongkan sebagai hormon tropik. Diantara hormon-hormon
hipofisis anterior, prolaktin adalah satu-satunya yang tidak merangsang sekresi hormon
lain. Diantara hormon-hormon tropik FSH, LH dan hormon pertumbuhan berefek pada
sel sasaran non-endokrin selain merangsang sekresi hormon lain. Sekresi setiap hormon
hipofisis anterior dirangsang atau dihambat oleh satu atau lebih dari 7 hormon
hipofisiotropik hipotalamus. Hormon-hormon ini diberi nama releasing hormone atau
inhibiting hormone, bergantung pada kerjanya.4
5
Prolaktin berhubungan dengan tidur, saat stres dan stimulasi dari puting susu atau
menyusui. Jalur serotonergik juga menstimulasi sekresi prolaktin.5
Thyrotropin Relasing Hormone (TRH) merupakan faktor utama dalam regulasi sekresi
TSH. Sekresi neuron pada TRH berlokasi pada bagian medial dari nukleus
paraventrikular dan aksonnya berakhir pada bagian medial dari eminensia mediana.5
Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH). Sekresi dari LH dan FSH di atur oleh satu
hormon hipotalamus yang dinamakan GnRH. GnRH tidak mempunya efek pada hormon
pituitari lainnya kecuali pada pasien yang mengidap akromegali dan Cushings disease.
GnRH berlokasi di area preoptik pada hipotalamus anterior dan ujung sarafnya
ditemukan di bagian lateral dari lapisan eksternal eminensia mediana berdekatan dengan
tangkai pituitari.5
7
Gambar 4 Klasifikasi Adenoma Pituitari 6
8
Tumor pituitari juga diklasifikasikan berdasarkan ukurannya.
Mikroadenoma merujuk pada ukuran tumor yang kurang dari 10 mm pada
pemeriksaan MRI dan berlokasi didalam sella turcica. Makroadenoma merupakan
tumor berukuran besar (lebih dari 10 mm) dan dapat berlokasi pada intrasella
namun seringkali berhubungan dengan perluasan ekstrasella. Beberapa tumor
dapat meluas kearah inferior yaitu kedalam sinus sphenoid, namun lebih sering
meluas kearah superior yaitu kedalam ruang suprasella (karena tahanan yang
lemah) sehingga menekan aparatus optikus, atau kearah lateral kedalam sinus
kavernosus. Meskipun beberapa adenoma cukup invasif, namun mayoritas dari
tumor ini jinak.1,7
2.3.2.
Epidemiologi
9
keberhasilan. Morbiditas yang berhubungan dengan makroadenoma meliputi
kehilangan penglihatan yang permanen, oftalmoplegia dan komplikasi neurologis
lainnya. Rekurensi dari tumor dapat terjadi dan abnormalitas endokrin dapat
diperbaiki, namun kerusakan dari banyak sistem organ oleh karena defisiensi
yang terlalu lama tidak dikoreksi tidak dapat diubah.
2.3.3. Etiologi
10
Hingga saat ini terdapat dua teori mengenai asal dari tumor pituitari. Teori
yang paling dapat diterima adalah adanya abnormalitas dari kelenjar pituitari itu
sendiri. Teori lainnya mengatakan hipotalamus mempunyai peranan penting dalam
terjadinya tumor hipofisis, yaitu hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus
memberikan stimulasi yang terus menerus terhadap kelenjar pituitari. Tumor
pituitari merupakan tumor monoklonal.7
12
2.3.5.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan tumor pituitari dapat mengalami tanda dan gejala yang
bervariasi, yang dapat dibagi kedalam beberapa kategori berikut:7
Tanda dan gejala yang berhubungan atau disebabkan karena produksi
hormon yang berlebihan: tanda dan gejala hiperkortisolisme pada
pasien dengan ACTH-adenoma sekretorik atau akromegali pada pasien
dengan GH-adenoma sekretorik.
Tanda dan gejala yang berhubungan dengan efek mekanis dari tumor
yang meluas kedalam sella turcica. Gejalanya meliputi nyeri kepala,
gangguan penglihatan, dan kelumpuhan nervus kranialis.
Tanda dan gejala dari terganggunya fungsi kelenjar pituitari yang
normal (parsial atau panhipopituitarisme). Hal ini hampir selalu
ditemukan pada pasien dengan makroadenoma.
a. Prolactin-secreting Adenoma
Tumor ini merupakan adenoma pituitari yang paling sering ditemukan
secara klinis, berkisar 40-45% dari keseluruhan kasus. Prolaktinoma
lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria, pada sekitar
dekade kedua dan ketiga. Setelah melewati dekade kelima, frekuensi
terjadinya prolaktinoma sama baik pada wanita maupun pria.
Prolaktinoma bervariasi dalam ukuran, namun pada wanita lebih sering
ditemukan mikroadenoma sementara pada pria lebih sering ditemukan
makroadenoma saat terdiagnosis. Pada wanita, hiperprolaktinemia
menyebabkan oligomenorrhea atau amenorrhea serta galaktorrhea.
Pada pria, gejala utamanya adalah impotensi dan menurunnya libido.
Selain gejala yang timbul karena sekresi hormon yang berlebihan,
manifestasi klinis juga dapat berupa gejala yang disebabkan karena
efek mekanis dari tumor (nyeri kepala, dan gangguan penglihatan) dan
hipopituitarisme. Hal yang sangat penting untuk dipahami adalah
kondisi hiperprolaktinemia yang persisten, apapun penyebabnya, dapat
mengakibatkan kondisi hipogonadisme yang semakin lama sehingga
13
akan menyebabkan menurunnya densitas tulang dan osteoporosis baik
pada wanita maupun pria. Diagnosis prolaktinoma sangat sederhana
dan ditandai dengan peningkatan konsentrasi serum prolaktin yang
sangat ekstrim. Konsentrasi serum prolaktin lebih dari 200 g/l
diagnostik untuk prolaktinoma. Konsentrasi serum prolaktin diantara
100-200 g/l biasanya, namun tidak selalu, disebabkan karena
prolaktinoma.7
b. GH-secreting Adenoma
Tumor ini terhitung sekitar 20% dari keseluruhan tumor pituitari dan
bermanifestasi sebagai akromegali pada dewasa dan gigantisme pada
anak-anak. Efek jangka panjang dari sekresi GH yang berlebihan
cukup berat. Kebanyakan pasien mengalami perubahan bentuk tubuh
dalam kurun waktu 5-10 tahun, pertumbuhan tulang yang abnormal,
pembengkakkan jaringan lunak, perubahan pada kulit, diabetes
mellitus, hipertensi, dan gejala-gejala kardiovaskular lainnya. Selain
tanda dan gejala yang muncul karena kelebihan GH, beberapa pasien
juga mengalami gejala gangguan tidur dan hipopituitarisme, nyeri
kepala dan gangguan penglihatan. Sekitar 30% pasien dengan jenis
adenoma ini juga mengalami hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh
ko-sekresi dari GH dan prolaktin oleh sel tumor atau karena kompresi
pembuluh darah portal. Galaktorrhea banyak ditemukan pada pasien
akromegali, sekalipun tidak ditemukan konsentrasi prolaktin serum
yang abnormal. Hal ini disebabkan karena efek laktogenik dari GH.
Selain adanya deformitas yang progresif dan arthritis degeneratif,
pasien dengan akromegali juga berisiko tinggi mengalami polip dan
kanker kolon.7
c. ACTH-secreting Adenoma
Tumor ini terhitung sekitar 10-12% dari keseluruhan kasus adenoma
pituitari dan paling sering ditemukan pada wanita, dengan
perbandingan antara pria dan wanita yaitu 8:1, dan puncak
insidensinya terjadi pada dekade ketiga dan keempat. ACTH-secreting
adenoma merupakan penyebab tersering dari hiperkortisolisme
endogen, terhitung sekitar 65-70% dari keseluruhan kasus Cushings
syndrome. Cushings syndrome merupakan suatu kondisi
hiperkortisolisme yang disebabkan karena apapun. Sementara
Cushings disease adalah suatu kondisi hiperkortisolisme yang
disebabkan karena sekresi ACTH yang berlebihan oleh kelenjar
pituitari. Manifestasi klinis dari ACTH-secreting adenoma yaitu berupa
tanda dan gejala yang disebabkan karena berlebihnya sekresi ACTH
dan hal ini menyebabkan meningkatnya produksi glukokortikoid.
Pasien dapat mengeluhkan nyeri kepala dan gangguan penglihatan.
Umumnya, apopleksi tumor pituitari merupakan manifestasi awal pada
pasien dengan makroadenoma. Tanda dan gejala dari hiperkortisolisme
yaitu obesitas sentral, miopati proksimal, striae, hipertensi, hirsutisme,
14
siklus menstruasi yang tidak teratur, perubahan mood, meningkatnya
lapisan lemak pada area supraklavikula dan dorso-servikal,
penyembuhan luka yang lambat, osteoporosis dan hiperglikemia.
Hipokalemia juga ditemukan pada 20-25% pasien dengan Cushings
disease.7
d. Gonadotroph Adenoma
Gonadotroph adenoma terjadi pada 10-15% kasus dari keseluruhan
kasus adenoma pituitari, dimana 5-10% tumor merupakan jenis tumor
non fungsional. Pada saat terdeteksi, jenis tumor ini umumnya
berukuran besar (lebih dari 10 mm) dan sudah mengalami perluasan
dari sella turcica. Manifestasi klinis yang seringkali ditemukan
berhubungan dengan efek mekanis dari makroadenoma yang
mengalami perluasan, diantaranya adalah keluhan pada penglihatan
(penglihatan yang menurun, defek lapangan pandang dan gangguan
motilitas mata), nyeri kepala, dan hipopituitarisme. Jenis tumor ini
sangat jarang mensekresikan hormon, hanya beberapa diantaranya
mensekresikan LH dalam jumlah yang berlebihan. Pasien pria dengan
hipersekresi LH akan mengalami peningkatan konsentrasi testoteron
dalam serum dan peningkatan libido. Sementara pasien wanita dengan
hipersekresi LH akan mengalami sindrom hiperstimulasi pada
ovarium, termasuk peningkatan berlebih konsentrasi estradiol, kista
ovarium multipel, dan hiperplasia endometrium.7
e. TSH-secreting Adenoma
Tumor ini sangat jarang ditemukan, hanya sekitar 1% dari keseluruhan
kasus adenoma pituitari. Manifestasi klinisnya tidak pernah berubah,
yaitu berupa Graves disease.7
f. Non-secreting Adenoma
Tumor ini mewakili 25% kasus adenoma pituitari. Null cell adenoma,
oncocytoma, silent cortiroph adenoma, silent gonadotroph dan thyroph
adenoma termasuk kedalam kelompok ini. Jenis tumor ini tumbuh
dengan sangat lambat dan hanya menimbulkan maniefstasi klinis yang
minimal. Jika tumor ini meluas melebihi sella turcica, maka dapat
terjadi penekanan pada kiasma optikum yang menyebabkan hilangnya
fungsi penglihatan dan nyeri kepala. Beberapa tumor juga dapat
menekan kelenjar pituitari itu sendiri sehingga produksi hormon dan
fungsi normal dari kelenjar akan terganggu. Kondisi ini disebut sebagai
hipopituitarisme, dan gejalanya berhubungan dengan rasa lelah, pucat,
kehilangan fungsi seksual, dan apatis.1
g. Karsinoma Pituitari
Keganasan pada kelenjar pituitari sangat jarang terjadi. Karsinoma
pituitari merupakan suatu kondisi dimana tumor yang berasal dari
kelenjar pituitari bermetastasis ke area lain di otak atau diluar susunan
saraf pusat. Tumor ini umumnya berupa makroadenoma yang resisten
terhadap terapi, dan bermetastase ke medulla spinalis atau organ
15
lainnya dalam tubuh. Mayoritas karsinoma pituitari adalah tumor
fungsional, yang mensekresikan prolaktin atau ACTH.1
2.3.6.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium2
Serum prolaktin meningkat 200 mg/l pada pasien dengan
makroadenoma merupakan tanda diagnostik untuk
prolaktinoma
Tes toleransi glukosa oral (TTGO) merupakan pemeriksaan
definitif untuk mendiagnosa akromegali; hasil yang positif
ditandai dengan kegagalan penurunan konsentrasi GH setelah
pemberian 50-100 g glukosa. Kadar GH >5 g/l merupakan
tanda diagnostik akromegali
Kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) dalam serum
merupakan tes endokrinologi yang lebih praktis untuk
akromegali. Kadar IGF-1 menunjukkan konsentrasi GH dalam
kurun waktu 24 jam
Pemeriksaan kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam
meningkat pada Cushings disease
Low dose dexamethasone test: kadar kortisol dalam serum dan
urin diukur selama 2 hari berturut-turut. Lalu pasien diberikan
dexamethasone 4x0,5 mg dalam jeda waktu pemberian 6 jam.
Penekanan kortisol yang normal adalah kortisol serum <138
nmol/l dan kortisol urin <55 nmol/l. Jika kadar kortisol
meningkat secara abnormal, Corticotrophin Releasing Factor
(CRF) diberikan dengan dosis 1 mg untuk membedakan
Cushings disease dengan penyebab lain dari
hiperkortisolisme. Pada adenoma pituitari, sekresi kortisol
meningkat dari batas normal
High dose dexamethasone test: penekanan kortisol setelah
pemberian dexamethasone sebanyak 8 mg merupakan tanda
diagnostik untuk adenoma pituitari
Kadar ACTH dalam serum: konsentrasi ACTH dalam serum
lebih tinggi dari normal (>5,5 pmol/l pada pukul 9 pagi dan
>2,2 pmol/l pada tengah malam)
b.
Pemeriksaan Imaging2
16
jaringan otak yang normal setelah penyuntikan kontras. Makroadenoma
biasanya memberikan sinyal yang lebih rendah daripada otak normal
pada T1- dan sinyal yang lebih tinggi pada T2-weighted image.
Mikroadenoma
Makroadenoma
Adenoma pituitari dengan diameter yang lebih besar dari 10
mm dapat dilihat pada MRI dan MRI juga dapat menilai
struktur dasar dan derajat perluasan dari lesinya. Demikian juga,
tumor yang lebih besar dapat menunjukkan kompresi dan
distorsi pada tangkai pituitari.
17
18
19
konsentrasi prolaktin serum dalam beberapa minggu, dan ukuran tumor
akan mengecil pada 70% dalam 3-6 bulan. Sementara pada pasien
dengan makroadenoma, normalisasi prolaktin serum akan dicapai pada
sekitar 85% pasien, dan pengecilan ukuran tumor dicapai pada sekitar
70% pasien. Efek samping yang sering ditimbulkan oleh terapi agonis
dopamin ini diantaranya adalah mual, muntah, konstipasi, rasa pusing,
hipotensi postural, dan sumbatan hidung.7
b. GH-secreting Adenoma
Seperti yang telah diketahui, komplikasi kardiovaskular karena
kelebihan GH yang dapat menyebabkan kematian membuat semua
pasien dengan akromegali harus segera diberikan terapi. Pilihan
utamanya adalah adenomektomi transspehnoid. Namun pada pasien
20
yang mengalami rekurensi setelah menjalani tindakan ini ataupun pada
pasien yang bukan merupakan kandidat tindakan pembedahan
membutuhkan terapi tambahan untuk mengendalikan sekresi GH yang
berlebihan. Diantara pilihannya adalah iradiasi eksternal dan
penggunaan obat-obatan. Terapi radiasi efektif dalam mengendalikan
pertumbuhan tumor pada 70-80% pasien. Konsentrasi GH dalam
serum menurun hingga kurang dari 5 g/l pada 75% pasien dalam
kurun waktu 10 tahun setelah iradiasi. Hipopituitarisme merupakan
salah satu komplikasi yang dapat terjadi karena terapi radiasi.
Penggunaan obat-obatan berupa analog somatostatin; ocerotide;
memberikan kemajuan yang sangat pesat dalam menurunkan
konsentrasi GH dalam serum dan konsentrasi IGF-I dalam plasma dan
juga memperkecil ukuran tumor. Dosis diberikan sebanyak 300-2000
g/l per hari dengan frekuensi pemberian 3-4 kali per hari secara
subkutan. Efek samping dari terapi ini sangat kecil diantaranya nyeri
perut dan diare. Penggunaan terapi jangka panjang berhubungan
dengan peningkatkan prevalensi terjadinya kolelitiasis, terutama pada
pasien yang memiliki riwayat penyakit pada kandung empedu. Terapi
dengan ocreotide umumnya dikombinasikan dengan terapi iradiasi.7
c. ACTH-secreting Adenoma
Pilihan terapi utama untuk jenis tumor ini adalah adenomektomi
transsphenoid. Kebanyakan pasien dengan Cushings disease memiliki
ukuran tumor yang kecil sehingga dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Namun pada beberapa pasien, adenoma mungkin terlalu
kecil untuk dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pada pasien seperti
ini, dapat dilakukan hemihipofisektomi, terutama pada pasien yang
mengalami lateralisasi pada sinus petrosus inferior. Terapi radiasi
merupakan pilihan kedua dalam terapi tumor ini, terutama pada pasien
yang mengalami hipersekresi ACTH persisten setelah dilakukannya
tindakan pembedahan. Beberapa terapi medikamentosa digunakan
sebagai terapi tambahan pada pasien yang mengalami
hiperkortisolisme. Obat yang menghambat sekresi kortisol oleh
kelenjar adrenal seperti ketoconazole dengan dosis 600-1200 mg/hari
cukup efektif dalam mengendalikan kondisi ini. Obat lain yang
digunakan antara lain adalah aminoglutathemide dan metyrapone.7
d. Gonadotroph Adenoma
Adenomektomi transsphenoid merupakan pilihan utama dalam terapi
jenis tumor ini. Namun pada pasien yang adenomanya tidak dapat
diangkat sepenuhnya pada saat pembedahan atau pada pasien dengan
tumor yang mengalami kekambuhan namun tidak menekan kiasma
optikum, maka terapi radiasi dapat digunakan. Hingga saat ini belum
ada penggunaan obat-obatan yang efektif sebagai terapi tumor ini.7
e. TSH-secreting Adenoma
21
Terapi yang paling baik untuk jenis tumor ini adalah reseksi
transsphenoid. Pada kondisi hipersekresi TSH yang persisten maka
dibutuhkan penggunaan obat-obatan ataupun terapi radiasi. Ocreotide
sangat efektif dalam mengendalikan sekresi TSH yang berlebihan pada
80-90% pasien. Terapi ini juga dapat mengurangi pertumbuhan tumor
pada sekitar 30% pasien. Agonis dopamin juga efektif dalam
mengendalikan sekresi TSH yang berlebihan. Namun dibutuhkan dosis
yang lebih tinggi dan lama terapi yang lebih panjang dibandingkan
dengan ocreotide.7
22
23
akan menyebabkan hiperplasia somatotrof yang difus dan peningkatan pelepasan
GH dari kelenjar pituitari.7
2.3.9. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini bergantung pada jenis, ukuran, dan lokasi dari
tumor. Pasien dengan Cushings disease umumnya mengalami tumor berukuran
kecil (mikroadenoma) dan 90% dapat disembuhkan melalui tindakan
pembedahan. Pasien dengan akromegali umumnya mengalami tumor yang
berukuran lebih besar, lebih invasif, sehinga lebih sulit untuk disembuhkan
melalui tindakan pembedahan saja. Tingkat kesuksesan dari tindakan
pembedahan untuk GH-secreting makroadenoma sekitar 60%. Non-secreting
adenoma umumnya juga merupakan makroadenoma. Makroadenoma ini dapat
diangkat seluruhnya melalui tindakan pembedahan namun bergantung pada
perluasannya kedalam sinus kavernosus, tulang, atau struktur lainnya. Jika tumor
belum mengalami perluasan ke area ini maka penyembuhan dapat terjadi.9
24
BAB III
KESIMPULAN
Tumor pituitari merupakan suatu penyakit yang cukup sering ditemukan pada
populasi umum. Telah banyak kemajuan yang terjadi baik dalam bidang biokimia,
pemeriksaan immunocytochemical, teknik pencitraan, maupun dalam terapi yang tentunya
memberikan kemajuan pada pemahaman kita mengenai tumor pituitari dan cara
menanganinya. Terapi yang saat ini tersedia berupa tindakan pembedahan, pemberian obat-
obatan, dan terapi radiasi. Terapi utama dari setiap jenis tumor dapat bervariasi, namun sangat
penting untuk memikirkan keseluruhan terapi yang tersedia dan memilih terapi yang paling
tepat untuk pasien. Terlepas dari hal ini, follow-up terhadap pasien pasca pemberian terapi
juga sangat diperlukan untuk memonitor terjadinya komplikasi jangka panjang dari tumor
pituitari dan juga efek samping akibat terapi yang telah diberikan.
25
DAFTAR PUSTAKA
26