Anda di halaman 1dari 12

F 5 .

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan


Tidak Menular

TONSILOFARINGITIS AKUT
Untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti
Program Internsip Dokter Indonesia

Diajukan kepada:
dr. Anis Mustaghfirin

Disusun oleh:
dr. Oei Maya Prasodjoyo

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
2016

1
F 5 . Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular d an Tidak
Menular

Nama Peserta : dr. Oei Maya Prasodjoyo Tanda tangan :

Nama
Pendamping Tanda tangan :
: dr. Anis Mustaghfirin

Nama Wahana : PUSKESMAS Pringsurat Kab.Temanggung

Tema Tonsilofaringitis Akut

1. Mengadakan anamnesis, pemeriksaan, diagnosis,serta pengobatan


kepada pasien dengan tonsilofaringitis akut
Tujuan
2. Memberikan edukasi tentang penyakit tonsilofaringitis akut, faktor
resiko, terapi, serta komplikasi

Hari/Tanggal : Senin, 15 September 2016

Waktu : Pukul 07.30 WIB s/d selesai

Tempat : BP Puskesmas Pringsurat Temanggung

Peserta : 1 orang

2
A. PENDAHULUAN
Faringitis merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada
anak. Keterlibatan tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan derajat
beratnya penyakit. Tonsilofaringitis biasanya terjadi pada anak, meskipun
jarang terjadi pada anak di bawah usia 1 tahun. Insiden meningkat sesuai
dengan beratambahnya usia, mencapai puncak pada umur 4-7 tahun, dam
berlanjut hingga dewasa. Insiden tonsilofaringitis streptokokus tertinggi pada
usia 5-18 tahun, jarang di bawah usia 3 tahun dan sebanding antara laki-laki
dengan perempuan.
Tonsilofaringitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Oleh karena
itu diperlukan strategi untuk malakukan diagnosis dan memberikan
tatalaksana agar dapat membedakan pasien-pasien yang membutuhkan
antibiotik, dan mencegah serta meminimalkan penggunaan medikomentosa
yang tidak perlu.

B. PERMASALAHAN
Menurut Pola Penyakit pasien yang berobat ke Balai Pengobatan
Puskesmas Pringsurat dari bulan Januari- Desember tahun 2014, pasien
dengan keluhan faringitis menempati urutan ke 20 dalam 20 besar penyakit.

3
900
800
700
600
500
400
300
200
Jumlah kasus
100
0

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Metode intervensi yang digunakan adalah dengan pemberian
informasi. Penyuluhan meliputi memberikan pengetahuan secara umum
tentang tonsilofaringitis. Edukasi disampaikan dengan metode langsung
setelah dilakukan cek kesehatan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
kemudian pemberian terapi.

D. PELAKSANAAN
Hari/Tanggal : Kamis, 15 September 2016
Waktu : Pukul 07.30 WIB s/d selesai
Tempat : BP Puskesmas Pringsurat

E. RESUME PASIEN
Pasien seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang dengan keluhan
utama 3 hari pasien mengeluh demam. Demam yang dialami tinggi terus-
menerus. Pasien diberikan obat penurun panas yang dibeli dari warung namun
panasnya tetap tidak turun. Penderita juga mengalami batuk yang berdahak.
Dahak yang dikeluarin berwarna putih. Pasien juga mengeluh pilek. Sesak
nafas tidak ada, ada nyeri saat menelan, muntah tidak ada, BAB dan BAK

4
biasa. Tanda-tanda perdarahan tidak ada. Kejang tidak ada, suara serak tidak
ada. Transfusi darah sebelumnya tidak ada.
2 hari panas pasien masih tidak turun dan mulai disertai nyeri saat
menelan. Pasien kemudian dibawa ke bidan untuk berobat dan diberikan obat
parasetamol sirup namun panasnya tetap tidak turun. Nafsu makan pasien
mulai menurun dan terlihat lemas. BAK dan BAB tetap biasa, sesak tidak ada
lalu pasien dibawa ke BP Puskesmas Pringsurat untuk berobat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 92x/menit,regular,isi
dan tegangan cukup, frekuensi napas 34x/menit, temperatur 38,1 oC. Pada
pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan adanya peningkatan suhu dari hari
pertama sampai ketiga. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis
didapatkan faring hiperemis dan pembesaran tonsil T2-T2, hiperemis, detritus
(+), kripta melebar (-).
Terapi yang diberikan adalah amoxicillin 250mg tiap 8 jam, dan
paracetamol 250mg tiap 8jam, metilprednisolon tab pagi dan malam hari.
Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah meminum obat secara teratur,
terutama antibiotik harus dihabiskan sesuai dosis. Selain itu, diberikan edukasi
yaitu minum air putih yang lebih dari biasanya. Karena pada lidah didapatkan
adanya lidah geografis, edukasi tentang kebersihan mulut perlu dijaga.
Pencegahan yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah menyiapkan
makanan untuk anak, sehingga anak tidak jajan sembarangan. Mengingatkan
anak apabila batuk sebaiknya ditutup menggunakan tisu atau menggunakan
masker untuk mencegah penularan ke anggota keluarga yang lain.

F. DOKUMENTASI

5
G. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Tonsilofaringitis
Tonsilofaringitis adalah peradangan pada tosil atau faring ataupun keduanya
yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Radang faring pada anak selalu melibatkan
orang sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga
disebut sebagai tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis merupakan faringitis akut dan
tonsilitis akut yang ditemukan bersama-sama.

6
Ukuran Tonsil :
T0 Tonsil sudah di angkat
T1 Tonsil masih didalam fossa tonsilaris
T2 Tonsil sudah melewati piar posterior belum melewati garis para median
T3 Tonsil melewati garis paramedian belum melewati garis median ( pertengahan
uvula)
T4 Tonsil melewati garis median, biasanya pada tumor

Epidemiologi
Tonsilofaringitis dapat mengenai semua umur, dengan insiden tertinggi pada
anak-anak usia 5-15 tahun. Pada anak-anak, Group A streptococcus menyebabkan
sekitar 30% kasus tonsilofaringitis akut, sedangkan pada orang dewasa sekitar 5-10%.

Etiologi
Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis akut terutama pada anak
berusia 3 tahun. Virus penyebab penyakit respiratori seperti adenovirus, rhinovirus,
dan virus parainfluenza dapat menjadi penyebabnya. Streptococcus beta hemolitikus
grup A adalah bakteri terbanyak penyebab penyakit faringitis atau tonsilofaringitis

7
akut. Bakteri tersebut mencakup 15-30% pada anak sedangkan pada dewasa hanya
sekitar 5-10% kasus. Mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma dilaporkan
dapat menyebabkan infeksi, tetapi sangat jarang terjadi.
Faringotonsilitis kronik memiliki faktor predisposisi berupa radang kronik di faring,
seperti rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap
dan debu, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut sebelumnya yang tidak adekuat.
Tabel 1. Etiologi Tonsilofaringitis
Virus Bakteri
Adenovirus Group A-B hemolytic streptococcus
(GABHS)
Rhinovirus Staphylococcus aureus
Influenza Streptococcus pneumonia
Coronavirus Mycoplasma pneumonia
RSV Corynebacterium diphteriae
EBV Chlamydia pneumoniae

Patofisiologi
Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak langsung
dengan mukosa nasofaring dan orofaring yang terinfeksi atau dengan benda yang
terkontaminasi, serta melalui makanan merupakan cara penularan yang kurang
berperan. Penyebaran SBGA memerlukan penjamu yang rentan dan difasilitasi
dengan kontak yang erat.
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Sebagian besar peradangan
melibatkan nasofaring, uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi
inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal sehingga
menyebabkan eritem faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi streptococcus ditandai
dengan invasi lokal serta penglepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi
dari virus dan SBHGA lebih banyak terjadi akibat kontak tangan dengan sekret
hidung atau droplet dibandingkan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa
inkubasi yang pendek yaitu 24-72 jam.

8
Manifestasi Klinis
Gejala faringitis yang khas akibat bakteri streptococcus berupa nyeri
tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang
biasanya dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri
perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam tinggi dan nyeri tenggorok.
Gejala seperti rhinorrea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya
disebabkan oleh virus. Kontak dengan pasien rhinitis dapat ditemukan pada
anamnesa.
Pada pemeriksaan fisik, tidak semua pasien tonsilofaringitis akut streptococcus
menunjukkan tanda infeksi streptococcus yaitu eritem pada tonsil dan faring yang
disrtai pembesaran tonsil.
Faringitis streptococcus sangat mungkin jika dijumpai gejala seperti awitan akut
disertai mual muntah, faring hiperemis, demam, nyeri tenggorokan, tonsil bengkak
dengan eksudasi, kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri, uvula
bengkak dan merah, ekskoriasi hidung disertai impetigo sekunder, ruam skarlatina,
petekie palatum mole.
Tanda khas faringitis difteri adalah membrane asimetris, mudah berdarah, dan
berwarna kelabu pada faring. Pada faringitis akibat virus dapat ditemukan ulkus di
palatum mole, dan didnding faring serta eksudat di palatum dan tonsil. Gejala yang
timbul dapat menghilang dalam 24 jam berlangsung 4-10 hari dengan prognosis baik.

Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Baku emas penegakan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah
melalui pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Pada saat ini terdapat metode
cepat mendeteksi antigen streptococcus grup A dengan sensitivitas dan spesivitas
yang cukup tinggi.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium :

9
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sinsitifitas obat

Penatalaksanaan
Tatalaksana Umum :
1. Istirahat yang cukup
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang cukup
3. Pemberian obat kumur dan hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi
nyeri tenggorok
4. Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen

Tujuan dari pemberian terapi ini adalah untuk mengurangi gejala dan
mencegah terjadinya komplikasi. Faringitis streptococcus grup A merupakan
faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan
antibiotik. Istirahat cukup dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi
suportif yang dapat diberikan. Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak cukup
besar dapat mengurangi gejala nyeri tenggorok. Apabila terdapat nyeri berlebih atau
demam dapat diberikan paracetamol atau ibuprofen.
Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut streptococcus grup A adalah
penisislin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin
penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg) dan 1.200.000 IU
(BB>30 kg). Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti pilihan pengganti
penisislin pada anak yang lebih kecil karena selain efeknya sama amoksisilin
memiliki rasa yang enak. Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/ hari dibagi 2
selama 6 hari. Selain itu eritromisin 40mg/kgBB/hari, Klindamisin 30 mg/kgBB/hari,
atau sefadroksil monohidrat 15 mg/kgBB/hari dapat digunakan untuk pengobatan
faringitis streptococcus pada penderita yang alergi terhadap penisilin.
Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas untuk
mengurangi frekuensi tonsillitis rekuren. Indikator klinis yang digunakan adalah
Childrens Hospital of Pittsburgh Study yaitu tujuh atau lebih episode infeksi
tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik pada tahun sebelumnya, lima atau lebih

10
episode infeksi tenggorok yang diterapi antibiotik setiap tahun selama 2 tahun
sebelumnya, dan tiga atau lebih episode infeksi tenggorok yang diterapi dengan
antibiotik selama 3 tahun sebelumnya. Adenoidektomi sering direkomendasikan
sebagai terapi tambahan pada otitis media kronis dan berulang. Indikasi
tonsiloadenektomi yang lain adalah bila terjadi obstructive sleep apneu akibat
pembesaran adenotonsil.
Komplikasi
Komplikasi apabila tonsilofaringitis tidak dapat ditangani :
Tonsilofaringitis kronis
Otitis media
Mastoiditis
Sinusitis
Abses peritonsillar
Demam rematik
Glomerulonephritis

Prognosis
Dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik yang tepat, namun infeksi
dapat berulang. Tonsilofaringitis dengan penyebab virus bersifat self limiting disiase
sehingga dapat sembuh dengan sendirinya dengan istirahat yang cukup.

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, George L. MD. 1997. Boies, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Bailey J. Byron, Coffey Amy, R. 1996. Atlas of Head & Neck Surgery
Otolaryngology.
3. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan. Diakses di www.binifas.depkes.go.id
4. Gates, G.A. 2005. Journal of Tonsilitis. http://www.nidcd.nih.gov
5. Soepardi, Arsyad, SpTHT. 2001. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 5. Fakultas Kedokteran Unsri.

12

Anda mungkin juga menyukai