Anda di halaman 1dari 10

Patofisiologi anemia pada kehamilan.

Perubahan hematologi sehubungan dengan


kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap
plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya
sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah
partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang
menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. 2. EtiologiEtiologi anemia defisiensi besi
pada kehamilan, yaitu :a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran
darah.b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.c.
Kurangnya zat besi dalam makanan.d. Kebutuhan zat besi meningkat.

e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

3. Gejala klinisWintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia


defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala
penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama
dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi,
berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular,
lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah
disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda
anemia akan jelas.4Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia
ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori,
yaitu normal (11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl).
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil
adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00
mg/dl.3 4. Dampak anemia defisiensi zat besi pada ibu hamilAnemia pada ibu hamil
bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat
dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-
sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian
maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian
perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang
anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Soeprono menyebutkan bahwa dampak
anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya
gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses
persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas
(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah),
dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal,
dan
Asam folat juga penting dalam membantu pembelahan sel. Asam folat juga bisa
mencegah anemia dan menurunkan risiko terjadinya NTD (Neural Tube Defects) dan
sebagai antidepresan, kata Bowo.Sering kali para ibu tidak mengetahui dirinya
kekurangan asam folat karena sebagian besar kehamilan terjadi tanpa direncanakan.
Kebanyakan pasutri (pasangan suami istri) tidak pernah merencanakan kehamilan. Tahu-
tahu ibu langsung hamil setelah telat datang bulan. Mereka baru datang ke dokter setelah
positif hamil beberapa minggu.Karena itu, ibu pun sering tidak membekali diri dengan
gizi yang mencukupi ketika sebelum dan sesudah kehamilan. Kalau kehamilan
direncanakan, maka ia akan mempersiapkan gizi yang baik sebelum hamil. Padahal,
kebutuhan asam folat untuk ibu hamil harus disiapkan sejak sebelum kehamilan.Di
Indonesia sendiri belum ada data pasti berapa besarnya prevalensi adanya penyakit
kelainan sumsum tulang belakang. Jumlah angka kematian bayi di Indonesia masih
relatif tinggi. Kematian bayi ini belum diidentifikasi penyebabnya apa, karena belum ada
data. Salah satu penyebab kematian bayi adalah kekurangan asam folat, ujar
Bowo.Kekurangan asam folat menyebabkan bayi lahir dengan bibir sumbing, bayi
dengan berat badan rendah, Downs Syndrome, dan keguguran. Bayi mengalami
kelainan pembuluh darah. Rusaknya endotel pipa yang melapisi pembuluh darah,
menyebabkan lepasnya plasenta sebelum waktunya.Kelainan lainnya adalah bayi
mengalami gangguan buang air besar dan kecil, anak tidak bisa berjalan tegak dan emosi
tinggi. Pada anak perempuan saat dewasa tidak mengalami menstruasi.Pada ibu hamil
kekurangan folat menyebabkan meningkatnya risiko anemia, sehingga ibu mudah lelah,
letih, lesu, dan pucat.Sumber makanan yang mengandung asam folat adalah hati sapi
(liver), brokoli, jeruk, bayam, dan sebagainya. Roti dan susu juga mengandung asam
folat tinggi, sebab kini susu dan tepung terigu telah difortifikasi mengandung asam folat,
jelas Dr Tim Green PhD dari Department of Human Nutrition University of Otago New
ZealandHanya saja hati sapi mengandung vitamin A cukup tinggi. Pemberian vitamin A
pada ibu hamil sangat tidak dianjurkan karena menyebabkan gangguan kehamilan. Oleh
sebab itu, pengganti hati sapi adalah susu.Kebutuhan asam folat untuk ibu hamil dan usia
subur sebanyak 400 mikrogram/hari atau sama dengan dua gelas susu. Mengonsumsi
folat tidak hanya ketika hamil, tetapi sebelum hamil sangat dianjurkan. Banyak negara
telah melakukan kebijakan dalam pengurangan NTD dengan mewajibkan ibu
mengonsumsi asam folat, tuturnya. BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan

1. Secara umum di Indonesia, anemia merupakan penyakit ke-4 yang prevalensinya


terbanyak dengan prevalensi sebesar 20% (Studi morbiditas Susenas 2001, Badan
Litbangkes; publikasi hasil Surkesnas 2001). Sebanyak 40,1% diantaranya adalah
ibu hamil dengan jenis anemia yang dominan adalah anemia karena kekurangan
zat besi (SKRT 1995 dan 2001).
2. Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih
berisiko menderita anemia dari pada ibu hamil usia 20-35 tahun (Ridwan
Amiruddin, 2004).
3. Provinsi dengan prevalensi anemia terbesar adalah Sumatera Barat (82,6%), dan
yang terendah adalah Sulawesi Tengah (SKRT 1992).

4. Terjadi penurunan angka penderita anemia dari tahun 1992-2001, yaitu 63,5% pada
tahun 1992, 50,9% pada tahun 1995, dan menjadi 40,1% pada tahun 2001 (SKRT
1992,1995,dan 2001).5. Determinan kejadian anemia defisiensi zat besi adalah umur
ibu < 20 tahun dan > 35 tahun. Pendarahan akut, pendidikan rendah, pekerja berat,
konsumsi tablet tambah darah < 90 butir, makan < 3 kali dan kurang mengandung zat
besi. B. Saran

1. Diperlukan upaya yang lebih baik lagi oleh pemerintah dalam hal menekan
angka penderita anemia defisiensi zat besi di Indonesia.
2. Perlu adanya penyuluhan yang lebih responsible tentang pentingnya suplemen
zat besi dan bahaya anemia bagi ibu hamil.
3. Perlu adanya pendistribusian tablet besi yang lebih merata di seluruh pelosok
tanah air.

DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.bppsdmk.depkes.go.id. Faktor Resiko Kejadian


Anemia pada Ibu Hamil. Akses 17 September 2007.2.
http://ridwanamiruddin.wordpress.com. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap
Kejadian Anemia Ibu Hamil Di Puskesmas Bantimurung. Akses 17 September 2007.

3. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC.

4. http://library.usu.ac.id. Anemia Defisiensi Besi Pada Wanita Hamil Di Beberapa


Praktek Bidan Swasta Dalam Kota Madya Medan. Akses 17 September 2007.5.
http://bankdata.depkes.go.id. Profil Kesehatan Indonesia : Pencapaian Indonesia Sehat
di Tahun 2001. Akses 23 September 2007.6. Atmarita, Tatang S. Fallah. 2004. Analisis
Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII.7. http://www.skripsi-tesis.com. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan
Rendahnya Cakupan Fe Ibu Hamil di Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu
Tahun 2003. Akses 17 September 2007.
Klasifikasi Anemia

Pembagian anemia dalam kehamilan

1. Anemia zat besi (Kejadian 62,3 %)

Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat


kekurangan besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur
dengan makanan, karena gangguan resobsi, gangguan penggunaan atau
karena terlalu banyaknya zat besi keluar dari badan, misalnya pada saat
perdarahan.

Keperluan akan besi bertambah dalam kehamilan terutama pada trimester


terakhir, apabila masukan besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka mudah
terjadi anemia defisiensi besi, terlebih pada kehamilan kembar.

a. Zat besi bagi wanita hamil

Saat kehamilan zat besi dibutuhkan lebih banyak dari pada saat
tidak hamil. Pada kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah
janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap trimester kehamilan
berbeda-beda. Pada trimester pertama kebutuhan besi lebih rendah dari
masa sebelum hamil, ini disebabkan karena wanita tidak mengalami
menstruasi dan janin didalam kandungan belum membutuhkan zat besi,
menjelang trimester kedua kebutuhan zat besi muali meningkat karena
pada saat ini terjadi penambahan sel-sel darah merah yang akan terus
berlanjut pada trimester ketiga.

Pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil memerlukan zat besi
dalam jumlah banyak yang tidak bisa di dapat hanya dari makanan saja,
walaupun makanan yang dikonsumsi sudah banyak zat besi, oleh karena
itu pada kehamilan trimester kedua dan ketiga wanita hamil harus
mendapatkan tambahan zat besi berupa suplemen zat besi.

b. Teraphy anemia defesiensi besi

1) Oral

- Pemberian fero sulfat 60 mg/hr menaikkan kadar Hb 1 gr %/bl.


- Kombinasi 60 mg besi + 50 mg asam folat.

2) Parentaral

- Pemberian ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intra vena


atau 2 x 10 ml/im pada glasteus dapat meningkatkan Hb relatif
lebih cepat yaitu 2 gr %.

- Pemberian parentaral zat besi ini mempunyai indikasi kepada ibu


hamil yang terkena anemia berat.

- Sebelum pemberian rencana parentaral harus dilakukan test alergi


sebanyak 0,5 cc/im.

c. Pencegahan anemia besi

Di daerah-daerah dengan frekwensi kehamilan yang tinggi


sebaiknya setiap wanita hamil diberi sulfas ferosus atau glukonasferrosus,
cukup 1 tablet sehari, selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan
lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral
serta vitamin.

1) Kebutuhan zat besi pada setiap trimester

a) Trimester I : Kebutuhan zat besi lebih kurang 1 mg/hr.

b) Trimester II : Kebutuhan zat besi lebih kurang 5 mg/hr

c) Trimester III : Kebutuhan zat besi 5 mg/hr ditambah


kebutuhan zat merah 150 mg.

2) Bahan makanan yang banyak mengandung zat besi

a) Tiram

b) Kedelai

c) Hati sapi

d) Sirup tanpa gula

e) Buncis

f) Bayam

g) Daging lembu bakar


h) Kacang polong putih

3) Beberapa faktor yang perlu diperhitungkan dengan pemberian zat besi

a) Reaksi tubuh terdapat zat besi

b) Jumlah kehilangan darah

c) Kemampuan resorpsi intestine

d) Kemampuan hemopoitisi sumsum tulang

e) Kemampuan pengendalian parasit infeksi yang menghilangkan


darah menahun

f) Tingkat anemia yang di derita

g) Pada ibu hamil sejak permulaan sudah anemia diperlukan


pemberian zat besi sehingga kehamilan dapat berlangsung tanpa
menimbulkan penyulit kehamilan, persalinan dan pasca partum

h) Faktor makanan

- Teh dan kopi menghambat resorbsi (penyerahan) zat besi

- Vitamin C meningkatkan resorbsi zat besi

2. Anemia Megaloblastik (29 %)

a. Anemia megaloblastik dalam kehamilan di sebabkan karena defisiensi


asam folik (pteroylglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi
makanan.

b. Pencegahan anemia megaloblastik

Pada umumnya asam folik tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah-
daerah dengan frekwensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila
pengobatan anemia dengan besi saja tidak berhasil maka besi harus
ditambah dengan asam folik, adapun teraphy yang dapat diberikan
adalah :

- Asam folik 15-30 mg/hr


- Vitamin B 12 3 x 1 tab/hr

- Sulfas ferrosus 3 x 1 tab/hr

- Pada kasus yang berat dan pengobatan peroral hasilnya lambat


sehingga dapat diberikan transfusi darah.

3. Anemia Hipoplastik (8,0 %)

a) Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang


kurang mampu membuat sel-sel darah merah.

b) Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan sampai saat ini belum


diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar
rontgen, racun dan obat-obatan. Dalam hal yang terakhir anemiannya
dianggap hanya komplikasi kehamilan.

c) Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan apabila wanita dengan


selamat mencapai masa nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Anemia
plastik (panmieloftosos) dan anemia hipoplastik berat yang tidak di obati
mempunyai prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi anak.

d) Teraphy anemia hipoplastik adalah Transfusi darah.

4. Anemia Hemolitik (0,7 %)

a) Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah


berlangsung lebih cepat dan pembuatannya wanita dengan anemia
hemolitik sukar untuk hamil dan apabila ia hamil maka anemia biasanya
menjadi lebih berat, sebaliknya mungkin pula kehamilannya
menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak
menderita anemia.

b) Frekwensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi dan banyak


dijumpai pada wanita negro yang menderita anemia sel sabit, anemi sel
sabit haemoglobin C, sel sabit thalassemia.

c) Pengobatannya adalah tranfusi darah

5. Anemia Lainnya
Seorang wanita menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia
hemolitik herediter/yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing
tambah, penyakit ginjal menahun, penyakit hati tuberculosis, sirilis, tumor
ganas dapat menjadi anemia. Dalam hal ini anemiannya menjadi lebih berat
dan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap ibu dalam masa kehamilan,
persalinan, nifas serta bagi anak dalam kandungan.

Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan Hb menurut Manuaba Ida


Bagus Gde, 1998.

1) Tidak anemia : 11 gr %

2) Anemia ringan : 9-10 gr %

3) Anemia sedang : 7-8 gr %

4) Anemia berat : kurang dari 7 gr %

D. Gejala Klinis Anemia

a. Data Subjektif

1) Ibu mengatakan sering pusing

2) Ibu mengatakan cepat lelah

3) Ibu mengatakan badan lemas

4) Ibu mengatakan susah bernafas

b. Data Objektif

1) Konjungtiva pucat

2) Muka pucat

3) Ujung-ujung kuku pucat

c. Pemeriksaan Penunjang

Hb : < 11 gr %

E. Patofisiologi Anemia Dalam Kehamilan

Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut indremia


atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan
dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut
berbanding sebagai berikut plasma 30 %, sel darah 18 % dan haemoglobin 19 %.
Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan
ibu menjadi kekurangan sel darah merah atau anemia.

Pengenceran darah dianggap di anggap sebagai penyesuaian diri secara


fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama-tama
pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam
masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output meningkatkan
kerja jantung lebih ringan, apabila viskositas darah rendah. Resistansi perifer
berkutang pula, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua pada perdarahan waktu
persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan
apabila darah itu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti dengan
pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia.

Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10


minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.

F. Komplikasi

a. Trimester I (hamil muda)

1) Missed abortus

2) Kelainan kongenital

3) Abortus/keguguran

b. Trimester II

1) Partus prematurus

2) Perdarahan anterpartum

3) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim

4) Asfiksia intrapartum sampai kematian

5) Gestosis dan mudah terkena infeksi

6) IQ rendah
7) Dekompensasiokordis-kematian ibu

c. Saat persalinan

1) Gangguan his primer dan sekunder

2) Janin lahir dengan anemia

3) Persalinan dengan tindakan tinggi

- Ibu cepat lelah

- Gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan oporatif

Anda mungkin juga menyukai