Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian anemia pada ibu hamil di Indonesia masih cukup tinggi. Anemia

pada ibu hamil yaitu suatu kondisi dimana kadar hemoglobin ibu hamil kurang

dari 11,0g/dL pada trimester I dan III dan kurang dari 10,5 g/dL pada trimester II

(Pratami, 2016). Adapun gejala anemia pada ibu hamil yaitu lemah, letih, lesu,

lunglai, lelah, pucat, penglihatan berkunang-kunang dan mudah mengantuk

(Ningrum 2009, dalam Setiati & Lisnamawati 2019).

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (hb) hematokrit atau hitung

eritrosit (reed cell coun) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan

oksigen oleh darah. tetapi harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga

parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi,

perdarahan akut, dan kehamilan (Nanda, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2019, diperkirakan

kematian ibu sebesar 303.000 jiwa atau sekitar 216/100.000 kelahiran hidup di

seluruh dunia. Secara global prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 41,8%.

Sekitar setengah dari kejadian anemia tersebut disebabkan karena defisiensi zat

besi. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Afrika sebesar 57,1%, Asia 48,2%,

Eropa 25,1% dan Amerika 24,1%. Seseorang disebut menderita anemia bila kadar

Hemoglobin (Hb) di bawah 11 g% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 g%

trimester II (WHO, 2019).


Prevalensi anemia dalam kehamilan di Indonesia tahun 2019 sebesar 48,9%

dan angka ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan

hasil Riskesdas 2013 sebesar 37,1%. Anemia dalam kehamilan yang paling sering

terjadi di Indonesia disebabkan oleh defisensi zat besi sebanyak 62,3% yang dapat

menyebabkan keguguran, partus prematus, inersia uteri, partus lama, atonia uteri

dan menyebabkan perdarahan serta syok. Dampak yang dapat disebabkan anemia

defisiensi besi pada ibu hamil adalah 12% - 28% angka kematian janin, 30%

kematian perinatal dan 7% - 10% angka kematian neonatal (Kemenkes RI, 2019).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) yang di keluarkan Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan (Baritbankes) Kemenkes RI Tahun 2018

menyatakan prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 48,9%. Di

kabupaten/kota Sumatera Utara yaitu kota Medan diketahui ibu hamil mengalami

anemia sebanyak 40,5% (Dinkes Provsu, 2019).

Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia kehamilan diantaranya

gravida, umur, paritas, tingkat pendidikan, status ekonomi, kepatuhan konsumsi

tablet Fe, pola makan dan aktivitas fisik. Umur ibu yang ideal dalam kehamilan

yaitu pada kelompok umur 20-35 tahun dan pada umur tersebut kurang beresiko

komplikasi kehamilan serta memiliki reproduksi yang sehat. Hal ini terkait

dengan kondisi biologis dan psikologis dari ibu hamil. Sebaliknya pada kelompok

umur <20 tahun beresiko anemia sebab pada kelompok umur tersebut

perkembangan biologis yaitu reproduksi belum optimal. Selain itu, kehamilan

pada kelompok usia diatas 35 tahun merupakan kehamilan yang beresiko tinggi.

Wanita hamil dengan umur diatas 35 tahun juga akan rentan anemia. Hal ini
menyebabkan daya tahan tubuh mulai menurun dan mudah terkena berbagai

infeksi selama masa kehamilan (Wahyuni, 2019).

Patofisiologi anemia defisiensi besi (ADB) disebabkan karena gangguan

homeostasis zat besi dalam tubuh. Homeostasis zat besi dalam tubuh diatur oleh

absropsi besi yang dipengaruhi asupan besi dan hilangnya zat besi/iron loss.

Kurangnya asupan zat besi/iron intake, penurunan absropsi, dan peningkatan

hilangnya zat besi dapat menyebabkan ketidakseimbangan zat besi dalam tubuh

sehingga menimbulkan anemia karena defisiensi besi. Zat besi yang diserap di

bagian proksimal usus halus dan dapat dialirkan dalam darah bersama

hemoglobin, masuk ke dalam enterosit, atau disimpan dalam bentuk ferritin dan

transferin. Terdapat 3 jalur yang berperan dalam absropsi besi, yaitu: (1) jalur

heme, (2) jalur fero (Fe2+), dan (3) jalur feri (Fe3+).

Dampak langsung anemia ibu hamil saat ibu bersalin adalah terjadinya

perdarahan sebesar 17,24%. Kondisi ini tentu membutuhkan perhatian khusus

untuk dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak. Meskipun pemerintah

sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil dengan

memberikan 90 tablet Fe (zat besi) kepada ibu hamil selama periode kehamilan,

namun kejadian anemia masih tinggi (Purba, M. E., Nurazizah, 2019).

Data dari 10 responden dengan kadar hb …

Pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu

hamil dengan memberikan 90 tablet Fe (zat besi) kepada ibu hamil selama periode

kehamilan. Namun, masih banyak masyarakat yang tidak patuh dalam

mengkonsumsi tablet Fe tersebut. Pada penelitian Awalamaroh, at al., (2018)


mengemukaan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan

mengonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Dimana sebanyak

72,2% ibu hamil yang mengalami anemia tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe.

Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti hubungan kepatuhan

konsumsi tablet Fe dengan tingkat anemia pada ibu hamil di Puskesmas Gaji

Kabupaten Tuban Tahun 2022.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Tablet Tambah

Darah di Wilayah Kerja Puskesmas Gaji tahun 2022.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan kepatuhan ibu hamil dalam

mengkonsumsi tablet tambah darah

2. Untuk mengetahui kecukupan konsumsi tablet tambah darah dengan

kejadian anemia pada ibu hamil yang anemia di wilayah kerja

Puskesmas Gaji.

1.3 Manfaat penelitian

1. Bagi penulis

Sebagai pedoman untuk ilmu kebidanan dan menambah wawasan ilmu

pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menelaah artikel mengenai

hubungan kepatuhan konsumsi tablet tambah darah dengan tingkat anemia

pada ibu hamil.


2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai sumber bacaan dan acuan dalam kegiatan proses belajar mengajar

khususnya hubungan kepatuhan konsumsi tablet tambah darah dengan

tingkat anemia pada ibu hamil.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan pembanding dan referensi untuk peneliti selanjutnya

mengenai hubungan kepatuhan konsumsi tablet tambah darah dengan

tingkat anemia pada ibu hamil.

Identfikasi Masalah

Rumusan Masalah

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumsi Kapsul Zat Besi/Fe pada Ibu Hamil

2.1.1 Zat Besi/Fe


Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah

(hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk

membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein

yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat

besi juga berfungsi dalam sistem antibodi atau sistem pertahanan tubuh (Ningrum,

2009).

2.1.2 Kebutuhan Fe/Zat Besi Pada Masa Kehamilan

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg.

Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta

serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal.

Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan

ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8-10 mg zat besi.

Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20-25

mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil

akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih

kekurangan untuk wanita hamil (Ningrum, 2009).

Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester 1 kehamilan adalah

20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%. Hal ini disebabkan

karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena

tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak

trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat

sampai 35%, ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah

merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin.
Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 - 350 mg akibat kehilangan

darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari

atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil (Ningrum, 2009).

2.1.3 Konsumsi Tablet Besi

Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilan

karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya

sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir, pada awal kehamilan, zat

besi dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi mensturasi dan pertumbuhan janin

masih lambat. Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volume darah dalam tubuh

akan meningkat 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi

sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak

untuk janin. Sedangkan saat melahirkan memerlukan tambahan zat besi 300-350

mg akibat kehilangan darah. Mulai dari kehamilan hingga persalinan, ibu hamil

memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau 2-3 mg besi per hari atau dua kali

lipat kebutuhan tidak hamil (Wikjosastro, 2006).

Kepatuhan mengkonsumsi tablet besi apabila ≥90% dari tablet besi yang

seharusnya diminum. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe merupakan

faktor penting dalam menjamin peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil.

Kepatuhan minum tablet besi pada ibu hamil dapat dipantau dengan cara melihat

terjadinya perubahan warna pada feces atau dengan test Afifi, menghitung jumlah

tablet yang diminum serta sisanya, supervisi langsung, melihat perkembangan

kesehatan fisiknya (Wiknjosatro, 2006).


Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dapat dilihat dari cara mengkonsumsi

tablet Fe dan frekuensi tablet perhari. Jika ibu mengkonsumsi Tablet Fe ≥ 90%

dari jumlah yang seharusnya (≥ 27 butir/bulan), maka ini mencukupi kebutuhan

ibu akan zat besi (lengkap), namun, jika ibu hamil tidak mengkonsumsi Tablet Fe

atau mengkonsumsi < 90% dari jumlah yang seharusnya (< 27 butir/bulan) maka

perlu adanya makanan tambahan untuk menggantikan kebutuhan akan zat besi

tersebut (Ningrum, 2009).

Sedangkan penyerapan besi dalam tubuh dipengaruhi oleh banyak faktor.

Protein hewani dan vitamin C meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam

kalsium, magnesium dan fitat dapat mengikat Fe sehingga mengurangi jumlah

serapan. Karena itu sebaiknya tablet Fe ditelan bersamaan dengan makanan yang

dapat memperbanyak jumlah serapan, sementara makanan yang mengikat Fe

sebaiknya dihindarkan, atau tidak dimakan dalam waktu bersamaan. Disamping

itu, penting pula diingat, tambahan besi sebaiknya diperoleh dari makanan, karena

tablet Fe terbukti dapat menurunkan kadar seng dalam serum (Ningrum, 2009).

Sejak sebelum hamil hingga selama kehamilan, dianjurkan memperbanyak

mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, asam folat juga Vitamin B

seperti hati, daging, kuning telur, ikan teri, susu dan kacang-kacangan seperti

tempe dan susu kedelai serta sayuran berwarna hijau tua seperti bayam dan katu

(Depkes RI, 2009).

2.2 Anemia pada Kehamilan

2.2.1 Pengertian Anemia


Wanita hamil dikatakan mengidap penyakit anemia jika kadar hemoglobin

(Hb) atau darah merahnya kurang dari 10 gram persen. Penyakit ini disebut

anemia berat. Jika hemoglobinya kurang dari 6 gram persen disebut anemia

gravis. Jumlah normal hemoglobin wanita hamil adalah 12-15 gram persen dan

hematokritnya adalah 35-54% (Khumaira, 2012).

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya

kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2006). Anemia adalah kondisi dimana kadar

Hb dalam sel darah merah sangat kurang. Normalnya kadar Hb dalam darah

seseorang sekitar 12 gr/100ml, bila kadar Hb dalam darah sekitar 9-11 gr/100ml

penderita digolongkan anemia ringan. Sedangkan bila kadar Hb 6-8 gr/100ml

berarti menderita anemia sedang. Dan kelompok anemia berat bila kadar Hb

kurang dari 6 gr/100ml (Depkes, 2009). Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk

(2007), anemia defisiensi besi adalah bila kadar hemoglobin < 10g/dl.

2.2.2 Definisi Anemia pada Kehamilan

Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada

trimester II (Saifuddin, 2002).

2.2.3 Klasifikasi Anemia

Menurut berat ringannya, Depkes RI (2009) mengklasifikasikan Anemia

sebagai berikut:

1. Bila kadar hemoglobin dalam darah berkisar 9-11 g/100 ml. penderita

digolongkan anemia ringan.


2. Sedangkan bila kadar hemoglobin 6-8 g/100 ml, berarti menderita anemia

sedang.

3. Kelompok anemia berat bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/100. Menurut

Manuaba (2010), pembagian Anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin

adalah sebagai berikut: Tidak Anemia bila kadar Hb 11,0 gr %

1. Anemia ringan bila kadar Hb 9-10,0 gr %

2. Anemia sedang bila kadar Hb 7,0 - 8,0 gr%

3. Anemia berat bila kadar Hb <7,0 gr %.

2.2.4 Etiologi

Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:

1. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.

2. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.

3. Kurangnya zat besi dalam makanan.

4. Kebutuhan zat besi meningkat.

5. Gangguan pencernaan dan absorbsi. (Ningrum, 2009).

2.2.5 Predisposisi

Pada ibu hamil, beberapa faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan

prevalensi anemia defisiensi zat besi antara lain:

1. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun.

Wanita yang berumur < 20 tahun atau > 35 tahun mempunyai risiko tinggi

untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil

maupun janinnya, berisiko mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan ibu

mengalami anemia. Usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu


semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya.

Terdapat kecenderungan semakin tua umur ibu hamil maka presentase anemia

semakin besar.

2. Perdarahan akut

3. Pendidikan rendah

4. Pekerja berat

5. Konsumsi tablet Fe < 90 butir

6. Makan <3 kali dan kurang mengandung zat besi

(Ningrum, 2009).

2.2.6 Tanda dan Gejala Anemia

Menurut Saifuddin (2002), Tanda dan Gejala Anemia adalah sebagai berikut:

1. Keluhan lemah, pucat, mudah pingsan

2. Perlu dicurigai anemia defisiensi

Sedangkan menurut Ningrum (2009), tanda dan Gejala Anemia adalah sebagai

berikut: yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-

kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang,

nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada

hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular,

lesu lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.

2.2.7 Patofisiologi
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut

Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang

dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.

Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan

haemoglobin 19%.

Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10

minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu

(Wiknjosastro, 2002).

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena

perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan

payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II

kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000

ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah

partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta,

yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron (Ningrum, 2009).

2.2.8 Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil

Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya

angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan

rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat

pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi

pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,

berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di

samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada
wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis

tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Ningrum, 2009). Dampak anemia pada

kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan

kelangsungan kehamilan (abortus, Partus imatur/prematur), gangguan proses

persalinan (inertia, atonia, partus lama.perdarahan atoni), gangguan pada masa

nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang. produksi

ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus dismaturitas, mikrosomi, BBLR.

kematian perinatal, dan lain-lain) (Lubis, 2008). Kekurangan zat besi juga dapat

menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh

maupun sel otak.

Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan,

abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan. Pada ibu hamil

yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun

mortalitas ibu dan bayi. Kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga

lebih besar (Suhemi, 2008).

2.2.9 Pencegahan Anemia

Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero

bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr

%/bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50

nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).

Anemia juga dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi

seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi daging (terutama daging
merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau

gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-

kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih

mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan

seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi (Suheimi, 2008).

Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran

bayi. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan

makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan

cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh

dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu,

perlu diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih

dari 2 tahun (Subcimi, 2008).

Kejadian Anemia gizi besi diharapkan dapat diatasi dengan meminum

tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD). Ibu hamil diberikan sebanyak satu

tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD

mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 miligram besi elemental dan

0.25 mg asam folat (Pujiatmi, 2011).

2.3 Konsep Dasar Hemoglobin

2.3.1 Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri

dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi

dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung

besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul
hemoglobin. Ada dua pasang polipeptida di dalam setiap molekul hemoglobin

(Nyoman, 2011).

Hemoglobin merupakan molekul protein di dalam sel darah merah yang

bergabung dengan oksigen dan karbon dioksida untuk diangkut melalui system

peredaran darah ke tisu-tisu dalam badan, ion besi dalam bentuk Fe+2 dalam

hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 ml

darah mengandungi 15 gram hemoglobin yang mampu mengangkut 0.03 gram

oksigen (Wikipedia, 2011)

Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.

Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/ 100 ml darah dapat

digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan

hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia (Nyoman.

2011).

Pengertian lain hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi.

Hemoglobin mempunyai afinitas terhadap oksigen dan dengan oksigen itu

membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini

maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2010).

2.3.2 Pembentukan Hemoglobin

Sel-sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam

cairan sel sampai sekitar 34 gm/dl sel. Konsentrasi ini tidak pernah meningkat

lebih dari nilai tersebut, karena ini merupakan batas metabolis dari mekanisme

pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya, pada orang normal, persentase

hemoglobin hampir selalu mendekat maksimum dalam setiap sel. Namun, bila
pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, maka persentase

hemoglobin dalam darah merah juga menurun karena hemoglobin untuk mengisi

sel kurang (Kautsar. 2011).

Bila hematokrit (persentase sel dalam darah normalnya 40 sampai 45

persen) dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel nilainya normal, maka

seluruh darah seorang pria rata-rata mengandung 16 gram/dl hemoglobin, dan

pada wanita rata-rata 14 gram/ dl (Kautsar. 2011).

Hemoglobin dibentuk dalam sitoplasma sel sampai stadium retikulosit Setelah inti

sel dikeluarkan, hilang juga Rhybo Nuclead Acid (RNA) dari dalam sitoplasma,

sehingga dalam sel darah merah tersebut tidak dapat dibentuk protein lagi, begitu

juga berbagai enzim yang sebelumnya terdapat dalam sel darah merah dan protein

membran sel (Kautsar, 2011).

Pembentukan hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian

dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit. karena ketika retikulosit tetap

membentuk sedikit hemoglobin selama beberapa hari berikutnya (Kautsar, 2011).


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 KerangkaKonseptual
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

3.3 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang

telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Hipotesis penelitian ini

adalah H1: Ada Hubunganan Kepatuahn Konsumsi Tablet Tambah Darah

Dengan Tingkat Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Gaji Tahun 2022.
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan penelitian survey analitik adalah

penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena ini

terjadi. Dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui

Hubungan Kepatuahan Konsumsi Tablet Tambah Darah Dengan Tingkat

Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Gaji Kecamatan Kerek Kabupaten

Tuban Tahun 2022.

4.2 Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, Notoatmodjo (2010).

Populasi yang menjadi sasaran penelitian berhubungan dengan sekelom

pok subjek, baik manusia, gejala, nilai tes benda-

benda, ataupun peristiwa. Dalam penelitian ini, populasi yang diambil

adalah seluruh ibu hamil dengan jumlah 345 ibu hamil yang sampai bulan

desember pukul 23.59 wib di Puskesmas Gaji Kecamatan Kerek

Kabupaten Tuban Tahun 2020.


b. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau Sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik penentuan

sampel ini menggunakanprobabillty samplingdengancarapengambilan

simple random sampling di mana teknik sini setia

Xsubjekdalampopulasimempunyaikesempatanuntukterpilihatautidakterpili

hsebagaisampel. Tenikdalampengambilansampeliniseluruhpopulasi

301dilakukanpengacakandengancaradikocoksecara
52 manual

sepertiarisansehinggadiperolehsampelyang akanditeliti 172.

Sampeldalampenelitianiniadalah Sebagian ibuhamil

yangsudahmelahirkandenganjumlah 172 orang ibuhamil yang

terlahmelahirkan di Wilayah

PuskesmasGajiKecamatanKerekKabupatenTubanTahun 2020

dijadikansebagaisampelpenelitiandenganmenggunakanrumusslovinyaituru

mus yang digunakanuntukmenghitungbanyaknyasampel minimum

suatusurveipopulasiterbatas (finite population survey),

dimanatujuanutamadarisurveitersebutadalahuntukmengestimasiproporsipo

pulasi.BentukdariRumusSlovinadalah:

Anda mungkin juga menyukai