Anda di halaman 1dari 23

A.

Konsep Tidur
1. Pengertian Tidur
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi

individu terhadap lingkungan menurun (Mubarak, W. dan Nurul, C.,

2008). Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar di mana

orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik

atau dengan rangsangan lainnya (Guyton & Hall, 1997).


Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi

individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat di bangunkan

kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi, 2008).


Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidur

adalah perubahan kesadaran di mana reaksi individu terhadap lingkungan

menurun dan dapat dibangunkan dengan rangsangan yang cukup.

2. Model Konsep Tidur yang Sehat


Kesehatan tidur adalah pola multidimensi dari tidur-terjaga,

disesuaikan dengan individu, sosial, dan lingkungan, yang meningkatkan

kesejahteraan fisik dan mental. Kesehatan tidur yang baik ditandai dengan

kepuasan subjektif, tidur pada waktu yang tepat, durasi tidur yang

memadai, efisiensi tidur tinggi, dan kewaspadaan yang berkelanjutan

selama jam bangun tidur (Buysse, 2014).


Menurut Buysse (2014) terdapat 5 dimensi tidur yang paling relevan

dalam pengukuran kesehatan tidur, yaitu:


a. Durasi tidur (Sleep duration): Jumlah total tidur per 24 jam
b. Efisiensi tidur (Sleep efficiency): Kemudahan jatuh tertidur dan

kembali tidur
c. Waktu tidur (Timing): Penempatan tidur dalam sehari 24 jam
d. Kewaspadaan atau kantuk (Alertness/sleepiness): Kemampuan untuk

mempertahankan terjaga penuh perhatian


e. Kepuasan atau Kualitas tidur (Satisfaction/quality): Penilaian subjektif

dari "baik" atau "buruk"nya tidur

Dimensi Tidur:
1. Durasi tidur
Genetik, System-Level
(Sleep duration) Kesehatan
2. Efisiensi tidur molekular, Processes
dan Penyakit
(Sleep efficiency) proses 1. Peradangan
3. Waktu tidur selular: 2. Sistem saraf
(Timing) simpatik
4. Kewaspadaan 3. Respon
atau kantuk hormonal
(Alertness/ 4. Respon sirkuit
Gambar 2.1 Model Konseptual Kesehatan
sleepiness) saraf Tidur
5. Kepuasan atau (Buysse, 2014)
Model
Kualitas konseptual tersebut menerangkan bahwa berbagai dimensi
tidur
(Satisfaction/
quality)
fungsi tidur-bangun dapat mempengaruhi hasil distal dari kesehatan.

Proses pada tingkat menengah mungkin dapat mempengaruhi genetik,

molekul, dan proses seluler yang pada gilirannya dapat mempengaruhi

proses tingkat sistem (System-Level Processes). Proses-proses ini, mulai

dari peradangan, sistem saraf simpatik, respon hormonal, sampai

perubahan fungsi dari sirkuit saraf serta yang lebih proksimal terkait

dengan kesehatan dan penyakit.

3. Kualitas Tidur
Menurut Buysse (1989) kualitas tidur merupakan fenomena

kompleks yang melibatkan berbagai domain antara lain, penilaian terhadap

kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, lama waktu atau durasi tidur,

efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan

disfungsi pada siang hari. Jadi apabila salah satu dari ketujuh domain
tersebut terganggu maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan

kualitas tidur.

Penjelasan dari tujuh komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Respon subjektif kualitas tidur


Evaluasi kualitas tidur secara subjektif merupakan evaluasi singkat

terhadap tidur seseorang tentang apakah tidurnya sangat baik atau

sangat buruk.
b. Latensi tidur
Latensi tidur adalah durasi mulai dari berangkat tidur hingga

tertidur. Seseorang dengan kualitas tidur baik menghabiskan waktu

kurang dari 15 menit untuk dapat memasuki tahap tidur selanjutnya

secara lengkap. Sebaliknya, lebih dari 20 menit menandakan level

insomnia yaitu seseorang yang mengalami kesulitan dalam memasuki

tahap tidur selanjutnya.


c. Durasi tidur
Durasi tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai

terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun pada tengah

malam.
d. Efisiensi kebiasaan tidur
Efisiensi kebiasaan tidur adalah rasio persentase antara jumlah

total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat

tidur. Seseorang dikatakan mempunyai kualitas tidur yang baik apabila

efisiensi kebiasaan tidurnya lebih dari 85%.


e. Gangguan tidur
Gangguan tidur merupakan kondisi terputusnya tidur yang mana

pola tidur-bangun seseorang berubah dari pola kebiasaannya, hal ini

menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas tidur

seseorang.
f. Penggunaan obat
Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedatif

mengindikasikan adanya masalah tidur. Obat obatan mempunyai efek

terhadap terganggunya tidur pada tahap REM. Oleh karena itu, setelah

mengkonsumsi obat yang mengandung sedatif, seseorang akan

dihadapkan pada kesulitan untuk tidur yang disertai dengan frekuensi

terbangun di tengah malam dan kesulitan untuk kembali tertidur,

semuanya akan berdampak langsung terhadap kualitas tidurnya.


g. Disfungsi di siang hari (terganggunya aktivitas)
Seseorang dengan kualitas tidur yang buruk menunjukkan

keadaan mengantuk ketika beraktivitas di siang hari, kurang antusias

atau perhatian, tidur sepanjang siang, kelelahan, depresi, mudah

mengalami distres, dan penurunan kemampuan beraktivitas.

Menurut American Psychiatric Association (2000), dalam Wavy

(2008) kualitas tidur didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang

melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan

kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa

tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan

kepulasan tidur. Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan

individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur

pada malam hari atau efesiensi tidur.

Di sisi lain, Lai (2001), dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa

kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola

tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal

tidur dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur
yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan

energik dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki

kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Selain itu, menurut Hidayat (2006), dalam Diani (2014), kualitas

tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur. Tidur seseorang dikatakan

baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak

mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat

dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan

dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami:

a. Tanda Fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata,

konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang

berlebihan (sering menguap), tidak mampu berkonsentrasi, penglihatan

kabur, mual dan pusing

b. Tanda Psikologis

Menarik diri, apatis dan respon menurun, merasa tidak enak badan,

malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan

kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

4. Fisiologis tidur
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus tidur

atau terjaga umunya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus

siang atau malam (Vaughans, 2013).


Menurut Wade, C. dan Tavris, C (2008) ketika ingin memulai tidur,

menutup mata dan melemaskan semua otak, maka otak akan menghasilkan

sekumpulan gelombang alfa. Secara bertahap gelombang ini kemudian

melambat dan masuk ke dalam 4 tahap, yang masing-masing menunjukkan

proses tidur yang lebih dalam dibandingkan sebelumnya.


a. Tahap 1: gelombang otak menjadi kecil dan tidak beraturan. Seseorang

akan merasa berada di ujung kesadaran dalam keadaan tidur ringan.

Apabila dibangunkan pada tahap ini, seseorang akan dapat mengingat

kembali fantasi-fantasi atau gambar visual yang dilihat.


b. Tahap 2: otak terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang

yang cepat dan memiliki puncak gelombang yang tinggi. Gangguan

suara dalam kadar kecil mungkin tidak akan mengganggu tidur.


c. Tahap 3: pada tahap ini pernapasan dan detak jantung melambat, otot-

otot melemas (rileks), dan mulai sulit dibangunkan.


d. Tahap 4: pada tahap ini seseorang berada pada tidur yang dalam dan

sangat sulit dibangunkan.


Rangkaian dari tahap-tahap tersebut berlangsung selama 30-45

menit. Pada saat 70-90 menit sesudah mulainya tidur, sesuatu yang khas

terjadi. Otak akan mulai menghasilka sederet panjang gelombang otak

yang bergerak sangat cepat dan tidak teratur. Kecepatan detak jantung

meningkat, tekanan darah meningkat, pernapasan semakin cepat dan tidak

teratur, pada wajah dan jari mungkin terdapat sedikit kejang. Pada saat

yang bersamaan, sebagian otot yang menunjang tulang menjadi lemas,

mencegah otak yang aktif menghasilkan gerakan fisik. Karena otak berada

dalam kondisi sangat aktif sementara tubuh tidak aktif sama sekali, maka

pada saat inilah mimpi-mimpi yang jelas lebih sering muncul.


Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang

berfluktuasi. Tingkat kesadaran pada organ-organ pengindraan berbeda-

beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan kesadaran yang

paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Hal ini dapat

dibuktikan banyaknya kasus kebakaran yang terjadi pada malam hari tanpa

disadari oleh penghuninya yang sedang tidur. Organ pengindraan yang

mengalami penurunan tingkat kesadaran yang paling kecil adalah

pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan mengapa orang sakit dan

berada di lingkungan yang bising acap kali tidak dapat tidur (Asmadi,

2008).

5. Tahapan Tidur
Menurut Vaughans (2011) tidur terjadi dalam tahapan yang

berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1

hingga tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat

(NREM-Non Rapid Eye Movement (NREM) dan tahap 5 disebut tidur

REM (Rapid Eye Movement).


a. Tahapan tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyenyak dan dalam. Pada

tidur NREM gerakan gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada

orang yang sadar atau tidak tidur (Asmadi, 2008). Selama tidur

NREM, seseorang biasanya mengalami penurunan suhu, denyut,

tekanan darah, pernapasan dan ketegangan otot (Vaughans, 2011).


1) NREM tahap 1
Termasuk tingkat tidur paling ringan. Tahapan ini hanya

berlangsung beberapa menit. Penurunan aktivitas fisiologis diawali


dengan bertahapnya penurunan tanda vital dan metabolisme serta

rangsangan sensorik seperti suara dapat membangunkan seseorang

dengan mudah. Pada tahap ini, seseorang dapat melaporkan sensasi

jatuh diikuti dengan ketegangan otot. Setelah terbangun orang

merasa seolah-olah baru saja bemimpi


2) NREM tahap 2
Termasuk tingkat tidur ringan dengan periode tidur

nyenyak. Tahap ini berlangsung 20 menit. Tanda vital, kerja otot,

dan metabolisme terus melambat. Pada tahap ini, seseorang masih

cukup mudah untuk dibangunkan.


3) NREM tahap 3
Termasuk tingkat tidur yang lebih nyenyak. Tahap ini

berlangsung 15-30 menit. Tanda vital teratur tetapi lambat, otot

rileks (gerakan sedikit atau tidak ada). Pada tahap ini, seseorang

sulit dibangunkan (saat dibangunkan pertama-tama akan merasa

disorientasi) serta dapat pula mengigau, tidur berjalan dan

enuresis.
4) NREM tahap 4
Termasuk tingkat tidur paling nyenyak (tahap terdalam dari

tidur). Tahap ini berlangsung sekitar 15-90 menit. Tanda-tanda vital

secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun. Pada tahap

ini, seseorang sangat sulit untuk dibangunkan, seseorang akan

menghabiskan sebagian besar malam pada tahap ini. Terkadang

dapat pula tidur sambil berjalan dan enuresia (ngompol).


b. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur

paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak


sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat

sangat aktif. Tidur di tandai dengan mimpi otot-otot kendor, tekanan

darah bertambah, gerakan mata cepat, sekresi lambung meningkat,

ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan

jantung dan pernafasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan

metabolisme meningkat (Asmadi, 2008).


Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan meningkatnya level

aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur REM

berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan emosi.

(Vaughans, 2011)
Tahap tidur REM menurut Vaughans (2011) dapat dilihat

melalui menutupnya kelopak mata, rata-rata berlangsung 20 menit,

jumlah REM meningkat saat malam beranjak, kira-kira 110 menit

dalam siklus tidur, dan tanda-tanda vital tidak tentu. Pada tahap ini,

seseorang sangat sulit untuk dibangunkan, muncul mimpi yang hidup

dan penuh warna.

6. Fungsi tidur
Green (2011), dalam Tarihoran S.E (2013) menjelaskan tentang teori

yang membahas bagaimana tidur bisa terjadi, yaitu Restoration Theory

yang telah diperkenalkan oleh Oswald (1966). Menurut Oswald, fungsi

daripada tidur adalah untuk mengembalikan (restore) fungsi tubuh semasa

periode tanpa aktivitas supaya fungsi biologi tubuh yang adekuat dapat

dipastikan.
Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena

dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat


mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu,

tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali.

Proses pemulihan yang terhambat dapat menyebabkan organ tubuh tidak

bisa bekerja dengan maksimal, akibatnya orang yang kurang tidur akan

cepat lelah dan mengalami penurunan konsentrasi (Ulimudiin, 2011 dalam

Diani 2014)
Tidur berkontribusi dalam menjaga kondisi fisiogis dan psikologis.

Tidur NREM membantu perbaikan jaringan tubuh. Selama tidur NREM,

fungsi biologis lambat, denyut jantung normal orang dewasa sehat

sepanjang hari rata-rata 70-80 denyut per menit atau kurang jika individu

dalam kondisi yang sangat baik. Namun, selama tidur denyut jantung turun

sampai 60 denyut per menit atau kurang, ini berarti bahwa selama tidur

jantung berdetak 10-20 kali lebih lambat dalam setiap menit 60-120 kali

lebih sedikit dalm setiap jam. Oleh karna itu, tidur nyenyak bermanfaat

dalam memperthankan fungsi jantung. Fungsi biologis lainnya yang

menurun selama tidur adalah pernafasan, tekanan darah dan otot (Mc

Cance dan Huether, 2006 dalam Potter dan Perry, 2010).


Teori lain tentang tujuan dari tidur adalah bahwa tubuh menghemat

energi selama tidur. Otot-otot rangka semakin rileks, dan tidak adanya

kontraksi otot mempertahankan energi kimia untuk proses seluler, tidur

akan menurunkan laju metabolisme basal yang selanjutnya dapat

menghemat suplai energi tubuh. Tidur REM berhubungan dengan

perubahan aliran darah otak, peningkatan aktivitas korteks, peningktan

konsumsi oksigen, dan pelepasan efinefrin. Gabungan kegiatan ini


membantu penyimpanan memori pada proses belajar. Selama tidur, otak

menyaring informasi yang tersimpan tentang kegiatan hari itu (Potter dan

Perry, 2010).
Tidur REM diperlukan untuk menjaga jaringan otak dan tampaknya

menjadi penting bagi pemulihan kognitif. Manfaat tidur dalam perilaku

sering tidak diketahui sampai seseorang mendapatkan masalah akibat

kurangnya tidur. Kurangnya tidur REM menyebabkan perasaan bingung

dan curiga berbagai fungsi tubuh (misalnya: suasana hati, perfoma

motorik, memori dan keseimbangan) berubah saat kehilangan tidur lama

terjadi. Perubahan dalam fungsi imun alami dan seluler juga muncul akibat

kurangnya tidur tingkat sedang sampai berat (Buysse, 2005 dalam

Rachman 2015).

7. Siklus Tidur
Pola tidur normal pada orang dewasa dimulai dengan periode pra

tidur dimana orang tersebut hanya sadar dan kantuk secara bertahap

meningkat. Periode ini berlangsung 10 hingga 30 menit, tetapi jika

seseorang memiliki kesulitan untuk tidur hal itu akan berlangsung satu

jam atau lebih (Potter & Perry, 2010).


Setelah tidur seseorang biasanya melewati 4 sampai 5 siklus tidur

lengkap dalam satu malam, masing-masing terdiri dari empat tahap tidur

NREM dan periode tidur REM, setiap siklus berlangsung sekitar 90-100

menit. Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1 samapai tahap 4

NREM, di ikuti oleh pembalikan dari tahap 4-3 sampai 2 dan berakhir

dengan periode tidur REM. Seseorang biasanya mencapai tidur REM


sekitar 90 menit dalam siklus tidur. 75-85% dari waktu tidur dihabiskan

dalam tidur NREM. Dengan setiap siklus berturut-turut, tahap 3 dan 4 di

persingkat, dan periode REM diperpanjang. Tidur REM berlangsung

sekitar 60 menit selama siklus tidur terakhir. Tidak semua orang

mempunyai kemajuan yang konsisten saat melewati tahap tidur. Misalnya,

tidur bergerak maju mundur untuk interval pendek anatara tahap NREM

2,3 dan 4 sebelum memasuki tahap REM. Jumlah waktu yang dihabiskan

di setiap tahap bervariasi selama rentang hidup. Bayi baru lahir dan anak-

anak menghabiskan waktu lebih banyak untuk tidur nyenyak. Seiring

penuaan, tidur mejadi lebih berfragmentasi dan seseorang menghabiskan

lebih banyak waktu dalam rentang tahap ringan (National Sleep

Foundation). Perpindahan antara tahap tidur cenderung menyertai gerakan

tubuh. Perpindahan ke tidur ringan atau terjaga cenderung terjadi tiba-tiba,

sedangkan pergeseran ke tidur nyenyak cenderung bertahap, jumlah siklus

tidur tergantung jumlah waktu orang yang menghabiskan waktu tidur

(Potter & Perry, 2010).

NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV

Tidur REM NREM tahap II NREM tahap III

Gambar 2.2 Siklus Tidur


(Vaughans, 2011)

8. Pola Tidur Normal


Durasi tidur dan kualitas bervariasi antara orang-orang dari semua

kelompok umur. Misalnya, satu orang sudah merasa cukup beristirahat


dengan tidur 4 jam, sedangkan yang lain memerlukan waktu 10 jam

(Tarwoto & Wartonah, 2011).


a. Neonates sampai dengan 3 bulan
1) membutuhkan 16 jam/hari.
2) Mudah berespon terhadap stimulus
3) Pada mingggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM

b. Bayi
1) Pada malam hari tidur 8-10 jam.
2) Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun tidur 14 jam/hari.
3) Tahap REM 20-30%
c. Toddler (3-6 tahun)
1) Tidur 10-12 jam/hari.
2) Tahp REM 25%
d. Prasekolah
1) Tidur 11 jam pada malam hari
2) Tahap REM 20%
e. Usia sekolah (6- 12 tahun)
1) Tidur 10 jam pada malam hari
2) Tahap REM 20%
f. Remaja (12-20 tahun)
1) Tidur 8,5 jam pada malam hari.
2) Tahap REM 20%
g. Dewasa Muda (20-40 tahun)
1) Tidur 7-9 jam/hari.
2) Tahap REM 20-25%
h. Usia Dewasa Pertengahan (40-60 tahun)
1) Tidur 7 jam/hari.
2) Tahap REM 20%

i. Usia Tua (60 tahun keatas)


1) Tidur 6 jam/hari.
2) Tahap REM 20-25%
3) Tahap NREM IV menurun dan kadang-kadang absen
4) Sering terbangun pada malam hari.

9. Gangguan Tidur
Gangguan tidur merupakan perubahan dalam pola tidur atau

kebiasaan. Tanda dan gejala gangguan tidur termasuk kantuk berlebih di


siang hari, pernapasan yang tidak teratur saat tidur, sulit tidur, dan perilaku

tidur yang abnoral (Mayo Foundation for Medical Education and

Research, 2014). Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan

masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah, orang

muda serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut (Japardi, 2002

dalam Ardinata 2013).


Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan

mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya,

menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah

tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya

dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain (Japardi,

2002 dalam Ardinata 2013).

10. Klasifikasi Gangguan Tidur


Klasifikasi gangguan tidur menurut beberapa ahli antara lain:

a. Disomnia

1) Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

tidur, baik secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini

umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa karena

gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah

atau gelisah. Ada 3 jenis insomnia, insomnia inisial (kesulitan

untuk memulai tidur), insomnia intermiten (kesulitan untuk tetap

tertidur karena seringnya terjaga), dan insomnia terminal (bangun


terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali) (Mubarak, W. dan Nurul,

C., 2008).

Menurut International Classification of Sleep Disorders

insomnia didefinisikan sebagai kesulitan memulai tidur,

mempertahankan tidur, dan bangun terlalu dini. Kondisi ini terjadi

meskipun jumlah waktu dan kesempatan untuk tidur cukup

memadai serta disertai kualitas tidur yang buruk, tidur yang tidak

restoratif, kelelahan, masalah pada memori, lesu, keluhan lambung,

dan gangguan fisik atau mental lainnnya (Compton, Jackie, 2013)

2) Hipersomnia

Hipersomnia adalah tidur yang berlebihan terutama pada

siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi medis

tertentu, seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada hati atau

ginjal, atau karena gangguan metabolisme. Pada kondisi tertentu,

hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk

menghindari tanggung jawab pada siang hari (Mubarak, W. dan

Nurul, C., 2008).

Hipersomnia ditandai dengan kantuk berlebihan pada siang

hari. Hal ini tidak disebabkan oleh gangguan tidur malam hari atau

gangguan irama sirkadian. (Compton, Jackie, 2013)

3) Narkolepsi

Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan

yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut
juga sebagai serangan tidur atau sleep attack. Penyebabnya

diduga karena kerusakan genetik sistem saraf pusat yang

menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM (Mubarak,

W. dan Nurul, C., 2008).

Menurut Wade, C. dan Tavris, C (2008) narkolepsi adalah

suatu gangguan tidur berupa serangan rasa kantuk tiba-tiba dan

tidak terduga pada siang hari yang membuat seseorang lansgung

masuk ke dalam tahap REM.

4) Gangguan Tidur Terkait Pernafasan

Gangguan tidur yang terkait dengan pernafasan ditandai

dengan penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk

berlebihan atau insomnia yang disebabkan gangguan pernafasan

terkait tidur. Gangguan pernafasan yang dapat terjadi selama tidur

mencakup apnea, hipopnea dan desaturasi oksigen. Gangguan ini

selalu menyebabkan hipersomnia. Dua gangguan sistem pernafasan

yang dapat menimbulkan hipersomnia adalah apnea tidur dan

hiperventilasi alveolar sentral. Kedua gangguan juga dapat

menyebabkan insomnia tetapi lebih sering menyebabkan

hipersomnia (Sadock, 2010 dalam Putra, 2011).

Apnea tidur mengacu pada penghentian aliran udara pada

hidung dan mulut. Periode apneik adalah periode yang berlangsung

selama sepuluh detik atau lebih. Apnea tidur dapat memiliki

beberapa tipe yang berbeda. Pada apnea tidur sentral murni, upaya
aliran udara dan pernafasan berhenti saat episode apneik dan mulai

kembali saat bangun. Pada apnea tidur obstruktif murni, aliran

udara berhenti tetapi upaya pernafasan meningkat selama periode

apnea; pola ini menunjukkan adanya suatu obstruksi pada jalan

nafas dan upaya yang bertambah oleh otot-otot abdomen dan

toraks untuk mendorong udara melewati obstruksi ini. Episode ini

juga berhenti saat bangun. Tipe campuran meliputi unsur apnea

tidur sentral dan obstruktif. Apnea tidur biasanya dianggap

patologis bila pasien mengalami setidaknya lima episode apnea

dalam satu jam atau 30 episode apnea sepanjang malam.

Hiperventilasi alveolar pusat mengacu pada beberapa keadaan yang

ditandai dengan gangguan ventilasi berupa kelainan pernafasan

yang tampak atau sangat memburuk hanya saat tidur tanpa adanya

episode apnea yang signifikan. Disfungsi ventilasi ditandai dengan

tidak adekuatnya volume tidal atu frekuensi pernafasan selama

tidur (Sadock, 2010 dalam Putra, 2011).

Menurut Wade, C. dan Tavris, C (2008) sleep apnea adalah

suatu gangguan tidur di mana proses bernapas berhenti sejenak saat

tidur, menyebabkan orang tersebut tersedak dan sesak napas, lalu

terbangun sesaat.

5) Gangguan Tidur Irama Sirkadian

Gangguan tidur irama sirkadian adalah gangguan tidur yang

keluar dari ritme 24 jam. Akan ada pola yang berulang terus-
menerus dari gangguan tidur yang disebabkan oleh perubahan dari

sistem waktu sirkadian. Perubahan ini menyebabkan insomnia,

kantuk di siang hari yang berlebihan, dan gangguan sosial atau

pekerjaan (Compton, Jackie, 2013).

Gangguan tidur irama sirkadian mencakup suatu kisaran

luas keadaan yang melibatkan ketidaksejajaran antara periode tidur

yang sebenarnya dengan periode tidur yang diinginkan. Ada empat

jenis gangguan tidur irama sirkadian: tipe fase tidur tertunda, tipe

jet lag, tipe kerja bergiliran, dan tidak tergolongkan (Sadock, 2010

dalam Putra, 2011).

Pada tipe fase tidur tertunda, pola onset tidur dan waktu

bangun tertunda secara menetap, dengan ketidakmampuan untuk

jatuh tertidur dan terbangun pada waktu lebih awal yang

diinginkan. Tipe jet lag ditandai dengan rasa mengantuk dan sadar

yang terjadi pada saat yang tidak tepat dibandingkan dengan waktu

setempat, terjadi setelah perjalanan berulang melintasi lebih dari

satu zona waktu. Pada tipe kerja giliran, insomnia terjadi selama

periode tidur utama atau rasa mengantuk berlebihan selama periode

bangun yang utama karena pekerjaan dengan giliran malam atau

sering berubahnya jadwal bergiliran (Sadock, 2010 dalam Putra,

2011).

b. Parasomnia
Menurut Buysse (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Sleep

Disorders in Later Life, Parasomnia dibagi menjadi parasomnia terkait

dengan tidur NREM dan tidur REM. Gangguan tidur yang terkait

dengan tidur NREM seperti sleep terrors (teror tidur) dan sleep

walking (berjalan sambil tidur), sedangkan gangguan tidur terkait

dengan tidur REM adalah nightmare disorder (gangguan mimpi buruk)

1) Gangguan teror tidur

Gangguan teror tidur adalah terbangun pada sepertiga awal

malam selama tidur NREM yang dalam (tahap 3 dan 4). Gangguan

ini hampir selalu diawali dengan jeritan atau tangisan pilu yang

disertai menifestasi perilaku ansietas hebat yang hampir mendekati

panik dengan adanya bangkitan otonom seperti takikardia,

pernafasan cepat, dan berkeringat selama episode ini. Khasnya,

pasien bangun di atas tempat tidur dengan ekspresi ketakutan,

berteriak keras, dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan

perasaan terteror yang intens. Pasien mungkin tetap terbangun

dalam keadaan disorientasi tetapi lebih sering jatuh tertidur dan

mereka melupakan episode ini (Sadock, 2010 dalam Putra, 2011).

Seseorang yang mengalami gangguan teror tidur terbangun

dari tahap NREM3 biasanya menangis atau berteriak dan

menunjukkan tanda-tanda ketakutan yang hebat serta biasanya tida

mengingat kejadian di pagi hari (Compton, Jackie, 2013).

2) Gangguan tidur berjalan (sleepwalking)


Sleepwalking biasanya terjadi pada anak usia 8-12 tahun

dan spontan berhenti pada saat sekitar usia pubertas. Orang yang

tidur berjalan biasanya sulit untuk dibangunkan dan mungkin

bingung ketika terbangun serta tidak ingat kejadian di pagi hari

(Compton, Jackie, 2013).

Gangguan ini, yang juga dikenal sebagai somnambulisme,

terdiri atas rangkaian perilaku kompleks yang diawali pada

sepertiga malam pertama selama tidur NREM yang dalam (tahap 3

dan 4) dan sering. Selama berjalan dalam tidur, orang memiliki

wajah yang kosong, dan menatap, relatif tidak responsif terhadap

upaya orang lain untuk berbicara dengan mereka, dan sangat sulit

dibangunkan. Saat bangun, orang ini akan mengalami amnesia

terhadap episode tersebut. Dalam beberapa menit setelah bangun

dari episode berjalan dalam tidur, tidak ada aktivitas atau perilaku

mental yang terganggu (meskipun awalnya bisa terdapat periode

singkat bingung dan disorientasi). Berjalan didalam tidur

menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau

hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.

Gangguan ini juga harus tidak disebabkan efek fisiologis langsung

suatu zat (Sadock, 2010 dalam Putra, 2011).

3) Gangguan Mimpi Buruk

Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan

yang membuat orang terbangun dengan rasa ketakutan. Seperti


mimpi buruk lain, mimpi buruk selalu terjadi selama tidur REM

dan biasanya setelah periode REM yang panjang di akhir malam.

Beberapa orang sering mengalami mimpi buruk sebagai keadaan

yang berlangsung seumur hidup; yang lainnya mengalami mimpi

buruk terutama saat stress dan sakit. Saat bangun dari mimpi yang

menakutkan, pasien dengan cepat memiliki orientasi dan kesiagaan

(Sadock, 2010 dalam Putra, 2011).

11. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur


Menurut Potter dan Perry (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

yaitu:
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih

banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan klien

kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada klien dengan

gangguan pernafasan seperti asma, bronkhitis, penyakit

kardiovaskuler, ginjal dan penyakit pernafasan.


b. Lingkungan
Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh terhadap

kemampuan seseorang untuk tidur dan tetap tidur. Suhu lingkungan,

level suara dan jumlah cahaya semuanya memengaruhi kemampuan

seseorang untuk tidur dengan nyaman.


c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan

keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.

d. Kelelahan
Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan dan

kebutuhan untuk tidur. Masalah umum yang biasa terjadi pada usia

remaja sampai dewasa awal adalah kelelahan yang berlebihan akibat

kerja yang meletihkan dan penuh stres sehingga menimbulkan

kesulitan tidur
e. Stres emosional
Kecemasan tentang masalah-masalah pribadi atau situasi dapat

menggangu tidur seseorang. Pada kedadaan cemas seorang mungkin

meningkatkan saraf simpatis sehingga menghambat tidurnya dan

menyebabkan seseorang menjadi terjaga.


f. Obat-obatan
Menurut Hyde (2009) dalam Putra (2011), jenis stimulan, seperti

amfetamin dan derivatnya, kokain, kafein dan nikotin, sangat sering

disalahgunakan. Produk ini menimbulkan peninggian gairah dan

eksitasi pada penggunanya. Stimulant akan merangsang aktifitas dari

neurotransmitter, dopamine, dan norepinefrin, dengan memblokade

ambilan dan meningkatkan sekresi dari produk-produk tersebut.

Amphetamin dan derivatnya, ketika dikonsumsi, dapat menunda onset

dari tidur dan meningkatkan jumlah tidur REM. Ketika konsumsi

amfetamin dalam jangka waktu lama dihentikan, terjadi peningkatan

tidur gelombang lambat pada malam pertama putus obat, dan

peningkatan jumlah tidur REM serta pengurangan latensi menuju tidur

REM pada malam-malam berikutnya.


Alkohol adalah depresan SSP yang dapat menimbulkan masalah

serius pada saat pemberian dan setelah putus zat. Insomnia setelah

mengkonsumsi alkohol jangka panjang kadang-kadang berat dan


berlangsung selama beberapa minggu atau lebih lama. Diantara para

perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis rendah

nikotin untuk menyebabkan sedasi sebenarnya dapat membantu tidur.

Tetapi dosis tinggi nikotin dapat mengganggu tidur, terutama onset

tidur. Perokok memiliki tidur yang lebih sedikit daripada orang yang

tidak merokok. Putus zat nikotin dapat menyebabkan pusing atau

terbangun dari tidur. Obat-obat golongan analgesik, seperti opiat, akan

mempengaruhi sistem neurotransmitter yang mengatur siklus tidur-

bangun pada otak. Zat ini menyebabkan efek seperti sedatif pada EEG

pasien sadar, dan individu yang mengkonsumsi obat ini akan menurun

performa kerjanya. Opioid akan mengurangi tidur REM dan waktu

tidur total apabila digunakan. Penghentian penggunaan opioid akan

menyebabkan meningkatnya jumlah tidur REM, dan memendeknya

latensi tidur REM episode pertama.


Beberapa jenis obat-obat lain yang dapat mempengaruhi proses

tidur antara lain:


1) Diuretik : menyebabkan insomnia dan nokturia
2) Kortikosteroid : menyebabkan insomnia
3) Antidepresan : menyupresi atau menekan REM
4) Antihistamin : menimbulkan kantuk
5) Beta-bloker : menimbulkan insomnia
g. Faktor yang lain, seperti sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi

tidur seseorang. Pendapatan yang lebih sedikit dapat menimbulkan

stres dan kecemasan, di mana hal itu berkontribusi untuk menghasilkan

tidur yang buruk dan tidak berkualitas. (Okun, Michele, 2014)

Anda mungkin juga menyukai